“Kita siap keluar! Perhatikan posisi kalian!” perintah Dion dari balik earpiece-nya memberikan perintah.“Siap, Pak!” jawab anggotanya dari mobil depan. Edward yang berada di bangku depan lantas membuka jasnya dan memberikan pada Dion yang tak memakai jas.“Pak, pakai ini! Kamu harus ikut ke dalam!” tawar Edward berbalik ke belakang. Dion mengangguk dan mengambil jas milik Edward. Ia menurunkan bagian lengan dan merapikan diri. Venus yang ikut melihat malah ikut membantu dengan merapikan dasi Dion.“Jangan ...” larang Dion tapi Venus tersenyum dan tetap menarik dasi Dion untuk merapikannya.“Gak apa, Mas!” Venus sedikit menepuk pundak Dion sejenak untuk merapikan kemejanya sebelum ia dan Edward keluar. Dion baru memakai jasnya sambil berjalan ke sisi mobil untuk membuka pintu bagi Venus. Venus turun dengan memegang tangan Dion yang terjulur untuknya.Sorot kamera langsung tertuju pada Venu
Hari berlalu dari terang menjadi senja yang indah. Tapi tidak dengan gundah di hati Venus. Gareth terus memaksanya tetap di sampingnya untuk menunjukkan pada dunia jika mereka baik-baik saja. Setelah acara selesai dan after party berlangsung, Venus memilih tak ikut dengan alasan tak enak badan. Hari ini cukup melelahkan terlebih ia menghadapi teror ular tadi pagi.“Ada apa denganmu, Sayang? Aku menjemputmu dan kamu tak ada di hotel. Aku malah melihat ada ular di kamarmu. Apa yang terjadi?” tanya Gareth masih terus mencoba merangkul Venus di dalam mobil dalam perjalanan pulang.“Sudahlah, Gareth. Aku capek!” tolak Venus meski masih dengan suara lembut dan tak memaksa.“Kamu tak pernah seperti ini padaku. Kenapa kamu sudah tak mau bercerita lagi? Kamu bahkan tak pernah meneleponku lagi,” keluh Gareth mulai menyasar topik pembicaraan lain.“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Kamu yang tak pernah punya waktu untu
BHUK – sebuah pukulan mendarat dengan telak di wajah seorang pria bernama Oscar. Ia terjatuh di permadani di bawah kakinya dan terengah.“Dasar bodoh! Apa kau bahkan tak bisa mengatasi satu perempuan saja? Hanya untuk menakut-nakutinya saja kau gagal! Sekarang dia masih hidup dan liburan dengan si brengsek Moultens!” maki seorang pria yang merupakan bos dari Oscar. Oscar tak bisa membalas. Ia bangun dan berdiri kembali. Tangannya memegang rahangnya yang dipukul dengan tangan kosong oleh bosnya.“Aku tidak bisa berbuat banyak, Tuan. Dia terus ditempeli oleh pengawalnya itu!” jawab Oscar mencoba membela dirinya. Si bos langsung berbalik dan mendelik keras pada anak buahnya Oscar. Dan Oscar pun tak memiliki pilihan selain hanya menundukkan kepalanya saja. Ia tak mungkin membantah lagi.“Kenapa tidak bunuh saja pengawal itu? Sekarang dia malah memberikan penembakmu itu ke polisi!” tukas si bos masih marah-marah.&ldqu
“Pagi Pak!” sapa Kyle kala membukakan pintu mobil untuk Dion. Dion memicingkan mata menatap Kyle yang menyengir lebar dan bodoh. Entah apa yang ia lakukan semalam, pagi ini ia terlambat dan baru muncul kala mereka di bandara.“Kenapa kamu terlambat?” tegur Dion dengan sikap tegasnya seperti biasa.“Uh, semalam aku agak mabuk. Hehehe!” Kyle menyengir lalu spontan hilang saat Dion tak memberikan tanggapan apa pun. Ia menatap datar dan menggelengkan kepalanya.“Selama bertugas tak boleh minum alkohol, apa kamu tahu itu?” tukas Dion memberikan peringatan.“Tapi semalam aku libur, Pak ...” sanggah Kyle memberikan alasan tapi Dion masih mendelik padanya.“Mas Dion! Ayo!” pekik si cantik Venus tersenyum lebar pada Dion yang menoleh padanya. Kyle selamat dari semburan omelan Dion karena Venus Harristian sudah mengajak Dion untuk segera naik ke pesawat bersamanya. Dion mendehem dengan s
Dari pada melamunkan hal tentang Venus, Dion memilih untuk menepi sejenak menikmati indah dan hijaunya lapangan tembak di sebelah. Ia duduk di salah satu bench (bangku) yang disediakan untuk menonton. Lapangan tembak itu setara dengan lapangan latihan standar untuk pasukan khusus polisi dengan segala perlengkapan dan target yang dipasang saat diperlukan.“Untuk apa semua ini, hhhmm,” gumam Dion dalam hatinya. Ia menarik napas panjang dan merogoh ponsel pribadinya. Dion pun membuka galeri foto dan melihat-lihat isi di dalamnya. Entah mengapa jarinya membuka folder foto-foto kebersamaannya dan Laras. Mereka pernah mengadakan acara pertunangan yang sederhana dan manis.Terlihat foto Dion mencium sisi kening Laras yang tersenyum sambil memejamkan matanya. Rasanya saat-saat itu begitu indah di hidup Dion. Ia yang jatuh cinta pada Laras si adik kelas adalah yang pertama memintanya menjadi kekasih.Begitu cepat waktu berlalu dari seragam SMA berganti menjad
Dion makin membesarkan matanya. Apa yang sebenarnya tengah dibicarakan oleh Laras? Bagaimana dia bisa dengan cepat menuduh Dion berselingkuh?“Laras, aku belum ngomong apa pun! Kenapa kamu langsung bentak aku seperti itu?” tegur Dion mulai agak keras.“Huh, kamu pikir aku bodoh ya, Mas! Kamu bilang kerja padahal kamu selingkuh!” tuding Laras tanpa basa-basi sama sekali. Dion mencoba masih bersabar. Ia sudah berada di posisi mulai tak tahan dengan kondisi saat ini.“Laras, seharusnya aku yang tanya sama kamu! Apa kamu punya hubungan dengan laki-laki lain di belakangku selama ini?” tukas Dion membuat Laras jadi terdiam beberapa saat.“Apa maksud kamu? Kenapa kamu jadi balik nuduh aku? Harusnya aku yang marah!”“Kamu gak punya alasan marah sama aku!” Dion mulai menaikkan suaranya. Ia harus benar-benar mengatur napas dan tak kelepasan.“Kenapa ndak?”“Kenapa kam
Dion sudah seperti setengah pengasuh Venus hari ini. Ia menggendong Venus ke mana pun karena gadis itu tak mau memakai tongkat atau kursi roda.“Katanya gak boleh jalan kan?” Venus menekankan keadaannya pada Dion yang mengangguk. Ia mengalah dan melakukan apa saja yang diperintahkan Venus padanya. Sampai saat waktu istirahat pun, Dion tetap menggendong Venus ke kamarnya. Hanya saja saat di kamar ganti, ia tak ikut masuk.Akan tetapi, Dion tak melupakan tugasnya sama sekali. Ia tetap memeriksa seluruh isi kamar agar tak ada hal yang membahayakan Venus.“Mas Dion, aku sudah selesai!” ujar Venus memanggil dari dalam bilik ganti. Dion pun segera datang untuk menggendong Venus yang menyengir bahagia bisa terus dekat dengan pengawalnya.“Tempat tidur kamu sudah siap. Sebaiknya kamu istirahat,” ujar Dion saat meletakkan Venus di sisi ranjang.“Mas Dion akan tidur di sini kan?” tanya Venus dengan polosnya. Di
Bayangan seorang pria dengan pakaian kasual dan memakai kacamata hitam masuk membuat Dion makin menjauh dan berdiri. Sementara Venus yang ikut melihat lalu menghembuskan napas kesal sekaligus membuang pandangannya ke arah sebaliknya.Gareth Moultens masuk sambil membuka kacamatanya dengan kening mengernyit melihat Venus yang duduk di sisi kolam.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Gareth begitu ia tiba di dekat Venus. Venus sedikit menengadah dengan kening mengernyit keheranan. Pandangan Gareth beralih pada Dion yang berdiri saja tak tahu harus bersikap seperti apa.“Apa yang kamu lakukan di sini? Mengapa pakaianmu basah?” desak Gareth terlihat mulai curiga. Dion hanya memandang datar dan tak menjawab.“Dia menolongku!” sahut Venus menjawab pertanyaan Gareth. Gareth mengalihkan lagi pandangannya pada Venus yang masih duduk di pinggir kolam. Gareth pun bersikap manis seketika dan berjongkok untuk bicara pada Venus.&ld
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit