Venus masih terkesima dengan kejutan yang diberikan oleh Dion. Bahkan si empunya yang berulang tahun yang malah memberikan Venus makan malam di restoran mewah yang sebenarnya tak cukup untuk bujet pria seperti Dion. Tapi Dion melakukannya dengan sepenuh hati bahkan sampai merelakan cukup banyak uang gajinya untuk bisa memanjakan Venus.
“Kamu gak harus melakukan hal seperti ini lho, Mas. Ini ... ini terlalu mewah,” ujar Venus setelah duduk di kursinya. Dion juga akan duduk di kursinya tapi tangan Venus menariknya agar pindah ke sebelahnya. Ia seakan tak ingin jauh dari Dion.
“Aku senang bisa melakukannya. Kenapa kamu gak yakin aku bisa bayar ya?” Venus terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya.
“Bukan, Sayang. Ada baiknya uang kamu gak dipakai untuk makan malam mewah kayak gini. Kan uangnya bisa ditabung untuk keperluan kamu.” Dion sedikit menaikkan ujung bibirnya tersenyum tipis. Ketidakpercayaan diri kembali menerpanya. Begi
Dion sudah pulang dan menunggu di sofa ruang baca dekat kamar Venus. Ia juga sudah membuka jas dan menggulung lengan kemeja. Tangannya menarik dasi sampai longgar dan belum melepaskannya. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Tiga puluh menit lagi Dion akan genap berusia 32 tahun dan berharap meninggalkan kenangan buruk di masa lalunya bersama Laras.Dion sesungguhnya agak sedikit mengantuk. Ia berencana ingin beristirahat setelah Venus mengajaknya pulang usai makan malam mereka. Setelah sedikit menguap, Dion melirik lagi pada jam tangannya berumur cukup tua. Jam tangan yang merupakan hadiah sang nenek di ulang tahunnya yang ke 17 tahun itu selalu setia menemani Dion. Meskipun ia sudah memperbaikinya beberapa kali, tapi Dion masih terus memakainya.Dion teringat pada neneknya Sulastri yang belum memberikan ucapan selamat ulang tahun sama sekali untuknya. Padahal ini sudah lewat satu hari di Indonesia. Dion menguap sekali lagi dan menggelengkan kepalanya, ia mengusap
Rasa panas terus menjalar di sekujur pembuluh darah Dion saat ini. Jantungnya sudah turun di dengkul dan berdetak sekerasnya di sana. Venus telah membiusnya menjadi hanya tak lebih dari sekedar budak untuknya, budak cintanya.Tak ada pertunjukan paling erotis dan menakjubkan kecuali saat ini. Kala ulang tahun Dion, ia mendapatkan kado yang luar biasa dari kekasihnya, Venus Harristian. Tak ada embel-embel posisi kepala pengawal saat ini. Yang ada hanyalah Dion dan Venus tengah menikmati deburan cinta mereka di atas sofa sudut baca yang berdekatan dengan kamar tidur Venus.Usai melepaskan tali pinggang hitam milik si pengawal itu, Venus yang tak melepaskan pandangan matanya pada Dion yang nyaris tak berkedip, lantas melepaskan jubah yang dikenakannya.Jubah tidur merek Gucci yang berbahan satin terbaik itu luruh jatuh begitu saja di lantai setelah melewati sela lutut Dion. Dion masih bergeming tak bergerak sama sekali. Venus lantas mendekat dengan meraba dengan ke
Edgar Luther mengintip dari salah satu jendela di bilik rumahnya dengan geraman di rahangnya. Sembari menempelkan ponsel di telinganya, ia bisa melihat sebuah mobil mencurigakan parkir di sana.“Dasar brengsek! Helena pasti sudah mengaku, iya kan?” hardik Edgar sambil menggeram kesal dengan seseorang di balik ponselnya.“Istrimu sudah ditahan. Dia malah mengaku tidur dengan salah satu detektif polisi!” Edgar makin marah. Bukan cemburu karena ia tahu istrinya cukup bejat untuk berkencan dengan pria lain. Ia marah karena Helena tak bisa menahan mulutnya untuk bicara.“Sebaiknya segera pergi dari sana!” ujar si penelepon lagi.“Polisi sudah mengepung tempat itu. Saat istrimu mengaku, maka mereka akan menangkapmu segera!”Kaki Edgar sudah berada di basemen bawah rumahnya bersama dua ajudan setianya yaitu Oscar dan George.“Tanpa kamu bicara pun aku tak perlu berada di rumah ini lama-lama! Uru
“Si Mbah-mu sedang kurang enak badan, Le. Mungkin kecapean, jadi dari kemarin cuma berbaring saja di kamar. Di ajak ke dokter, ndak mau!” ujar Halim, Paman satu-satunya yang dimiliki Dion. Dion tak bisa menghubungi neneknya semenjak kemarin dan kali ini ia benar-benar khawatir. Maka selama menjaga Venus di rumah sakit, Dion mencoba menghubungi Pamannya itu.“Sakit opo toh, Pak Dhe?” tanya Dion dengan nada agak cemas. Ia tengah duduk di salah satu bangku ruang tunggu dan menghubungi Pak Dhe Halim, Pamannya.“Namanya orang sudah sepuh pasti suka sakit-sakitan.”“Tapi kan beberapa hari yang lalu si Mbah baik-baik saja,” bantah Dion masih terdengar cemas.“Si Mbahmu ndak apa-apa. Ndak usah khawatir. Bagaimana kabar kamu? Pekerjaan kamu apa sudah selesai?” Dion terdiam sejenak dan menundukkan kepalanya.“Si Mbah melarang aku untuk memperpanjang kontrak Pak Dhe. Tapi aku betah di sini,&rdq
Venus begitu kaget sampai menutup mulut dengan sebelah tangannya. Ia tak menyangka jika Edgar Luther yang baru ia kenali dan menjadi korban pembunuhan saat itu ternyata berbohong.“Jadi dia gak meninggal?” tanya Venus dengan suara bergetar. Dion mengangguk sambil menggenggam tangan Venus menenangkannya.“Kamulah yang menjadi korban selama ini, Ven. Aku yakin Edgar Luther juga yang menyebarkan teror selama ini sama kamu. Dia ingin kamu bungkam dan tak bicara. Asuransinya baru bisa dibekukan saat ia ditangkap nanti, tapi yang jelas polisi akan menangkapnya besok,” jelas Dion lagi memaparkan. Venus terdiam dengan mata berkaca-kaca masih menatap Dion.Tangannya mengeratkan genggaman pada Dion sebelum salah satunya membelai pipi Dion dengan lembut.“Aku khawatir sama kamu, Mas. Kalau ada apa-apa bagaimana?” ungkap Venus separuh berbisik lembut. Dion sedikit mengembangkan senyumannya dan mengecup telapak tangan Venus sekilas.
Sedari malam, Venus sebenarnya tak bisa tidur nyenyak. Ia terus menerus memikirkan Dion yang sekarang harus jauh darinya. Meskipun Venus mengetahui di mana posisi Dion saat ini, namun Venus sangat ingin bisa berbicara pada Dion untuk mengobati kerinduannya.Venus harus bisa mengerti jika Dion tengah menjalankan pekerjaannya. Pekerjaan yang sedang dilakukan oleh Dion akan membebaskan Venus dari masalah yang membelitnya selama ini.Sampai pagi menjelang, Venus hanya berbaring tanpa memejamkan matanya sama sekali. Bayangan Dion memenuhi kepalanya sepanjang malam. Ia tak lelah membolak-balik fotonya dan Dion pada makan malam mereka yang terakhir. Hanya ada gurat bahagia dari Dion dan Venus di foto-foto yang diambil saat makan malam ulang tahun Dion.Sambil membelai ujung cincin yang diberikan Dion yang melingkar di jari manisnya, Venus terus memandangi foto-foto kebersamaannya dan Dion. Ia harus menahan rasa rindu tetap tercekat di tenggorokan. Bahkan dulu saat bers
Semilir angin malam yang dingin membelai rambut Dion yang tengah berbaring menyamping. Jalanan tampak sangat lengang tak ada siapa pun yang melewatinya. Bau aspal terkena hujan memberikan bau khas yang membuat Dion perlahan membuka matanya.Ia cukup kaget dan langsung bangun saat menyadari jika ia berbaring di trotoar jalan. Bola matanya berputar dari kanan ke kiri. Pandangannya menengadah naik dan melihat sebuah tiang nama jalan dan membacanya.“Jalan Bambu Kuning ...” sebut Dion membaca tanda marka jalan. Ia mulai kebingungan dan melihat ke sekitarnya. Jalannya tak begitu luas dan bukan jalan utama protokol. Ia berdiri dan menepuk pahanya beberapa kali karena tertidur di pinggir jalan seperti tadi.Dion seperti terlempar dari portal dunia lain. Ia kebingungan seperti orang linglung di sebuah tempat yang tak ada orang sama sekali. Saat Dion tengah menengok ke sekitarnya, ia menemukan beberapa kumpulan mobil yang menghalangi jalan. Dua mobil di belak
Setelah keluar dari kamar Dion, Claire menarik lengan suaminya Arjoona untuk berbicara agak jauh dari Rei dan Andrew. Wajah Claire tampak tak tenang dan ia sudah menghela napasnya beberapa kali.“Ada apa, Sayang?” tanya Arjoona sedikit heran.“Aku harus gimana, Joona? Kita gak mungkin diam saja kan!” ungkap Claire dengan raut wajah cemas. Ia sudah tak tenang semenjak mendapatkan kabar jika Dion kecelakaan kala mengejar tersangka utama kasus yang menimpa Venus.“Jadi kita harus bagaimana?” Arjoona makin mendekat dan separuh berbisik.“Kita harus bicara jujur sama Dion. Kita harus cerita!”“Tapi gak mungkin sekarang kan? Dia baru kecelakaan!” sanggah Joona mencoba untuk menahan Claire. Claire menghela napas lebih panjang dan berat. Ia berpikir sejenak sambil menggigit bibir bawahnya.“Aku takut banget saat tahu Dion seperti ini karena dicelakai oleh seseorang. Bagaimana kalau dia gak selamat? Dia gak akan pernah tahu kebenaran soal keluarganya. Dan rasa bersalah ini akan terus menghantu
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit