Saat menunggu taksi, ada seseorang yang memanggil Isha. Merasa namanya dipanggil, dia segera memutar tubuhnya ke sumber suara.Alangkah terkejutnya Isha ketika melihat siapa yang memanggilnya. Kaki Isha seketika lemas melihat siapa yang orang tersebut. Apalagi langkah orang tersebut semakin lama semakin mendekat.“Pak Dino.” Isha begitu terkejut sekali melihat Dino berada di penjara.“Sedang apa kamu di sini?” Tepat di depan Isha, Dino segera bertanya.Dino baru saja sampai di penjara. Saat memarkirkan mobilnya, Dino melihat Isha keluar dari penjara. Dino segera keluar untuk mengejar Isha. Memastikan apa yang dilakukan Isha. Mengingat ini adalah hari minggu, entah kenapa dia curiga jika wanita yang dimaksud oleh polisi adalah Isha. Secara diam-diam, Isha mengunjungi Abra tanpa dirinya.Isha bingung harus menjawab bagaimana. Jantungnya berdegup kencang. Dia benar-benar takut sekali. Apalagi sudah tertangkap basah.“Menemui Kak Abra.” Isha menjawab dengan suara lirih.Sebenarnya tanpa D
Danish membulatkan matanya mendengar permintaan sang mami. Tentu saja itu adalah sesuatu yang sulit baginya penuhi.“Mi, besok saja aku akan bawa Isha ke sini.” Danish mencoba membujuk sang mami.“Tidak mau. Ayo kita temui Isha ke tokonya sekalian agar Mami tahu toko Isha.” Mami Neta tetap dengan pendiriannya.Danish mengembuskan napasnya. Merasa bingung dengan permintaan sang mami. “Aku masih harus membahas pekerjaan dengan papi dulu, Mi.” Danish kembali memberikan alasan.“Sudahlah, Sayang. Nanti sore saja bertemu dengan Isha. Biarkan Danish bicara denganku dulu.” Papi Dathan mencoba membantu anaknya membujuk sang istri.Mami Neta masih kesal. Masih tidak mau menerima ajakan dari sang anak dan suaminya itu.“Nanti sore saja, Mi. Sekalian kita makan malam.” Akhirnya Danish tidak punya pilihan untuk membuat sang mami tidak marah.“Baiklah, kita jemputnya dan sekalian kita makan malam.” Mami Neta akhirnya setuju juga. Merasa waktu makan malam dia pastinya bisa dekat dengan menantunya i
“Jawab saja seperlunya. Tidak perlu sok akrab dan menjawab panjang lebar.” Mendapati perintah Danish itu, Isha mengangguk. Dia akan mengingat apa yang dikatakan Danish. Tidak mau membuat Danish kesal. Mobil sampai di restoran Italia. Mereka memesan ruangan privat agar saat mengobrol lebih enak. Karena Isha tidak mengerti menu apa saja yang enak, Danish memesankan makanan yang enak untuk Isha. “Mami jadi ingin tahu, di mana sebenarnya kalian bertemu?” Mami Neta menatap Isha dan Danish secara bergantian. Dia ingin tahu bagaimana kisah anak dan menantunya itu. “Kami bertamu di toko.” Danish menjawab hal itu. “Kami bertemu di kantor.” Isha menjawab bersamaan dengan Danish. Ketika mendapati dua jawaban yang berbeda membuat Mami Neta bingung. Dia menatap Danish dan Isha bergantian. Sorot matanya seolah menjelaskan siapa di antara mereka berdua yang benar. “Jadi waktu itu Isha mengantarkan pesanan karyawan ke kantor. Kemudian kami bertemu lagi di toko IZIO ketika Isha mencari s
Suara ketukan pintu terdengar ketika Isha masih menikmati tidurnya. Padahal Isha berniat menikmati liburnya di akhir pekan ini dengan bangun siang. Sayangnya, semua harus sirna. Isha segera berangsur bangun dari tempat tidur. Kemudian membuka pintu. Tepat di depan pintu, dia melihat Danish membawa baju setumpuk dan beberapa barang lainnya. “Ada apa Pak Danish membawa itu semua?” Isha bingung sekali dengan apa yang dilakukan Danish itu. “Mami mau ke sini. Jadi aku pindahkan beberapa barangku agar terkesan aku tidur sekamar denganmu.” Danish menjelaskan sambil langkahnya diayunkan masuk ke kamar Isha. Isha hanya diam saja dan membiarkan Danish melakukan apa pun yang dia mau. Danish memasukkan bajunya yang dibawa itu ke dalam lemari. Kemudian menyusun beberapa barang seperti minyak wangi, gel rambut, dan sisir di meja rias Isha. Bercampur dengan barang-barang Isha.“Jika mami tanya, bilang aku tidur di sini.” Danish memberitahu Isha. “Baiklah.” Isha mengangguk saja. Mengerti y
“Ingatlah, jika cincin itu cukup mahal. Jadi kamu harus menjaganya dengan baik. Jangan menjualnya.” Baru saja sampai di rumah, Danish langsung mengatakan hal itu pada Isha. Melampiaskan kekesalannya atas perhatian sang mami yang diberikan pada Isha. Isha tidak habis pikir kenapa Danish bisa berpikir sejauh itu. Tidak ada sedikit pun niatnya untuk menjual cincin itu. “Pak Danish tenang saja. Saya tidak akan menjual cincin ini. Nanti saat kita berpisah, saya akan kembalikan semuanya, termasuk cincin ini dan juga cincin pernikahan.” Isha segera berlalu pergi ketika selesai menjawab ucapan Danish. Tak mau berlama-lama bersama Danish dan membuatnya sakit hati. Isha benar-benar kesal dengan Danish. Dia berjanji pada dirinya sendiri. Saat pergi nanti, dia tidak akan membawa apa yang diberikan oleh Danish dan kelurganya. Sekecil apa pun barang itu nanti. “Aku harus segera hamil dan melahirkan, agar segera terbebas dari Pak Danish.” Isha benar-benar sudah tidak tahan dengan Danish.
“Aku ada urusan penting.” Danish mencoba menjelaskan.“Sepenting apa sampai kamu harus pulang?” tanya Dino penasaran.“Penting, karena ini menyangkut masa depanku.” Danish tersenyum penuh arti. Kemudian berlalu pergi.Dino bisa menebak jika urusan Danish pasti berhubungan dengan Isha. Karena masa depan Danish adalah bersama Isha. Jika Isha punya anak, tentu saja itu akan jadi masa depan untuk Danish.Danish meminta supir untuk mengantarkannya pulang. Benar adanya jika Danish pulang karena Isha. Istrinya itu mengabari jika ini adalah masa subur. Tertulis dalam pesan, jika Isha sudah menunggu beberapa hari, tetapi Danish sibuk sekali. Danish mengingat jika beberapa hari lalu, dia meminta Isha memberitahu tentang masa suburnya, tetapi ternyata Isha mendadak baru bilang hari ini.Satu jam perjalanan, akhirnya Danish sampai di rumah. Tepat saat Danish keluar dari mobil, dia melihat Isha di balkon rumah. Tampak Isha menunggunya.Isha mengulas senyum tipisnya ketika melihat Danish pulang. Ta
Pagi ini entah kenapa wajah Isha begitu berseri-seri. Perasaannya tampak bahagia sekali. Tidak dipungkiri jika semalam memang Isha menikmati. Jadi mungkin itulah yang membuat pagi ini dia begitu bersemangat sekali.Isha keluar kamar saat selesai bersiap. Seperti biasa, dia akan ke toko pagi ini. Saat menuruni anak tangga, Isha melihat Danish yang baru keluar dari kamar. Berbeda dengan Isha, Danish tampak biasa saja. Tidak sama sekali ada perubahan di wajahnya. Tampak seperti tidak ada yang terjadi semalam.‘Sepertinya hanya aku yang senang karena kegiatan semalam,’ batin Isha.Melihat Danish yang biasa saja membuat Isha menyesal merasa bahagia. Seolah dia yang menikmati penyatuan mereka semalam. Tentu saja itu membuat hatinya sedikit sakit. Ternyata dirinya sudah menikmati, tetapi Danish tidak.Isha segera duduk ruang makan. Senyum yang tadi sempat menghiasi wajahnya pun dikuburnya dalam-dalam. Tak mau sampai Danish melihat wajah bahagianya.Danish dengan santai menyusul Isha, duduk d
Melihat sang istri yang seperti itu membuat sesuatu di bawah sana bangun. Danish yang hanya memakai celana tidur boxer membuat kejantanannya bergerak bebas.“Padahal aku sering melihatnya tanpa pakaian. Kenapa juga dia hanya memakai baju renang seksi, tetapi aku masih tergoda?” Danish memegangi miliknya yang sudah menegang. Berusaha untuk menidurkannya kembali.Isha segera kembali masuk ke dalam kolam renang. Membelah kolam renang dengan tubuhnya. Segarnya air membuat Isha benar-benar menikmati berenang.Ketika Isha masuk ke kolam renang, akhirnya Danish bernapas lega karena miliknya sudah kembali tenang. Tidak lagi menegang.Danish segera membuka pintu kaca yang menghubungkan kamarnya dan kolam renang. Tepat saat itu juga, Isha sampai di tepi kolam. Tampak Isha terkejut melihat Danish yang sudah bangun.“Pak Danish sudah bangun?” Isha menengadah ketika melihat Danish yang berada jauh lebih tinggi dibanding dirinya.“Suara air yang kamu ciptakan mengganggu tidurku.” Danish menatap taj
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan