"Aku harus mencari cara untuk terbebas dari gadis aneh ini!" tekad Reynold yang sungguh merasa aneh dengan menempelnya gadis polos itu padanya hari ini.Pemuda yang jika dilihat dari luar tampak tidak peduli dengan keberadaan gadis yang mengekor padanya itu sebenarnya sangat menghiraukan keberadaannya sehingga membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Wendy hanya memasang senyum polosnya pada pemuda tampan yang belakangan ini terasa aneh menurutnya."Apa yang sedang dipikirkan pemuda itu sekarang? Apakah dia sedang merencanakan sesuatu? Aku tidak boleh lengah, tidak boleh membiarkan dia pergi begitu saja, karena Aku sudah bertekad untuk menempel pada pemuda itu selama seharian ini, jadi Aku tidak boleh gagal lagi!" Wendy sudah sangat bertekad mengingat sebelumnya tekadnya ini gagal dilaksanakan karena waktu itu Chris tiba-tiba datang ke apartement-nya.Reynold menutup buku di tangannya, lalu beralih pada gadis yang duduk tak jauh darinya. Wendy duduk dengan tegak setelah melihat pemuda di
Sepualang dari kampus dan mengantar Lisa pulang, Reynold langsug mengarahkan motornya menuju ke toko tembakau yang berada dekat kantor pos. Sesuai dengan apa yang dipikirkannya semalam, ia pergi ke sana untuk melihat wanita yang akan mengambil surat 'rahasianya' di tempat itu. Sungguh, saat itu ia merasa bahwa wanita yang akan dilihatnya di toko itu adalah wanita licik yang berhasil mengalahkannya malam itu. Meski ia tahu kemungkinan wanita itu datang hari ini tidak terlalu besar mengingat bisa saja ia malam tadi langsung mengambilnya, tetapi Reynold ingin memastikannya sampai akhir, tanpa memedulikan kemungkinan wanita itu tidak akan muncul hari ini. "Aku tidak berhasil melihatnya ketika di cafe itu, kuharap hari ini Aku akan melihatnya!" pikir Reynold.Setelah sampai di dekat tempat tujuannya, pemuda itu memarkirkan motornya di depan sebuah lahan parkir yang tak jauh dari toko itu agar keberadaanya tidak terlalu terlihat sehingga tidak menarik perhatian si wanita yang hendak ia in
POV Wendy.Tak lama, aku pun sampai ke apartement-ku. Setelah berjalan cukup jauh dari minimarket menuju ke tempatku memarkirkan motorku itu, aku langsung melesat pergi pulang karena takutnya Reynold melihat keberadaanku dan membuntuti kembali ke mana pun aku pergi."Hah~ Melelahkan sekali," gumamku yang kini sudah dalam posisi rebahanku di atas tempat tidur empukku.Aku terdiam sejenak dengan pikiran kosong sembari memandangi langit-langit kamarku yang berwarna putih bersih itu."Pemuda itu ... Reynold, kenapa dia ada di sana ya?" gumamku dengan pikiranku yang terus bertanya-tanya akan hal yang terjadi padaku barusan."Hm, kulihat di mejanya ada empat cangkir kopi yang sudah habis diminum. Semuanya sama, sehingga Aku sangat yakin yang menghabiskan itu semua adalah Reynold. Jadi dengan begitu kasarnya kuanggap dia berada di sana karena ia sedang menunggu sesuatu ... Em, tidak, tidak, lebih tepatnya seseorang!" Aku mencapai sebuah kesimpulan setelah kuingat-ingat kembali apa yang kuliha
Keesokan harinya.Sudah diduga, Viona tidak masuk kuliah lagi hari ini, sesuai dengan apa yang dikatakan Martin. Hari ini gadis itu mungkin masih tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya karena sakit. Rasanya aneh sekali, dia bahkan tidak mengabariku akan hal ini, kupikir aku berhasil membuatnya merasa bahwa aku adalah temannya, tetapi kenyataannya, dia tidak berkata apa-apa mengenai hal sepele seperti ini."Hah~ Aku juga sih, Aku tidak bertanya apa-apa mengenai mengapa dia tidak masuk kuliah selama beberapa hari ini. Well, sepertinya sifat angkuhnya mengalahkannya sehingga ia terlalu gengsi untuk mengabariku, karena mengingat Aku pun tidak bertanya," pikirku.Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya Aku menegakkan kembali cara berdiriku sembari menengok ke kanan dan kiri, mencari keberadaan mobil dosen bujang lapuk cerewet itu."Ke mana dosen menyebalkan itu? Aku sudah membawa kuenya dan dia malah membiarkanku menunggu di sini, sungguh tidak bertanggung jawab sekali!" gerutuku di
Mobil kami masih dalam pengerjaran jeep di belakang kami. Aku benar-benar buntu dengan apa yang diinginkan orang di dalam mobil itu. Sungguh tak terpikirkan olehku mengenai apa yang diinginkan orang itu terhadap seorang dosen menyebalkan dan cerewet yang tengah mengemudikan mobil dengan amat serius di sampigku ini. "Pak, apakah Bapak tahu apa yang mereka inginkan dari Kita?" tanyaku dengan penasaran sembari menarap pria itu dari samping. "Tidak tahu, tapi Aku tahu mobil siapakah itu," jawab Martin dengan begitu serius. Aku tersentak mendengar hal itu. Aku terkejut karena sesungguhnya pria itu tahu siapa yang sedang dihadapinya. "Apakah dia kawan ataukah lawan, Pak?" tanyaku lagi dengan rasa penasaran yang sangat tinggi karena memang hal ini benar-benar tidak terkira dalam pikiranku. Ia melirik padaku dengan senyum manisnya itu, seraya berkata, "Well, untuk sekarang Aku tidak tahu!" Aku menatapnya sejenak dan kudapati tampak dalam pandangannya dia sungguh tidak tahu dengan apa ya
"Pak, apakah Bapak yakin semua sudah aman?" tanyaku untuk memastikan. Sembari mengemudi, tangan pria itu menggosok pucuk kepalaku lagi dengan kasar, seraya berkata dengan santainya, "Well, lihatlah kebelakang! Mobil itu tidak mengikuti Kita lagi bukan?" Memang, aku tidak melihat lagi mobil Jeep yang meresahkan itu di belakang kami, tetapi sesungguhnya instingku masih merasa bahwa kami belum benar-benar aman saat ini. "Oh, ayolah, Kita mau memberi kejutan menyenangkan untuk Viona, bukan memgejutkannya dengan tampangmu yang begitu cemas seperti ini." Martin yang menyadari bahwa aku belum sepenuhnya tenang ini berusaha untuk membuatku santai. Aku hanya mengangguk sembari tertunduk memandangi kotak kue ulang tahun Viona. "Hm? Well, Aku belum melihatnya dengan benar tadi, bagaimana kondisi kuenya sekarang?" tanya Martin sembari sesekali melirik ke arahku. "Em ..." Aku pun membuka kotak kue itu dan tampaklah dekorasi kue itu benar-benar hancur, sudah tak seindah ketika aku membelinya
Martin yang sedang bergumul dengan si perampok cebol itu langsung menoleh ke arah mahasiswinya setelah mendengar teriakan pria yang menyergap gadis itu karena sesungguhnya ia begitu sangat khawatir kedua pria itu melukainya."Sial-" Baru saja hendak memaki, perkataannya terjeda ketika ketika bujang lapuk itu mendapati hal begitu mengejutkan dari gadis yang ia khawatirkan itu.Kedua matanya terbelalak mendapati rambut Bella Valentine yang selama ini dia tahu hanyalah sebuah rambut palsu belaka untuk menutupi rambut hitam indah alami di baliknya.Mendapati hal itu, perasaan Martin menjadi rumit. Memang benar menggunakan rambut palsu adalah sesuatu hal yang biasa digunakan sebagai gaya, tetapi mengingat selama ini ia merasa ada yang aneh terhadap sosok Bella, maka sudah sangat pasti hal yang ia pikirkan ketika melihat hal itu adalah bahwa gadis itu selama ini sedang menyamar."A ... Apa? Bella?" Martin menggumamkan nama samaran gadis itu."Well, sepertinya gadismu itu sedang 'bermain' de
POV Wendy.Setelah membeli sebuah parcel buah, dengan segera Martin membawa kami menuju ke rumah Viona. Di sinilah kami sekarang, di depan sebuah rumah megah bercat putih yang tampak sangat elegan.Martin turun dari mobil dan berbicara terlebih dahulu pada satpam yang berjaga di gerbang pintu sebelum akhirnya gerbang rumah pun terbuka dan itu artinya sudah saatnya kami masuk ke dalam rumah bak istana itu."Sudah kuduga gadis itu orang kaya," pikirku yang takjub dengan penampakkan rumah megah yang akan kami masuki ini."Bella, apakah Kau sudah mengabari Viona bahwa Kita akan datang ke sini?" bisik Martin sebelum ia menekan bel pintu.Aku menggeleng seraya menjawab sambil berbisik pula, "Tidak Pak, Saya belum menghubunginya semenjak dia tidak masuk kuliah. Saya melakukannya untuk mengejutkannya! Bagaimana dengan Bapak?" "Oh, iya, iya! Sama, Aku juga tidak mengabarinya apa-apa mengenai hal ini," jawab Martin."Baiklah, semua bawaan Kita sudah dibawa bukan?" sambungnya sembari menilik ke