Beranda / Romansa / The Bad Life / Ayah dan Bunda

Share

Ayah dan Bunda

Penulis: Hanabelle
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-12 10:25:10

Setelah itu, pelajaran di sekolah hari itu berjalan dengan baik dan seperti biasanya. Pulang sekolah aku dijemput oleh bunda dan adik-adik.

“Gimana kak? Lancar gak sekolahnya?” Tanya bunda seperti biasanya.

Seperti biasanya, bunda menjemputku dengan mata yang sembab dan suaranya bergetar. Adik yang biasanya selalu ceria menyapaku, mengajakku bercanda juga diam tidak berkutik di kursi sebelah bunda. Dalam hati aku sudah mengetahui mengapa ini terjadi, pasti karena ayah.

Sesampainya di rumah aku langsung beberes dan bersih diri lalu istirahat. Baru saja tertidur, ayah datang dengan membanting pintu depan.

“Bodoh banget si jadi orang? Udah tau galon abis kenapa ga pesen-pesen si?” Ucapnya sambil membentak abunda.

Saiki, lapo meneng ae?” (sekarang, kenapa diam aja?)

Aku yang mendengarkan langsung keluar kamar dan jelas, ayah melihatku dan ikut memakiku juga.

Deloken. Ibumu goblok! Ojok sampe kon goblok sisan!” (lihat! Ibumu bodoh! Jangan sampai kamu bodoh juga.) Sambil jarinya menunjuk-nunjuk di dekat mataku dan hampir saja mengenai mataku.

Setelah itu papa pergi keluar entah kemana. Aku dan adikku langsung menghampiri bunda dan memeluknya. Lalu bunda menjelaskan bahwa tadi ia sudah memesan tetapi tidak kunjung datang juga. Aku langsung pergi ke toko itu dan memintanya agar lebih cepat. Pergawai toko tersebut langsung dengan sigap mengantar ke rumah.

“LAH TERUS DARITADI KENAPA GA DIKIRIM MAS?” Tanyaku sambil sedikit membentak kepadanya.

 “Maaf mbak, saya lupa.” Sambil pergi mengambil galon.

Sesampainya di rumah, aku langsung membantu bunda untuk menjaga adik dan aku membiarkan bunda untuk beristirahat sejenak sambil menenangkan perasaannya. Ya, begitulah ayah. Sedari dulu, tidak pernah berubah. Namun, pernah selama dua tahun tidak berbuat tindakan-tindakan agresif kepadaku dan bunda. Hal tersebut tidak bertahan lama karena ternyata bunda mengandung anak kembar dan keduanya perempuan. Sedari dulu, ayah menginginkan anak lelaki dan bukan anak perempuan, sehingga ketika mendengarr hal tersebut ayah langsung pergi dan berubah menjadi sosok yang menakutkan kembali bagiku. Ayah adalah seseorang yang ketika marah tidak akan pernah menganggapku dan adik-adikku bagian dari anak-anaknya. Hanya anak bunda, begitu katanya.

Kata bunda, ayah sepertinya ke kantor kembali dan berkata bahwa akan pulang lebih malam dari biasanya. Aku dan adik yang mendengarkan mengangguk-angguk setuju dan meraas sedikit tenang untuk melakukan aktivitas kami. Ketika ada ayah dirumah, kami berempat tidak bisa melakukan aktivitas dengan normal, berusaa melakukan aktivitas tanpa bising dan tentunya tanpa mengganggu ketenangannya di rumah. Sebenarnya, aku merasa tidak nyaman dan tidak aman akan hal tersebut.

Malam harinya, ayah memang pulang lebih lama dari biasanya. Ia pulanag dengan wajah yang sumringah dan berbeda dengan tadi sore ketika marah kepadaku dan bunda. Memang begitu, ketika selesai marah ia memutuskan untuk keluar dan ketika kembali ia bertingkah laku seolah tidak terjadi apapun sebelumnya. Ia hanya menganggap semua itu sudah selesai, padahal kami masih saja merasa ketakutan.

“Makanku bun, cepetan.” Katanya sambil bermain handphone di ruang tamu.

Bunda membawakan makanannya dan tak lama, pyaaaar. Piring itu dibuang begitu saja dan untungnya tidak mengenai bunda.

Isok masak gak se? Mosok mangan ngene ae aku. Segoe kakean, iwake gak pas, krupuk ga digowokno. Yaopo se kon iku. Pirang taun mbek aku kok gak apal-apal hah!” (bisa masak gaksih? Masa aku makan ginian aja? Nasinya kebanyakan, lauknya gak sesuai, krupuk ga dibawakan. Gimana si kamu?) Aku yang mendengar perrtengkarannya langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan piring lain, mengambil sapu dan mengambil kantong plastik untuk membersihkan pecahan piring. Setelah itu, menyuruh adek yang sebelumnya ada di ruang televisi untuk masuk ke kamarnya sambil aku membawakan kerupuk untuk ayah.

Iki sisan goblok koyo ibue. Lapo ga ket maeng gowokno nggon krupuk. Otak iku digawe ta!” (Ini juga bodoh kaya ibunya. Kenapa ga daritadi bawakan tempat kerupuk. Otak itu dipakai!)

Aku yang mendengarkan kata-katanya hanya tertunduk dan berusaha menahan nangis. Ayah yang tahu aku menahan nangis langsung menendang mukaku yang tentunya membuatku terjatuh.

“Ayah! Gausa kaya gitu lah! Ngapain gitu ke kakak!” ucap bunda kepada ayah sambil memohon untuk tidak melakukannya lagi.

Tidak lama ayah berdiri dari tempat duduknya dan menjambak rambutku sambil menyeretku ke kamar. Bunda langsung mencegah agar tidak melakukan di hadapan adikku. Bunda hanya bisa menangis dan tidak bisa melawan fisik. Lalu aku dibuang begitu saja, dan ayah langsung pergi meninggalkan rumah setelah membuat kekacauan di rumah.

“Maafin bunda ya, kak. Maaf banget.” Katanya sambil memelukku.

“Gapapa bunda, kakak sayang bunda. Maaf terlambat ke bundanya.” Kataku sambil terisak.

Lalu bunda langsung merapikan rambutku yang berantakan dan kami membersihkan pecahan dan makanan yang terbuang tadi. Tidak lama, adikku keluar dari kamar dan memeluk kami berdua. Setelah itu, kami bermain dan bercanda lagi. Aku dan bunda berusaha menyembunyikan rasa sakit kami agar adik tidak merasakan apa yang kami rasakan.

Sepulangnya entah darimana, ayah langsung bertingkah laku seperti tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Mengajak adik bermain dan bercanda, tetapi terlihat dari raut wajah adik mereka sangat kebingungan. Namun, mereka tetap melanjutkan permainannya yang walaupun bisa dibilang membosankan.. tetapi setidaknya ada sedikit usaha untuk dekat dengan adik. Tidak sepertiku dahulu.

Setelah puas bermain dengan ayah, bunda langsung mengajak adikku cuci kaki dan berganti pakaian tidur. Namanya anak kecil, tidak selalu bisa mengikuti perintah begitu saja dengan mudah dan tidak lama keduanya menangis dengan kencang. Ayah yang mendengar tangisan langsung memukul-mukul pintu bertujuan untuk mendiamkan mereka. Namun, caranya salah dan semakin membuat mereka menangis. Hingga pada akhirnya ketika emosi ayah sangat memuncak, ia melempar remote televisi ke adik. Aku yang melihatnya langsung memeluk adikku, sehingga remote itu mengenai punggungku.

Lapo seh melok-melok iku? Mau jadi pahlawan?” (kenapa sih ikut-ikut?) Aku yang mendengarnya hanya diam dan berusaha tetap tersenyum di depan adik-adikku. Kemudian aku menyuruh mereka masuk ke kamar mandi untuk segera berganti pakaian. Tak lama, ayah memanggilku ke teras rumah. Perasaanku bercampur aduk karena mendengarkan apa yang dilakukannya tadi dan ppikiranku yang terlalu berlebihan.

Plak. Benar saja apa yang kutakutkan, ayah langsung menaparku dengan keras di pipi kanan dan kiriku. Setelah menampar, ia membiarkanku berdiri sambil menunduk.

“Siapa suruh jadi sok jagoan gitu?” Katanya dengan tatapannya yang sangat menyesakkan hati.

“Ayah mau kasi tau adekmu biar ga berisik, biar mau nurut sama bundamu. Kenapa kamu malah ngehalangin? Terus yang sakit sekarang kamu kan?”

Setelah itu ayah menjambakku hingga mmebuatku duduk di sebelahnya. Ayah melanjutkan tamparannya yang sepertinya tadi belum selesai. Menjambakku dan menyiksaku hingga beberapa bagia di wajahku memar dan bibirku berdarah.

“Tau kan, ayah itu gamau anaknya ada yang jadi sok jagoan, ayah itu maunya ngedidik anaknya ayah itu sama. Kenapa kamu gitu? Harusnya tau diri gitu loh.” Katanya sambil merokok. Aku yang masih tertunduk sudah tidak kuat menahan tangisku. Air mataku tumpah dan langsung ditampar.

“Kenapa nangis sih? Cupu banget sih. Siapa yang ngajarin nangis tuh hah?” Sambil menamparku kembali. Kemudian ayah menjambakku dan menyeretku untuk berdiri. Aku tidak kuasa melawannya. Aku hanya terdiam. Jangan menanyakan peran bunda disaat seperti ini, bunda harus menemani adik yang jika ditinggal akan menangis kencang dan tentunya akan membuat ayah marah lebih hebat lagi. Perlakuan ayah kepadaku terhenti ketika tetangga rumahku mengetuk malam-malam untuk meminjam tangga.

“Pak Yan, permisi....” Kalimatnya terpotong ketika melihat keadaanku dan tangan ayah sedang menjambak rambutku.

“Eh, iya pak. Ada apa,” tangannya langsng melepaskan genggaman rambutku dan menghampirinya. Aku masih tetap terdiam di tempatku ketika tetanggaku datang dan melihatku sangat berantakan. Aku tidak berani untuk bergerak dan masuk ke dalam rumah, sehingga aku hanya terdiam disana hingga ayah memerintahkanku untuk masuk.

“Siapa suruh berdiri disana terus? Masuk!” Sambil menatapku dengan tatapan yang sangat menakutkan. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan mencuci muka serta merapikan rambutku yang berantakan. Bunda yang ternyata menungguku di depan kamar mandi terkejut melihat kondisi wajahku yang babak belur. Aku yang melihatnya di depanku langsung memeluk dan menumpahkan segala tangisanku di dalam pelukannya.

Kemudian aku memutuskan untuk tidur, tetapi.. ketika sudah terlelap. Ayah menyeretku ke ruang tamu dan melanjutkan amarahnya.

“Yang nyuruh tidur siapa?  Hah?” katanya sambil menjambak rambutku hngga membuatku menatap matanya.

“Aku cuma nyuruh kamu masuk. Bukan tidur. Telinga ini cuma jadi pajangan aja apa gimana sih?” Katanya sambil menjewer telingaku. Setelah puas menyiksaku, ayah menyuruhku tidur di ruang tamu. 

Bab terkait

  • The Bad Life   Selesai

    Kriiiing, bel istirahat sudah berbunyi. Tak lama, aku dan teman-temanku bergegas ke kantin, membeli makanan ringan dan beberapa minuman yang sedikit menyegarkan. Tiba-tiba terdengar suara seseorang berlari mengejar kami, dan ternyata itu adalah Ryan. “Apa Yan? Ngapain lari-lari?” tanyaku heran kepadanya. “Kamu belum buka line ku?” “Ngga, belom. Tar aja pulang sekolah. Kenapa? Penting emang?” “Oh, yaudah. Nanti aja kalo kamu uda buka. Maaf ya ganggu kalian.” Katanya langsung meninggalkan kami. “Lah emang pesannya ga kamu buka?” tanya puput kepadaku. “Ngga, dia nge-chat aku waktu aku mau tidur, ya mana sempet akku buka.” “Terus, pagi kenapa ga kamu buka?” saut Anggi. “Pagi sibuk banget, ga nutut lah buat ngebuka hp. Hehe.” Jawabku sambil terkekeh. Sesampainya di cafe itu kami langsung memesan makanan dan minuman favorit kami, bermain kartu, bercanda, membicarakan orang lain dan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • The Bad Life   Patah Hati Terbesar

    Setiap dua minggu sekali, aku, bunda dan adik-adik selalu mengunjungi rumah kakek dan nenek. Pasti sudah tau kan mengapa tidak bersama ayah? Ya, ahay memang sangat tidak suka berkumpul dengan saudara-saudaranya, termask saudaranya sendiri. ayah lebih suka menyendiri atau bersama teman-temannya, yang jelas bukan keluarganya sendiri. Setaun belakangan ini, kakek memang sakit-sakitan. Namun, penyakitnya itu bukan penyakit yang besar atau bahaya. Jangan sampe lah. Penyakitnya hanya sebatas kelelahan hingga membuatnya tipes atau sendinya yang memang sudah tidak mampu untuk berjalan seperti biasanya. Kakek yang sudah pensiun masih saja beraktivitas seperti ketika ia belum pensiun, bedanya hanya ia tidak bekerja saja. Tiap pagi ia selalu jalan pagi kee pasar bersama nenek, menyiram tanaman, bersih-bersih bersama nenek dan memasak cemilan yang tiapp harinya akan dikirimkan ke rumah kami. Berbeda ketika kami semua ke rumahnya, aktivitasnya akan berbeda. tiap pagi ia akan berm

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • The Bad Life   Setelah Kepergian Kakek

    Kematian kakek meninggalkan luka yang mendalam untukku. Kakek yang selalu membela dan berusaha sekuat mungkin untuk melindungiku dan bunda, pergi meninggalkanku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku selanjutnya. Apakah aku masih bisa bertahan dengan papa atau tidak. Ketika kakek akan dimakamkan, kami semua sangat kerepotan untuk mengurus ini itu. Namun, berbeda dengan ayah yang malah leha-leha sambil merokok dan melihat tamu berlalu lalang. Buyut yang jauh datang dari pulai lain juga tidak dihiraukan oleh ayah. Seminggu setelah kepergian kakek, ayah sudah membuat ulah. Rumah yang saat ini ditempati oleh keluarga kami diam-diam akan dibalik nama oleh ayah. Untung saja pejabat yang mengurus tanah tersebut memihak pada keluarga kami. Pejabat tersebut langsung menghubungi bunda. “Halo mbak, permisi maaf ganggu waktunya. Sebelumnya saya turut berduka cita atas kepergian bapak sampeyan nggih, mbak.” “Oh, iya pak. Terimakasih, ada apa ya pak? K

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • The Bad Life   Belum Usai

    Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit, bunda akhirnya diperbolehkan pulang. Padahal, sebaiknya bunda dioperasi terlebih dahulu karena tulang hidungnya bengkok dan nantinya akan menyebabkan gangguan lain. Namun, bunda tidak mau karena takut terlalu lama dan ayah akan semakin menjadi-jadi. Sesampainya di rumah, kami ditemani oleh nenek beberapa hari karena nenek masih khawatir dengan kondisi bunda. Ayah yang sudah menunggu di teras dan seperti bersiap untuk menghajar bunda mengurungkan niatnya dan pergi keluar setelah melihat nenek ikut pulang ke rumah. Lalu kami beraktivitas seperti biasanya. Perbedaannya hanya pada ayah yang tidak marah-marah seperti biasanya dan cenderung diam. Di rumah hanya makan dan tidur tidak seperti biasanya yang ditambah dengan adegan kekerasan. Setidaknya selama seminggu kami sangat tenang dan bahagia. Kemudian nenek harus kembali ke rumahnya karena tidak mungkin bibi hanya sendiri di rumah. Namun, sebelum nenek kembali,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • The Bad Life   Hampir Usai

    Selesai ujian nasional, aku menunggu hasil dengan melakukan berbagai aktivitas bersama bunda dan adik-adik dirumah. Pagi hari aku memandikan adik dan menyiapkan alat sekolah adik. Setelah itu langsung mengantarkan mereka. Beberapa hari lagi sudah menmasuki bulan puasa! Aku bunda dan adik-adik sangat senang sekali dan mempersiapkan banyak bahan makanan dan membersihkan rumah sebelum Buan Ramadhan tiba. Tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya karena sudah tidak ada kakek. Namun, nenek selalu mengatakan bahwa kita tidak boleh sedih terlalu lama karena kakek tetap akan menjaga kita semua dari atas sana. Pada hari pertama melakukan sahur, mata ini sangat sulit untuk membuka karena belum terbiasa. Mata yang sulit membuka ini langsung bangun ketika aroma masakan bunda masuk ke dalam kamarku. Sumpah, aromanya sangat waww! Aku pun langsung bangun dan pergi menuju dapur. “Bunda masak apa ini enak banget kayanyaa!” “Cuci muka dulu kali kak, terus ambil piring.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • The Bad Life   Benar-Benar Usai

    Ketika hari lebaran tiba, ayah masih saja membuat masalah dengan memaksakan nenek dan bibi untuk harus pergi ke desa ayah terlebih dahulu. Namun, nenek menolak dan tetap ingin segera bertemu saudara yang berasal dari kakek. Sepanjang perjalanan, bunda dan ayah hanya diam dan tidak berbicara. Namun, nenek dan bibi yang tidak tahu apa yang sedang terjadi tetap bercengkrama kepadaku dan adik-adik. Ketika sampai di sana, ayah langsung mengasingkan diri dan tidak mau bertemu dengan saudara kakek. Padahal, saudara dari kakek mencarinya dan bunda beralasan bahwa ayah sedang berada di kamar mandi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sore langsung pulang dan mengantarkan nenek serta bibi ke rumah. Seolah mengerti apa yang akan terjadi, adik langsung menangis dan tidak ingin membiarkan nenek dan bibi pulang. Benar saja, diperjalanan menuju desa ayah, ayah tidak ada henti-hentinya mengomel kepada bunda. Mulai dari mengapa bunda tidak bisa membujuk nenek untuk mau ke de

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • The Bad Life   Bebas

    Setelah aku, bunda dan adik-adik pindah ke rumah nenek, kami merasa lebih bebas dan lebih merasa hidup. Aku yang sudah lama terkungkung di rumah langsung keluar rumah terus menerus. Selama tujuh belas tahun hidup, baru kali ini aku benar-benar merasakan bebas.Ketika tahun ajaran baru segera dimulai, aku dan bunda berbelanja alat tulis untuk keperluan sekolah, menjahit seragam baru dan peralatan sekolah lainnya.Bunda kala itu juga merasa sangat bebas, kami berempat bisa makan di luar dengan tenang, bisa berbicara dan bercanda tanpa takut dimarah oleh siapapun. “Kakak, mau apa lagi abis gini?”“Mau makan pizza gak?”“Mauuu!”Setelah itu, kami pergi ke restoran pizza terdekat, dan menikmati berbagai makanan yang telah dipesan oleh bunda.“Kak, adik, bunda abis gini kerja lagi ya. Gabisa temenin seharian full kaya sebelumnya.”“Loh, nda boleee.” Kata adik sambil m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • The Bad Life   Berusaha

    Akhirnya tugas-tugas ini selesai semua, batinku. Kemudian aku merebahkan badanku ke kasur. Enak banget! Selanjutnya aku memeriksa ponselku.“Ra, lagi ngapain?“Ra, sibuk nugas ye?”“Ra,”“Hoi!”“Ngapain sih?”“Jadi manusia tuh agak sante dikit gitu lo!”“Yaudalah, jawab ya kalo dah ga sibuk. Thx.”“Baru selese, napa?”“Eh, akhirnya. Dah keluar dari goa lo?”“Paansih, gajelas.”Keesokan harinya, aku datang sangat pagi sebelum banyak yang datang karena bunda harus berangkat lebih pagi. Beberapa saat setelah aku datang, Lana datang.“Eh Ra, kayanya kamu lagi dideketin Fian deh.”“Iya kayanya, tapi yaudah biasa aja. Kenapa emang?”“Ati-ati. Tapi, nanti aku bakalan ada terus di pihakmu. Oke?”“Hah?” tanyaku keheranan saat itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16

Bab terbaru

  • The Bad Life   The War is Over

    Tanpa sepengetahuanku, ternyata Fian masih saja kembali ke sekolah melalui pintu belakang yang sudah tidak dijaga oleh satpam. Aku yang sudah merasa tenang karena ia tidak ada di sekolah, tidak membuka ponsel sama sekali. Untungnya, waktu itu aku membuka ponsel karena akan mengabari bunda bahwa hari ini aku pulang agak terlambat karena Mas Raja masih ada urusan di sekolah."Lana ngapain telfon?" tanyaku dalam hati."Halo? Lan?" tanyaku ketika Lana sudah mengangkat telfonnya."ARA! FIAN BALIK KE SEKOLAH!" ucapnya sambil teriak.Seketika itu aku langsung berlari menuju ruang guru dimana Mas Raja ternyata sudah tidak ada disana. Aku langsung berlari dan menghampiri satpam untuk membantuku mencari dimana Fian dan Mas Raja.Tiba-tiba Lana menghubungiku,"Lan? Fian sama Mas Raja gatau dimana" ucapku."Aku otw sana. Di jalan kecil belakang ruang komputer," ujarnya. Lalu aku segera berlari kesana, setelah memastikan disana ada mereka, aku pun

  • The Bad Life   The War Has Just Begin

    Keesokan harinya, aku sudah berencana bertemu dengan seseorang yang dapat menjadi kunci penyelesaian masalahku dengan Fian.“Minta tolong ya, mas,” ucapku kepadanya.“Iya. Arabella, semangat ya!” ujar lelaki tersebut.Setelah itu aku baru masuk ke kelas. Kalia seperti terkejut melihatku datang lebih siang daripada biasanya.“Mas Raja jemputnya telat, Ra?” tanyanya.“Engga kok,” jawabku sambil tersenyum.“Terus kenapa? Ada masalah kah?” tanya Kalia.“Hmmm.. gini” jawabku kemudian menjelaskan apa yang akan terjadi.“Lah. Kamu mau gimana?” tanya Kalia.Pertama, menurut Lana aku harus bertemu dengan beberapa orang yang akan dihasut Fian untuk bergabung bersamanya. Aku sudah bertemu satu diantara enam yang akan diajak Fian. Orang tersebut adalah Mas Fajar, ia tidak diterima bukan karena Mas Raja yang terlalu bagus, justru menurutnya Raja adala

  • The Bad Life   Before The War Begin

    Aku yang mengetahui sumber suara tersebut langsung menghampiri dan menyeretnya keluar dari tribun.Sesampainya di luar, ia tidak terima karena aku menyeretnya keluar.“Apa maksudmu ngomong kaya gitu, hah?” tanyaku.“Gaterima?” tanyanya.“Ya engga lah! Berani-berani ngehujat, emang kamu bisa kaya dia?” tanyaku.Kemudian ia terdiam dan aku langsung bergegas kembali ke dalam barisan tribun bersama teman-temanku. Untungnya saat aku kembali, lagu untuk merayakan kemenangan itu baru saja diputar.Teman-temanku langsung bertanya kepadaku kemana Fian setelah kuseret keluar. Aku pun hanya mengatakan tidak tahu karena aku hanya menegurnya lalu aku kembali takut ketika Mas Raja mencariku ternyata aku tidak ada disana.Setelah pertandingan tersebut selesai, kami memutuskan untuk membeli makan di salah satu restoran cepat saji, tetapi ternyata disana sangat ramai sehingga kami memutuskan untuk makan di salah sat

  • The Bad Life   Pertandingan Pertama

    Aku yang terkejut langsung menarik Mas Raja kembali masuk ke dalam bioskop.“Mana sih, Ra?” tanya Mas Raja.“Itu loh!” jawabku dengan suara yang bergetar.“Ara, bukan,” ucapnya sambil mengelus kepalaku.“Bukan ayahmu itu. Cuma mirip aja,” imbuhnya.Aku pun menghela nafas panjang dan kami pun berjalan keluar dari bioskop. Ketika akan pulang, aku dan Mas Raja mampir ke salah satu restoran yang menjual makanan korea. Untungnya, Mas Raja bukan tipe pemilih dan dia mau-mau saja kuajak makan disana. Kamipun segera memesan makanan.Setelah selesai makan, aku dan Mas Raja pun segera kembali karena sore ini Mas Raja ada tambahan pelajaran. Di perjalanan, Mas Raja bertanya kepadaku tentang latihannya kemarin.“Latihanku gimana, Ra?” tanyanya.“Udah bagus. Tim nya juga udah mendingan daripada latihan sebelumnya. Gatau lagi, sih,” ucapku.“Iya emang aku ju

  • The Bad Life   Pengobatan

    Ketika pelajaran di sekolah hari ini usai, Mei langsung menghampiriku dan mengajakku untuk segera pergi ke GOR. Namun, Mei mengajakku keluar untuk membeli makanan terlebih dahulu karena ia sudah bosan membeli makanan di kantin.“Nah kita beli ini pake apa?” tanyaku.“Pake mobil Kafi,” katanya sambil menunjukkan kunci mobil.“Eh, aku belum kabarin Mas Raja. Takutnya nanti dicari sama Mas Raja,” ucapku.“Aku udah kabarin Kafi. Santai,” ucapnya sambil mengajakku masuk ke dalam mobil Mas Kafi.Setelah itu aku dan Mei pun keluar dari sekolah dan membeli makanan khas Jepang yang tidak jauh dari sekolah. Mei pun memesan banyak makanan yang katanya nanti dibagikan kepada tim basket saat istirahat.“Saya mau yang paket A dua ya mas,” ucapku kepada kasir tersebut.“Loh Ra gausa,” ucap Mei.“Aku uda pesen buat semua kok, kamu juga udah,” ujarnya.&l

  • The Bad Life   Healing

    Tidak lama kemudian, guru pengajar mata pelajaran selanjutnya datang.Sial. Aku tidak bisa menghampiri Mas Raja.Ting! Mas Kafi mengabariku bahwa guru kesiswaan sudah pergi dari sana.“Kal, aku ke UKS ya. Mau ke Mas Raja,” ucapku kepada Kalia dengan pelan.“Iya. Ati-ati,” ujarnya.“Kalo ada apa-apa kabarin ya, Kal. Makasih,” ucapku.Setelah itu aku izin ke guru pengajar untuk ke kamar mandi, tetapi aku berlari turun dan segera bergegas ke UKS untuk menghampiri Mas Raja.Sesampainya disana ada empat pasang sepatu. Ternyata di dalamnya ada Mas Kafi, Mas Raja dan Fian. Satu diantaranya adalah sepatu perempuan. Benar saja, disana ada Nana yang menemani Fian. Ketika aku melihat Mas Raja tergeletak dan ada beberapa luka di wajahnya sangat membuatku terkejut dan aku langsung menghampirinya.“Mas....” ucapku lirih dan tidak sadar aku menitikkan air mata.“Lo

  • The Bad Life   Raja Vs Fian

    Aku yang baru saja membuka ponsel setelah bersenang-senang dengan Raja langsung down ketika membaca pesan dari Mei.“Ra, Fian berulah lagi,” ujar Mei dengan mengirimkan screenshot sebuah video ayah yang hampir saja menamparku karena Mas Raja sudah menahan tangan ayah. Keterangan video yang sudah dipublikasikan oleh Fian adalah “Waw, kapten basket sekarang jadi jagoan juga ya? Eh tunggu dulu, itu pacarnya kan ya? Kok bisa sih sama cewek yang ayahnya kaya preman?”Aku yang tidak bisa berkata apapun hanya bisa membaca pesan yang dikirimkan oleh Mei.“Ra? Kenapa?” tanya Mas Raja ketika melihat wajahku yang terkejut.Aku masih belum bisa menjawab pertanyaannya hingga ia mengambil paksa ponsel yang sedang kugenggam.“ANJING YA ORANG INI!” ucapnya sambil emosi.“Ara, tenangin dirimu ya. Abis sholat isya langsung tidur ya,” ucapnya sambil memelukku.Pelukan yang dib

  • The Bad Life   One Fine Day (2)

    Mas Raja merasakan bahwa aku sedang memikirkan sesuatu sehingga bertanya kepadaku.“Kenapa, Ra?” tanyanya sambil menengok kepadaku.“Gapapa, mas,” jawabku.“Kalo gapapa juga ga diem aja kali. Biasanya langsung tanya ke aku boleh apa ngga nyalain radio. Sekarang kok engga?” tanyanya penasaran.“Iya kenapa-kenapa tapi nanti aja kasih taunya. Kalo timingnya udah pas,” jawabku.“Boleh nyalain radio, ngga mas?” imbuhku.Setelah itu, radio pun sudah dinyalakan Mas Raja dan kami langsung bernyanyi bersama karena lagu yang dipopulerkan Jaz ini sangat menggambarkan kami berdua.“Kalo ada apa-apa langsung kabarin ya, Ra,” ucap Mas Raja.“Jangan ditahan-tahan. Aku pasti pasti pasti bakal mendengarkan dan sebisa mungkin bantu kamu. Okay?” imbuhnya.Aku pun mengangguk sambil tersenyum.Setelah itu Mas Raja bercerita bahwa ia tadi menungguku di

  • The Bad Life   One Fine Day

    Di perjalanan, aku dan Mas Raja seperti biasanya. Mendengarkan radio dan bernyanyi bersama.“Mau beli cemilan dulu gak?” tanyanya.“Mauuu!” jawabku dengan semangat.Setelah itu, mobil pun berjalan dengan sangat kencang. Mas Raja dan aku pergi ke salah satu supermarket.Sesampainya disana, Mas Raja mengambil troli belanjaan.“Lah ngapain ambil ini mas?” tanyaku.“Ya kan biar gausa bawa-bawa, Ara,” jawabnya sambil menyandarkan tangannya di troli dan menengok ke arahku dengan senyumannya yang menawan.“Kaya mau belanja banyak aja,” ucapku.Aku dan Mas Raja menyusuri satu persatu lorong untuk mencari letak makanan ringan.“Ra, ini Ra,” ujarnya sambil menunjukkan sabun mandi.“Mas?” tanyaku dengan heran.“Beli aja, warna pink lo! Wanginya juga kaya wangimu,” ucapnya sambil mencium aroma dari sabun tersebut. Aku hanya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status