Gilang yang menyadari bahwa kedua pembunuh bayaran itu semakin mendekat ke arahnya mulai mengambil posisi dengan mencari tempat yang jauh lebih aman. Lelaki itu terseok-seok membawa langkah kakinya yang terasa berat dan tangannya yang sakit bukan kepalang."Sepertinya di bawah jembatan itu aman." Gilang menyeret langkahnya menuju jembatan yang terletak tak jauh dari persembunyiannya yang pertama. Ia berharap para pembunuh bayaran itu tidak berhasil menemukannya.Sementara itu, Gio dan Alan sudah meluncur menuju lokasi di mana tadi Gilang kirimkan. Mereka bergerak dengan begitu cepat karena khawatir jika pembunuh bayaran yang dimaksud oleh Gilang adalah anak buah Alea yang ingin menuntut balas atas kekalahannya."Gua nggak akan pernah memaafkan diri gue sendiri kalau sampai terjadi apa-apa pada Kak Gilang." Gio mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menatap lurus ke depan.Alan yang berada di sampingnya hanya mengusap punggung Gio dengan tegap. Dia tahu sahabatnya itu pasti merasa tera
"Kita benar-benar tidak bisa menginterogasi siapapun saat ini." Alan menatap ketiga mayat yang berada di hadapan mereka.Gilang yang mendengar suara tembakan sedari tadi memutuskan untuk berjalan dengan mengendap-endap menuju asal suara tembakan. Ia sangat khawatir jika yang tertembak tersebut adalah Gio atau teman-temannya."Gio. Apa kalian baik-baik saja?" Gilang terkejut ketika melihat Gio yang tengah duduk bersama teman-temannya di depan 3 mayat yang bergelimpangan.Lelaki itu terkejut ketika melihat dua orang mayat lainnya adalah dua orang pembunuh bayaran yang tadi mencarinya sampai ke dalam hutan."Kalian menembak mereka? Ini sangat berbahaya. Kita bisa terkena jalur hukum." Gilang mengusap kasar wajahnya saat melihat mayat yang bergelimpangan di hadapannya.Gio menggeleng perlahan. Lelaki itu mendekati kakaknya dan memperlihatkan pistol yang berada di tangan Alan dan juga tangannya."Bukan kami yang menembaknya Kak. Ada orang lain yang menembaknya dan mereka melakukan serangan
Risa mengusap kasar wajahnya. Kekhawatiran akan pembalasan Alea terbayang-bayang di pikirannya membuat perempuan itu memperlihatkan wajah gelisah yang bisa ditangkap oleh Amira."Apa yang terjadi Bunda? Apa perempuan iblis itu ingin balas dendam pada Ayah?" Amira yang masih teringat-ingat bagaimana kejahatan Alea yang telah membawa Bundanya pergi menuju laut dan membawa Amira pergi ke suatu tempat, tentu saja tidak pernah bisa melupakan apa yang sudah terjadi kepada mereka."Bunda juga tidak tahu sayang. Tapi mudah-mudahan tidak terjadi hal yang buruk kepada Ayah dan juga Daddy," sahut Risa penuh harap.Risa pun mengajak Amira masuk ke dalam rumah untuk menunggu di dalam saja dengan hati yang dipenuhi rasa cemas.Bagaimanapun, Risa masih sangat takut jika Alea kembali beraksi dan menghancurkan rumah tangga mereka, mengingat sampai saat ini tak ada satupun orang yang tahu di mana keberadaan perempuan itu. Selain itu Risa juga tahu jika Alea adalah seorang perempuan yang sangat licik da
Risa hanya mampu menatap kepergian Gilang dengan perasaan yang tidak menentu. Perempuan itu memang tidak bisa menyanggah perkataan suaminya, sekalipun suami yang teramat sangat dicintainya saat ini bukanlah lagi sosok Gilang yang begitu dingin dan tidak perhatian padanya."Mudah-mudahan Kak Gilang benar-benar menabrak seseorang dan dia harus bertanggung jawab. Bukan karena ada masalah yang sangat serius sehingga dia harus meninggalkanku." Risa bergumam seorang diri sambil berlalu meninggalkan halaman rumah dan menutup pintu dengan rapat.Sementara itu, Gio ikut mendampingi Gilang mendatangi kantor polisi untuk memberikan kesaksian. Pemuda itu juga ditemani oleh Alan sebagai saksi yang juga cukup kuat di dalam kasus tersebut."Pokoknya aku minta kepada kalian jangan sampai takut dengan apapun yang terjadi di sana nanti. Pengacara aku pasti akan membantu kita." Gilang berkata dengan mantap kepada Gio dan Alan.Kedua pemuda itu mengangguk dengan mantap. Mereka memang sedikitpun Tidak per
Gio hanya menghela napas panjang mendengar perkataan kakaknya. Dia memang tidak pernah bisa membantah ucapan Gilang. Sama seperti halnya dengan Risa. Mereka semua patuh pada ucapan Gilang karena Gilang adalah kepala keluarga yang begitu keras kepala."Apa salahnya kalau mereka menjalin hubungan, Kak? Apa Kakak memang tidak setuju jika Gio berjodoh dengan Dela?" Risa menatap punggung Gio yang menggandeng tangan Amira yang perlahan hilang di balik pintu rumah.Gilang yang tengah mengunyah makanan langsung menghentikan mengunyah makanannya. Lelaki berkacamata itu menatap Risa dengan seksama."Kakak tidak pernah melarang Gio menjalin hubungan dengan siapapun. Apalagi kakak tahu Dela adalah perempuan yang baik. Tapi masalahnya, Gio dan Dela masih terlalu muda dan mereka belum selayaknya Untuk menikah.""Mereka bisa menjalin hubungan dengan berpacaran terlebih dahulu.""Aku tidak mau mereka menjalin sebuah hubungan yang disebut dengan Cinta monyet ataupun cinta di kantor. Aku tidak ingin ji
"Gi, lo suruh satpam mencari jeruk nipis dan antar ke ruangan gue." Gilang akhirnya menghubungi Gio untuk mencari jeruk nipis yang diminta oleh Risa.Gio sedikit mengernyitkan keningnya. Selama ini dia tidak pernah mendengar Gilang menyukai buah yang terkenal sangat asam itu."Buat apaan sih jeruk nipis? Aneh-aneh aja deh." Gio menggerutu sambil menghampiri salah seorang satpam dan meminta satpam itu untuk membeli jeruk nipis seperti yang dipesankan oleh Gilang.Tak berapa lama, satpam tersebut datang dengan membawa sekantong jeruk nipis yang langsung dibawa oleh Gio ke ruangan Gilang."Buat apaan sih buah yang asam banget ini. Gua lihat dia aja ogah." Gio meletakkan sekantong jeruk nipis ke hadapan Gilang.Risa yang sudah merasakan Air liurnya menetes langsung menyambar jeruk nipis tersebut dan membawanya ke sudut ruangan yang ditutupi dengan pintu yang warnanya sama dengan ruangan tersebut."Kamu ngapain sayang?" Gilang menahan pergerakan tangan Risa karena dia tidak ingin jika samp
"Sayang, kepalaku rasanya gatal banget. Bisa nanti kamu bantu keramasin rambutku?" Gilang bertanya kepada Risa saat Risa baru saja bangun dari tidurnya."Bisa dong. Nanti kita cuci rambutmu sampai di rumah."Risa menghampiri Gilang dan mencoba melihat kepala suaminya itu apakah benar-benar sudah kotor atau tidak."Gatal banget loh sayang. Aku benar-benar merasa nggak nyaman. Apa sebaiknya kita pulang sekarang saja?" Gilang kembali menggaruk kepalanya dengan begitu kuat membuat Risa khawatir jika kepala suaminya itu lecet."Ya udah deh, kita pulang sekarang aja untuk membersihkan kepalamu." Risa pun membereskan meja kerja Gilang karena dia tahu suaminya itu tidak bisa melakukan perbuatan apapun dikarenakan satu tangannya yang masih diperban.Sepasang suami istri itu berjalan dengan mesra menuruni lift dan berjalan menuju mobil di mana Pak Sapto sudah menunggu."Apa sebaiknya kita langsung menjemput Nona Amira saja? Kebetulan sekarang jadwal Nona Amira pulang sekolah," ujar Pak Sapto Se
Risa yang tidak bisa melihat Gilang bersedih memutuskan untuk menuruti permintaan suaminya. Perempuan itu meminta bantuan Amira untuk mengambilkan shampo di kamar mereka.Gilang meminta rambutnya dicuci dengan memakai air keran yang disalurkan melalui selang yang memiliki penyaring."Jangan ngaco dong, Kak. Masa kepala Kakak dicuci pakai air selang sih?" Risa sedikit menyungut karena tidak setuju dengan permintaan Gilang."Kalau dicuci pakai air keran, rambut ini pasti akan bersih dan kuman-kumannya akan berjatuhan." Gilang membaringkan tubuhnya yang sudah tidak memakai baju di atas sebuah meja yang disiapkan oleh Pak Sapto.Risa hanya menghela napas panjang. Dia pun mengikuti permintaan Gilang Untuk mencuci rambutnya dengan memakai selang yang juga sudah disiapkan oleh Bik Ijum dan Mbak Asih."Amira mau lihat Bunda mencuci rambut Ayah." Amira duduk di samping Risa dan membantu ibunya memijat-mijat kepala Gilang dengan lembut."Enak banget sayang pijatanmu. Kalau begitu, Setiap hari a
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka