Beranda / Romansa / Tertawan Pesona Mantan / 29. Kecewanya Lelaki

Share

29. Kecewanya Lelaki

last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-02 09:20:38

“Apa itu?” tanyaku.

“CCTV.”

Aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk Kalila saat ini. Walaupun aku punya mulut, tidak akan kukotori lisan ini untuk memperkeruh kondisi. Apalagi ini menyangkut aib Mas Alan.

Bisa saja aku membumbui fakta yang ada dan berkata jika malam itu mungkin Mas Alan kecewa karena Kalila memilihku untuk dijadikan suami. Namun, aku lelaki sejati. Bukan begitu cara menjatuhkan lawan. Walau semua praduga belum pasti, tapi aku pun paham bagaimana lelaki jika sudah cemburu, kecewa, bahkan sakit hati. Hal yang paling ia hindari akan dijadikan tempat pelampiasan hanya demi menghibur diri. Entah itu dengan cara minum alkohol atau konsumsi sabu.

“Yang menjadi pertanyaan, kenapa Mas Alan sampai mabuk?” Kalila masih tampak berpikir. “Apa mungkin ... ucapan Mas Vino benar?”

Kutatap manik mata milik Kalila.

“Tapi enggak mungkin Mas Alan suka sama aku," lirihnya dengan wajah sendu.

Aku kembali merapatkan tubuh dan memeluknya dalam keadaan setengah berbaring.

“Sudah, Sa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
jadi ngeri
goodnovel comment avatar
pesona senja
jangan jangan??? duh....
goodnovel comment avatar
Wildatuz Zaqiyyah
siap, Akak..........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tertawan Pesona Mantan   30. Kedatangan Dua Sahabat

    (Pov Kalila)Seminggu berlalu. Tiga hari lagi aku berikut keluarga akan pergi ke Semarang untuk pesta dan acara ngunduh mantu di sana. Namun, acaranya akan digelar dua hari setelahnya.“Biar pengantin bisa istirahat dulu sebelum acara di hari H.” Begitu kata Ibu mertua. Untuk keluarga besar dari Yogyakarta mungkin langsung berangkat di hari yang telah ditetapkan dalam undangan. Aku mulai menyiapkan beberapa keperluan untuk dibawa ke rumah mertua. Untuk urusan hotel, Mas Alan bisa handle sementara. Toh, aku tetap memantau. Mas Vino juga bilang, mungkin memang sementara waktu kami harus menjauh dari pandangan Mas Alan. Biarkan dia menikmati gelenyar-gelenyar perih di hatinya jika itu memang benar adanya. Paling tidak, kebersamaan dan kemesraan kami yang terkadang tidak sengaja tertangkap oleh netra Mas Alan jangan sampai semakin memperkeruh kejernihan berpikirnya.Tidak ada niat untuk memanas-manasi. Namun, jika orang yang hatinya tengah tergores kerap disuguhkan pemandangan yang melu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02
  • Tertawan Pesona Mantan   31. Perpisahan

    "Gitu, ya, Tu?” tanya Luna dengan wajah polosnya."Hm!" jawab Ratu dengan mengangguk.“Tapi, aku nanyain Kak Vino enggak ada niat apa-apa, lho, Kal. Sumpah!” Luna mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.Aku hanya tersenyum dan mengangguk.“Makasih, Bu Persit, untuk nasehatnya. Tadi juga cuma becanda, kok.”Ratu pun membalas, “Iya, aku pun paham. Seorang Luna bukan gadis murahan. Aku hanya sedikit mengingatkan.”Keduanya langsung kayak Teletubbies, berpelukan.Ah, bahagia sekali punya mereka. Meskipun seperti Upin-Ipin dan Kak Ros, namun tujuan kami selalu ingin mengingatkan dalam hal kebaikan.“Kita ke sini emang enggak ada rencana sebelumnya, Kal. Soalnya waktunya mepet. Aku sekalian mau pamit,” ucap Ratu.“Hah, pamit ke mana, Tu?”“Mau nyusul suami ke Malang. Aku mau nemenin perjuangan dia di sana.”Seketika bahuku luruh. Salah satu sahabat baik akan menemani suaminya berjihad. Namun, mungkin saja Ratu mulai merasa kesepian setelah menikah. Apalagi masih terhitung pengantin bar

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-03
  • Tertawan Pesona Mantan   32. Detik-detik Menegangkan

    Aku membantu Mama menyiapkan makan malam. Seperti biasa, menu makanan laut, olahan sayur, serta tak lupa aneka buah telah tertata rapi di meja makan.Jika biasanya kami melakukan salat berjamaah di rumah dengan Papa sebagai imamnya, beberapa hari belakangan justru beliau aktif salat di masjid. Tak lupa dengan mengajak menantu satu-satunya itu. Katanya biar lebih akrab dengan warga kompleks. Lebih-lebih tidak lama lagi kami akan pergi ke Semarang.Setelah acara demi acara selesai, aku sudah mengantongi izin dari suami untuk tegap produktif bekerja. Alhamdulillah, Mas Vino mengizinkan.Semua menu hidangan sudah siap. Tinggal menunggu Papa dan suamiku pulang setelah salat Isya.“Kal, akhir-akhir ini ada banyak kegiatan, ya, di hotel?”“Uhmm, enggak juga, sih, Ma. Kenapa?”“Alan pulangnya sering larut akhir-akhir ini.”Aku terdiam sesaat. “Ada beberapa meeting dan brifing tambahan untuk tim direksi dan marketing, Ma. Selama Kalila tidak di tempat, semua Mas Alan yang hendel. Untuk menjala

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-04
  • Tertawan Pesona Mantan   33. Mendaki Puncak Nirwana

    Aku menggeleng pelan, sesaat setelah mengerti arah pembicaraannya. “Wudu dulu, yuk. Kita salat sunnah pengantin. Belum benar-benar dilakukan, kan?”Aku tersenyum dan mengangguk menuruti perintahnya. Segera kami berwudu dan melaksanakan salat sunnah pengantin dua rakaat.Usai akad nikah di rumah sakit waktu itu, Mas Vino hanya membacakan doa barakah dengan sebelah tangan memegang ubun-ubun istrinya ini. Doa dengan arti yang sangat dalam.“YaAllah, aku meminta kepada-Mu kebaikan istriku dan kebaikan apa yang ia munculkan pada pernikahan. Dan aku berlindung padamu dari keburukan istriku dan keburukan apa yang ia munculkan pada pernikahan.”Dan malam ini, doa itu kembali ia ulangi lagi. Katanya, malam setelah ijab kabul waktu itu tidak langsung terjadi pertempuran, makanya ia ingin kembali merasakan detik-detik mendebarkan itu."Kejadian di hotel setelah pesta resepsi juga belum sempurna sepenuhnya," katanya.Aku kembali menangis saat Mas Vino juga mulai menitikkan air mata usai membacak

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-05
  • Tertawan Pesona Mantan   34. Obrolan di Meja Makan

    Mendung yang menggantung seolah-olah tengah mendukung. Namun, Mas Vino seperti paham rasa ngilu yang masih kurasakan usai pertempuran semalam. Dia meminta maaf karena membuat jalanku sedikit terlihat aneh. Aku tersenyum malu. Ada-ada saja.Namun, Mas Vino kembali memelukku dengan penuh kasih sayang saat melihat bercak darah yang tertoreh di atas seprai karena ulah kami semalam. Dia kembali menciumi wajahku dengan ungkapan terima kasih karena sudah memberikan kegadisanku padanya.Lagi-lagi aku hanya tersenyum dan kembali membenamkan kepala ke dada bidangnya. Malu, tapi ini pahala yang besar.“Yakin, mau makan bareng di bawah?” tanya Mas Vino. “Aku ambilin aja gimana? Makan di kamar.”Aku menggeleng. “Enggak pa-pa, Mas. Bisa, kok.”“Masih sakit, Sayang?”Aku mengangguk malu-malu.“Tapi, mau lagi, nggak?”Refleks aku mengangguk lagi. Eh, dasar kepala luck-nat. Mas Vino malah terbahak-bahak. Ish! Menyebalkan. Untung sayang.Akhirnya, kami turun untuk sarapan. Kedua orang tuaku berikut san

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-06
  • Tertawan Pesona Mantan   35. Belum Ada Titik terang

    "Enggak pa-pa, Ma. Soalnya Mas Alan pamitnya keluar sebentar. Bukan nginep di hotel.”“Oh, iya, itu mendadak kata Alan. Enggak enak juga katanya, ketemu teman lama jarang jumpa. Mungkin terlalu asyik bernostalgia.”Aku hanya mengangguk. Untung Mama tidak tanya-tanya lagi soal Mas Alan.“Kamu sudah beresin keperluan yang mau dibawa ke Semarang, Kal?”“Udah, Ma.”Mama mengangguk. Beliau berlalu membereskan piring-piring dibantu dengan Mbak Lastri. Asisten rumah tangga yang kembali lagi setelah izin dua minggu lebih, sebab anaknya terkena DB. Setiap hari wanita paruh baya itu pulang. Jarak rumahnya ke rumah Papa ini terbilang cukup dekat. Hanya lima belas menitan jika berjalan.Perlahan aku melangkah menuju teras samping. Melihat aneka koleksi tanaman Mama yang terkadang juga membuatku nyaman untuk berlama-lama duduk di sana. Rasanya sejuk dan segar saat mata ini dimanjakan dengan pemandangan berbagai jenis tanaman aglaonema dan anggrek yang beraneka warna serta model.Pemandangan Papa d

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Tertawan Pesona Mantan   36. Firasat

    Mas Vino ternyata sudah tahu perihal Ratu yang ingin menyusul suaminya ke Kota Malang. Katanya, Wisnu sempat cerita lewat chat dengannya.“Selain karena tugas, Wisnu juga sedang menempuh pendidikan untuk bisa naik pangkat. Dan dukungan istrinya pasti sangat dia butuhkan. Apalagi mereka sama seperti kita, pengantin baru. Pengennya nempel melulu.”Aku hanya mengangguk dan membenarnya semua ucapannya. Terlebih di kalimat paling akhir.“Oh, ya. Ratu sempat kasih aku kado, Mas. Bentar!”Aku beranjak. Mengambil kado yang kuletakkan di lemari laci. Kado berbentuk kotak dengan lapisan kertas warna merah jambu dilengkapi pita warna merah hati. Manis sekali. Segera kuhampiri suami dan menunjukkan pemberian istri dari teman baiknya itu.“Coba buka!”"Oke!"Segera kubuka kado tersebut. Katanya khusus untuk pengantin. Isinya apa, ya, kira-kira? Jadi mendadak deg-degan begini. Saat kotak sudah terbuka, keningku berkerut melihat kain berbahan transparan yang berjumlah tiga. Astaga naga! Ratuuu ....

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Tertawan Pesona Mantan   37. Musibah

    Aku hanya bisa mengangguk dengan gerakan pelan.“Sendiri?”“Enggak, diantar sama Pak Narto. Tadi waktu berangkat belum hujan, Mas. Ini tiba-tiba airnya kek ditumpah dari langit, deres banget.”“Bukannya besok kalian mau berangkat ke Semarang?”Aku kembali mengangguk.“Kenapa enggak dicegah aja Vino mau keluar?”Tuh, kan, perasaanku semakin tidak tenang mendengar kalimat dari Mas Alan. Papa menghentikan tatapannya dari layar ponsel.“Harusnya tadi ketemuannya di rumah saja, Kal. Vino suruh share lokasi rumah Om ke temennya itu.”Aku menatap Papa, pun beliau. Kami tampak baru sadar dengan ide Mas Alan. Ah, sudah telanjur.Hingga jarum jam menunjuk angka sepuluh malam, Mas Vino juga belum sampai rumah. Tidak ada kabar walau hanya sekadar chat yang mengabarkan mau pulang jam berapa. Hujan masih deras. Awet sekali. Aku terus berzikir setelah salat Isya. Mukena masih kupakai. Ponsel suami tidak bisa dihubungi. Mungkin terkendala sinyal karena hujan benar-benar lebat. Begitu juga dengan Pak

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Mantan   128. Ending

    Aku masih bergeming, menatap wanita bergamis biru dongker senada dengan hijab lebarnya itu. Vika tampak tenang dalam gendongannya, sebab sesekali Nindi akan mengajaknya bercanda. "Kamu cantik banget, Sayang. Mirip mamamu, tapi hidung dan matamu mewarisi milik papamu." Vika hanya menatap orang yang tengah menggendongnya, tetapi sesekali mengoceh seolah-olah tengah menimpali obrolan Nindi. "Wah ... kamu pintar. Udah bisa merespons kalau diajak bicara," pujinya dengan terus menatap wajah lucu putriku. Namun, tidak berapa lama Vika merengek. Setelah dilihat, ternyata dia pup. "Biar Mama saja yang ganti popoknya, Kal. Kamu di sini saja temani tamu kita." Aku hanya mengangguk. Setelah kepergian Mama, tiba-tiba Nindi mendekat dan bersimpuh di dekat kakiku. "Eh, Mbak ngapain?" Aku mengganti panggilan yang semula Kakak menjadi Mbak. Tangannya terulur dan menggenggam kedua tanganku. "Makasih, Kal. Makasih karena kamu dan Vino sudah memaafkan Aldrin." "Iya, Mbak, iya. Tapi ... jangan beg

  • Tertawan Pesona Mantan   127. Air Mata Mas Alan

    Aku ikut menitikkan air mata melihat Mas Alan tergugu dalam dekapan Papa. Pria matang yang kini telah resmi menghalalkan sang kekasih itu masih erat memeluk satu-satunya wali atas dirinya itu. Cinta pertamaku masih terus menepuk-nepuk bahu sang keponakan."Sudah, ini hari bahagiamu, bukan? Jangan jadi lelaki cengeng," ucap Papa menggoda Mas Alan."Alan enggak akan ngelupain semua kebaikan Om dan Tante.""Kami orang tuamu, Nak. Sudah sepantasnya kami merawat dan menjagamu dengan sebaik-baiknya.""Bahkan ibu dan ayah–""Sudah ...," potong Papa. "Jangan kamu sebut-sebut lagi kesalahan mereka dulu. Om sudah mengikhlaskan semuanya. Mereka sudah tenang di sisi-Nya."Aku pun belum lama mendengar cerita sesungguhnya dari Papa siapa orang tua Mas Alan. Ibu Mas Alan masih terbilang saudara walau urutannya terbilang jauh. Saat itu keuangan keluarga Mas Alan melemah. Sang ayah yang suka main judi setelah usahanya gulung tikar selalu mendesak istrinya untuk meminjam uang pada Papa. Melati–ibu Ma

  • Tertawan Pesona Mantan   126. Baby Vika

    Vika Zara Kamilah. Kemenangan putri yang sempurna. Nama Vika sendiri diambil dari gabungan namaku dan suami. Vi-Ka, Vino dan Kalila."Nggak mau tahu, pokoknya kita harus besanan, Kal," ucap Ratu bersemangat saat menimang putriku. "Ya ampun, Sayang ... kamu cantik banget ...," lanjutnya sembari mencium gemas pipi Vika."Gantian, dong, Tu. Gue juga mau gendong si Vika," sela Luna."Entar. Kalila, kan, masih marah sama lu."Luna menggaruk-garuk tengkuknya dengan nyengir kepadaku."Bisa-bisanya lu ngira calon besan gue itu setan."Aku mengangguk seraya memajukan bibir walau dalam hati tergelak melihat Luna yang kembali kikuk. Ya, aku memang sempat dinyatakan meninggal walau tidak kurang dari satu jam. Mungkin bisa disebut mati suri.Mas Vino bilang, setelah aku dinyatakan pingsan usai Vika keluar dari rahim, perlahan kuku jemariku mulai menghitam. Setelah diperiksa, dokter pun menyatakan denyut jantungku sudah berhenti dan fungsi otak juga tidak ada tanda-tanda aktivitas lagi."Perasaan

  • Tertawan Pesona Mantan   125. Jihad

    Semalaman Mas Vino menemaniku dengan terus terjaga. Aku sudah menyuruhnya tidur walau sebentar, tetapi dia menolak. Usai salat Subuh, dokter kembali mengecek jalan lahirku, dan beliau bilang sebentar lagi.“Alhamdulillah, sudah hampir mendekati, Bu. Dan ini termasuk cepat untuk persalinan pertama,” ucap dokter dengan tag name Susiana itu. “Sebaiknya ibu makan dulu atau minimal minum susu. Saya akan kembali satu jam lagi.”Sedari tadi, ayat-ayat Al-Quran terus Mas Vino bacakan dekat perutku. Satu hal yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya. Menantu Papa itu sudah menghafal Surat Ar-Rahman. Semalam saat aku setengah tertidur, ia melafalkannya dengan kedua tangan memegangi perut istrinya ini.Fabiayyi ala irobbikuma tukadz-dziban ... maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?Dititipi suami tampan, saleh, berkecukupan materi, dan baik hati. Ya, hanya dititipi. Bukannya di dunia ini tidak ada seorang pun yang ditakdirkan untuk memiliki? Sebab, sejatinya semua hanya sedang

  • Tertawan Pesona Mantan   124. Melebur Rasa Sakit Hati

    Aku terus mengaduh. Sakit yang dirasa kian melilit. Mas Vino masuk dan berteriak memanggil Mama Papa. Aku hendak berdiri, tetapi Luna dan Mbak Eliz menahan.“Mau ke mana, Kal?” tanya Mbak Eliz.“Jalan-jalan aja sekitar sini, Mbak. Kalau sakitnya cuma karena kontraksi palsu, pasti berangsur-angsur hilang jika dibuat jalan-jalan," jelasku yang sambil berdiri dan mulai berjalan-jalan di area taman.Mbak Eliz dengan sigap mengikutiku, pun dengan Luna. Satu tanganku berkacak di pinggang bagian belakang, sementara satunya lagi mengelus perut. Tidak lupa bibir terus kubasahi dengan kalimat-kalimat zikir dan selawat. Tidak berapa lama beberapa derap langkah terdengar datang dari dalam rumah."Nak! Kalila!"Aku menoleh dengan kaki terus melangkah pelan. Mama sedikit tergopoh-gopoh menghampiri."Udah kerasa?" tanya wanitaku yang menempelkan tangannya di lengan putrinya ini."Enggak tahu, Ma. Mulesnya sebentar datang, sebentar hilang. Tapi lama-lama makin kerasa." Aku meringis merasai sakit yang

  • Tertawan Pesona Mantan   123. Suami yang Peka

    Dalam keremangan, langkahku terus maju menuju taman samping di dekat kolam renang. Pintu kupu tarung berbahan kaca itu kudorong perlahan. Di sana tampak seorang pria tampan sedang mengenakan kemeja panjang warna maroon, salah satu warna favoritku.Kedua tangannya yang disimpan ke belakang terlihat menyimpan sesuatu. Seperti sebuah buket, mungkin buket bunga. Walau masih heran ini acara apa, tak ayal senyumku pun mengembang saat pria itu melangkah menuju arahku."Selamat ulang tahun, Ratuku," ucapnya dengan tatanan rambut yang sangat rapi. Entah kapan Mas Vino mengganti baju dan menyisir rambutnya.Ah, aku bahkan lupa jika hari ini memang tanggal dan bulan di mana dua puluh enam tahun lalu aku melihat dunia. Ternyata Mas Vino mengingatnya.Sebuah buket bunga Lily ia persembahkan untukku. Aku menerimanya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Sayang."Mas Vino mengangguk dan maju untuk mencium keningku. Sepersekian detik aku hanya bergeming, hingga kemudian rasa bahagia bercampur haru

  • Tertawan Pesona Mantan   122. Ada Apa di Taman Rumah?

    Setelah bercerita panjang lebar dengan Damian tentang siapa Om Heru berikut Aldrin, pria itu mengangguk-angguk sebentar, kemudian terlihat seperti berpikir."Jadi ... si Nindi ini sedang mengandung bayi dari Aldrin, anak angkat Om Heru, begitu?""Entahlah. Kami belum begitu yakin. Itu benar bayi Aldrin seperti pengakuan Nindi atau malah anak Om Heru. Kami tidak tahu, Pak Ian."Damian meminta kami memanggilnya dengan nama Ian. Sapaan akrabnya."Kami ingin memastikan jika benar janin dalam kandungannya adalah anaknya Aldrin. Semoga setelah tahu kebenarannya, kami bisa mengambil keputusan bijak bagaimana nantinya."Mau tidak mau aku pun bercerita tentang kejahatan Aldrin yang dilakukan pada Mas Vino di awal-awal pernikahan kami. Pria dengan tatanan rambut rapi dan klimis itu berpikir sejenak. Lalu, air mukanya sedikit berubah dan langsung mengambil ponsel yang disimpan di saku celananya.Aku dan suami hanya diam memerhatikan saat pria single di hadapan kami itu menempelkan ponsel di teli

  • Tertawan Pesona Mantan   121. Lebih Akrab

    "Maaf, Pak Vino, Bu Kalila, acara bersantap jadi sedikit terjeda," ujar Damian dengan nada seperti tak enak.Pria itu kembali duduk dan bergabung dengan kami."Tidak apa-apa, Pak. Emm ... Maaf sebelumnya, tadi saya dan istri sempat dengar sedikit. Kalau boleh tahu siapa yang meninggal, ya, Pak?"Akhirnya Mas Vino mewakili rasa penasaranku walau tadi kami tak berdiskusi dulu harus bertanya apa tidak. Hanya ingin memastikan saja, bahwa wanita hamil yang dimaksud bukan ... Nindi."Oh, itu. Salah satu penghuni rumah peduli yang dibangun Mama saya, Pak.”Mas Vino melirikku sebentar.“Semacam panti, Pak?”“Iya. Tapi, yang ini khusus menampung para wanita yang hamil di luar nikah. Ada yang sebab diperkosa atau ditinggal kekasihnya begitu saja.”Aku menatap Mas Vino dengan tatapan memohon, agar ia menggali lebih dalam tentang info wanita meninggal itu.“Mari, Pak, Bu. Kita lanjut makan dulu. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya.”Akhirnya kami mengangguk dan melanjutkan acara makan siang. Sesekali

  • Tertawan Pesona Mantan   120. Pakaian Putih dan Wajah Pucat

    “Denger dulu, Yang. Bukan mimpi yang enak-enak, kok. Justru mimpinya bikin aku kepikiran yang enggak-enggak.”Tak ayal kedua alisku hampir menyatu mendengar penuturannya. “Maksudnya?”“Nindi datang dengan pakaian serba putih dan wajah pucat,” jelasnya. “Wajahnya kuyu dan kantung matanya cekung, bahkan area matanya terlihat menghitam. Apa dia sedang kesulitan, ya, Yang?"Aku terdiam. Walau bukan ahli menafsirkan mimpi, tetapi kabar terakhir yang mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil sedikit membuatku khawatir juga. Terlebih, setelahnya aku memang memblokir kontaknya agar tak mengganggu kewarasan diri ini.Apa benar bayi yang dikandungnya benar-benar darah daging Aldrin? Apa ia juga benar-benar ingin mempertahankan bayi itu, sebab sudah jatuh hati pada putra angkat sugar daddy-nya?Kalau memang benar, berarti kemungkinan besar saat ini dia sedang mati-matian berjuang untuk membantu Aldrin keluar dari penjara. Aku jadi ikut membayangkan jika berada di posisi kakak kelas masa SMA itu.

DMCA.com Protection Status