Michael langsung menyambar senter dan menyalakannya. Dia mengarahkan senter ke setiap orang yang ada di situ. Semuanya, kecuali Michael, telah mengeluarkan senjata masing-masing.
Michael mengeluarkan suara terkejut seperti orang tercekik saat melihat Gemma menggenggam Einar.
"Sejak kapan kau punya pisau hitam itu, Gemma? Apakah kau dapatkan dari pasar gelap karena begitu ingin menjadi Archturian?!"
Tim patroli dan pemadam kebakaran mulai berdatangan ke lokasi kejadian. Namun lambatnya respon mereka menimbulkan begitu banyak korban jiwa dan kerugian. Saat api mulai padam, anggota pemadam serta para Archturian mulai menyisir lokasi, mengevakuasi warga yang selamat, serta memasukkan korba meninggal ke dalam kantung jenazah.Pemimpin tim patroli mendatangi Nero dan Sarah. Mereka saling memberi hormat, kemudian sebelum pemimpin itu mengajukan pertanyaan, Sarah sudah mencecarnya terlebih dahulu.Sarah melirik label nama yang tertempel di baju seragam serba hitam milik prajurit itu, dan melihat dua garis kuning di sepanjang lengan baju dan celananya. Setiap pemimpin patroli seharusnya berpangkat Sergi, yang mengenakan seragam hitam dengan dua garis warna merah, bukannya kuning. Garis kuning merujuk pada pangkat yang lebih rendah, yaitu Bile. Sedangkan pangkat di atas Sergi adalah Girga, yang merupakan pangkat dari atasan mereka, Girga Jonah."Bile Wadner, kenapa
"Yah ... Dia pasti ingin berkelana sebentar."Makhluk itu tak punya wajah, tapi entah bagaimana Jo tahu ia tengah tersenyum saat mengatakannya."Ia akan datang jika merasakan keberadaanmu kan?" Michael bertanya sembari meletakkan glass dome, yang sudah ia tutup kembali, ke atas meja makan.Mungkin ini hanya imajinasi Jo saja, tapi Michael terlihat berbeda sekarang. Auranya bukan lagi memancarkan seorang ayah yang memikirkan anaknya sampai kelelahan. Michael seperti ... seorang terpelajar yang bersikap dingin."Tentu saja. Tuan Putri akan datang mencariku.""Kau ini makhluk apa?" Sarah, Jo tidak tahu apa yang salah dengan mulutnya, mengajukan pertanyaan seolah-olah sekarang sedang sesi tanya jawab di sekolah.Makhluk itu menoleh, atau seperti itu kelihatannya, ke Sarah. Lalu makhluk itu terkekeh. Ya, dia terkekeh, dan terdengar menyeramkan."Maafkan aku karena tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu."Makhluk itu meli
"Jadi ... Siapa namamu?"Jo memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. Tidak mudah berhadapan dengan makhluk yang tak punya wajah seperti Pelayan.Jo, Nero, Sarah, dan Pelayan berpindah tempat setelah Michael menyuruh mereka pergi dari meja makan. Mereka berempat kini duduk di ruang keluarga, dan suasananya aneh karena mereka semua terdiam.Jo dan Sarah duduk di sofa, Nero berdiri di dekat jendela sambil sesekali melihat ke luar."Pelayan," jawab Pelayan. Dia mengatakan itu seakan semuanya sudah jelas.Jo membeo, "Pelayan?""Ya.""Tapi pelayan itu julukan, bukan nama. Kalau kau melayani seseorang, kau disebut pelayan. Bukan berarti namamu pelayan." Sarah menggerak-gerakan tangannya sembari memberi penjelasan. Dia kelihatan gemas, dan Jo tidak bisa menyalahkannya."Tuan Putri Lanaya selalu memanggilku Pelayan. Sudah seperti itu sejak beliau kecil.""Kau seumuran dengannya?""Tidak. Aku lebih tua.""Nah, be
Gemma duduk tertegun di sofa ruang keluarga. Semua orang mengelilinginya, mereka menatap dan menjaga jarak seolah Gemma bisa meledak sewaktu-waktu.Pikiran Gemma kacau bukan main. Terakhir kali dia ingat sedang melawan Draconian di rumah ini, dan setelah itu semuanya gelap.Gemma mengira dirinya pingsan pada saat itu, tapi tidak. Dia tahu kalau dia sadar, dan dirinya berada di sebuah kegelapan tak berujung.Sedari tadi Gemma memaku tatapan pada kedua telapak tangannya. Luka bakar yang mengerikan itu sudah hilang sama sekali. Bahkan bekasnya pun tidak ada."Ada orang lain di tubuhku?" gumam Gemma, entah bertanya pada siapa.Gemma tersadar dalam keadaan tersungkur di lantai, tubuhnya penuh dengan muntahan. Jo yang membantunya berdiri, mengajaknya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, berganti pakaian, dan membawanya kembali ke ruang keluarga.Di sana perhatian Gemma langsung terfokus pada kumpulan serpihan cahaya yang menyerupai wujud utuh m
"Sekali lagi!!"Teriakan Jonah menggelegar, membuat jantung Gemma berdegup tidak karuan. Gemma baru sepuluh tahun, tapi Jonah memperlakukannya seakan-akan ia adalah prajurit Archturian."Jika kau ingin menjadi Archturian, kau harus berlatih seperti Archturian sejati!!"Gemma berusaha meraih pisau kecil yang terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri. Tangan dan kakinya gemetaran menahan sakit. Gemma menggigit bibir sebagai usaha mencegah air matanya keuar. Saat tangannya berhasil meraih gagang pisau, Jonah mulai berteriak lagi."Jonathan, serang dia!!""Tapi, Ayah—"Jonah melotot, wajahnya mengerikan. "Kau berani membantah??"Jo mengurungkan niat untuk membalas kata-kata ayahnya, lalu dia segera menyerang Gemma dengan pisau. Gemma hanya mampu menghindar dan menghindar. Tubuhnya terlalu kaku dan takut untuk melakukan serangan balik.Hingga akhirnya, Jo berhasil menjatuhkan Gemma sekali lagi. Pisau Jo menempel di leher
Hari yang dinantikan tiba, hari dimana Gemma akan menerima pengumuman bahwa ia harus meninggalkan kota ini dan menjalani hidup penuh kebanggaan sebagai Archturian.Gemma melakukan semua tes seleksi tanpa cela. Bahkan sampai di hari terakhirnya, ia mendapatkan begitu banyak pujian karena cara bertarungnya yang luwes dan gerakannya yang tegas.Gemma membuka kotak surat, menahan diri untuk tidak memekik kegirangan saat melihat sebuah amplop putih dengan lambang The Arc terpampang di situ.Gemma mengambilnya, tidak cukup sabar untuk membukanya di dalam rumah. Ia duduk di tangga di depan pintu, menyobek amplopnya dengan buru-buru dan mulai membaca isinya.Gemma membaca dengan cepat kalimat-kalimat pembuka di awal dan langsung melihat pada tabel nilai. Semua nilainya nyaris sempurna, dan ia menjadi peraih peringkat ketiga dalam sejarah seleksi Archturian. Gemma tak bisa menyembunyikan seringainya saat membaca itu. Ia hanya satu peringkat di bawah Jo.Gem
"Tidak buruk untuk satu jam pelatihan." Gemma melengkungkan bibirnya ke bawah dan mengangguk-angguk, mencoba menirukan gaya Paman Jonah saat dulu menjadi mentornya. Kelihatan angkuh tapi juga kagum di saat bersamaan. Moonla dan Fro, nama si anak perempuan dan laki-laki, memandang tak percaya ke arah pisau lempar yang tertancap kuat ke pancang kayu. Fro bolak balik menolehkan k
Nero, Sarah, dan Jonah menodong Heros dengan Alfhild, sedangkan Jo menjaga pintu keluar. Tanpa ba-bi-bu Gemma langsung melayangkan tendangan terbaiknya menyasar wajah Heros. Gemma memang sudah lama ingin melakukannya.Gemma tidak menyangka bahwa Heros dapat menghindar dari serangannya yang begitu cepat. Heros menunduk dan menjegal kaki Gemma, membuat Gemma nyaris jatuh terduduk. Tapi Gemma tidak kalah semudah itu.Terdengar suara tembakan. Alfhild milik Sarah hampir mengenai lengan Heros, tapi lagi-lagi Heros dapat menghindar. Selama ini Gemma selalu menilai Heros sebagai orang yang tidak bisa berkelahi, tetapi ternyata anggapannya salah.Heros melompat melewati pagar tangga, lalu ia berteriak, "Tunggu dulu! Tunggu dulu!!"Tapi siapa yang mau menunggu?Jo menaiki anak tangga dalam satu langkah besar lalu melayangkan tendangan dengan kedua tangan di pegangan tangga sebagai tumpuannya. Heros melompat dan ia kembali terjun ke lantai bawah.Hero
“Men—menjalin hubungan?” Gemma tergagap. “Apa maksudmu?”Baru saja Gemma hendak mengatakan pada Nero untuk melupakan apa yang terjadi di antara mereka berdua. Apalagi setelah Gemma tahu bahwa Nero selama ini bertugas untuk mengawasinya, dan dia mengetahui segala gerak-gerik dan kebiasaan Gemma.Dan setelah apa yang Jo katakan, soal Gemma yang tak mungkin menjalin hubungan dengan siapapun… memulainya sekarang terdengar seperti ide yang buruk.“Kau tidak mengerti?” Ada ketidakpercayaan dalam cara Nero memberikan pertanyaan.Ya, tentu saja dia tidak percaya. Gemma bukanlah anak kecil yang tidak mengerti maksud pertanyaan Nero.“Bukan begitu…,” tukas Gemma. “Aku mengerti.” Gemma memejamkan mata untuk sejenak sembari menghirup udara dalam-dalam.Saat dia melakukannya, dia bisa mendengar suara dari dalam kepalanya. Entah suara miliknya sendiri atau milik Lanaya.Ini salah.“Lalu, apa jawabanmu?”Gemma membuka mata, mengerjap, lalu menatap Nero. “Haruskah aku menjawabnya sekarang?”“Aku yaki
Latar belakang waktu untuk chapter ini adalah setelah kejadian teror di Fiend (Chapter: Act of Patience) dan sebelum Gemma berlatih bersama Pelayan (Chapter: Mind Over Matter).---Gemma tidak tahu apa yang dia lakukan di sini.Saat Jo mengajaknya pergi tadi, Gemma pikir Jo membawanya ke tempat makan atau mengajaknya menyelidiki sesuatu. Dia hanya mengatakan soal melakukan kunjungan sebelum kembali ke Meubena, dan Gemma tidak menyangka bahwa kunjungan yang Jo maksud adalah pergi ke panti asuhan Saint Anna.Ini adalah rumah Sarah dan Nero.Cara Gemma memandang Nero terasa berbeda sekarang, setelah apa yang mereka lalui. Alarm yang memekikkan bahwa hubungan mereka bukanlah sesuatu yang tepat masih saja berbunyi, ditambah dengan keberadaan Lanaya di tubuhnya, Gemma tidak bisa bertindak sesuka hati.Setidaknya, dia tidak mungkin bisa mencium siapapun sekarang. Gemma membayangkan Lanaya akan mengeluarkan dengus jijik jika ia mendapati Gemma melakukannya.Namun Gemma tak bisa menghindari at
Suara kaca selebar tiga meter yang menghantam tanah seolah menghentikan waktu untuk sementara.Gemma dan Nero membeku di tempat mereka berdiri, saling berpandangan dengan mata terbelalak. Ciuman mereka terhenti, pun dengan pikiran apapun yang tadi sempat merayapi benak mereka dan membuat pandangan mereka berkabut.Semua terjadi dalam hitungan detik, namun setiap momen terasa begitu lambat.Saat draconian-draconian yang terbang di sekitar menara berhenti dan berbalik arah. Raungan, kepakan sayap, dan berpasang-pasang mata berwarna merah yang kini mengarah kepada Gemma dan Nero.“Lari!” teriak Nero.Gemma mengambil inisiatif sepersekian detik sebelum Nero memberi perintah. Dia berlari ke arah tangga, tetapi berhenti dan memberi jalan pada Nero karena Gemma tak tahu kemana mereka harus berlari.Tak ada satupun dari mereka yang membawa senjata khusus, dan meskipun Gemma baru mengetahui kemarin kalau dia tak akan mati saat terkena cakar Draconian, bukan berarti Gemma akan melawan mereka be
“Siapa sangka pria itu adalah pacar dari wanita yang tadi menggodamu.”“Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu padahal dia punya kekasih.”Gemma mengangguk, mengamini perkataan Nero. Mereka segera meninggalkan arena begitu masalah dengan pria gila itu terselesaikan.Ternyata setelah Gemma membawa Nero pergi dari hadapan wanita bernama Angel itu, dia menelepon kekasihnya dan mengatakan bahwa Gemma telah menyakitinya. Pacarnya langsung datang ke arena laser tag dan memaksa untuk ikut di dalam permainan.Kesalahpahaman terselesaikan saat Nero meminta pengelola menunjukkan rekaman cctv sesaat setelah pengarahan selesai dilaksanakan. Di situ terlihat jelas bahwa Angel yang mendekati Gemma dan Nero terlebih dulu dan Gemma tidak melakukan apapun padanya.“Seharusnya tadi kau meminta ganti rugi,” gumam Nero.“Aku tidak mau urusannya menjadi panjang.” Seolah Gemma belum banyak masalah saja.Kemudian Nero menengok ke arah Gemma yang berjalan di sampingnya. “Maaf. Kita jadi gagal memenangkan ko
Setelah melakukan pendaftaran, Gemma menerima sebuah rompi dengan lampu berbentuk segi lima di bagian dada. Dia mengenakan rompi itu, lalu mengikat rambutnya dengan karet yang ia bawa di pergelangan tangannya. Nero menyerahkan sebuah pistol laser berwarna hitam dengan seutas tali sepanjang lengan. Dia memasangkan kait di ujung tali itu ke kait yang ada di bagian depan rompi Gemma. “Peraturannya sederhana. Arahkan pistolmu ke bagian depan lawan, ke arah lampu di rompi,” Nero menjelaskan sambil menunjuk lampu segi lima di rompi Gemma yang kini berpendar dalam warna biru laut. Lampu itu terbagi menjadi lima bagian. “Jika semua lampu ini mati, itu berarti kau kalah dan harus keluar dari permainan.” Kemudian Nero menunjuk ke arah pintu yang letaknya berlawanan dengan pintu masuk. Pintu itu terbuka lebar, dan Gemma bisa melihat hamparan tanah lapang dengan pepohonan tinggi yang tumbuh dalam jarak beberapa meter antara satu sama lain. “Kita akan melakukan permainan outdoor. Tim yang berhasi
Pemberhentian pertama mereka adalah restoran yang biasa Gemma kunjungi bersama Jo. Restoran ini selalu penuh pada jam makan siang, dan kebanyakan pengunjungnya adalah mahasiswa serta pekerja kantoran yang tengah mengambil jam istirahat.Gemma hanya bisa menggerutu dalam hati saat berpasang-pasang mata memandang lapar ke arah Nero, seolah dia adalah hidangan utama di tempat ini. Jika hal ini terjadi pada Jo, Gemma pasti akan mengomel dan memelototi gadis-gadis genit itu.“Kau mau duduk di mana?” tanya Nero. Mereka berhenti di tengah-tengah restoran dan menjadi pusat perhatian seperti pohon natal dengan lampu berkelap-kelip.Gemma memandang ke sekeliling dengan gusar sebelum mencengkeram lengan Nero dan mengajaknya ke jajaran bangku di luar restoran. “Di sini saja,” ucap Gemma, yang kemudian menyeret sebuah bangku di dekat mereka dan menyuruh Nero untuk duduk.Nero menyunggingkan senyum kecil di satu sudut bibirnya sebelum dia duduk dan senyuman itu tak kunjung hilang saat Gemma duduk d
Sepertinya Gemma baru saja terlelap saat ponselnya berdering nyaring. Suaranya seperti alarm pengganggu yang membuat Gemma melenguh malas. Dia mengulurkan tangan dan meraba-raba ke atas nakas untuk mencari benda berisik itu. Gemma membuka mata yang masih terasa berat untuk mencari tahu siapa manusia yang berani mengganggu tidurnya. Di layar ponsel tertera nama Purity. Gemma melirik ke sudut layar ponsel dan mendapati bahwa sekarang sedang masuk jam sibuk perpustakaan. Mungkin Purity membutuhkan bantuannya. “Ada apa?” Suara Gemma parau karena tenggorokannya terasa sekering padang pasir. “Ada yang mencarimu.” “Siapa?” Gemma bertanya sembari berguling di atas ranjang. Satu tangannya menyibak gorden untuk melihat langit. Hari ini cerah. Suasananya terasa begitu damai hingga Gemma tak percaya bahwa semalam baru saja terjadi tragedi mengerikan di King’s Door. Setelah ini dia akan menelepon Jo untuk mengetahui perkembangan terbaru soal kejadian semalam. “Lelaki yang mengantarmu tadi.” “H
Brak! Daun pintu terbanting menutup di hadapan Gemma dan Lysis. Mereka saling berpandangan, mengembuskan napas panjang yang merupakan wujud dari rasa sabar. Paling tidak, penolakan di hari ini tak sebanyak hari-hari kemarin. Lysis memeluk setumpuk selebaran di satu tangan, sedangkan tangan yang lain menenteng tas plastik berisi bahan makan malam mereka hari ini. "Kita coba beberapa rumah lagi?" tanya Lysis dengan enggan. Wajahnya berubah cerah saat Gemma menggeleng. Gemma memandang lekat-lekat selebaran yang ia genggam hingga kusut. PERSIAPKAN MASA DEPAN ANAK-ANAK ANDA, DENGAN MENJADI ARCHTURIAN SEJATI Judul selebaran yang ia buat dengan memutar otak habis-habisan. Tetapi penolakan yang ia dan Lysis alami bukan semata-mata karena judul yang buruk, ini lebih kepada para orang tua di Fiend yang memang tak pernah berpikir jauh untuk anak-anak mereka. "Padahal sedang promo gratis …," bisik Gemma, suaranya terdengar hampa. Mereka be
Ketimbang membuang waktu untuk mencari pintu utama, Nero, Jo, dan Pelayan memutuskan untuk keluar melalui jalan mereka masuk, dari penjara di bawah tanah, dan mengambil jalan memutar.Kaki mereka tak tahan untuk tidak berlari, tak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam apapun yang tengah terjadi saat ini.Langkah Pelayan tiba-tiba berhenti, dan dua orang yang bersamanya ikut berhenti."Ada apa?" tanya Nero, dan Jo menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan."Kau tidak mendengarnya?""Apa?"Nero memasang telinganya baik-baik. Tapi tak ada yang begitu ganjil dalam pendengarannya sampai harus membuatnya berhenti. Ia memasang wajah tak mengerti dan Jo dengan tidak sabar memberikan penjelasan."Suara itu, seperti ada kaca yang sangat besar retak dan berhamburan."Nero menggeleng, ia tak mendengar suara semacam itu."Pelindungnya telah hancur." Kini Pelayan yang berbicara, dan baru saja dia selesai berucap, langit malam dipen