Tamara tersentak kaget. Matanya melebar, tubuhnya membeku. Ia tak menyangka sama sekali bahwa Davis akan menciumnya. Seketika, semua pikiran di kepalanya berhenti berputar, seolah otaknya tak mampu memproses apa yang baru saja terjadi. Tamara hanya bisa diam, terpaku dalam keheningan yang mendadak terasa begitu intens."D-Davis..." Tamara berusaha berbicara, tapi suaranya begitu lemah, nyaris tak terdengar. Ia masih terkejut, tak mengerti kenapa Davis tiba-tiba menciumnya. Tapi yang jelas, ciuman itu membuatnya tak berdaya, dan sama sekali tak mampu melawan.Ciuman itu bukan sekadar sentuhan singkat. Bibir Davis tetap melekat pada bibir Tamara untuk beberapa detik, cukup lama untuk membuat Tamara merasakan kehangatan yang menjalar di tubuhnya. Sensasi itu membuat jantungnya berdegup semakin cepat, membuat seluruh tubuhnya terasa seperti lumpuh di bawah pengaruh ciuman Davis.Ketika Davis akhirnya menarik diri, Tamara masih terdiam, matanya masih terbuka lebar dalam keterkejutan. Ia ta
“Tamara…” Davis berbisik pelan di telinganya dengan suaranya yang terdengar rendah dan penuh hasrat. Sentuhannya kini tidak lagi tertahan, tangannya bergerak lebih jauh menjelajahi setiap inci tubuh Tamara, mencari titik-titik sensitif yang membuat wanita itu semakin tenggelam dalam permainan ini.Tamara mencoba melawan, tapi setiap upaya untuk mundur terhalang oleh rasa yang mendesak di dalam tubuhnya. Ia tidak bisa berpikir jernih. Semua logika tenggelam dalam panas yang melanda tubuhnya. Hanya ada Davis dan sentuhan-sentuhannya. Tamara memejamkan mata, mencoba menahan diri, tapi setiap kali bibir Davis menyentuh kulitnya, perlawanan itu semakin memudar.Pagi itu, keduanya tenggelam dalam gairah yang selama ini terpendam. Mereka telah lama mengabaikan hubungan fisik mereka, terjebak dalam kesibukan pekerjaan yang tanpa henti selama berminggu-minggu. Davis dan Tamara nyaris melupakan esensi dari pernikahan kontrak mereka—tujuan utama yang mengikat mereka berdua. Mereka menikah bukan
Tamara terdiam, menghela napas panjang sambil mencoba mengumpulkan tenaga yang tersisa. Tubuhnya terasa lemas, otot-ototnya masih terasa kaku dan pegal setelah permainan liar yang baru saja dilalui bersama Davis. Gara-gara suaminya itu, sekarang Tamara terpaksa mengambil cuti. Permainan penuh gairah Davis tadi benar-benar menguras tenaganya sampai-sampai ia tidak memiliki cukup kekuatan untuk pergi bekerja hari ini.Tamara menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, masih berusaha menenangkan diri. Davis sempat memintanya untuk tetap di rumah dan beristirahat. Tamara sebenarnya ingin marah—mengapa Davis harus begitu bersemangat sampai dirinya tidak bisa bergerak bebas setelah aksinya? Tapi disisi lain, ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan suaminya. Tamara tahu bahwa dirinya juga bersalah. Ia yang akhirnya terbawa suasana, menyerah pada setiap sentuhan menggoda Davis, sampai tanpa sadar ia menikmati momen itu sepenuhnya.Dengan tubuh yang masih terasa lemah dan kulitnya yang berkilau d
Letta menaruh secangkir teh hangat di atas meja dengan penuh hati-hati. Aroma teh yang khas segera memenuhi ruangan. Tamara, yang tengah duduk di kursi dekat jendela, mendongak saat wanita paruh baya itu datang. Letta tersenyum ramah kepadanya sambil berkata, "Saya buatkan teh untuk Anda, Bu Tamara."Tamara tersenyum, meski sedikit lelah, dan balas berkata, "Terima kasih, bi, tapi seharusnya tidak perlu repot-repot."Letta hanya menggeleng lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Saya yang ingin membuatkan teh untuk Anda. Ini sebagai ungkapan terima kasih karena sudah memberikan saya pekerjaan di sini."Tamara mendesah pelan, lalu meneguk sedikit teh yang diberikan Letta. Kehangatan teh itu terasa menenangkan di tenggorokannya. "Tidak perlu berterima kasih pada saya. Bibi bisa bekerja di sini itu berkat suami saya. Saya bahkan tidak tahu apa-apa soal perekrutan," katanya sambil tersenyum simpul.Letta tetap tersenyum hangat. "Tapi tetap saja, saya sangat berterima kasih, Bu. Ini pertama kalinya sa
Carson duduk di meja kerjanya, matanya tertuju pada layar ponsel yang masih menyala. Pesan dari Tamara baru saja masuk, menjelaskan bahwa dirinya hanya kelelahan dan butuh istirahat. Dia membaca kalimat itu berulang kali, memastikan tidak ada hal yang lebih serius terjadi."Ternyata baik-baik saja, dan hanya kelelahan hingga membuat kondisinya menurun," gumam Carson pelan.Carson tahu, akhir-akhir ini beban kerja di kantor semakin bertambah, terutama bagi Tamara yang masih baru bergabung di perusahaan. Dia masih harus beradaptasi dengan ritme kerja yang cepat dan tekanan dari berbagai proyek yang sedang mereka kerjakan bersama. Maka tak heran jika kondisi Tamara bisa sampai drop.Pria itu menghela napas panjang, dia merasa sedikit lega setelah tahu Tamara tidak mengalami sakit yang serius. Setidaknya, rasa cemas yang sempat menghantui pikirannya kini berkurang. Kelelahan memang wajar, terutama untuk seseorang yang baru bergabung di perusahaan mereka seperti Tamara.Carson meletakkan p
Wanita itu duduk di kursi kosong yang ada. Menunggu sosok lelaki yang mengajaknya bertemu sepulang kerja. Sambil menunggunya, Serena termangu. Dia terhanyut dalam pikirannya sendiri saat berbagai kenangan tiba-tiba menghampiri ingatannya. Wajahnya mendadak berubah murung, dan hatinya mulai gelisah. Jantungnya sejak tadi terus berdebar. Ada sebuah perasaan dilema yang dirasakan Serena sejak beberapa waktu terakhir. Ini terkait hubungannya dengan Rhys. Serena harus mengakhiri hubungan mereka, tapi dia sungguh tidak tahu harus bagaimana mengatakannya pada Rhys.Ketika ingat tujuan utamanya menerima ajakan Rhys untuk bertemu hari ini, Serena jadi teringat bahwa dia harus menyusun kalimat untuk mengatakan bahwa dia ingin mengakhiri hubungan mereka secara baik-baik. Dia juga harus mempersiapkan diri dan hatinya karena bisa saja setelah bertemu dengan Rhys hatinya akan goyah.Lamunannya mendadak buyar saat seorang pria mendadak muncul dari arah belakang. “Hey, cantik! Apakah kursi ini kosong
Future City, Scienetopia, lima tahun kemudian.Pria itu membuka pintu kamarnya perlahan. Begitu pintunya terbuka, Hugh bisa melihat putranya yang terbaring di ranjang masih dalam keadaan tertidur lelap. Senyuman terukir di wajahnya begitu dia melihat wajah tenang putranya yang bagaikan malaikat. Dia sungguh merasa tidak tega untuk membangunkannya, tapi hari sudah pagi, dan dia benar-benar harus pergi ke sekolah.Hugh berjalan menghampiri ranjang, dan mulai membangunkan Shawn yang masih tertidur pulas. Dengan mengguncang tubuh mungilnya pelan, Hugh mencoba membangunkannya dengan cara yang lembut. “Sweetheart, sudah waktunya bagun. Ini sudah pagi, dan kalau kau tidak bangun, maka kau akan terlambat untuk pergi ke sekolah.”Shawn membuka kedua matanya perlahan, karena Hugh membangunkannya. Begitu membuka mata, dia bisa langsung melihat sosok lelaki tampan yang kini berjongkok di samping ranjang sambil menatapnya dengan senyuman. “Selamat pagi, malaikatku.”“Selamat pagi, dad.” Shawn menj
Collisionity, Pandora.Rhys duduk dengan ekspresi serius di sudut restoran, berdiskusi bisnis dengan kliennya. Suasana restoran elegan terisi oleh gemerincing gelas dan percakapan perlahan di antara meja-meja. Rhys berbicara dengan percaya diri, menjelaskan strategi bisnis yang akan memberikan keuntungan maksimal. Kliennya, seorang pria berjas hitam, mendengarkan dengan serius."Saya yakin investasi ini akan membawa hasil yang luar biasa bagi perusahaan Anda," kata Rhys, memastikan setiap kata terdengar meyakinkan. Begitu percakapan selesai, Rhys berjabat tangan dengan kliennya, meyakinkan bahwa langkah ini adalah keputusan yang tepat. Mereka lantas berpisah untuk kembali melanjutkan urusan masing-masing.Begitu Rhys dan kliennya berpisah di depan restoran, secara tiba-tiba fokus Rhys beralih saat kedua matanya tidak sengaja menangkap sosok wanita yang tampak tidak asing. Rhys terdiam di tempatnya dengan mata tertuju pada sosoknya. Dia terus memperhatikan sosok wanita itu yang terus b
Bellatrix menghela napas dalam-dalam. Udara malam yang begitu dingin terasa begitu menusuk hingga membuatnya tidak tahan berlama-lama di luar. Wanita paruh baya itu langsung melangkah masuk ke dalam gedung tempat dimana biasa anak-anak buahnya berkumpul. Tiba di sana, kedatangannya langsung disambut oleh Ollie yang sudah menunggunya sejak tadi.“Selamat malam, nyonya.”“Tidak perlu basa-basi. Aku tidak ingin membuang-buang waktu. Langsung antarkan saja aku pada mereka!” ucap Bellatrix tanpa menoleh sama sekali. Wanita berpakaian serba hitam itu kini berjalan dengan tergesa-gesa dengan Ollie yang mencoba mengimbangi langkahnya.“Mereka sudah menunggu di ruang biasa, nyonya. Begitu tiba, aku langsung meminta mereka berkumpul di sana sesuai dengan permintaan anda.”“Bagus! Lalu bagaimana dengan tugas lain yang aku berikan padamu?”“Saya sudah berhasil mendapatkan informasi yang anda minta. Hanya saja…, ada beberapa hal, nyonya,” gumam Ollie dengan kepala tertunduk. Bellatrix yang mendeng
“Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan denganku, sayang?” Bellatrix menatap wanita di hadapannya dengan raut wajah bingung. Tidak biasanya wanita di hadapannya ini memasang ekspresi serius seperti ini.“Kau sudah tahu kalau dia kembali, kan?” Hailey melontarkan pertanyaan retoris. Bellatrix sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Akan tetapi, walau terlihat begitu jelas, dia masih tetap berusaha untuk tenang seolah tidak mengerti dengan maksud dari perkataannya.“Apa maksudmu?”“Kau tahu apa maksudku. Orang yang selama ini menjadi penghalang! Kau sudah tahu dia kembali, kan? Maka dari itu, kau meneleponku kemarin, ya kan?” Hailey menatap wajah Bellatrix intens. Dugaannya tidak akan mungkin salah. Bellatrix pasti sudah bertemu dengan Serena. Itulah kenapa dia meneleponnya kemarin.“I-Itu…, darimana kau tahu? Apakah jangan-jangan kau…”“Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Sekarang aku mengerti alasan kenapa kau menghubungiku kemarin. Itu pasti karena kau suda
Hugh terdiam memandang Serena yang kini duduk di hadapannya sambil melahap makanan yang baru saja di sajikan di hadapan mereka. “Bagaimana? Kau menyukainya?” tanya Hugh, sambil menunggu respon darinya.Serena mengunyah makanan di mulutnya sebelum mengutarakan pendapatnya. “Ini enak. Aku menyukainya.” Serena tersenyum simpul.“Sudah aku duga kau pasti akan menyukainya!”“Darimana kau tahu ada restoran seenak ini?”“Aku tidak sengaja menemukannya ketika aku dan Shawn pergi ke taman hiburan beberapa waktu lalu. Tempat ini sangat ramai, jadi aku pikir tidak ada salahnya untuk berkunjung ke sini. Selain itu, aku juga sempat melihat review di internet tentang restoran ini, dan ternyata memang bagus.”“Oh, begitu… tapi ini sungguh enak!” Serena kembali melahap makanannya. Sekarang ini, Serena dan Hugh sedang berada di restoran. Mereka sedang menikmati waktu makan siang bersama. Saat di rumah, Hugh melihat Serena sangat kelelahan dengan pekerjaannya, dan karena sudah saatnya jam makan siang,
“Kalau begitu, saya permisi.” Aiden tersenyum lantas berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Dia berniat untuk menemui putrinya sebelum meninggalkannya, dan membiarkan dia belajar bersama teman-teman barunya.Langkah Aiden mendadak terhenti saat dia melihat Rhys yang berdiri di koridor dengan wajah panik. Pria itu tampak kebingungan mencari sesuatu. Karena tidak melihat Loui bersamanya, Aiden bergegas menghampiri pria itu. “Rhys!”“Aiden, gawat!” Rhys mendekat dengan wajah cemas. “Loui hilang.”“Apa?” Aiden membelalakan mata begitu mendengar penuturannya barusan. “Tadi aku meninggalkan barangku di mobil, dan aku berniat untuk mengambilnya. Tapi Loui tidak mau dan bersikeras ingin menunggu di sini, jadi aku memintanya untuk duduk di sini sebentar sementara aku pergi. Begitu aku kembali, dia sudah tidak ada.”“Astaga, kau seharusnya tidak boleh lengah. Loui itu anak yang tidak bisa diam. Sekarang ayo cari dia sebelum dia melakukan sesuatu yang bisa membahayakannya!” Aiden dan Rhys lantas
“Jadi maksudmu adalah wanita jalang itu tidak sendirian?” Bellatrix mengalihkan perhatiannya pada Ollie. Lelaki itu sudah menjelaskan semuanya, dan begitu Bellatrix mengetahui cerita lengkap dari Ollie, dia segera meminta Ollie pulang.“Betul, nyonya. Dan sepertinya dia yang melindunginya selama ini.”Bellatrix termangu sambil mencerna ucapan Ollie barusan. Dia sungguh tidak menyangka kalau Serena akan memiliki seorang pelindung seperti yang diceritakan Ollie. Siapa pria yang dia maksud sebenarnya? Tidak mungkin itu Rhys, kan?“Aku ingin kau terus memantau Serena! Ikuti dia secara diam-diam dan terus pantau dia. Selain itu, coba juga untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai lelaki yang kau maksud. Cari tahu siapa namanya, bagaimana latar belakangnya, dan berikan aku seluruh detail informasi tentangnya. Pokoknya aku harus tahu semua yang tentang lelaki itu, agar aku bisa menilai apakah pria ini bisa menjadi ancaman atau tidak. Jika dia tidak menjadi ancaman, maka kita aka
Ollie melirik jam di ponselnya. Sudah hampir lewat dari jam pulang kantor, dan wanita yang menjadi targetnya sama sekali belum juga terlihat. Matanya yang terus mengawasi semakin sadar bahwa pegawai kantor yang ada semakin berkurang.Ada yang aneh, sepertinya aku harus memastikannya. Ollie melangkah turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam. Begitu tiba di dalam, dia dapat melihat beberapa pegawai yang baru tiba di lobi dan sedang berjalan mengarah ke pintu dimana dia datang.Tepat saat matanya mengedar ke sekeliling, Ollie menangkap pemandangan tidak biasa. Matanya melihat seorang pegawai wanita yang berjalan menuju arah yang berbeda dari pegawai yang lain. Begitu diamati lebih seksama, Ollie baru sadar bahwa wanita yang dilihatnya adalah Serena. Orang yang ditunggunya sejak tadi. Sial! Sepertinya dia sudah sadar bahwa aku mengikutinya sejak tadi. Kalau sampai nyonya Bellatrix tahu, maka ini akan menjadi masalah besar. Aku harus segera mengikutinya!Ollie mempercepat langkah kakin
“Aku senang kau datang dengan cepat.” Bellatrix tersenyum sambil menatap Ollie yang kini berdiri di hadapannya. “Apa yang bisa saya lakukan untuk anda, nyonya?”Bellatrix mengeluarkan ponselnya. Wanita itu lantas menunjukkan foto Serena. “Kau perhatikan wajah wanita ini, dan ingat-ingat wajahnya.”“Bukankah ini adalah—““Ya, ini adalah wanita yang selama ini aku incar!” Bellatrix memotong kalimat Ollie. Membuatnya seketika diam sambil menatap Bellatrix yang tampak kesal. Dari ekspresinya, Ollie bisa melihat bahwa wanita itu benar-benar resah dengan kehadiran Serena. “Wanita itu saat ini ada di dalam, dan tugasmu adalah mengawasinya. Ikuti dia, dan jangan sampai lepas! Begitu kau berhasil menemukan dimana dia tinggal, kau harus segera melaporkannya padaku. Mengerti?”“Baik, nyonya. Saya mengerti.”“Bagus! Aku harus membereskan wanita itu secepatnya agar aku bisa hidup dengan tenang!” Bellatrix beranjak dari tempatnya. Meninggalkan Ollie seorang diri. Wanita itu berniat untuk pergi bela
Bellatrix melangkah keluar dari dalam toilet dengan perasaan campur aduk. Dia kesal dan marah di saat yang bersamaan saat dugaannya ternyata benar. Wanita yang dia lihat ternyata memang Serena. Orang yang paling dia benci.Sebelum mencapai meja tempatnya dan Shopia menikmati makan siang, dia sempat berhenti sejenak untuk menghubungi seseorang. Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan langsung melakukan panggilan telepon. “Ollie, aku memiliki tugas untukmu. Datanglah ke restoran tempatku berada saat ini. Akan langsung aku kirimkan lokasinya!” ujar Bellatrix yang segera memutus sambungan teleponnya begitu selesai bicara dengan anak buahnya. Lalu dengan segera, wanita itu mengirimkan lokasi restorannya berada saat ini.Bellatrix kembali ke mejanya dan melihat Shopia yang baru saja selesai melakukan panggilan telepon dengan seseorang. “Oh, astaga. Maaf karena aku membuatmu menunggu.” Bellatrix duduk di kursinya.“Tidak masalah. Omong-omong apakah setelah ini kau masih memiliki waktu?”“Aku t
“Bibi Hailey!” Loui tersenyum sambil berlari menghampirinya dengan kedua tangan yang terentang. Wanita yang sejak tadi berdiri sambil menunggunya itu lantas berjongkok sambil tersenyum. “Hai, sayang.”Loui memeluk Hailey erat. Dia sungguh senang akhirnya bisa bertemu lagi dengan bibinya setelah sangat lama mereka tidak bertemu. “Aku sungguh merindukan, bibi.”“Benarkah? Aku juga sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu selama tinggal di Cybertrone? Kenapa kau tidak pernah mengabariku?”“Dia sibuk sekolah!” Aiden menjawab. Pria yang menjadi kakaknya itu sibuk dengan tablet dan koper besar di tangannya.“Hai, kak! Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?”“Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Tapi aku sungguh sangat sibuk. Sejak sehari sebelum keberangkatanku kemari, papa terus menghubungiku dan mengatakan banyak hal tentang pemilihan pemimpin baru. Aku sampai merasa muak mendengarnya. Bisakah kau membantuku agar papa berhenti menggangguku? Untuk sekarang aku ingin fokus pada Loui du