Kalea berjalan masuk ke butik. Setelah kuliahnya selesai dia langsung pergi ke butik karena salah satu karyawan bilang ada yang menunggunya sejak tadi. Padahal tadinya Kalea hendak pergi bersama Adel ke luar.
"Mbak, Ibunya ada di sana. Kami sudah mau melayani tapi maunya sama Mbak Kalea," ucap karyawannya."Emang Mbak Mia kemana?""Gak masuk kerja. Memangnya gak kasih tau Mbak Kalea?"Ia menggeleng pelan. "Enggak, tuh. Gak ada bilang apa-apa. Yaudah aku masuk dulu ke dalam."Kalea melepas tas-nya dan disimpan di kursi. Ia menghampiri seorang wanita yang memunggunginya, melihat-lihat pakaian. Kalau tidak salah beberapa hari yang lalu Ibu ini pernah datang ke butiknya."Ada yang bisa saya bantu, Bu?"Wanita itu membalikan badannya. "Saya suka sama bahan pakaian yang ada di butik kamu. Kebetulan seminggu lagi anak saya mau betunangan. Saya mau pesan pakaiannya di sini, dan nanti lusa saya balik lagi. Kalau hasilnya bagus sa"Emang paling pusing kalau udah semester akhir. Gila aja lo suka sama sama Dosen killer kayak gitu."Adel mencak-mencak sambil keluar dari ruang Dosen. Dia baru saja mengirimkan tugas miliknya pada Pak Rendi, sang Dosen pengajar yang menurut temannya lebih menarik. Padahal apa yang menarik?Dia sudah mengerjakan tugas semalaman namun ditolak begitu saja, sedangkan Kalea malah tertawa melihatnya. Memang dosen yang satu itu tidak menerima tugas mahasiswanya begitu saja. Apalagi untuk orang yang telat seperti Kalea dan Adel."Selera kita itu beda. Daripada tetangga gue yang mesum itu, mending Pak Rendi," kata Kalea menunjukan senyum lebarnya."Tunggu! Maksud lo Pak Elkan? Kenapa tiba-tiba lo bahas dia?" Adel memasang senyum mengejek. "Lo lagi mikirin dia?"Kalea yang mendengar itu mengibaskan tangannya asal. "Ya enggak, lah. Gue cuma kasih tau lo aja, kalau cowok kayak Pak Rendi lebih menggoda. Keliatan keren gitu.""Alah, nanti jug
"Jadi kamu yang melakukan ini semua pada putri kesayangan saya?" tanya pria paruh baya di depan Kalea.Gadis itu tersenyum mengangguk. "Ya. Memang saya yang melakukannya."Kalea tidak terlihat panik sama sekali. Dia begitu santai saat mendapat pertanyaan dari Ayah Yumi. Berbeda dengan Yumi yang memnaggil Ayahnya, Kalea justru sendiri. Hanya duduk di samping Rektor yang memanggilnya ke sini. Selain karena orang tuanya masih berada di luar kota, Kelea juga tidak mau mereka tau masalah ini. Yumi yang melihat Kalea tersudutkan merasa puas. Memang saat ini tampilan Yumi lebih berantakan, seolah Kalea yang paling brutal di sini."Mengadu seperti anak kecil?" bisik Kalea yang terdengar oleh Yumi."Terserah gue. Sekarang gak akan ada yang bantu lo.""Ah, menindas seseorang dengan kesuksesan orang tuanya. Apa cuma itu yang bisa lo lakuin? Bersumbunyi di balik ketiak.""Ekhem!"Ayahnya Yumi sejak tadi mendengar percakapan mereka. "Lihat, Pak Beni. Anda menerima mahasiswi tidak sopan seperti in
Tepat hari ini, Elkan dan Airin akan pergi melihat gaun untuk acara pertunangan nanti. Tidak hanya berdua, tapi dengan Ibu mereka juga. Awalnya Elkan sempat menolak karena dia ada meeting hari ini, tapi kalau Ibunya yang meminta tidak mungkin ditolak. Yang ada habis dia mendapat omelan 7 hari 7 malam.Saat ini mereka sampai di butik. Airin menggandeng tangan Elkan dan berjalan berdampingan. Bahkan di depan pintu masuk mereka sudah disambut oleh karyawan di butik. Jangan diragukan lagi jika butik yang satu ini mengutamakan kenyamanan pelanggan."Selamat datang."Suara lembut yang mengalun di telinganya membuat Elkan langsung menoleh. Dunia ini seolah sempit. Lagi-lagi dia bertemu dengan tetangganya. Hei, kenapa Kalea ada di sini? Bukan hanya Elkan yang terkejut, Kalea juga sama terkejutnya. Namun dia berhasil menetralkan kembali wajahnya. Kalau begitu, pria ini sudah punya tunangan. Harusnya mereka tidak membuat pertaruhan yang saling menjatuhkan. "Selamat siang, Kalea. Kenalkan, ini
"Adel!" teriakan Kalea membuat Adel melempar bantal ke arahnya."Berisik! Lama-lama gue pulang juga kalau lo teriak terus."Gadis itu meloncat ke kasur di samping temannya. Menunjukan sebuah room chat yang membuat Kalea sejak tadi salah tingkah. Malam ini memang Kalea yang meminta Adel kembali menginap di rumahnya. Adel membaca isi chat yang ditunjukan Kalea. Dia juga tercengang melihatnya. Seolah mendapat jackpot, si dosen killer gebetan Kalea itu mulai mulai meladeni temannya. Biasanya mau sefrontal apapun Kalea menunjukan ketertarikan, dosennya tidak akan menanggapi. Tapi kali ini mereka berkirim pesan dengan Pak Rendi yang memulainya lebih dulu."Mimpi apa gue semalem? Kayaknya gak mimpi apa-apa." Kalea memeluk Adel erat."Eh, lepas! Gue gak bisa nafas." Gadis itu mendorong Kalea menjauh. "Yaelah, palingan juga dia cuma nanyain tugas lo. Sekarang lo lagi di skors. Lupa?""Plis, ya. Jangan bikin gue jatuh dulu. Baru juga terbang. Buktinya Pak chat gue duluan. Coba, mana pernah dia
Sudah sekitar 15 menit Kalea duduk berhadapan dengan Dosennya. Mereka belum berbicara apapun, karena Kalea ingin pria di depannya yang membuka pembicaraan. Namun Rendi justru hanya memesan makanan dan mempersilahkan Kalea makan."Bapak ngajak saya ke sini mau kasih tugas?" tanya Kalea mengingat ucapan Adel semalam."Oh, bukan. Cuma mau ketemu saja.""Terus kalau udah ketemu?"Pria itu mengaduk minumannya tanpa menatap Kalea. "Kenapa diskors?" tanyanya mengalihkan pembicaraan."Kayaknya gak perlu dijelasin beritanya udah kesebar. Ada masalah sama Yeri.""Ngomong, kamu dekat sama Pak Elkan?""Bapak cemburu, ya? Tenang aja, saya masih tungguin Bapak suka sama saya," godanya. Rendi terkekeh pelan sambil menggeleng. "Tapi keliatannya dia suka sama kamu.""Salah liat kali. Justru dia itu benci sama saya, Pak."Ini bukan pertama kalinya Kalea blak-blakan. Rendi tau swjak lama kalau gadis ini menyukainya. Sebenarnya bukan hanya Kalea, tapi cukup banyak mahasiswi yang terang-terangan menunjuk
"Bodoh? Mungkin kamu yang bodoh," monolog Elkan menatap layar ponselnya. Dia masih berada di dalam mobil, parkiran kantor. Tentu saja dia tidak sebodoh itu meninggalkan cek di atas meja. Dia sengaja ingin melihat bagaimana Airin jika tidak ada dirinya. CCTV kecilnya diletakan di bawah tumpukan buku yang tidak akan terlihat. "Ini bukti pertama. Kamu pikir saya mau menikah sama kamu?"Sejauh ini Airin adalah wanita pertama yang benar-benar terobsesi padanya. Wanita lain yang oernah dikencaninya selalu tau batasan. Mereka hanya bertugas sebagai penghangat ranjang. Tidak ada yang mencamputi urusan lain. Sementara Airin selalu menuntut lebih. Elkan benci berada hubungan seperti ini.Kaca jendela mobil yang diketuk membuat Elkan menurunkan kaca jendelanya. Terlihat Jonan yang memberikan beberapa map padanya. "Ini berkas buat meeting besok. Lo mau pulang sekarang?""Enggak. Jemput Ibel ke sekolah.""Adek lo ada di rumah? Jadi nanti malem gak bisa ikut ke club Deon?""Kalian ke rumah gue aj
Belina memainkan jarinya sendiri saat melihat sang Kakak keluar dari dalam mobil. Ditemani dengan Kalea di sampingnya, gadis itu berniat ikut menjelaskan. Belina ingin Kalea membantunya agar Elkan tak salah paham nanti. Jangan sampai Kakaknya tau masalah hari ini."Kamu tenang aja," bisik Kalea.Tepat di depan sana Elkan berjalan menghampiri mereka. Dia menatap adiknya seolah ingin segera bertanya. Melihat itu Belina hanya tersenyum kecil. Dia tidak boleh membuat curiga."Kenapa kamu udah pulang? Kakak tunggu kamu di gerbang sekolah dari tadi," omel Elkan."Maaf, Kak. Soalnya tadi kepala aku pusing jadi izin pulang duluan. Terus karena Kak El belum pulang jadi aku di rumah Kak Kalea dulu."Elkan terlihat percaya-percaya saja. Dia juga melihat wajah sang adik yang sedikit pucat. Padahal Belina sedang ketakutan jika Elkan sempat masuk ke sekolahnya tadi. Bukan karena dia sakit. "Kamu sakit? Harusnya kamu bilang supaya Kakak jemput kamu tadi." "Ekhem!" Kalea mengusap tengkuknya pelan.
Belina menuruni tangga menuju ke dapur. Karena berbohong sedang sakit, Kakaknya berubah menjadi protektif. Elkan bahkan langsung memberinya obat saat mereka di rumah. Sampai Belina harus pura-pura menelennya, padahal dia sembunyikan di bawah bantal. Hei, dia ini tidak sakit.Di ruang tengah Elkan melihat terlihat duduk memainkan ponselnya, ditemani secangkir kopi. Dia tidak kembali ke kantor karena tidak mau meninggalkan adiknya sendiri. Elkan itu menyayangi Belina, tapi terkadang dia menjadi orang yang menyebalkan. "Mau apa?" tanya Elkan melihat Belina berjalan ke dapur. "Ambil minum."Pria itu berdiri dan menyimpan ponselnya di atas meja. Berjalan menghampiri Belina yang tengah membuka kulkas. "Kakak mau tanya. Kamu keliatan deket banget sama Kalea.""Gimana, ya. Kak Kalea itu orangnya seru. Terus asik aja gitu kalau ngobrol. Jadi kayak lagi sama temen sendiri.""Menurut kamu cocok gak sama Kakak?"Belina memicingkan matanya. "Kenapa tanya gitu? Cocok, sih. Tapi enggak, deh. Kak E
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?