Menjelang sore, Dion menyelesaikan seluruh pekerjaannya secepat mungkin. Ia bahkan menunda untuk melakukan pengawasan produk agar ia bisa pergi.
“Apa sudah selesai?” tanya Dion setelah menandatangani dokumen terakhir.
“Untuk saat ini tidak ada, Pak,” jawab Beatrice pada Dion yang kemudian menutup pena dan menyimpannya.
“Kalau begitu aku harus pergi ...”
“Pak, kita harus melakukan pengujian produk sore ini!” ujar Kyle yang datang tiba-tiba. Dion langsung menaikkan pandangan dinginnya pada Kyle.
“Apa kamu tidak mendengar perintahku tadi pagi, Kyle? Aku bilang kita akan menundanya sampai besok, apa lagi yang belum jelas?” sahut Dion mulai meninggikan suaranya pada Kyle. Beatrice yang masih ada di sana tidak beranjak dari posisinya. Ia seperti tengah menyaksikan memburuknya hubungan Dion dan asistennya sendiri. Semakin lama, Dion dan Kyle seperti tidak nyaman lagi mengerjakan pekerjaan bersama
"Central park!" ucap Aldrich memberikan petunjuk tempat yang akan mereka tuju. Dion mengangguk tersenyum dan mengarahkan mobil ke salah satu taman kota terbesar di New York.Mobil itu tiba di central park dan memarkir dengan baik. Aldrich dan Dion lalu keluar untuk berjalan kaki ke dalam taman untuk menikmati pemandangan hijau sekaligus udara yang jauh lebih segar.Keduanya lantas duduk di sebuah bangku taman dengan kopi yang mereka bawa masing-masing."Kamu tampak lebih kurus," cetus Dion memulai pembicraan. Ia menyesap kopinya seraya tersenyum sekilas menoleh pada Aldrich. Aldrich ikut menghela napas panjang dan menatap kosong ke danau di depan mereka."Apa yang harus aku lakukan sekarang, Dion? Aku pikir kita akan melakukan double wedding!" ujar Aldrich dengan nada pasrah dan begitu sedih. Dion masih tersenyum dan menyandarkan punggungnya."Kamu harus lebih banyak bersabar, Ald." Aldrich menoleh pada Dion yang sudah agak mundur ke belakang dan m
Mobil Dion kembali lagi mengantarkan Aldrich ke NYU setelah mereka bicara panjang lebar sebelumnya. Setelah berhenti dan parkir dengan baik, Aldrich tersenyum dengan perasaan yang jauh lebih baik pada Dion.“Terima kasih.” Dion tersenyum lalu mengangguk lagi. Aldrich pun keluar dari mobil Dion lalu kembali masuk ke dalam bangunan kampus. Dion menjalankan kembali kendaraannya sambil sekali menengok pada jam tangannya.“Hmm ... Venus kepengen makan apa ya malam ini? Coba aku tanya dulu ...” Dion bergumam sekaligus mengambil ponselnya untuk menghubungi istrinya. Ponsel Venus tidak langsung diangkat oleh si pemiliknya melainkan oleh salah satu asisten Lori.“Apa Venus sedang sibuk?” tanya Dion sambil membelokkan kendaraannya.“Uhm, Nyonya Venus sedang ada di ruang meeting bersama produsernya, Tuan.” Dion pun mengangguk paham.“Uh, aku ingin membelikan sesuatu untuk Venus. Bisakah kamu menanyakan apa
Dion masih memandangi telapak tangannya yang mendapatkan sedikit jahitan dari klinik akibat terluka terkena sabetan pisau. Ia tengah berpikir tentang berbagai kemungkinan. Termasuk untuk apa sekelompok orang kulit hitam berpura-pura akan merampoknya. Apa yang sebenarnya disasar oleh orang-orang itu?“Aneh, kenapa mereka gak ambil dompetnya padahal sudah tergeletak di atas jalan? Gak mungkin mereka gak melihat,” gumam Dion mencoba menganalisis. Ia tengah berpikir untuk mengambil rekaman kamera pengawas. Mungkin jika Dion melihat lagi yang terjadi, Dion akan bisa menemukan jawabannya sekaligus menemukan pelakunya.“Mas Dion!” panggil Venus yang baru pulang dan langsung masuk ke kamar. Dion sedikit terkesiap melihat istrinya. Ia langsung tersenyum dan melebarkan pelukan untuk Venus yang membawa sesuatu di tangannya. Ternyata ia sudah lebih dulu menemukan kue yang dibawa pulang oleh Dion di kulkas sebelum Dion memberikannya.“Kamu baru
“Baik, tolong jangan emosi dulu! Bisa saja itu cuma gosip ...” Erik mencoba menenangkan Arjoona yang sudah terlanjur marah. sedangkan Dion yang belum tahu menahu tentang berita Aldrich hanya bisa terperangah. Rasanya seperti ada yang aneh. Apa mungkin Aldrich melakukan hal seperti itu?“Itu bukan gosip, Erikkson! Itu adalah kenyataan yang terjadi.”“Aku sudah memutuskan untuk menikahkan Chloe dan Heart Baxter dua minggu dari sekarang. Persiapannya akan dimulai besok. Maka aku butuh pengawalan ekstra untuk Chloe sampai waktu pernikahan tiba!” sahut Arjoona lagi. Dion masih terperangah tidak bisa bicara. Rasannya memang sangat aneh.“Erik, aku ingin kamu memberikan pengumuman ini pada seluruh anggota The Seven Wolves. Minta semuanya bertemu besok, aku akan memberitahukan tempatnya!” Arjoona pun berdiri dari posisinya lalu hendak berbalik pergi.“Tunggu dulu, Arjoona kita belum selesai! kamu mau ke mana?
Moultens Corporation menjadi salah satu dari tiga perusahaan yang dipanggil secara khusus oleh Winthrop Design & Contruction ke kantor mereka. CEO anak perusahaan itu yaitu Earth Lewis kemudian memisahkan ketiga perusahaan itu untuk menemui mereka di ruang rapat berbeda.“Selamat datang, Tuan Moultens. Terima kasih sudah menungguku,” ujar Earth pada Gareth yang sudah duduk di seberang meja.“Terima kasih, Tuan Lewis. Senang bisa bertemu lagi. Apa kabarmu selama ini?” sapa Gareth membalas dengan senyuman karena ia memang mengenal Earth selama dulu berpacaran dengan Venus. Earth adalah seseorang yang telah dianggap seperti Paman oleh Venus. Earth hanya menyunggingkan senyuman sekilas dan mengangguk.“Aku tidak ingin mengambil lama waktumu, Tuan Moultens.” Earth tidak menghindari menjawab pertanyaan Gareth tentang kabarnya dan langsung bicara pada poin pertemuan yang ditujukan.“Tentu saja. Terima kasih.&rd
Begitu mendengar kabar tentang Adiknya dari suaminya, Venus langsung bergegas pulang dari Winthrop ke rumah orang tuanya. Tanpa menyapa orang lain, Venus langsung mencari Chloe. Chloe berada di kamarnya tengah meringkuk menangis. Sementara pelayannya Jill, duduk di sudut ranjang sembari mengusap-usap kaki Chloe.“Chlo? Baby?” panggil Venus begitu ia masuk ke kamar Chloe. Buru-buru Venus memeluk Adiknya. Chloe masih menangis bahkan setelah dipeluk oleh Venus.“Sabar, Sayang! Let me see you ... are you okay?” Venus menegakkan wajah Chloe untuk melihat keadaannya. Chloe tampak begitu sedih namun yang ia lakukan hanyalah memeluk Venus.Venus hanya membiarkan Chloe menangis saja sampai ia tenang. Usai reda, Venus menjarakkan dirinya dari Chloe sambil memegang kedua pipinya.“Aku gak mau menikah dengan Heart, Kak! Aku harus bagaimana?” ujar Chloe dengan sisa isak dan pelupuk mata masih basah oleh air mata. Venus ikut kaget na
“Kita akan berangkat bersama-sama ke sebuah restoran tempat mereka akan bertemu ...” ujar Dion mulai memberikan petunjuknya.“Aku pikir mereka akan mengadakan pertemuan di rumahnya?” sahut Brema sedikit keheranan.“Dia memindahkan pertemuan itu di sebuah restoran yang sudah di booking. Asistenku Kyle yang memberitahukannya,” jawab Dion lagi seraya menunjukkan alamat yang dikirimkan oleh Kyle lewat pesan singkat. Brema pun mengangguk.“Ya sudah, ayo kita berangkat! Jangan sampai mereka menyelesaikan rapat itu dan kita tidak sempat bertemu!” ajak Ares lagi. Semua anggota berdiri dan berjalan meninggalkan ruang pertemuan menuju lobi parkir. Rei adalah yang terakhir. ia tengah menunggu kesempatan untuk bicara dengan Dion secara pribadi.“Mas?” Dion berhenti sejenak dan menghadap Rei.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Dion menarik napas panjang menatap Rei dengan pandangan serius
Dengan menyamar sebagai salah satu kru yang leluasa berlalu lalang di dalam studio tempat berlangsungnya pemotretan, Gareth Moultens berhasil mengelabui Edward yang berjaga di depan ruang ganti Venus Harristian. Sebelumnya sudah ada beberapa orang yang keluar masuk dengan bebas.“Kita akan bicara, Venus. Tanpa teriakan dan tanpa usaha untuk melarikan diri. Jika kamu masih melanggar aku hanya tinggal menyuruh orang-orangku untuk menarik pelatuk senjata mereka sekarang. Jangan teriak, kita akan bicara.”Gareth berhasil membekap Venus yang berusaha melarikan diri. Venus hanya bisa menggeram di balik telapak tangan Gareth. Ia tidak mengiyakan dan malah mencoba memukulnya namun tangannya ditangkap lalu dipelintir oleh Gareth dengan mudah. Gareth langsung mengeluarkan sebilah pisau dari balik jaketnya dan mengarahkannya pada perut Venus.“Jangan sampai benda ini menusukmu, Venus. Katakan iya ...” Venus mulai ketakutan. Ia memejamkan matan