Dion tak tidur semalaman. Ia tetap duduk bersandar di ranjang dengan kemeja putih tergulung dan celana hitam yang sama. Hanya jas dan dasinya sudah dilepaskan begitu pula dengan sepatunya.
Bagaimana ia bisa tidur setelah semalam berciuman dengan Venus dan itu nyata? Dion bahkan berkali-kali menjilati bibirnya dan rasanya masih bisa merasakan manis dan lembutnya bibir Venus padanya. Dion tak mengerti. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi padanya? Ia hanya ingin menjalankan tugas selama tiga minggu lalu pulang dengan uang 250 juta untuk biaya pernikahan. Tapi apakah ia masih layak menikah dengan Laras sekarang?
Di tangannya, Dion terus menggenggam ponsel pribadinya. Ia sangat ingin menghubungi Laras dan mengaku. Mengaku telah menyukai bahkan mencium wanita lain. Tapi bukankah itu hanya akan membuat Laras marah lalu membencinya?
Waktu sudah pukul lima pagi itu artinya sekitar jam enam atau tujuh petang di Jakarta. Laras pasti sudah pulang dari kantor. Dion pun mene
“Jadi begitu Dion. Saya sudah mengirimkan notice ke Kedutaan dan mereka akan mulai mengawasi kinerja kamu mulai hari ini. Setelah tiga bulan, kamu baru akan kembali. Posisi Kanit Dalmas akan diisi oleh perwira lain.” Dion hanya bisa memejamkan matanya mendengar seluruh penjelasan dari atasannya.Dion resmi ditugaskan di New York untuk mengawal Venus sampai tiga bulan ke depan. Ia diperpanjang dan posisinya sebagai Kanit Dalmas di Polsek akan diisi oleh perwira lainnya. Sementara Dion akan mendapatkan kenaikan pangkat sehingga saat ia pulang, ia bisa menempati posisi yang lebih tinggi nantinya.“Bagaimana, apa kamu mengerti?” tanya kepala polisi lagi.“Siap, Pak. Saya mengerti!” jawab Dion lagi.“Baik, kalau begitu. Selamat bertugas, selamat malam.”“Terima kasih, Pak!”Dion hanya bisa terpaku menatap layar ponselnya. Sekarang bagaimana caranya ia harus menjelaskan pada keluarganya d
“Mas Dion ngapain nelepon sekarang sih?” sahut Laras balik separuh memarahi tunangannya Dion yang tiba-tiba menelepon.“Aku kan janji mau menghubungi kamu semalam. Tapi aku ketiduran,” ucap Dion beralasan. Laras berdecap kesal dan masih melirik pada pria yang bersamanya tengah berdebat dengan petugas keamanan tentang siapa yang salah.“Lalu siapa yang bertanggung jawab ini? Mana gak punya SIM lagi!” sahut pria itu masih marah-marah pada dua anak remaja dan petugas keamanan.“Siapa itu? Kok ada rame-rame?” tanya Dion yang sayup-sayup mendengar suara ribut di sekitar Laras. Laras langsung membesarkan matanya karena selidikan Dion padanya. Ia agak sedikit gusar dan perlahan mundur untuk menjauh. Laras ingin agar bisa bicara dengan baik dan Dion tak mendengar ribu-ribut lagi.“Mas, aku ... aku kecelakaan!” lapor Laras begitu ia mendapatkan keleluasaan.“Apa!” sahut Dion kaget menai
“Hah!” pekik Dion begitu kaget mendengar Laras mengakui jika biaya reparasinya bisa sampai 50 juta.“Tapi kan kamu belum bawa mobil itu ke bengkel, Laras. Mana mungkin kamu bisa tahu jumlah uangnya,” tukas Dion mencoba membela diri.“Iya, Mas. Tapi kan harga mobil mahal begitu masa perbaikannya cuma jutaan ya gak mungkin dong! Palingan puluhan juta kan? Setidaknya aku sudah punya pegangan, begitu lho, Mas!” bujuk Laras masih bersikeras. Dion menghela napas panjang dan pada akhirnya mencoba memberikan jalan keluar.“Gini saja. Kamu bawa saja dulu mobilnya ke bengkel, nanti kasih tahu aku berapa biayanya. Aku kirim uangnya ke rekening tagihannya.” Mata Laras sontak membesar.“Mas Dion gak percaya sama aku?” sahut Laras dengan suara ketus.“Bukannya gak percaya. Kamu kan baru kecelakaan, aku ndak mau kamu makin stres. Lebih baik kamu telepon mobil derek buat bawa mobil itu langsung ke b
Dion memundurkan diri dan menarik tangannya. Sementara Venus sedikit melirik pada Dion sebelum berpaling pada Gareth yang membawanya sedikit menjauh dari mobil. Dion pun menutup pintu dan Venus masih berdiri bersama Gareth yang menyentuh pinggang Venus dengan sebelah tangannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Venus dengan nada rendah dan lembut seperti biasa. Tapi ia tak tersenyum. Venus sesungguhnya tak mengetahui jika Gareth ikut datang menemaninya ke pengadilan.“Menemanimu. Aku mencarimu selama dua hari. Aku menghubungi ponselmu tapi kamu mematikannya,” sindir Gareth halus. Ia tersenyum lagi dan memandang Venus dengan lekat.“Aku tidak boleh menerima telepon.” Gareth mengangguk mengerti.“Aku mencarimu ke rumah dan ke tempat orang tuamu. Ayahmu bilang kamu harus bersembunyi sebentar sampai sidang. Aku sangat khawatir, Sayang.” Gareth menunjukkan raut wajah cemas pada hal buruk yang bisa saja
Venus digandeng oleh Gareth keluar dari arah depan daripada arah samping seperti yang diinstruksikan Dion. Tapi Dion tak bisa berbuat apa-apa karena Gareth memintanya mundur dan menurut.“Bawa saja mobilnya ke lobi! Bukannya sama saja!” tukas Gareth ketus memerintah Dion. Dion tak mau bertengkar dan menurut saja. Ternyata di depan gedung pengadilan para reporter sudah berjejal ingin mengambil foto dan berita tentang Venus. Kini publik mengetahui jika Venus adalah saksi kunci pembunuhan konglomerat Edgar Luther.Venus kaget dan sempat menolak tapi Gareth langsung merangkulnya dan mengajaknya untuk pamer kemesraan.“Sayang, mereka sudah menunggu kita!” sahut Gareth sambil tersenyum.“Apa yang kamu lakukan? Kenapa banyak reporter di sini?” tanya Venus dengan nada khawatir.“Mereka tengah meliputmu!”“Apa kamu yang mengundang mereka?”“Tidak, aku baru tahu jika mereka di si
Dalam kekalutan itu dan jantung Dion mau copot saat Rei Harristian masuk ke kamar adiknya. Ia nyaris memergoki Venus berduaan dengan Dion jika saja bukan karena jarak dari pintu ke ranjang agak jauh dan tak langsung menghadap ranjang.“Oh ada Mas Dion?” sapa Rei dengan raut polos tanpa berpikiran aneh. Dion tersenyum aneh dan mengangguk.“Saya keluar dulu. Selamat malam, Nona!” Dion separuh panik berbalik mengambil bunga dan kartunya lalu mengangguk lagi pada Rei yang dilewatinya buru-buru. Rei sempat memicingkan matanya curiga saat dilewati Dion. Matanya mengikuti ke arah Dion yang keluar dari kamar Venus tak lama kemudian. Saat Rei kembali melihat pada Venus, adiknya itu menyengir polos seakan tak bersalah.Dion mengurut dadanya dan bernapas lebih lega. Ia memejamkan mata sambil bersandar di dinding mencoba menenangkan diri. Bunga dan kartu itu berhasil membuat Dion tersenyum lagi sambil memandangnya. Tiba-tiba Dion ingat sesuatu. Rasan
“Apa, Mas!? Ngapain Mas mau ngomong sama Mbak Sisca?” sahut Laras terdengar panik. Dion terpaku beberapa saat menahan kekesalan di hatinya. Ia tak pernah mengalami masalah seperti ini sebelumnya. Dion cukup kecewa dengan cara Laras. Rasanya dulu ia tak seperti ini sama sekali. Laras gadis yang baik.“Kamu kenal sama Sisca kan?” todong Dion lagi. Entah di belakangnya, tapi Dion tak pernah memperkenalkan Sisca pada Laras sama sekali.“Uhm ... k-kenal, Mas. Kok Mas Dion tanya begitu?” Laras mulai terdengar gugup menjawab pertanyaan Dion. Dion masih memberikan sedikit jeda sebelum bicara lagi. Tapi tekuknya mulai berat. Ia benar-benar bersabar dan mencoba melihat dari berbagai sisi. Mungkin ada hal yang memang disembunyikan Laras darinya.“Kapan kamu kenal Sisca?” tanya Dion lagi dengan nada rendah dan mulai curiga.“Kenapa Mas malah tanya itu? Dari mana Mas tahu kalau aku minjem mobilnya Mbak Sisca?&rdquo
“Mas Dion kelihatan sedih. Apa ada yang terjadi?” tanya Venus pada Dion yang akhirnya memilih duduk bersila di lantai berhadapan dengan posisi tidur menyamping Venus. Dion berusaha tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tapi mata tak bisa berbohong. Dan Venus yang sudah bisa menangkap hal itu kembali mendesaknya untuk bicara. “Mas Dion kan sudah janji akan bicara sama aku kalau ada masalah apa pun. Jika aku tidak bisa bantu, setidaknya Mas bisa lebih lega dengan bercerita. Aku akan mendengarkan,” sambung Venus lagi dengan suara lembutnya yang menghangatkan hati Dion yang gundah. “Aku malu cerita sama kamu. Ceritaku ndak bagus,” jawab Dion merendah dan menundukkan wajahnya. Venus mendengus pelan dan tersenyum kembali. “Hidup ini selalu memiliki cerita yang gak bagus, Mas. Gak selamanya semua hal itu isinya hanya bahagia. Contohnya aku. Orang pasti berpikir jika aku adalah penyanyi terkenal yang hidupnya enak, kaya raya bergelimang harta dan punya banyak pengge
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit