Pagi yang cukup cerah. Matahari bersinar dengan begitu hangat sehingga sinarnya menerpa permukaan kolam ikan koi yang terletak di sudut pekarangan rumah. Risa berdiri di balkon kamar untuk menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Menurut dokter, hangat sinar matahari pagi memberikan kekuatan dan energi pada orang sakit sepertinya.Risa melihat dari atas balkon, Amira tampak sedang asyik bermain dengan asisten rumah tangga. Dia bahagia setiap kali melihat gadis kecil itu tersenyum bahagia. Sejujurnya Risa ingin tahu banyak tentang ibunya Amira. Dia ingin tahu banyak tentang perempuan yang bernama Mega itu. Tapi dia tidak mungkin mempertanyakan hal ini kepada Gilang Karena dia tahu Gilang pasti akan marah. Pagi ini, kondisi Risa jauh lebih membaik. Dia sudah mampu berdiri dan menyiapkan pakaian kerja Gilang. Ini bukan kali pertama selama Risa menjadi istri Gilang, menyiapkan pakaian kerja Gilang. Risa menaruh pakaian itu diatas ranjang dan membuatkan kopi untuk suaminya, lalu meletakka
"Katakan!" Jawab Gilang singkat."Lepaskan Tante Tika, aku mohon." Risa menatap Gilang dengan penuh permohonan."Tidak." Gilang mendekap Risadengan erat."Tidurlah!" Gilang berbisik di telinga Risa."Tapi, Kak ...." Risa menatap tubuhnya yang dipeluk erat oleh Gilang. Dia ingin protes, tapi Gilang menarik selimut dan menutupi tubuh mereka."Aku akan memelukmu sepanjang malam. Jangan takut." Gilang berbisik sambil mengeratkan pelukannya.Risa pun tertidur dengan nyaman seakan ada yang menjaganya dengan kekuatan super.***Risa berada di sebuah ruangan operasi dengan bunyi komputer dan alat-alat kesehatan lainnya. Dia melihat seorang dokter melakukan operasi padanya dan dari luar sana dia melihat Om Herman menangisinya dengan banjir air mata.Saat Om Herman sedang menangis menatapnya dari luar ruang operasi, tante Tika tiba-tiba muncul dengan wajah merah padam. "Mas, apa yang kamu lakukan?" Tante Tika melempar sebuah kertas kepada Om Herman.Om Herman terbelalak karena Tante Tika memba
Pagi yang cerah, Risa menggeliat kecil saat sinar matahari menerobos masuk melalui celah ventilasi kamar dan menyilaukan matanya yang masih terpejam. Perempuan itu meraba samping ranjang dan tidak mendapatkan Gilang berada di sampingnya. Risa pun melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.Risa menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka dan terkejut melihat Gilang yang sedang memakai handuk masuk ke dalam kamar. Gadis itu terkesiap karena Gilang tidak memakai pakaian dan hanya mengenakan handuk saja. Lelaki bermata elang itu kemudian mengambil pakaiannya di dalam lemari."Kenapa Kakak tidak bangunkan aku?" tanya Risa. Gilang menoleh sesaat, lalu menerbitkan senyum di wajahnya. Dia pun berjalan ke arah ranjang dan mengusap kepala Risa dengan lembut."Kamu belum sembuh total, jadi aku tidak ingin membangunkan tidurmu yang sedang nyenyak," sahut Gilang seraya mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk kecil."Kakak mau ngapain?" tanya Risa saat melihat K
Keadaan Risa perlahan sudah mulai benar-benar pulih. Gilang mengizinkan Risa kembali mengerjakan pekerjaan rumah termasuk memasak dan membuatkan sarapan pagi untuknya.Pagi itu, sebelum Gilang berangkat ke kantor, Risa meminta izin padanya untuk pergi mall bersama Kak Vani.Awalnya Risa mengira kalau Gilang tidak akan mengizinkannya untuk pergi kemanapun, tapi ternyata Gilang menyetujui istrinya itu bergabung bersama teman-teman karena menurut Gilang, Risa memang harus rajin menjalin komunikasi dengan para wanita sosialita itu.Risa pun membuat janji dengan Vani untuk belanja di Mall dekat kantor Kak Gilang. Vani menjemput Risa kerumah dengan mobilnya. Mereka berbelanja bersama teman-teman komunitas. Sebenarnya Risa tidak terbiasa, tapi Gilang memaksanya untuk ikut Vani hang out atau shopping. Katanya supaya Risa tidak stres di rumah. Gilang memberikan Risa kartu ATM miliknya."Risa, kamu harus beli tas ini deh. Ini limited edition, loh." Vani menyodorkan sebuah tas berharga puluhan
Pagi ini, Risa dan Gilang memantapkan niat mereka untuk menyekolahkan Amira di sekolah taman kanak-kanak di dekat kantor Gilang."Kamu yakin ingin menjaga Amira di sekolah? Kalau memang keberatan, biar Mbak Asih saja ia menunggui dia di sekolah," tanya Gilang."Sangat yakin, Kak. Kebanyakan ibu-ibu yang menunggu anaknya di sekolah. Aku tidak mau kalau Amira merasa bahwa dia tidak memiliki Ibu sehingga dijaga oleh seorang babysitter." Risa menyahut dengan penuh kemantapan.Hari itu Risa sudah memakaikan Amira seragam yang sudah mereka beli di mall kemarin siang. Dia sangat bahagia melihat Amira memakai seragam taman kanak-kanak yang berwarna biru putih tersebut."Apa sekolah tersebut memiliki seragam seperti ini?" Gilang bertanya kepada Risa saat melihat Risa memasangkan dasi dan topi kepada Amira."Aku nggak tahu, Kak, tapi menurut teman-teman kemarin kebanyakan sekolah di Jakarta memakai seragam seperti ini untuk seragam nasional. Kalau ternyata nanti sekolah itu memakai seragam yang
"Gading, aku seperti pernah mendengar nama itu. Akh, aku lupa. Di mana aku mendengar nama itu." Risa memijat pelipisnya agar bisa mengingat di mana Dia pernah mendengar nama Gading.Risa lanjut membaca Akte kelahiran. "Lahir tanggal sepuluh bulan Januari tahun Dua Ribu tujuh Belas. Anak pertama dari Ayah Gading Eka Adiguna dan Ibu Mega Naomi."Risa semakin membelakkan mata. "Jika akte kelahiran berbunyi seperti ini. Apakah ini berarti Amira bukan anak Kak Gilang?" Risa kembali bergumam di dalam hati sambil menoleh ke arah Amira."Bunda, Kenapa lama sekali Bunda memeriksa mapnya? Ada yang tertinggal?" Ucapan Amira membuyarkan lamunan Risa. Gadis itu pun segera tersenyum pada Amira."Nggak apa-apa, Sayang. Bunda hanya mengingat beberapa hal yang Bunda lupakan," sahut Risa tergelagap.Risa memasukkan kembali berkas-berkas itu ke dalam map berwarna biru. Pikirannya benar-benar berkelana. Tidak ada nama Gilang di akte kelahiran Amira. Apa itu berarti Amira bukan anak Gilang? Lalu, mengap
Risa menggandeng Amira berjalan memasuki sebuah ruangan bertuliskan CEO. Mereka pun segera mengetuk pintu.Tokk tokk tokk"Masuk," Suara bass itu mengizinkan mereka masuk. Risa menggandeng tangan Amira masuk ke ruangan yang bertuliskan 'CEO'.Risa melihat Gilang duduk di kursi kebesarannya. Dia terlihat tampan berada di sana. Lebih tepatnya terlihat lebih berwibawa dan berkharisma.Ruangan Gilang cukup luas untuk ukuran seorang CEO. Di dalamnya ada sebuah sofa yang terletak di sudut ruangan. Ada juga beberapa rak buku yang terletak di sudut ruangan lainnya. Sedangkan meja kerja Gilang terletak di ujung sudut yang menghadap ke arah sofa."Ayah ..." Amira berhambur memeluk Gilang dengan riangnya."Hallo anak Ayah. Gimana sekolahnya?" Gilang menjawil hidung Amira dengan gemas."Amira punya banyak teman dan ibu guru yang cantik banget lho, Yah." Amira berujar dengan nada manja."Cantik?" Gilang menatap Risa sekilas."Iya, cantik. Tapi sama bunda, lebih cantik bunda." Amira tersenyum meman
Tentu saja Risa tidak mengizinkan Dela untuk tinggal bersama Tante Tika lagi. Kehidupan Dela tinggal di apartemen, jauh lebih baik. Lagi pula, rahasia tentang adopsi Dela sudah terbongkar. Tante Tika tentu tidak akan bersikap manis lagi pada Dela. Lagipula sebelumnya Tante Tika sudah bersikap jahat pada Della. Apalagi saat ini Om Herman sudah tidak ada lagi di dunia.Namun, Risa tidak tega jika Tante Tika terus berada di dalam penjara. Dia kasihan melihat Tante Tika yang nantinya akan mendapat masalah dari tahanan lainnya. Risa pun dilema."Kalau nggak mau, berhentilah merengek." Gilang menutup laptopnya, lalu beranjak menuju ranjang, dan memejamkan matanya."Tapi Kak." Risa memegangi tangan Gilang dengan tetapan memohon."Mendekatlah." Gilang memanggil Risa dengan menggunakan jari telunjuknya.Risa segera mendekati Gilang, lalu mendekatkan wajahnya. Seperdetik kemudian, Gilang melabuhkan ciuman di Bibir Risa dan melumatnya dengan lembut."Tidurlah. Ini sudah malam." Risa menepuk-nepu
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka