Anna langsung menolehkan kepala ke arah Eric. Dilihatnya pria itu malah tersenyum ke arahnya. Tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Eric, tetapi Anna menduga bahwa pria itu sama sekali tidak meminta ijin Vania.Anna berdeham, dia kembali menatap Vania. Perlahan dia tersenyum kemudian berkata, "Iya, Ma. Jika Mama memperbolehkan, aku ingin pergi ke Bali untuk liburan." Anna merasa sangat takut dengan penolakan ibu mertuanya. Dia sudah pasrah jika memang tidak diperbolehkan. Hal itu berarti bahwa dirinya harus bersabar selama sembilan bulan mengandung bayinya. Anna menundukkan kepala, terlihat jelas guratan kesedihan di sana. Anna menahan tangisannya, dia tidak mau dibilang berlebihan oleh ibu mertuanya. "Mama akan mengizinkan kalian berdua pergi ke Bali asalkan kalian berjanji akan menjaga diri dengan baik di sana."Anna langsung mengangkat kepala, kedua matanya terbelalak, menata Vania dengan perasaan tidak percaya. Tanpa ada drama penolakan, Vania langsung menyetujui keinginannya un
Keesokan paginya, Anna sudah siap dengan dress lengan pendek dan sendal tanpa hak tinggi. Ketika bangun pagi hari, semua sudah disiapkan dengan baik oleh para asisten rumah tangga. Hal-hal kecil yang dia perlukan selama di Bali, juga sudah disiapkan. Anna hanya perlu membawa dirinya, menjaga kesehatannya supaya tidak terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan selama mereka pergi liburan."Sudah siap?" Eric bertanya ketika Anna masih sibuk memoles riasannya. Anna melirik Eric kemudian segera memoles bibirnya dengan pewarna meras. Setelah ini meratakannya dengan jari dan tersenyum lebar melihat hasil yang memuaskan. Anna menolehkan kepala, senyumannya semakin lebar saat Eric menatapnya tanpa kedip. Anna begitu percaya diri sebab riasannya yang cantik. Dan sebentar lagi, sudah pasti Eric akan memuji.Anna berjalan menuju Eric, dia bergelayut manja di lengangnya yang kekar. Tempat ternyaman untuk bersandar. "Cantik," ucap Eric memujinya. Tepat sesuai dugaan Anna sebelumnya bahwa Eric ya
Eric tersenyum ke arah Anna, dia langsung memegang lengannya. Kemudian berbisik di telinga Anna, "Kamu mau berenang?" Anna menolehkan kepalanya, langsung saja dia mengangguk antusias. Sudah datang ke Bali, tidak akan dia melewatkan kesempatan. Sudah pasti dia akan menceburkan diri ke laut untuk berenang. "Kamu akan mengizinkannya?""Ya dan tidak." Jawaban Eric membuat Anna tidak senang, dia segera membalikkan tubuh, kembali memukul bahu Eric. Sementara Eric mengaduh meminta ampun padanya seakan Anna sedang melakukan kekerasan dalam rumah tangga."Kamu memang suka sekali aku melakukan kekerasan padamu, ya?" Anna sangat kesal, saking kesalnya, dia sampai ingin memukul Eric secara brutal. Eric berpura-pura kesakitan, dia bersikap manja pada istrinya kemudian berkata, "Tidak, tapi memang kamu saja yang suka sekali memukulku." "Aku memukulmu juga karena kamu menyebalkan!" Anna sangat kesal dengan pria itu yang suka sekali menjahilinya. "Sudahlah! Sekarang jelaskan padaku, apa maksud j
Eric mendudukkan Anna di tepi ranjang. Dia berlutut di depannya, membuka sandal yang digunakan Anna. Kemudian mendongak dan melihat Anna yang sedang memperhatikan setiap gerakannya. Tepat pada saat itu mereka bertatapan, perlahan senyuman terkembang di wajah. Eric ingin sekali melakukan permainan mereka sampai ke inti tetapi dia tidak mau terburu-buru. Eric ingin istrinya jauh lebih rileks, lebih tenang saat bersama dengannya. Perlahan, Eric mencondongkan tubuhnya, membuat Anna memejamkan kedua mata ketika wajah mereka kian mendekat. Dia tersenyum melihat sang istri, hari ini, dia pasti akan membuatnya puas.Anna sudah bersiap dengan permainan panas yang akan kembali diberikan suaminya. Jantungnya berdebar dengan kencang, cengkraman tangannya di sprei polos berwarna putih semakin kencang. Ketika Anna sudah lama sekali menunggu, tiba-tiba dia merasakan bibir Eric yang menyentuh dahinya. Saat itu juga dia langsung membuka kedua mata, perlahan Eric melepaskan kecupannya, menatap mata
Tangan kekar Eric mulai menyentuh kaki Anna, memberikan pijatan lembut di sana setelah sebelumnya membalur minyak zaitun di kedua tangannya. Pria itu bak seorang pemijat profesional yang sudah ahli ketika melakukannya. Begitu lihai saat jemarinya menyentuh titik-titik syaraf di kaki Anna. Anna memejamkan kedua matanya, tersenyum saat Eric berhasil mengusir rasa pegal di kedua kakinya. Dia tidak menyangka bahwa sang suami bisa ahli dalam memijat. "Bagaimana, Nyonya? Apakah Anda merasa nyaman?" Eric bertanya, dia masih memainkan sandiwara menjadi pemijat profesional. Anna tersenyum semakin lebar, dengan kedua mata yang terpejam, dia berkata, "Ehem ... sangat nyaman. Pijatan Tuan Eric sangat terasa lembut dan membuat pegal-pegal di kaki langsung hilang."Anna menimpali sandiwara Eric, dia kemudian membuka kedua matanya kemudian melihat sang suami yang menatapnya dengan penuh cinta. "Apakah Tuan Eric melakukan beberapa pelatihan sebelum melakukan pijatan ini pada saya?" Anna tidak bis
Eric segera berdiri, lalu berjalan menuju lemari penyimpanan dan mengambil handuk untuk dikenakan oleh istrinya. Setelah membantu Anna keluar dari bathub, dia membalut tubuh Anna dengan handuk yang diambilnya. Anna menundukkan kepala, dia baru saja mau berjalan menuju ranjang ketika tiba-tiba Eric langsung mengangkat tubuhnya. Membuat Anna otomatis melepaskan handuk yang sedang dia pegang dan melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya.Anna tidak bisa berkata-kata, dia hanya membiarkan saja pria itu melakukan sesukanya. Anna pasrah dengan yang dilakukan oleh Eric terhadap tubuhnya. Lagi pula dia menyukai setiap sentuhan yang diberikan pria itu padanya.Eric merebahkan tubuh Anna di atas ranjang, kemudian melemparkan handuk itu dengan asal ke lantai. Lalu melepaskan dua kain yang menutupi tubuh Anna bagian atas dan bawah. Kembali dilemparkanmya ke lantai seakan dua benda itu adalah sampah yang harus dibuang. Kini Anna sudah polos tanpa sehelai pakaian. Dia memalingkan wajah saat
Malam itu menjadi malam yang sangat membahagiakan untuk Anna. Dia tidak akan pernah melupakan hari jadi pernikahannya. Pasti akan selalu tersimpan dalam hati dan juga memori."Sesenang itu?" Eric bertanya ketika sang istri terus saja tersenyum bahkan saat mereka sudah sampai di dalam kamar. Anna merasa sangat bahagia, dia menganggukan kepala dengan antusias. Senyuman lebar di wajahnya tak kunjung menghilang. "Sangat senang! Aku sangat bahagia dengan malam ini. Aku sangat menyukainya, Eric!" Anna melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami. Kemudian terus saja membanjiri wajah Eric dengan kecupan-kecepatan kecil. Eric tertawa, dia menahan wajah Anna dengan kedua tangan, "Hanya seperti ini, aku tidak terlalu menyukai."Anna memiringkan kepala kemudian bertanya, "Lalu apa yang kamu sukai?" Tanpa banyak berkata, Eric langsung saja memajukan wajah. Memberikan ciuman mesra yang sangat memabukkan untuk istrinya. Menjelajahi setiap sisi dari bibir yang sangat dia sukai. Merasakan man
Setelah Eric pergi meninggalkan Anna sendirian di kamar mandi, dia segera bangun dan membilas tubuhnya. Mengenakan kimono handuk lalu berjalan ke kamar. Tepat pada saat itu dia mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Anna berjalan ke arah sana, hendak membukakan pintu karena berpikir bahwa itu adalah Liam. Namun, saat dia baru membuka kunci, tiba-tiba ponselnya berdering. Anna segera berbalik dan melihat nama sang suami yang memanggil. "Ya, ada apa?" "Liam tidak jadi menjemputmu, ada urusan yang harus dia kerjakan. Aku akan kembali dan menjemputmu." Tepat pada saat itu, pintu kamar kembali diketuk, Anna menoleh dan kembali berkata pada Eric, "Tapi Liam sudah berada di depan kamar. Sejak tadi dia terus saja mengetuk pintu." Hening beberapa saat sebelum akhirnya Eric segera berkata, "Tunggu di sana! Jangan bukakan pintu untuk siapapun sampai aku tiba!" "Tapi ini di dalam vila, tidak akan ada yang—" Belum sempat Anna menyelesaikan perkataannya, Eric segera menutup panggilan. Me
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn