Dion sedang mengendarai mobilnya hendak pulang ke kediamannya. Sudah setengah jalan dan akan tiba sekitar lima belas menit lagi, ponsel Dion berdering. Dion memeriksa dan ternyata yang menghubunginya adalah Laras. Dion pun menepi dan menoleh lagi pada layar ponsel yang diletakkannya di atas tempatnya di dekat kemudi.
Hidup jadi penuh was-was begitulah yang dialami oleh Dion saat ini. Usai tak berhasil meminta putus dari orang tua Laras, Dion jadi menghindari Laras sebisa mungkin.
“Mampus aku!” gumam Dion menunggu sampai Laras berhenti menghubunginya. Setelah tak ada lagi deringnya, Dion mengambil ponselnya dan membukanya. Ternyata sudah ada satu pesan dari Laras bahwa ia sudah menunggu untuk di jemput dan akan ke rumah Dion hari ini.
“Aduh, tuh kan! Ckckck ... bagaimana ini? Dia pasti ke rumah! Ah, hidup kok kayak dikejar pinjol!” gerutu Dion kembali melajukan mobilnya. Ia memperlambat mobil begitu akan tiba tapi tak berhenti melainkan me
“Jadi bagaimana? Apa tanggapan orang tuanya Laras!” tanya Pak Dhe Halim menarik Dion ke dapur dan berbicara dengannya diam-diam sementara seluruh anggota keluarga tengah berkumpul di meja makan.“Aku malah diusir, Pak Dhe. Mereka sudah tahu lebih dulu. Laras mengaku sama orang tuanya. Aku yo ditikung diperempatan! Kalah cepet!” gerutu Dion dengan kesal.“Lah, iki bocah! Ya kamu tikung lagi!” celetuk Pak Dhe Halim membuat Dion tersenyum sekilas.“Jadi bagaimana? Mbah mu sudah ngomong sama gereja. Sudah dapat tanggalnya! Nanti kamu jadi menikah sama Laras!” Dion menghela napas panjang dan berat. Wajahnya benar-benar lesu.“Aku yo koyo ngono iki, Pak Dhe. Nasibku, malang!” keluh Dion pelan menyesali yang terjadi. Pak Dhe Halim menepuk-nepuk punggung Dion memberikannya semangat.“Jangan putus asa begitu. Pasti ada jalan keluarnya!”“Mbok ya bantuin aku, ngomong sama si
“Aku dan Rei sedang mengusahakan cara lain. Dengar, visa bekerjamu masih berlaku sampai empat bulan ke depan. Jadi aku menghubungi pihak kedutaan dan mereka menawarkan sebuah posisi bagus untukmu. Kami sedang mengusahakannya tapi kamu malah tiba-tiba pulang!” tukas Andrew masih memarahi Dion dengan kesal.Dion menarik napasnya agak panjang dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangannya sembari menelepon.“Posisi itu sedang dicari dan aku sudah memberikan rekomendasiku pada mereka. Mereka memang akan melakukannya secara tertutup dan kamu bisa masuk menjadi salah satu kandidat!” sambung Andrew lagi.“Sekalipun aku masuk, aku tetap harus pulang. Aku memiliki seorang Nenek yang harus aku jaga. Dia satu-satunya yang aku miliki saat ini. Dan dia terkena serangan jantung, itu sebabnya mengapa aku buru-buru pulang,” jawab Dion mencoba menyela meski ia tak terdengar kesal.“Aku benar-benar minta maaf atas kepulanganku yang
“Kamu ngapain, Mas?” tegur Laras mengejutkan Dion yang tengah menonton video Venus yang tengah mabuk lalu mengoceh dan menyumpahi dirinya. Dengan cepat, Dion langsung mematikan dan menyimpan ponsel dalam saku celana.“Bukan apa-apa. Aku harus ... uhm, ketemu anggotaku dulu. Kamu makan saja duluan!” ucap Dion mencari jalan untuk langsung keluar dari ruangannya. Kening Laras mengernyit melihat sikap Dion yang langsung berubah aneh kala ia menerima pesan di ponselnya. Dion pun langsung keluar ruangan tanpa menunggu tanggapan dari Laras.“Mencurigakan banget sih jadi orang! Jangan-jangan dia masih berhubungan sama penyanyi gatel itu!” gerutu Laras kesal. Ia ikut bangun dan berjalan ke arah pintu berniat untuk mengekori Dion. Ternyata Dion sudah menghilang tak tahu ke arah mana ia pergi. Dengan kesal dan dongkol, ia menutup pintu lagi.Dion berjalan ke arah belakang kantor melewati beberapa kendaraan yang biasa digunakan oleh anggo
Sambil mengetukkan sedikit jemarinya di atas meja, Venus tengah menunggu seseorang.“Maaf Sayang, aku terlambat!” ucap Andrew yang baru datang menyapa Venus. Ia langsung duduk dan menyengir di sebelahnya. Venus yang berbalik pada Andrew lantas memasang wajah kesal paling tidak bersahabat pada Andrew yang sudah terlambat satu jam dari janji. Di luar sedang hujan dan mereka bertemu di salah satu sudut kafe di Manhattan.“Kamu terlambat satu jam!” sahut Venus kesal.“Aku tahu, aku minta maaf! Biar aku yang traktir. Kamu mau makan apa?” balas Andrew dengan tanpa rasa bersalah.“Aku sudah memesan!” tegur Venus pada Andrew yang terlanjur memanggil pelayan.“Oh, baiklah! Satukan saja pesanan kami!” pesan Andrew pada pelayan yang datang. Venus jadi menggelengkan kepala tak percaya dengan cara Andrew.“Sekarang berikan videonya, Andy! Aku harus segera pergi!” Andrew menoleh pada
“Dan ... Komandan tahan!” ujar Jasman memegang Dion yang terlihat begitu emosi kala melihat Rico. Peter yang ikut menghalangi bahkan memasang sikap tubuh menantang pada Rico.“Dion ... kita harus bicara! gue minta maaf!” ucap Rico masih mencoba membela diri.“Gak perlu minta maaf. Aku gak akan pernah memaafkan kamu. Kamu sudah mengkhianati kepercayaanku!” tukas Dion hampir kehilangan kendali pada dirinya sendiri.“Heh, mending lo pergi deh! Jangan sampe ada keributan di sini!” usir Peter mulai ikut campur.“Ini gak ada urusannya sama lo!” seru Rico membalas Peter.“Lo berurusan sama anggota Polisi, tau gak?!”“Gue gak takut!” sahut Rico makin menaikkan suaranya. Dion yang sudah tak sabar melepaskan diri dari Jasman dan menerobos untuk bicara di depan Rico.“Dari pada kamu minta maaf sama aku, akan lebih baik kalau kamu terusin hubungan terlarang
Usai sidang yang berakhir cukup ricuh, Hakim memutuskan untuk mengakhiri dan menunda. Venus yang semula bersaksi, kini dikawal ketat keluar dari gedung pengadilan. Puluhan polisi berjaga dan Venus tak dilepaskan oleh Rei dan Andrew sama sekali. Aldrich juga mengawal di belakang meski dengan lengan masih disangga karena luka tembak di bahu.Venus masuk ke dalam mobil yang sama dengan Rei, Andrew dan Aldrich. Sementara Kyle yang menjadi kepala pengawal ikut berada di bangku penumpang depan untuk mengatur arus keluar mobil.“Minumlah!” ujar Aldrich memberikan air minum dalam botol kemasan pada Venus. Venus tersenyum dan mengangguk sambil menerima botol itu. Ia minum untuk lebih menenangkan diri.“Terima kasih, Ald!” Aldrich mengangguk dan mengambil kembali botol itu untuk meletakkannya pada tempatnya.“Kita ke apartemenmu, Rei!” pinta Andrew dan Rei pun mengangguk. Rei lalu meminta Kyle untuk mencari jalan menuju apartemen
Jasman masuk ke ruangan Dion membawa beberapa dokumen. Di dalam ruangan itu, sudah ada Peter yang hari ini juga bekerja bersama Dion.“Gimana?” tanya Dion pada Jasman yang baru saja bertemu dengan Kabag Sumda yang menerima pemberkasan pengajuan sidang BP4R (Badan Pembantu Penasehat Perkawinan Perceraian dan Rujuk) untuk melihat sejauh mana kelengkapan syarat pernikahan.“Gila Dan, semuanya lengkap! Bapaknya sendiri yang ngurus, udah pasti dari perwira tinggi di Polda ini yang keluarin semua syarat administrasinya!” jawab Jasman memberikan catatannya.Orang tua Laras mengurus langsung segala kelengkapan administrasi sebelum sidang dilakukan.“Syarat kesehatan dan psikotes?” tanya Peter ikut menimpali.“Beres! Gak ada cacatnya, justru punya Komandan Dion yang kurang beberapa berkas kayak foto bergandengan calon suami dan istri menggunakan baju dinas, dokumen N3 tentang persetujuan mempelai, terus ada beberapa
“Kalian ndak perlu membela dia. Dion itu harus disadarkan dari kesalahannya. Jangan sampai dia berharap untuk kembali bekerja sama keluarga itu lagi. Aku ndak akan rela, aku ndak sudi!!” tegas Mbah Lastri pada anak dan menantunya.“Kalau Dion masih memaksa untuk membatalkan pernikahannya, dia ndak perlu datang pada acara penghiburanku nanti. Ndak perlu angkat peti matiku, aku ndak akan ijinkan!” sambung Mbah Lastri lagi dengan tegas.“Jangan begitu, Bu. Jangan ngomong seperti itu!” isak Dewi lalu memeluk ibunya. Mbah Lastri ikut menangis meskipun ia masih emosi.“Ibu ndak boleh bicara yang jelek-jelek. Nanti kalau kejadian, semuanya jadi bersedih, ya Bu. Sudah jangan bicara lagi. Kami semua sangat sayang sama Ibu!”” bujuk Dewi lagi tak kuasa dengan omongan sang ibu.Halim pun hanya bisa menghela napas panjang dan tidak bisa berkata apa-apa. Untuk saat ini tidak ada yang bisa membuat sang nenek luluh da
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit