Home / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Muncul Rintangan Baru

Share

Muncul Rintangan Baru

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-03-12 17:10:45

"Aku ingin jawaban, Seraphina. Apa yang sebenarnya kau lakukan di belakang Lucian?"

Nada suara Veronica tajam, penuh tekanan, sementara jemarinya mengetuk permukaan meja kaca dengan ritme pelan tapi menyesakkan. Matanya mengunci pandanganku, seolah menunggu tanda kepanikan sekecil apa pun dari diriku.

Aku menahan napas. Di hadapanku, amplop berwarna krem itu terbuka, memperlihatkan foto-foto yang sengaja dibiarkan berantakan di atas meja.

Aku mengenalinya. Gambar-gambar yang dikirim seseorang ke apartemen beberapa hari lalu—foto-foto yang selama ini aku harapkan tidak akan terbongkar. Aku mengira hanya aku yang melihatnya. Ternyata Veronica sudah lebih dulu mengetahuinya. Bisa jadi, dia telah mengawasi langkahku lebih dari yang aku duga.

Aku menarik napas perlahan, berusaha untuk tetap tenang.

Jangan panik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Selalu Ada Kecacatan

    “Jangan menatapku seolah aku milikmu." Suaraku keluar lebih tajam dari yang kubayangkan. Aku menatap pria di hadapanku, duduk dengan santai di sofa kulit gelap, satu tangan memegang gelas anggur, tangan lainnya bertumpu di sandaran sofa seolah dia sedang menikmati pertunjukan. Damien Vaughn. Mantan tunanganku. Pria yang pernah bersumpah setia kepadaku, lalu mengkhianatiku demi keuntungan yang lebih besar. Dia terkekeh kecil, menyesap anggurnya perlahan sebelum menatapku dengan sorot mata penuh permainan. “Aku hanya ingin melihat wajahmu lagi, Seraphina. Kau semakin cantik.” Aku menahan rasa jijik yang merayap di tenggorokan. Aku tidak datang ke sini untuk mendengar pujian kosongnya. “Katakan saja apa yang kau tahu tentang Lucian.” Damien mengangkat alis, lalu menyandarkan tubuhnya lebih da

    Last Updated : 2025-03-12
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tentang Rasanya Kehilangan

    "Jangan temui dia lagi, Seraphina. Atau kau akan menyesal." Lucian mengatakannya dengan nada datar, tetapi ketegangan dalam suaranya terlalu jelas untuk diabaikan. Matanya menatapku tajam, seolah memberi peringatan yang lebih serius daripada sekadar kata-kata. Saat itu, aku hanya mengangguk. Aku tidak ingin berdebat dengannya. Aku tahu dia tidak sepenuhnya mempercayaiku. Dan aku juga tahu bahwa peringatan itu bukan sekadar rasa cemburu yang buta. Tapi pada akhirnya, aku tetap melakukannya. Aku tetap pergi menemui Damien. Blouse satin ivory yang kukenakan terasa dingin di kulitku, kontras dengan hawa panas yang menyelimutiku sejak aku melangkah keluar. Celana high-waist taupe dan blazer nude kupilih agar tampak tegas namun tetap elegan. Sepasang heels beige sederhana melengkapi penampilanku—seperti lapisan pertahanan terakhir yang kubangun di sekelilingku. Aku tidak bodoh. Aku tah

    Last Updated : 2025-03-13
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bukan Sekedar Obsesi

    Aku seketika terdiam. Tatapan Lucian kini berbeda—bukan hanya penuh amarah, tetapi juga … terluka dan kecewa. "Seraphina .…" Suaranya lebih rendah kali ini. "Aku tahu seperti apa rasanya dikhianati. Aku tahu bagaimana rasanya ketika seseorang yang kau percaya menghujamkan belati ke punggungmu." Aku mengerjap. Untuk pertama kalinya, kemarahannya tidak lagi membara, tetapi berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam—lebih menyakitkan. Lucian menghela napas panjang, lalu melangkah mundur. Jemarinya terangkat ke rambutnya, menariknya dengan frustrasi. Aku memperhatikannya dalam diam. Selama ini, aku selalu melihat Lucian sebagai pria yang nyaris tak tergoyahkan, dingin, dan penuh kendali. Tapi sekarang? Ada sesuatu yang lebih rapuh di balik tatapan tajamnya. "Aku tumbuh di lingkungan di mana kepercayaan tidak lebih dari sekadar alat untuk bertahan hidup." Suaranya terdengar lebih pelan,

    Last Updated : 2025-03-13
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tatapan yang Mengunci

    Aku berdiri di dapur, memegang sekaleng soda yang dinginnya menusuk kulitku. Kubuka dengan satu gerakan cepat, dan suara desis karbonasi memenuhi keheningan ruangan. Aku menyesapnya perlahan, membiarkan gelembung-gelembung kecil itu meledak di lidahku, menggantikan keinginan untuk sesuatu yang lebih kuat—alkohol. Aku membutuhkan sesuatu untuk menenangkan pikiranku, tetapi aku tidak bisa membiarkan diriku mabuk di sini. Tidak di apartemen ini. Tidak di bawah atap yang sama dengan Lucian. Lucian. Aku menggigit bibir, mengingat sorot matanya beberapa jam yang lalu. Kata-katanya terus bergema di benakku, 'kau tidak akan pernah bisa benar-benar lepas dariku'. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku tidak tahu apa yang lebih menggangguku—cara dia mengatakannya, atau kenyataan bahwa aku sama sekali tidak bisa menyangkalnya. Aku menyesap soda lagi, tetapi tiba-tiba sebuah suara langkah terdengar di belakangku. Aku membek

    Last Updated : 2025-03-13
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Lengkungan Sudut Bibir

    Kegaduhan kecil datang dari dapur, aroma telur dan roti panggang menguar memenuhi ruangan. Aku berdiri di depan kompor, mengenakan celemek yang entah milik siapa, rambutku diikat ke atas, memperlihatkan leherku yang biasanya tersembunyi. "Hari ini cerah, pagi yang indah~" Aku bernyanyi kecil sambil membolak-balik telur dadar di wajan. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada memasak di pagi hari. Sejak tinggal di apartemen Lucian, aku hampir tak pernah memasak sendiri. Tapi pagi ini, aku ingin makan sesuatu yang lebih manusiawi daripada sarapan mahal yang dikirimkan oleh asisten rumah tangga yang bahkan tidak pernah kutemui. Kutinggalkan telur di atas wajan sebentar, meraih roti panggang dan menaruhnya di piring. Aku masih bersenandung pelan, memilih lagu lama yang sering dinyanyikan ibuku dulu. "It's a lovely morning, don't you see~ The sky is blue, and my heart feels free~"

    Last Updated : 2025-03-13
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Waktu Untuk Menyesal

    Aku menatap Lucian yang tengah mengenakan jasnya, bersiap untuk berangkat ke kantor. "Aku ingin menemui Damien hari ini," kataku akhirnya, memecah keheningan di antara kami. Lucian yang sedang merapikan lengan jasnya berhenti sejenak. Mata kelamnya langsung mengarah padaku, menyorot tajam seolah aku baru saja mengatakan hal paling tidak masuk akal. "Apa kau bilang?" "Aku hanya ingin ini menjadi yang terakhir," jelasku dengan nada tenang. "Aku tidak akan percaya apa pun yang dia katakan. Justru karena itu, aku ingin memastikan dia tak punya alasan lagi untuk menemuiku." Rahangnya mengeras. Tatapannya penuh ketidaksetujuan, tetapi aku bisa melihat sesuatu yang lain di baliknya—sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kemarahan. "Dan kau pikir aku akan membiarkanmu pergi menemuinya begitu saja?" Aku sedi

    Last Updated : 2025-03-14
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pertemuan Di Lift

    Aku melangkah keluar dari mobil dengan tenang, membiarkan kacamata hitamku meluncur ke puncak kepala. Gedung Devereaux menjulang tinggi di depanku, bangunan kaca yang memantulkan cahaya matahari pagi dengan elegan. Begitu aku masuk ke lobi, suasana berubah drastis. Pendingin ruangan mengusir panas di luar, dan aroma kopi serta parfum mahal bercampur dalam udara. Lobi ini dipenuhi dengan orang-orang berpakaian rapi; pria dengan setelan mahal, wanita dengan rok pensil dan blazer yang dipotong sempurna. Aku bisa merasakan tatapan-tatapan itu. Orang-orang mulai memperhatikanku, beberapa dengan rasa ingin tahu, yang lain dengan spekulasi. Tapi aku pura-pura tidak peduli. Langkahku tetap stabil saat aku berjalan menuju lift pribadi di ujung ruangan—yang sebelumnya sudah diberitahu Lucian bahwa aku bisa menggunakannya kapan saja. Begitu pintu lift terbuka, aku melangkah masuk tanpa menoleh. Namun, se

    Last Updated : 2025-03-14
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sentuhan dan Kecemburuan

    Tangannya masih mencengkeram pinggangku dengan mantap, membuatku sulit bergerak. Aku bisa merasakan kehangatan yang dipancarkan tubuhnya, aroma khas cologne maskulin yang melekat pada kemejanya. Sial. Aku harus segera mengalihkan perhatian sebelum tubuhku sendiri bereaksi aneh. Aku menarik napas pelan, mencoba tetap tenang. “Aku hanya berbicara dengannya sebentar,” ujarku akhirnya. “Tentang pertemuan terakhir kami dan—” Aku menelan ludah, menatap matanya yang tajam. “Aku hanya memperingatkannya untuk tidak mengganggu hidupku lagi.” Lucian tidak bereaksi berlebihan. Tidak ada ekspresi marah, cemburu, atau ketidakpercayaan seperti yang mungkin kutemui jika ini adalah pria lain. Dia hanya mengangguk sekali, matanya tetap tertuju padaku. Atau lebih tepatnya … pada bibirku. Aku bisa m

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudahkah Malam Pertama?

    "Aku serius. Jangan mencium lagi, Lucian. Aku harus segera berangkat." Namun, Lucian tidak peduli. Tangannya tetap melingkar di pinggangku, kepalanya menunduk, mencium pelipisku sekali, dua kali, lalu turun ke pipi. Aku memiringkan wajah, berusaha menghindar, tapi dia justru menahan daguku erat. "Aku tidak akan lama. Serius!" ucapku lagi dengan suara yang sudah mulai kesal. Lucian menatapku datar, tapi terlihat memohon seperti anak kecil. "Malam ini aku tidur sendiri. Itu masalah yang sulit." Aku mendorong dadanya pelan. "Masalah sulitmu tidak lebih penting dari ayahku yang menyuruhku pulang." "Sebenarnya kenapa dia menyuruhmu pulang? Dia tahu kau sudah menikah. Artinya rumahmu di sini bersamaku." "Astaga, Lucian." "Sayang." Aku menahan napas. Sial. Kenapa dia harus memanggilku seperti itu sekarang? Aku mengeram pelan untuk berusaha sabar. "Jangan mulai menyebalkan lagi. Aku benar-benar harus berangkat. Ayah pasti sudah lama menungguku." "Baiklah, aku akan ikut."

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Jangan Melanggar Lagi

    Hari ini tidak ada rapat besar. Aku baru sadar ketika membuka pintu ruang kerja Lucian dan mendapati dia duduk santai di sofa panjang, tanpa jas, hanya kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Beberapa kancing atas dibiarkan terbuka. Pemandangan yang terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja. "Kau tidak ada rapat hari ini?" Lucian melirikku singkat. "Tidak. Aku hanya menyelesaikan laporan pribadi." Aku melangkah masuk, menutup pintu pelan, lalu berjalan menuju sofa tempat dia duduk. Aku meletakkan tas tangan di meja dan duduk di sampingnya. Tanganku meraih berkas yang dia baca dan meletakkannya ke meja. "Kalau begitu, kau bisa diganggu sebentar, kan?" Dia mengangkat alis. "Gangguan macam apa yang kau tawarkan?" Aku tidak menjawab. Tubuhku bergeser, mendekat hingga hampir memojokkan dia ke sudut sofa. Tanganku menyentuh kerah kemejanya. "Kau terlalu santai. Aku tidak terbiasa melihatmu seperti ini." "Itu artinya kau harus membiasakan diri." Aku tertawa kecil.

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cara Dia Mencintai

    Aku baru saja selesai mengeringkan rambut ketika suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu kamar mandi. "Seraphina." Suara itu memang terdengar tenang tanpa godaan, tapi aku masih bisa mendengar sedikit nada iseng di baliknya. Aku akhirnya membuang napas pelan. "Apa, Lucian?" "Kau mau mandi bersamaku?" "Astaga." Aku menggumam pelan. Aku tahu ini pasti ulahnya lagi. Selalu ada saja caranya menjahiliku, dan kali ini jelas-jelas aku tidak akan membiarkannya menang. "Tidak," jawabku cepat sedikit berteriak. Lalu beberapa saat kemudian tidak ada balasan apapun. Aku akhirnya membuka pintu, dan ternyata dia sudah pergi, aku segera melangkah cepat keluar dari kamar mandi. Tubuhku masih diselimuti aroma sabun ketika aku melangkah ke dapur dengan handuk melilit rambut dan baju mandi satin berwarna lembut. Mataku langsung menangkap sosok Lucian yang tengah menata piring di meja makan. Dia tampak fokus, kedua tangannya lincah mengatur sendok dan garpu, dan ... entah kenapa, p

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bolehkah Menyentuhmu?

    Aku sudah berbaring di tempat tidur, memunggungi Lucian yang masih duduk dan membolak-balikkan lembar dokumen di sampingku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku ataupun mulutnya sejak kami masuk kamar. Entah kenapa, aku merasa canggung. Ini mungkin pertama kalinya sejak kami resmi menikah, aku tidak merasa marah, tidak merasa tertekan, hanya sedikit bingung. Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku ditarik ke belakang. Lucian melingkarkan lengannya di pinggangku, lalu menekan tubuhnya ke arahku. Tubuhku seketika kaku, tetapi tidak bisa bergerak karena pelukannya terlalu erat. Kepalaku menyentuh dadanya, dan kakinya melingkar di kakiku. Seolah-olah aku sedang dipenjara dalam kehangatan yang tidak bisa kutolak. "Lucian," bisikku menahan gugup. Bukannya menjawab, Lucian justru mengecup bagian atas kepalaku. Hangat. Lembut. Dan terlalu membuat jantungku berdetak lebih cepat. "Terima kasih," kata Lucian tiba-tiba. Suaranya nyaris seperti gumaman, tapi cukup jelas di telingaku. "T

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pria Menjengkelkan

    Aku berdiri di dapur, diam-diam menyelipkan sebatang cokelat ke mulut sambil memperhatikan Lucian yang melintas lagi dengan koper kecil dan beberapa barang di tangan. Gerak-geriknya tenang, nyaris terlalu biasa … tapi justru itu yang membuat jantungku berdegup lebih kencang dari seharusnya. "Jadi dia benar-benar pindah, ya," gumamku lirih. Lucian melewatiku sekali lagi, kali ini dengan bantal tambahan. Aku mengunyah pelan cokelat di mulutku, seolah rasa manis itu bisa mengalihkan pikiranku yang semakin liar. "Tenang, Seraphina. Pria itu hanya akan tidur. Tidak akan melakukan apa-apa. Meskipun bukan patung es, aku berharap dia tidur seperti batu." Mataku mengikuti punggungnya yang menjauh sambil membatin, "Aku sungguh tidak mengerti … mengapa aku gelisah seperti ini?" Akhirnya dengan langkah pelan, aku menuju kamar. Pintunya sengaja dibiarkan setengah terbuka. Dari celahnya, kulih

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cantik Saat Marah

    Suara gemericik air dari keran masih terdengar saat aku membilas piring terakhir. Lampu dapur kuning redup membuat suasana terasa tenang. Setelah makan malam, Lucian ke kamar sebentar untuk menerima telepon. Entah dari siapa. Aku tidak terlalu peduli. Aku menyeka tangan dengan handuk kecil yang tergantung di dekat wastafel. Baru saja hendak berbalik, dua tangan kekar tiba-tiba melingkar ke pinggangku dari belakang. "Lucian," panggilku menahan gugup. Lucian hanya berdehem, dagunya sengaja bertumpu di bahuku. Napasnya menyapu kulit leher sehingga membuatku merinding, tapi aku tidak membantah jika itu terasa nyaman. "Kau kenapa? Apa ingin menanyakan sesuatu?" Lucian diam sejenak, lalu mengeratkan pelukannya pada perutku. "Aku tidak sabar untuk tidur bersamamu." Aku merasa jantungku membeku satu detik, tapi berusaha menjaga nada suaraku tetap tenang. "Kau seperti sedang menantikan sesuatu yang menyenangkan." "Itu benar. Kau memang pintar, Istriku." "Lucian ...." "Kenapa?

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tanpa Kebohongan

    Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar rumah sakit sehingga menciptakan pantulan hangat di lantai putih yang mengilap. Aku berdiri di samping ranjang, menatap wajah ibuku yang tiba-tiba mulai membuka matanya perlahan. Napasku tertahan di tenggorokan saat jari-jarinya bergerak pelan. "Seraphina," panggil wanita itu seperti bisikan, membuat air bening spontan memenuhi pelupuk mataku. "Ibu!" Aku segera menggenggam tangannya dan menunduk untuk memastikan aku tidak sedang bermimpi. "Ibu benar-benar sudah sadar?" Tatapan matanya masih lemah, tapi ada sudah kehangatan di dalamnya. Dia mengedarkan pandangan, seolah memastikan di mana dia berada sekarang. "Berapa lama aku tertidur?" Aku tersenyum lembut sambil menangis. "Cukup lama, tapi itu tidak penting sekarang. Yang penting, Ibu sudah kembali. Aku senang bisa melihat ibu membuka mata lagi." Pintu kamar kemudian terbuka. Ayahku masuk dengan langkah terburu-buru. Wajahnya yang selama ini selalu terlihat tegar, kini dipenuh

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Selesai

    Aku memperhatikan Lucian yang berdiri di seberang meja. Raut wajahnya dingin seperti biasa, tetapi ada kilatan fokus di matanya. Di antara kami, berkas-berkas tersusun rapi—semua bukti yang selama ini dia kumpulkan. Laporan-laporan itu adalah hasil kerja keras yang akan membuktikan semuanya. "Jadi ini yang kau temukan?" Aku meraih salah satu dokumen dan membaca isinya. "Iya, aku sudah lama mencurigai Damien dan Celeste, tapi aku tidak bisa bertindak tanpa bukti konkret. Dan sekarang kita punya semuanya." Aku menggigit bibir. Ada banyak angka dalam laporan ini—transfer mencurigakan, aset yang tidak dilaporkan, dan transaksi ilegal yang mengarah pada penyelundupan. Damien dan Celeste benar-benar tenggelam dalam dunia kejahatan lebih dalam dari yang kuduga. Setiap halaman tampak seperti mencerminkan kegelapan dari kehidupan mereka yang selama ini tersembunyi. Lucian menyandarkan diri pada kursi, lalu menatapku lurus. "Setelah ini, tidak ada jalan kembali bagi mereka. Begitu kita m

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ungkapan Perasaan

    Aku menatap ke luar jendela, membiarkan pikiranku tenggelam dalam kekosongan. Setelah insiden penculikan itu, segalanya terasa begitu berat. Keberanian yang sebelumnya mengalir dalam diriku perlahan-lahan memudar, tergantikan oleh keraguan yang menggerogoti. Aku memejamkan mata, mengingat kembali bagaimana Damien dan Celeste berusaha menghancurkanku. Bagaimana aku hampir tidak bisa keluar dari situasi itu. Setiap detik dalam penangkapan itu terukir jelas di ingatanku, seperti bayangan gelap yang terus membayangi. Namun, yang lebih mengusik pikiranku adalah bagaimana Lucian muncul tepat waktu, seperti selalu tahu aku dalam bahaya. Dan sekarang, aku duduk di kamar ini, menunggu kejujuran yang katanya akan dia berikan. Meskipun sebenarnya aku tidak tahu, apakah aku benar-benar siap untuk mendengar apa yang akan dikatakannya? Pintu terbuka, dan aku bisa mendengar langkahnya mendekat. Setiap langkahnya terasa seolah beban yang dia bawa jauh lebih berat dari yang aku pikirkan. Ak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status