Hallo sahabat reader semua, Absen yuk. Kalian dari mana saja asalnya. Pengen kenal dekat dengan penulis bisa berteman di FB dengan nama aku Aulia Aulia
Happy Reading*****"Mas," bentak Firhan pada Gandy."Re, kamu tidak apa-apa?" tanya Ilham.Sementara itu, Zayn sibuk dengan ponselnya. Dia terus mendekap Refara tanpa bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan. Darah segar mengalir dari kepala si gadis. Kejadian yang begitu cepat tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Di saat Zayn memalingkan muka dan membelakangi, Gandy yang diliputi emosi berniat memukul lelaki tersebut. "Siapa cewek itu? Sok banget, sudah seperti pahlawan saja," gerutu Elvira. Dia menatap sinis pada Refara yang dikerubungi tiga lelaki. "Diam, El," bentak Zayn. "Fir, kita bawa dia ke rumah sakit. Terlalu lama jika menunggu asistenku," kata Zayn. Setelah berkata demikian, Zayn menyerahkan Refara ke pelukan saudaranya. Lelaki itu kemudian menyorot Elvira dan Gandy dengan tatapan kemarahan yang tak terbendung. "Ayo." Firhan menatap Ilham. Melalui sorot matanya, dia meminta lelaki itu untuk segera menyiapkan kendaraan.Tak mempedulikan saudaranya lagi, Firhan membopong
Happy Reading*****"Tidak perlu diperpanjang lagi," ucap Aryawardana, "Lebih baik kita mulai saja meeting kali ini." Sailendra mendengkus. Dia harus lebih bersabar dengan sikap cucu-cucunya demi kelangsungan keluarga Rafiq. Biarlah nanti, dia akan mengurus Firhan setelah meeting selesai. "Baiklah," putus Sailendra, "Jadi, apa yang harus kita sediakan untuk menyambut kedatangan klien besar kita nantinya.""Pastinya, kita butuh penerjemah handal yang menguasai bahasa Jepang. Pak Sailendra pasti pernah mendengar nama tamu kita yang akan berkunjung ini." Papanya Elvira menyodorkan map berwarna hitam pada kepala keluarga Rafiq. "Di dalam berkas itu, semua informasi mengenai Mr. Arnius sudah saya kumpulkan. Silakan dipelajari. Di dalamnya juga ada ringkasan order yang sudah beliau lakukan selama ini di perusahaan kami."Sailendra memberikan map tersebut pada Zayn. Sementara Firhan cuma bisa mendengar dan menatapnya. "Apakah Mr. Arnius ini tidak bisa bahasa Inggris, Om?" tanya Zayn. "Me
Happy Reading*****Seketika wajah Refara menegang. "Sejak kapan Bapak ada di sini?" tanya si cewek terbata."Sejak kamu mengatakan kalimat terakhir tadi. Ada apa dengan keluargaku?" Firhan mendekat bahkan tangannya menangkup pada tangan Refara yang terpasang infus."Tidak ada apa-apa, Pak. Ada salah satu teman yang mengatakan bahwa keluarga Rafiq terlibat dalam usaha ilegal.""Siapa temanmu itu? Sampaikan padanya, jangan asal bicara. Usaha keluarga Rafiq, semua dijalankan dengan lurus," jawab Firhan. Terlihat jelas kemarahan yang nyata di wajah sang atasan."Kita bahas itu nanti. Sekarang biarkan dia siap-siap pulang," sela Ilham supaya pembahasan mereka tidak memanas. Dia bahkan membantu Refara menegakkan badan sebelum akhirnya si perawat datang membantu. Beberapa menit kemudian, mereka bertiga sudah dalam perjalanan pulang. Refara yang duduk di samping Firhan, diam seribu bahasa. Perempuan itu merasa bersalah karena ucapannya tadi. Namun, dia juga masih berpikir tentang pemilik
Happy Reading*****"Kenapa marah? Apa ucapan saya benar?"Zayn melingkarkan tangannya ke pinggang si cewek dan menariknya kuat hingga membentur dada. Indera lelaki itu berkorban layaknya api yang siap melahap apa pun di sekitarnya. "Tutup mulutmu jika kamu tidak mengetahui hal yang sebenarnya," ancam Zayn. Lalu, secara brutal lelaki itu mencium perempuan di depannya. Sama sekali tidak memberikan celah untuk menghindar.Refara merasakan sakit, bukan cuma tubuhnya. Hatinya benar-benar tercabik-cabik oleh perlakuan lelaki itu apalagi ketika bayangan jasat keluarganya melintas begitu saja di pikirannya. Air mata pun mengalir tanpa terasa dan Zayn menyadari hal tersebut. Segera menghentikan ciumannya, Zayn menempelkan keningnya pada kening si cewek. "Kenapa menangis? Aku tidak mau kamu memikirkan hal-hal yang bisa mengganggu fokus rencana kita," ucapnya dengan napas memburu."Saya, hanya menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin sebaiknya saya tidak pernah menerima tawaran Anda jika ses
Happy Reading*****Tubuh Refara menegang ketika mendengar pertanyaan dari seseorang di belakangnya. Walau tidak melihat wajah lelaki itu, tetapi dia sangat mengenal suaranya. "Refa, kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya si lelaki sekali lagi. Refara terpaksa berbalik. Gemetar, dia mau tak mau harus menjawab pertanyaan sang kepala keluarga Rafiq. "Pagi, Pak," sapanya. Sailendra mengangguk dan bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti tadi. "Cepat katakan, kenapa kamu bisa ada di sini sedangkan kamu adalah sekretarisnya Firhan.""Pak Zayn sengaja mengajak saya ke sini pagi ini. Katanya, beliau membawa seorang dokter untuk memeriksa luka di kepala saya," jelas Refara. Perempuan itu menunduk dalam, tidak berani menatap wajah sepuh sang lelaki. Takut jika kebohongannya akan terbongkar."Benarkah seperti itu?" Sailendra merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel. Sepertinya sang kepala keluarga Rafiq menghubungi cucunya untuk memastikan kebenaran ucapan Refara. Perempuan itu meng
Happy Reading*****Yoga berjalan cepat memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Harri. Sementara Refara, masih terus mengajak berbincang saudaranya demi merangsangnya bangun dari tidur panjang."Re, dokter sudah ada di sini," kata Yoga. Dia sudah masuk bersama seorang dokter yang selam ini menangani Harri. Ada juga dua orang perawat."Tolong periksa, Dok. Tadi, saya melihat pergerakan tangannya. Tapi, kenapa matanya masih terpejam," jelas Refara."Baik, Bu. Boleh bergeser dulu supaya lebih leluasa memeriksa."Refara berjalan mendekati Yoga yang berdiri di dekat pintu. "Semoga Mas Harri sadar dan membuka matanya. Jadi, kita bisa bertanya secara langsung mengenai kecelakaan itu. Dia satu-satunya saksi kunci.""Tenang, Re. Rileks, jangan terlalu memaksakan keinginan. Kita tunggu hasil pemeriksaan dokter."Beberapa menit menunggu, sng dokter sudah menyelesaikan pemeriksaannya. "Sepertinya, kondisi pasien memang jauh lebih baik. Dalam kondisi tertentu, ada pasien yang memang memberikan r
Happy Reading*****"Kamu ngelamunin apa, Re?" tanya Firhan. Tangannya bahkan sudah berada di atas pundak sang sekretaris. "Kenapa bengong saja.""Eh, Bapak." Refara segera menyembunyikan ponselnya. "Tidak ada apa-apa, Pak. Saya cuma berpikir kenapa harga dasi di sini mahal-mahal sekali, ya."Seketika tawa Firhan membahana. "Kamu lihat nama toko ini."Refara mengangkat garis bibirnya, sungguh jawaban yang menyesatkan. Bagaimana bisa berpikiran begitu bodoh seperti perempuan polos yang tidak pernah masuk ke butik merk terkenal saja."Ayo, Pak. Kita cari kemejanya. Jas sama celana kan sudah dapat," kata Refara demi mengalihkan pembahasan selanjutnya yang akan semakin membuatnya terlihat bodoh.Firhan mengusak rambut perempuan itu, lembut. "Kamu ini," ucapnya, "pilihkan satu dasi untukku. Lalu, kita cari gaun untukmu. Aku sudah membeli semua perlengkapan untuk pesta.""Kok gaun buat saya?" Kening Refara berkerut.Firhan menyentil kening perempuan itu. Gemas sekali melihat ekspresi lucu
Happy Reading*****Tubuh Refara menegang. pertanyaan Firhan membuatnya bungkam. Namun, sebuah alasan segera dia temukan."Saya lupa, ada yang harus saya kerjakan sebelum besok masuk kerja. Jika tidak segera pulang, saya takut tidak bisa menyelesaikannya.""Tunggu, Re." Tatapan Firhan makin tajam, seolah menguliti seluruh tubuh si perempuan. "Aku perlu memastikan jika kamu tidak sedang terlibat hubungan dengan Mas Zayn. Aku tidak mau mau kejadian seperti sebelumnya terulang. Katakan, kenapa kamu bereaksi sedemikian rupa ketika aku mengatakan hal yang menyangkut saudaraku itu."Keringat mulai mengalir di kening Refara, gugup menyerang. Firhan benar-benar cepat membaca perubahan yang terjadi pada dirinya. "Bukan karena Pak Zayn, tapi ada hal penting yang memang harus saya kerjakan. Jika Bapak tidak percaya, silakan baca ini." Refara menunjukkan wajah paniknya untuk mendukung semua kebohongannya.Menjulurkan ponselnya yang terlihat dengan jelas chat dari Yoga. Beruntung chat yang dimint
Happy Reading*****Refara jatuh terlentang di sofa. Dia semakin membenci lelaki di hadapannya kini. Apa yang dilakukan Zayn benar-benar kelewat batas. "Apa sebenarnya maumu, Pak?" tanya perempuan itu dengan tatapan penuh kebencian. Refara berusaha keras menghindari serangan lelaki mesum itu.Seakan tuli, Zayn memaksa mencium perempuan itu pada bibir. Kedua tangannya mencengkeram lengan Refara. "Mmm," gumam Refara tidak bisa menyuarakan kekesalannya. Zayn bahkan kini menyesap kuat bibir si perempuan karena tak kunjung diberi akses. "Mmm," ucap Refara sambil memukul-mukul dada lelaki di hadapannya itu. Tak sabar, Zayn menggigit bibir Refara. Perempuan itu mengaduh dan hal itu tak disia-siakan olehnya. Perang bibir pun terjadi tanpa keikhlasan hati sang sekretaris. Cukup lama mereka lelaki itu melakukannya hinga sebuah ketukan terdengar."Re, apa kamu di dalam? Ada berkas yang harus kamu kerjakan karena Firhan memintanya cepat," ucap seseorang yang tak lain adalah Ilham.Bukannya me
Happy Reading*****"Apa kamu lupa siapa aku?" Suara lelaki itu begitu dekat di telinga Refara. Embusan napasnya bahkan terasa hangat menyapa kulit wajah.Meremang, Refara tidak bisa memungkiri jika dia sangat mengenal suara lelaki tersebut. Siapa lagi yang berani menerobos batasan demi bisa melecehkannya. "Pak, jangan main-main. Kalau ada yang melihat dan melaporkannya pada Bu Elvira, Anda sendiri yang repot." Suara Refara bergetar hebat. Bukan karena takut, tetapi dia sedang berusaha menahan rangsangan yang diberikan Zayn pada bagian sensitif tubuhnya. Zayn mendengkus, tetapi tangannya masih bergerak aktif meremas gundukan Refara. Entahlah, mengapa lelaki itu selalu saja ingin melakukan hal-hal mesum pada perempuan yang dia tugaskan untuk menggoda saudaranya. Apalagi ketika Zayn melihat sendiri adegan romantis keduanya dengan mata kepala sendiri. "Kamu kira aku takut dengan ancamanmu? Sama seperti hubunganmu dengan Firhan, maka Elvira, hanyalah alat yang aku gunakan untuk mend
Happy Reading*****Ilham melebarkan kelopak matanya ketika melihat Firhan sudah berada di hadapannya. Cepat-cepat memutuskan sambungannya dengan seseorang yang ditelepon tadi. "Sejak kapan kamu masuk, Fir?" tanya Ilham gugup."Tidak penting sejak kapan aku masuk. Siapa lagi cewek yang mau kamu lenyapkan? Ingat, Ham. Kamu tidak bisa terus menerus memukul mundur semua perempuan yang mendekatimu. Refara sudah bersedia menerima cintaku, jadi mulailah membuka hati untuk perempuan-perempuan yang mendekatimu termasuk si dia."Tawa Ilham menguar, "Jadi, sekali lagi kamu menggunakan kekuasaanmu untuk menekan Refara supaya menerima perasaanmu? Jangan naif, Fir. Kita sudah sepakat bermain sehat untuk mendapatkan hatinya.""Ayolah, Ham. Cewek mana yang akan memilihmu jika posisimu seperti sekarang. Jelas Refara lebih memilihku karena jabatan dan harta yang aku miliki sekarang. Tanpa perlu aku menekannya seperti yang aku lakukan pada Irene." "Aku rasa Refara bukanlah cewek seperti itu," sanggah
Happy Reading*****Beberapa menit Firhan melumat dan menyesap bibir ranum Refara hingga perempuan itu memberi kode supaya segera menghentikan aksinya dengan memukul pelan dadanya. "Pak, apa yang Anda lakukan?" tanya Refara dengan napas memburu. Walau tidak membalas ciuman sang atasan, tetapi perempuan itu sedikit kesulitan bernapas akibat ulah Firhan."Re, aku beneran tertarik padamu. Aku tidak bisa melihatmu fokus pada Mas Gandy. Sejak meeting berlangsung tadi, tatapanmu selalu tertuju padanya. Apa kamu memiliki perasaan pada Mas Gandy?"Refara menggoyangkan tangannya dengan cepat, kepalanya juga menggeleng demi meyakinkan sang atasan. "Bapak, jangan asal mengambil kesimpulan sendiri. Saya sama sekali tidak tertarik dengan Pak Gandy. Jika selama meeting saya terus saja mengamati beliau. Semua itu karena saya penasaran dengan jepit dasi yang beliau kenakan.""Kenapa dengan jepit dasi milik Mas Gandy?" Firhan memegang pergelangan sang sekretaris dan mengajaknya duduk di sofa. Perem
Happy Reading*****"Apalagi, Re? Aku tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaan konyolmu itu." Gandy melanjutkan langkah meninggalkan perempuan itu."Pak, jika apa yang saya tanyakan menyangkut hidup mati seseorang, apakah Anda masih tidak mau menjawabnya. Jawaban bapak, benar-benar akan membantu seseorang itu," ucap Refara sedikit keras.Gandy kembali menghentikan langkahnya. Menggerakkan kepala ke arah sekretaris Firhan. "Aku tidak tahu ke mana perginya penjepit dasi yang diberikan almarhum ibuku. Sepertinya hilang," jawab si lelaki pada akhirnya."Kapan hilangnya, Pak?" tuntut Refara. Perempuan itu benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan jawaban kepastian dari Gandy.Si sulung mengangkat kedua bahunya."Bukankah itu benda yang sangat berharga. Bagaimana Anda bisa tidak ingat dan tidak berusaha mencarinya." Suara Refara naik satu oktaf membuat Gandy membuka mata lebar-lebar."Jangan memancing amarahku, Re. Perkataanmu sudah seperti penyidik saja." Gandy menge
Happy Reading*****Refara masih terus memandang jepit dasi yang dikenakan oleh Gandy dan mengabaikan pertanyaan Ilham."Re, apa yang kamu katakan tadi? Mengapa kamu menatap Mas Gandy sedemikian rupa? Apa yang salah dengannya?" Ilham menyentuh lengan perempuan di sampingnya itu.Refara tersadar dari lamunannya tentang Gandy. Melirik lelaki di sebelahnya, dia pun menggelengkan kepala. "Ayo, Pak. Kita harus sampai di ruangan sebelum Firhan sampai."Ilham terpaksa menuruti perkataan Refara karena yakin ada hal penting yang akan dibicarakan. Tidak mungkin keempat lelaki keluarga Rafiq itu datang bersamaan jika tidak ada hal yang mendesak.Keduanya sampai di ruangan bersamaan dengan Firhan yang akan masuk ruangannya. "Fir," panggil Ilham.Sang atasan menatap keduanya dingin. "Kalian berdua ke ruangan saya, sekarang juga," perintahnya.Cuma bisa menatap satu sama lain. Ilham dan Refara segera masuk ruangan si bos. "Apa ada meeting yang tidak aku ketahui, Fir?" tanya Ilham membuka suara te
Happy Reading*****"Aku minta maaf, Mas. Mungkin, ponsel itu sudah ikut terbakar bersama mobil kita," ucap Refara sedih. Harri menggelengkan kepala. Refara pun memegang tangan saudaranya itu, mencoba menghibur. "Ikhlaskan saja. Jika memang ada yang ingin berbuat jahat dengan keluarga kita, sebentar lagi kebenaran itu akan terungkap.""Re, aku melempar HP itu sebelum tak sadarkan diri. Mungkin saja, HP-nya jatuh tak jauh dari tempat kecelakaan," terang Harri.Refara menatap lurus, berpikir sejenak dan mencoba mengingat kejadian ketika dia datang ake lokasi kecelakaan keluarganya. "Tapi, Mas. Kejadian itu sudah berlangsung lebih dari dua bulan. Jika kita mencarinya apa mungkin HP itu masih bisa ditemukan.""Sebelum seseorang mengeluarkan aku dari mobil, aku sempat merekam percakapan seseorang yang mencurigakan. Sepertinya, kecelakaan itu memang sudah direncanakan. Tapi, Mas tidak tahu motifnya apa.""Aku pasti akan menyelidikinya. Sekarang, Mas Harri istirahat dulu. Aku akan memint
Happy Reading*****"Zayn, tunggu!" teriak Elvira. Sailendra menarik kerah kemeja cucu sulungnya. Dia membawa Gandy turun dari panggung bersama dengan Firhan.Cucu kedua dari keluarga Rafiq itu tersenyum sebelum berbalik. Dia juga sempat mengedipkan sebelah mata pada Refara. Entah apa maksudnya, Refara tidak berani bereaksi apa pun walau sekedar memandang. "Ada apa?" sahut Zayn santai."Aku memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku. Mari kita lanjutkan rencana pertunangan ini. Menjalankan dan mewujudkan apa yang sudah kita rencanakan sebelumnya." Elvira turun, mendekati lelaki yang tadi sempat meninggalkannya. Zayn berbalik dan tersenyum. "Kamu yakin memilihku?" tanyanya memastikan.Elvira mengangguk, membalas senyuman Zayn dengan manis. Tangannya terulur meminta di gandeng si lelaki. Namun, Zayn malah berbuat sebaliknya. Lelaki itu memasukkan kedua tangan ke saku celana walau langkahnya mendekati Elvira. "Ayo, kita selesaikan ritual ini," pintanya. Saat Zayn naik ke panggung be
Happy Reading*****Refara pura-pura ke toilet untuk menghubungi Zayn demi memastikan semua. Entah mengapa dia begitu khawatir jika lelaki itu akan mendapat luka lagi seperti semalam. Namun, ponsel Zayn lagi-lagi tidak bisa dihubungi. "Apa hukuman itu belum selesai juga. Tapi, kenapa tadi mengatakan bahwa semua akan kembali normal setelah jam delapan pagi. Ah, Zayn. Kenapa kamu membuatku khawatir," lirih Refara. Tidak berhasil menghubungi orang yang dicarinya, Refara meminta bantuan Yoga untuk datang ke vila, memastikan keberadaan Zayn. Namun, baru saja dia akan men-dial kontak Yoga di ponselnya, suara riuh tamu undangan terdengar. Gegas, perempuan itu kembali ke meja semula. Di mana Firhan sudah tidak berada di sana dan Refara melihat sosok Zayn berdiri tegak di samping Sailendra."Kenapa datang jika sebelumnya kamu sudah menyakiti Elvira," kata Sailendra. "Jangan mempermalukan keluargamu sendiri, Zayn."Lelaki berjas hitam dengan membawa buket mawar itu cum menatap sang kepala ke