Mendapati pertanyaan itu, Ina begitu terkejut sekali. "Tidak, bukan siapa-siapa." Ina langsung mengelak ketika Isha bertanya.Isha yang mendengar jawaban Ina, tersenyum. Sebenarnya tanpa harus bertanya, Isha tahu jawabannya. Namun, dia senang sekali melihat reaksi Ina.Makan malam begitu seru. Meraka saling bercerita dan saling mengobrol. Sepanjang obrolan Ina hanya mendengarkan. Pikirannya sedang tidak ada di sini. Jadi dia tidak fokus mengobrol.Saat makan malam usia, mereka pun segera pulang. Aulia dan Ina pulang dengan motor mereka masing-masing sedangkan Isha pulang dengan mobil Danish.Ina segera pulang ke rumah Abra. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pria itu."Kak Abra?" Sambil membuka pintu, dia memanggil nama Abra. Dilihatnya Abra sedang menikmati minuman di ruang tamu.Mendapati namanya dipanggil Abra langsung mengalihkan pandangan. Dia menuang minuman ke dalam gelasnya."Kamu sudah pulang ternyata."Isha yang kesal segera menghampiri Abra. "Kenapa Kak Abra melakuk
Isha ragu memberitahu di mana lagi tempat yang harus diolesi lotion, karena yang diolesi itu adalah bagian dalam tubuhnya."Kenapa tidak cepat jawab?" Danish menunggu Isha yang justru terdiam."Bagian perut." Isha menjawab lirik.Mendengar di mana harus mengolesi, Danish langsung berbinar. Tentu saja dia senang jika harus mengoles di bagian dalam tubuh istrinya."Kalau begitu cepat buka bajumu!" Danish memberikan perintah pada Isha.Isha membulatkan matanya ketika mendengar perintah Danish. "Kenapa harus membuka baju segala?" Isha tidak mengerti apa yang berada di pikiran sang suami. "Kalau tidak buka baju bagaimana aku mengoleskan lotion? Jika kamu pakai baju, nanti lotion akan menempel di baju. Sama saja akan sia-sia." Danish mencoba memberikan alasan masuk akal. Sebenarnya ini adalah pertama kali memakai lotion. Jadi dia tidak tahu harus membuka baju atau tidak. "Sudah, dengarkan saja aku." Danish pun meyakinkan Isha. Isha ragu, tapi perutnya memang harus diolesi lotion. Karena
Hari libur yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Isha dan Danish menikmati waktu bersama. Pagi ini Isha memanfaatkan waktunya untuk berolahraga. Karena hari ini tidak ada asisten rumah tangga, Danish langsung turun tangan. "Minum jusnya dulu." Danish ke taman belakang dengan membawa dua jus segar. Sengaja dia membuat itu karena memang mau istrinya minum minuman sehat saat olahraga. Isha terdiam. Menatap lekat wajah Danish. Suaminya itu benar-benar perhatian sekali. Hingga membuatnya tidak bisa berkata-kata. "Kenapa justru memandangi aku?" Danish melihat jelas jika Isha justru memandanginya. Bukan segera meminum minumannya. Isha segera mengayunkan langkah menghampiri suaminya. "Tidak, aku hanya senang diperhatikan." Isha mengulas senyum manisnya. Semakin hari, perasannya semakin kentara. Semakin jatuh cinta pada Danish. Apalagi perbedaan Danish dan Abra terlalu signifikan. "Aku akan selalu memperhatikanmu." Danish mendaratkan kecupan di dahi sang istri. "Cepat minum jusnya."
Isha menatap wanita yang sedang mengajaknya bicara itu. Dia tidak mengenal siapa wanita itu. Jadi dia bingung."Maaf, Anda siapa?" Isha memberanikan diri untuk bertanya."Aku teman sekantor Abra." Wanita itu pun menjelaskan siapa dirinya."Oh ...." Isha hanya tersenyum mendengar jika wanita yang di sampingnya itu adalah teman mantan suaminya."Aku dengar Abra sudah keluar dari penjara.""Iya, dia sudah keluar dari penjara.""Wah ... korupsi sebanyak itu bisa keluar dalam waktu singkat, hebat sekali. Aku juga mau jika keluar dengan mudah seperti itu."Isha bingung menanggapi ucapan wanita di samping itu. Dia hanya menatap wanita itu dari pantulan kaca saja."Aku dengar, kamu menggantinya dengan tubuhmu. Hebat juga kamu bisa merayu Pak Danish hingga bisa membuat suamimu keluar dari penjara."Ucapan itu jelas membuat Isha geram. Dirinya seperti wanita murahan yang menjual diri pada Danish untuk mengeluarkan Abra."Anda benar-benar tidak sopan sekali. Saya saja tidak kenal Anda, tapi seen
"Aku mau mengajakmu ke suatu tempat." Danish menjelaskan sambil mengulas senyum."Mau ke mana?" Isha begitu penasaran sekali."Sudah, ikut saja."Isha hanya menautkan alisnya. Merasa jika Danish sedikit aneh. Mau membawanya ke mana sebenarnya, itu membuat Isha penasaran. Karena tidak mau bertanya-tanya, akhirnya Isha segera mengambil tasnya.Mobil melaju ke suatu tempat yang Isha sendiri tidak tahu. Berkali-kali bertanya, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Hingga akhirnya mobil berhenti di satu tempat. "Salon? Kenapa membawaku ke sini?" Isha benar-benar bingung. Tidak mengerti kenapa Danish membawanya ke salon. "Aku mau membawamu ke pesta." Danish mengulas senyum."Pesta apa?" Isha terus bertanya. Karena memang tidak tahu pesta apa. Danish tidak menceritakan apa pun perihal pesta."Sudah, ikut saja." Danish hanya mengulas senyum tanpa memberitahu.Isha hanya bisa pasrah. Mengikuti apa yang diminta oleh Danish. Mereka segera turun. Danish mengantarkan Isha untuk masuk.Di dalam, Isha
"Apa yang kamu ingin tanyakan?" Danish mengulas senyumnya. Dia yakin jika sang istri begitu penasaran dengan apa yang baru saja dilakukannya."Kenapa kamu tiba-tiba sekali mengadakan pesta.""Ayo, aku jelaskan saja di kamar." Danish tidak mau menjelaskan saat di lift. Tidak nyaman bercerita saat di lift.Mau tidak mau, Isha mengikuti Danish. Ke kamar dulu untuk dapat cerita. Saat sampai di kamar, Isha segera duduk manis untuk mendengarkan cerita Danish."Kemarin aku menghubungi Dino untuk membuat pesta. Meminta semua karyawan IZIO datang."Semalam setelah melihat Isha yang tampak sedih, Danish berniat untuk mengobati kesedihan itu, yaitu dengan cara memberitahu semua orang. Karena itu Danish langsung menghubungi Dino. Meminta untuk mengadakan pesta dan meminta semua karyawan datang ke hotel besok.Tentu saja permintaan Danish itu membuat Dino terkejut. Dino kalang kabut memesan hotel untuk acara. Dari beberapa hotel yang dihubungi, hanya Hotel Maxton yang kosong. beruntung pemilik Hot
"Apa kita akan menginap di sini?" Isha menatap sang suami setelah sedikit tenang dari tangisnya. Waktu menunjukan jam sembilan malam. Artinya sudah cukup malam untuk pulang."Jika kamu tidak nyaman, kita bisa pulang.""Aku nyaman nyaman saja. Asalkan ada kamu." Isha malu-malu menjawab.Mendengar jawaban Isha itu, membuat Danish jadi sekali. Dia langsung mencubit pipi Isha. "Semakin hari, kamu semakin menggemaskan."Pipi Isha semakin merona ketika suaminya mencubit pipinya.Mereka masih di sofa. Saling berhadapan dan saling memandang. Bersandar pada punggung sofa."Apa kamu suka pesta tadi?" Danish yang menatap sang istri pun bertanya."Em ... aku lebih malu saja. Karena semua orang melihat aku." Isha mengungkapkan perasaanya tadi."Karena kamu memang pusat acara tadi. Jadi wajar jika mereka melihat ke arahmu." Danish menyelipkan rambut Isha ke balik telinga."Iya, tapi tetap saja aku malu.""Kamu harusnya bangga, bisa menjadi istri seorang Danish Morgan. Siapa yang bisa meluluhkan hat
"Lalu kita mau ke mana?" Isha penasaran."Kita akan ke rumah mami nanti. Mami minta kita ke sana." Sebenarnya kemarin Mami Neta meminta Danish ke rumah. Karena dia mengadakan pesta, jadi tidak bisa ke rumah sang mami.Isha langsung mengangguk. Dia juga sudah cukup lama tidak bertemu. Terakhir saat mertuanya itu ke rumah. Jadi jika sekarang gantian dia yang ke rumah mertuanya, tidak ada salahnya.Akhirnya setelah sarapan, mereka pergi bersama. Diantar oleh supir, mereka menuju ke kediaman Fabrizio. Isha terus mengulas senyum manis di wajahnya. Merasa begitu bahagia sekali."Akhirnya kalian datang juga." Mami Neta langsung memeluk menantunya itu."Maaf baru ke sini hari ini, Mi." Isha begitu senang dipeluk oleh mertuanya itu."Tidak apa-apa. Yang penting sekarang kamu sudah ke sini. Ayo, masuk." Mami Neta langsung mengajak Isha ke rumah.Danish yang sedari tadi diabaikan pun hanya bisa pasrah. Ternyata Isha sudah menempati hati sang mami. Jadi dirinya diabaikan. Dengan langkah gontai, d
Tanpa terasa Dario sudah sebelas bulan. Dia susah mulai berdiri-diri. Berpegangan beberapa barang yang ada di sekitarnya. Pagi ini, dia bermain dengan sang mami dan papinya di taman belakang. “Minggu depan pembukaan toko. Apa yang harus aku persiapkan?” Pembangunan toko milik Isha, akhirnya selesai juga. Walaupun sedikit meleset dari perkiraan, tapi tidak banyak kendala yang terjadi. “Tidak perlu menyiapkan apa-apa. Siapkan dirimu saja. Aku sudah siapkan semua.” Danish selalu ingin yang terbaik untuk istrinya. “Terima kasih.” Isha merasa sangat beruntung sekali karena sang suami selalu mempermudah semuanya. Danish memegangi Dario yang sedang berdiri. Karena senangnya berdiri-diri, anaknya itu memang selalu meminta untuk berdiri. Saat sedang berpegangan pada sang papi, tiba-tiba Dario melepaskan tagannya yang berpegang pads sang papi. Danish dan Isha tampak terkejut ketika melihat hal itu. “Rio ....” Isha memanggil anaknya itu. Dario yang dipanggil pun segera mengayunkan langkah
“Aaaccchhh ....”Suara indah yang keluar dari mulutnya keduanya menandakan jika pelepasan sempurna didapat oleh keduanya.Tubuh Danish seketika lemas dan terjatuh di atas tubuh sang istri. Mengatur napas yang terengah-engah.Isha pun merasakan hal yang sama. Tubuhnya lelah dan butuh waktu untuk beristirahat. Mengatur napasnya yang seperti baru saja lari kiloan meter.Butuh waktu beberapa saat untuk mengembalikan tenaganya. Hingga akhirnya, membersihkan diri.****Isha dan Danish memutuskan pulang saat sore hari. Seharian mereka memanfaatkan waktu untuk mencari kenikmatan. Melepaskan hasrat yang terpendam beberapa bulan.“Aku malu sekali mau pulang.” Tiba-tiba saja Isha merasakan hal itu.“Bersikaplah tenang. Nanti mereka akan curiga jika kamu bersikap seperti itu.”Isha bersikap tenang seperti yang suaminya katakan. Dia tidak mau membuat kakak iparnya curiga.Mereka sampai di rumah. Tampak mobil Liam-suami Loveta sudah di depan rumah. Isha dan Danish berusaha untuk tenang seperti tida
Pagi-pagi Loveta sudah sampai di rumah Danish. Semalam, dia dikabari oleh adiknya itu untuk membantu menjaga Dario. “Kak Loveta.” Isha menyapa kakak iparnya itu. “Mana Iyoo?” Loveta senang sekali karena akhirnya diminta jaga keponakannya. “Baru saja tidur, Kak.” Isha segera mempersilakan kakak iparnya untuk masuk ke rumah. Menyajikan teh sambil menunggu Danish bersiap. Beberapa saat kemudian, Danish keluar dari kamarnya. Kemudian menghampiri sang istri. “Kak Lolo sudah datang, kalau begitu ayo pergi.” Danish menatap istrinya. Isha masih diam. Dia masih tidak enak sekali dengan kakak iparnya karena harus menjaga sang anak. “Sudah, kalian pergi saja. Serahkan anak kalian padaku.” Loveta berusaha untuk meyakinkan adik iparnya. Saat mendapati ucapan itu, Isha segera bersiap untuk meraih tasnya yang berada di sofa ruang keluarga. “Titip Rio yang, Kak.” Sebelum berangkat dia menitipkan lagi anaknya. “Iya.” Loveta mengangguk. Isha dan Danish segera pergi. Danish mengendarai mobiln
Levon dan Luel semakin nyaman menjalani hubungan setelah mendapatkan restu. Perjalanan masih panjang untuk hubungan mereka ke jenjang serius. Mereka lebih memilih untuk menikmati hubungan. Apalagi mereka harus fokus pada kuliah mereka.Isha semakin nyaman menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Anaknya semakin gembul sekali. Apalagi sang anak minum ASI.Kehadiran Dario membuat rumah menjadi ramai. Keluarga sering datang ke rumah untuk bertemu Dario. Mulai Nessia, Loveta, atau pun Mami Neta.Seperti hari ini, Loveta datang untuk berkunjung. Dia terus bermain dengan Dario.“Iyoo ... Iyooo ....” Loveta memanggil keponakannya itu.“Mi, namanya Dario, kenapa dipanggil Iyoo?” Ve melemparkan protesnya.“Susah jika dipanggil Dario. Seperti namamu saja. Singkat. Hanya ‘Ve’.” Loveta menjelaskan pada sang anak.Ve hanya bisa menggeleng heran. Ternyata itulah yang membuat sang mami memanggilnya singkat. Agar lebih mudah.Isha yang mendengar perdebatan itu hanya tersenyum saja.“Kak Loveta su
Mendapati pertanyaan sang anak, Dona terdiam sejenak. Memandang Luel.Luel yang melihat mama Levon menunggu jawaban dari wanita itu. Penasaran apa jawaban yang akan diberikan.“Iya, Mama tidak marah.” Dona langsung membenarkan apa yang diucapkan oleh Levon.Luel merasa lega sekali mendengar hal itu. Rasanya ketakutan yang dirasakannya menguap.Tok ... tok ....Suara ketukan pintu terdengar. Luel, Levon, dan Dona mengalihkan pandangan merek. Dilihatnya Isha yang mengetuk pintu.“Minumannya aku taruh di meja. Silakan diminum.” Isha melebarkan pintu untuk memberitahu di mana ditaruh minumannya.“Terima kasih, Aunty.” Levon mengangguk.“Mama akan ke sana.” Dona menepuk bahu Levon. Kemudian mengayunkan langkahnya keluar.Levon memilih untuk tetap tinggal di kamar Luel. Menemani Luel.Dona segera keluar untuk menikmati teh yang dibuat oleh Isha. Menghargai Isha yang membuatkan minuman.Melihat Dona yang keluar dan Levon yang tetap tinggal di kamar, membuat Isha memutuskan untuk menemani Don
“Makanlah dulu.” Isha memberikan semangkuk bubur pada Luel.“Terima kasih, Aunty.” Luel segera menerima mangkuk yang diberikan. Dengan perlahan dia memakan bubur yang dibuatkan oleh aunty-nya.Isha tidak tega melihat Luel yang sakit. Padahal kemarin dia sudah mengingatkan Luel untuk makan.“Apa tidak apa-apa jika tidak mengabari mami dan papimu?” Isha memastikan pada Luel.“Iya, Aunty. Tidak perlu. Lagi pula aku sudah lebih baik.” Luel menolak tawaran sang aunty. Takut justru membuat orang tuanya khawatir atau bahkan menyalahkan paman dan bibinya.“Baiklah kalau begitu.” Isha tidak mau memaksa jika Luel tidak mau. “Kalau begitu kamu habiskan buburnya. Setelah itu kamu minum obat.”Luel segera memakan bubur yang diberikan oleh Isha. Tak lupa memakan obat dari dokter.“Istirahatlah lagi kalau begitu.” Isha segera meraih kembali mangkuk bubur yang kini sudah kosong.Isha meninggalkan Luel di kamarnya. Memberikan waktu untuk Luel beristirahat. Dia segera turun ke lantai bawah. Menyusul sa
“Uncle, tadi Luel pingsan dan sekarang di rumah sakit. Kata dokter dia terkena asam lambung.”Mendengar hal itu Danish seketika terkejut. Tadi keponakannya itu berangkat baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba sakit.“Kirimkan alamat rumah sakitnya, aku akan ke sana.”“Baik, Uncle.” Levon mengangguk.Akhirnya Danish mematikan sambungan teleponnya.“Siapa yang di rumah sakit?” Isha tampak penasaran sekali. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Luel.”“Luel?” Isha membulatkan matanya ketika mendengar jika Luel di rumah sakit. “Kenapa dia?” tanyanya ingin tahu.“Katanya dia asam lambung.” Danish menjawab seraya mengambil jaket di dalam lemari.“Pasti karena seharian dia tidak makan.” Sejenak Isha teringat dengan hal itu.Mendengar ucapan Danish, dia teringat ucapan Isha. Jika Luel tidak makan sejak pagi.“Bisa jadi.” Danish membenarkan.Danish segera bersiap untuk ke rumah sakit. Dia harus mengecek keadaan keponakannya itu.“Aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah.” Danish mendarat
Dona tampak terkejut melihat anaknya dengan seorang gadis. Yang menjadi perhatiannya jika ternyata gadis itu adalah gadis yang ditemuinya tadi di toilet. Dona memerhatikan gadis yang berada di sampingnya itu sedang melingkarkan tangan di lengan sang anak. Jika hanya teman, rasanya Dona yakin bukan. Karena teman tidak mungkin sedekat itu. “Ma.” Levon menyapa sang mama.Dona tidak langsung menjawab sapaan itu. Dia memilih memerhatikan gadis di samping sang anak.Levon menyadari hal itu. Mamanya sedang memerhatikan Luel. “Ma, kenalkan ini Luel, pacarku.” Dia pun segera memperkenalkan Luel.Pacar? Pikiran Dona melayang memikirkan pacar anaknya. Seingatnya sang anak sedang menjalin hubungan dengan keponakan Danish.‘Apa dia keponakan Danish?’ Dona bertanya dalam hatinya.“Luel?” Sejenak Dona mengingat sesuatu. Beberapa bulan lalu saat anaknya sakit, seorang gadis datang ke rumah sakit. Dona ingat nama gadis itu.“Kamu gadis yang ada di rumah sakit waktu itu?” tanya Dona memastikan.“Iya,
Luel memilih gaun cukup lama. Hingga membuat Levon menunggu. Karena orang tua Luel sedang pergi, jadi Levon menunggu sendiri. “Kak Luel mau pilih yang mana sebenarnya?” Ve merasa jika sedari tadi kakaknya terus memilih gaun tanpa tahu mana yang mau dipakai. “Iya, aku bingung. Kasihan Kak Levon sedari tadi menunggu. “Iya, sebentar lagi.” Luel mencari gaun. Hingga akhirnya dia mendapatkan gaun tersebut. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapatkan gaun yang dicarinya. Gaun hitam dengan payet warna gold. Perpaduan pas untuk pesta malam ini. Tadi juga Luel sudah bertanya pada Levon. Baju warna apa saja yang dimiliki Levon. Hitam dan gold tadi disebut oleh Levon. Jadi tentu saja nanti mereka akan serasi. Saat mendapatkan gaun, segera dia berdandan untuk acara pesta. Dia tak punya banyak waktu. Jadi harus segera bersiap.Tepat jam lima sore akhirnya Luel siap. Segera mereka berangkat. Sebelum ke tempat pesta, Levon mengajak Luel untuk ke kost tempatnya lebih dulu karena dia gantian akan