Suasana ruang makan saat jam makan siang menjadi hening setelah Aileen dan Christian duduk di meja makan. Hari ini adalah hari libur, kecuali Nyonya Fawlina, semua keluarga Li berada di rumah. Tidak ada obrolan apa pun sampai mereka selesai makan siang. Kebiasaan keluarga Li, dilarang mengobrol saat sedang makan."Kak, ada apa dengan lehermu? Apa kau alergi lagi?" Qarina yang tidak tahu apa-apa bertanya dengan santai pada Christian Li yang sedang duduk di kursi kepala keluarga."Tidak. Ada serangga yang menggigitku semalam," jawab Christian santai.Wajah Aileen seketika merona. Sementara Qarina tampak mengerutkan keningnya. Detik selanjutnya, tatapannya beralih ke lengan Christian yang tampak memerah. "Lalu, kenapa lenganmu?"Di kedua lengan Christian tampak ada beberapa garis merah memancang. Seperti bekas goresan kuku."Itu dibuat oleh kucing liarku."Aileen yang sedang minum air putih langsung tersedak usai mendengar itu. "Uhuk. uhuk. uhuk." Christian langsung memajukan tubuhnya k
"Ikut aku." Nyonya Caisa menarik tangan Aileen ketika dia baru saja memasuki dapur. Aileen yang terkejut, hanya bisa mengikuti Nyonya Caisa dengan langkah terburu-buru. Keduanya memasuki kamar yang biasa ditempati oleh Nyonya Caisa jika dia menginap di kediaman Li. Setelah mengunci pintu kamar, Nyonya Caisa berbalik menghadap Aileen dengan wajah garang."Aileen, kenapa kau tidak mengindahkan ucapanku? Apa kau memang tidak berniat untuk keluar dari keluarga Li?""Maksud, Nyonya apa?"Sebelum menjawab pertanyaan Aileen, Nyonya Caisa melirik pada leher Aileen yang terdapat bekas merah di lehernya. "Bukankah sudah aku pernah bilang padamu, jangan sampai kau tidur dengan Christian. Kenapa kau mengabaikan kata-kataku dan justru terjebak lebih dalam dengannya?"Aileen menampilkan wajah tidak senang ketika disalahkan oleh Nyonya Caisa. "Nyonya, perlu kau tahu. Semalam, aku diberi obat oleh Nyonya Fawlina. Aku tidak bisa menghindari hal itu. Tidak pernah sekali pun, terpikir olehku untuk mel
'Siapa orang yang sedang dia tunggu sampai tidak mau meninggalkan negara ini?'Christian memandang wajah Aileen yang tampak penasaran dengan jawabannya selama beberapa detik, kemudian berkata, "Aku tidak bisa memberitahumu."Gurataan kekecewaan tampak terlintas ke wajah Aileen ketika mendengar itu. Namun, hanya sesaat. Selanjutnya, Aileen berusaha menampilkan ekspresi biasa. "Apa orang itu sangat penting bagimu?"Dengan jantung yang berdebar, Aileen menunggu jawaban Christian seraya memainkan jemari tangannya di pangkuannya. Senenarnya, dia merasa malu bertanya seperti itu. Hanya saja, dia ingin memastikan apakah dugaannya selama ini memang benar. "Ya. Dia sangat penting bagiku," jawab Christian dengan wajah serius seraya memperhatikan wajah Aileen dengan seksama. Sorot mata Aileen seketika meredup.'Ternyata benar. Dia masih menunggu mantan tunangannya. Berarti dia masih mencintai mantan tunangannya. Kau memang bodoh, Aileen. Bisa-bisa kau berpikir kalau Christian sudah melupakan m
"Itu, aku ..." Aileen tampak kebingungan menjawab pertanyaan Christian. "Bukankah aku sudah bilang kalau aku keluar membeli sesuatu?"Setelah menjawab pertanyaan Christian, Aileen melangkah menuju nakas dan meletakkan kunci mobil, lalu berjalan menuju sisi ranjang sebelah kiri. "Kenapa belum tidur?"Bukannya menjawab pertanyaan Aileen, Christian justru mengajukan pertanyaan lain. "Lalu, mana barang yang kau beli?"Gerakan kaki Aileen terhenti ketika dia akan menaiki ranjang. "Itu ... barangnya tidak ada. Aku sudah berkeliling ke beberapa toko, tapi tidak menemukannya."Tidak ingin ditanya lebih banyak lagi oleh Christian, Aileen segera naik ke tempar tidur. "Aku tidur duluan. Besok aku harus bekerja."Christian memperhatikan gerakan Aileen yang sudah menarik selimut dan tidur memunggunginya setelah meletakkan guling di tengah. Tidak ada yang dilakukan oleh Christian selain terus memandang punggung Aileen sampai dia mendengar suara napas teratur Aileen.Setelah memastikan tidak ada lag
"Sudah bersih," ucap Christian setelah mengusap bibir Aileen dengan jemari tangannya. "Sial! Kenapa juga aku harus melihat ini." Daniel membanting sendok dengan kesal. "Kau sengaja ingin membuatku iri, ya?"Aileen baru bereaksi ketika mendengar suara dentingan sendok yang beradu dengan meja."Siapa suruh kau jadi orang ketiga di sini," kata Christian dengan acuh tak acuh.Melihat tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajah Christian Li, Daniel semakin kesal dibuatnya. "Hey, Tuan Muda Li! Ini ruanganku, seharusnya kau tahu diri sedikit. Jangan mempertontonkan kemesaraan kalian pada pria malang sepertiku." "Setiap minggu kau selalu berganti-ganti wanita, malang dari mananya?" ujar Christian, masih dengan ekspresi malas dan acuh tak acuhnya."Sudahlah. Lebih baik aku keluar." Daniel akhirnya bangkit dengan wajah kesalnya. Percuma saja dia berdebat dengan Christian, pada akhirnya dia tidak akan menang melawannya. "Telpon aku jika kalian sudah selesai bermesraan."Aileen sejak tadi hany
"Untuk apa kau ke sini?"Cathleen langsung menghadang Aileen ketika melihatnya memasuki ruangan keluarga."Di mana ayah? Aku ingin bertemu dengannya.""Dia tidak ada. Pergi! Kau tidak diterima lagi di sini."Cathleen mendorong Aileen dengan kuat hingga membentur tembok pemisah yang berada di belakangnya."Cathleen, aku tidak ada urusan denganmu. Aku hanya ingin bicara dengan ayah sebentar.""Kau hanya anak haram, tidak pantas menyebut ayahku sebagai ayahmu.""Terserah kau mau bilang apa."Karena tidak mau berdebat dengan kakak tirinya, Aileen memilih untum segera berlalu dari sana dan berjalan menuju ruangan kerja ayahnya. Di depan ada mobil ayahnya, berarti Cathleen berbohong. Aileen yakin kalau ayahnya ada di rumah. "Dasar tidak tahu diri." Cathleen segera menyusul Aileen dan mencekal tangannya. Namun, segera ditepis oleh Aileen. Tindakan Aileen itu, semakin menyulut emosinya, dia pun kembali mengejar Aileen dan langsung menarik rambut panjang Aileen hingga langkahnya terhenti."Ca
"Mana baju untukku?" tanya Christian Li pada Daniel saat temannya itu memasuki ruangannya."Ini." Daniel menyerahkan paper bag hitam dengan merk terkenal pada Christian. "Aku tidak tahu apakah cocok di tubuhmu."Christian mengambil paper bag itu, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju sudut ruangan, kemudian melepaskan kaos putih yang melekat di tubuhnya."Kakak Li, apa luka di punggungmu, kakak ipar juga yang membuatnya?" tanya Daniel dengan iris melebar saat melihat bekas cakaran kuku yang sudah mulai mengering di bawah pundaknya.Christian menoleh sedikit ke belakang, kemudian menjawab pertanyaan Daniel seraya memakai kemeja hitam yang baru saja dia buka kancingnya. "Apa kau pikir, tubuhku boleh disentuh orang, selain dia?"Benar juga. Christian tidak pernah memperbolehkan sembarangan orang menyentuhnya. Setelah mengancingkan bajunya, Christian berbalik ke arah Daniel. "Dia tidak tahu soal ini. Jangan katakan apa pun padanya."Christian memang sengaja menyembuyikan luka di
"Bagaimana kabarmu? Apa Christian dan keluarganya memperlakukanmu dengan baik?" tanya Tuan Jonas setelah keduanya berada di sebuah restoran yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Terpaksa dia membawa Aileen ke sana untuk berbicancang, karena tidak ingin terganggu dengan kehadiran istri dan juga anak pertamanya."Aku datang menemuimu bukan untuk berbasa-basi. Aku datang ke sini untuk menanyakan sesuatu."Melihat raut wajah dingin anaknya, hati Tuan Jonas serasa tercubit. Sorot matanya meredup diiringi dengan helaan napas panjang. Sejujurnya, dia merasa sedih melihat sikap dingin Aileen, tapi dia bisa memaklumi sikap anaknya itu, karena sebenarnya putrinya itu bersikap seperti itu juga karena dirinya. Selama ini, dia tidak pernah memberikan kasih sayang yang semestinya pada Aileen dan tidak pernah bisa memperlakukannya dengan baik, karena istrinya selama marah jika dia memberikan perhatian lebih pada putri keduanya itu. Bukannya, tidak berani dengan istrinya. Namun, dia memilih menga
"Ada apa, Sayang?"Christian yang baru saja terbangun dari tidurnya seketika bertanya pada sang istri yang sedang berbaring memunggunginya saat mendengar Aileen merintih sambil memegangi perutnya."Perutku sakit."Christian langsung terbangun dari tidurnya dan menyalakan lampu, tampak wajah Aileen sedang berkerut dan dipenuhi oleh keringat-keringat kecil."Sakit sekali," rintih Aileen lagi sembari meringis."Apa kau sudah mau melahirkan?" tanya Christian dengan panik.Pasalnya, belakang ini Aileen sering mengeluh sakit pada perutnya. Setelah berkonsultasi dengan dokter, Aileen baru tahu jika mendekati hari kelahiran, dia akan sering mengalami kontraksi palsu. Itu sebanyanya Christian bertanya seperti itu untuk memastikan apakah sakit perut kali ini akibat dari kontraksi palsu atau karena akan melahirkan."Aku tidak tahu, tapi ini rasanya sakit sekali.""Kita ke rumah sakit sekarang." Dengan hati-hati, Christian membantu Aileen untuk bangun, kemudian duduk di tepi ranjang. "Apa kau ma
"Sayang, ini terlihat lucu. Pasti akan terlihat cantik saat dikenakan anak kita nanti," ucap Christian sembari menunjukkan baju bayi berwarna pink yang memiliki renda.Ketika melihat itu, Aileen menghela napas dengan wajah frustrasi, "Christian, apa kau lupa kalau anak kita laki-laki? Dia tidak mungkin mengenakan baju seperti itu.""Aku tahu, Sayang. Maksudku, untuk anak perempuan kita selanjutnya. Tidak ada salahnya, kita membelinya sekarang. Kita bisa menyimpannya sampai dia lahir nanti."Aileen yang mendengar itu dibuat tidak bisa berkata-kata lagi oleh Christian. Bagaimana bisa dia membahas adik dari anak pertamanya, sementara anak pertama mereka saja belum lahir.Yang lebih membuatnya tidak habis pikir adalah meskipun mereka memang berencana ingin memiliki anak lagi, tapi bagaimana bisa Christian begitu yakin kalau mereka akan mendapatkan anak perempuan nanti.Bagaimana jika seandainya nanti mereka kembali mendapatkan anak laki-laki dan justru bukan anak perempuan? Mau diapakan b
“Selamat siang, Nyonya Li,” sapa Lea dengan sopan ketika Aileen akan melewati meja kerjanya menuju ruangan Christian Li bersama dengan Ken.“Siang Lea,” jawab Aileeen, dia berhenti sejenak di depan meja kerja sekretaris suaminya dan bertanya, “Apa Christian ada di dalam?”“Ada.”Lean kemudian berjalan mendahului Aileen dan membuka pintu. “Silahkan.”Aileen mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Setelah Aileen memasuki ruangan Christian, Lea kembali ke mejanya. Sementara Ken tetap mengikuti dari belakang hingga Aileen berhenti tepat di sebelah Christian.“Kenapa baru ke sini, Sayang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” ucap Christian seraya menarik tangan Aileen dan mendudukkannya di pangkuannya.“Christian, jangan begini, masih ada Ken di sini,” bisik Aileen dengan wajah malu.Setelah itu, Christian beralih menatap asistennya. “Ken, kau boleh pergi. Masalah tadi, kita bicarakan besok lagi.”Masalah yang dimaksud oleh Christian adalah masalah Ava. Rencananya, Ava akan diterbangkan kel
"Kandungannya tidak apa-apa. Pasien hanya mengalami keram akibat kontraksi palsu." Ucapan dokter seketika membuat Nyonya Caisa dan Qarina menjadi lega. Mereka sudah panik sejak tadi karena takut disalahkan oleh Christian seandainya terjadi apa-apa dengan janin dalam kandungan Aileen. "Qarina, apa sudah ada kabar dari Christian?" tanya Aileen usai berbaring di ranjangnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan dokter, Aileen dan yang lainnya langsung pulang ke rumah. Karena kondisi Aileen tidak mengkhawatirkan, jadi dokter memperbolehkan untuk pulang tanpa harus dirawat di rumah sakit. "Belum." Melihat wajah cemas Aileen, dia berusaha untuk menenangkannya, "Kak, ingat kata dokter, kau tidak boleh stres, jangan memikirkan hal lain dulu, itu akan berpengaruh pada kehamilanmu." Wajah Aileen masih tampak cemas. "Tapi, aku khawatir dengan Christian, tidak biasanya dia seperti ini." "Kak Christian pasti baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padanya, Ken atau orang yang ada di sana
“Ada apa?” Christian segera membalik tubuhnya usai menerima telpon dari asistennya. “Tidak apa-apa, Sayang. Ken hanya melaporkan mengenai pekerjaan.” Christian berjalan menghampiri Aileen yang sedang duduk di tepi ranjang, kemudian membungkuk di depan istrinya. “Sayang, hari ini aku akan berkunjung ke anak perusahaan yang berada di luar negeri bersama Ken. Ada hal mendesak yang harus aku urus di sana.” Usai mendengar itu, raut wajah Aileen seketika berubah menjadi muram. “Kapan kau kembali?” “Jika tidak bisa selesai besok, aku akan menginap dua hari di sana, tapi jika bisa aku selesaikan segera, aku akan kembali besok.” “Aku ikut.” “Tidak bisa, Sayang. Ini terlalu berisiko untukmu, tunggu saja aku di rumah. Aku usahakan menyelesaikannya pekerjaanku besok agar bisa langsung kembali.” Melihat wajah muram istrinya, Christian berjongkok di depan Aileen, kemudian memegang perut istrinya. “Aku akan melakukan perjalanan melalui udara, Sayang. Kau tidak bisa ikut. Perutmu semakin besar,
“Heemm!”Suara dehaman dari arah pintu menyadarkan keduanya yang sejak tadi saling memandang. Calina langsung menarik diri dan berdiri dengan tegak ketika melihat seorang pria dan wanita memasuki ruanganSementara itu, Arthur juga menoleh ke arah pintu dengan ekspresi biasa. Namun, ketika pandangannya bertemu dengan Tiffany, sorot matanya berubah sendu selama beberapa detik.“Sepertinya, kami datang di waktu yang tidak tepat,” ucap Jackson sambil berjalan mendekati ranjang Arthur. “Maaf, sudah mengganggu keromantisan kalian.”Calina yang sedang berdiri di samping Arthur tampak mengusap lengan kirinya dengan canggung, sementara Arthur tampak acuh tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Dia perawatku,” ujarnya, menjelaskan agar Jackson dan Tiffany tidak salah paham.“Aku kira kau sudah berpaling ke lain hati.”Candaan Jackson ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh Arthur. “Kenapa kau datang ke sini?” Arthur bertanya pada Jackson, tapi pandangannya mengarah pada Tiffany yang se
Gerakan tangan Calina yang baru saja akan mengobati luka di tangan Arthur seketika terhenti saat dia mendengar itu."Kau tenang saja, setelah kematianku, tidak akan ada yang berani menyelidikinya, karena aku sudah membuat surat wasiat."Surat wasiat Arthur berisikan kalau seandainya sesuatu terjadi padanya nanti, dia minta kasus kematiannya tidak perlu diselidiki.Melihat Calina mematung dengan ekspresi heran, Arthur kembali angkat bicara, “Ulurkan tanganmu.”“Untuk apa?”Arthur tidak menjawab dan memberikan kode melalui gerakan tangan kiri agar Calina segera mengulurkan tangan padanya.“Ini racun khusus. Aku meminta orangku untuk membelinya di pasar gelap. Siapa pun yang meminumannya, pasti akan langsung mati.”Jari tangan Calina seketika gemetar. Dia menatap botol transparan yang berukuran sangat kecil yang berada di telapak tangannya dengan mata membola."Kau bisa gunakan itu untuk membunuhku."Apa dia sudah gila? Kenapa dia justru memberikan ide seperti itu? Apa dia sadar kalau ya
Saat sedang termenung di tempat tidur, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Dengan malas, Calina menggeser tubuhnya dan meraih ponselnya yang berada di atas nakas.Ketika melihat Ken yang menelpon, Calina menjadi ragu untuk mengangkatnya. Jika tebakannya benar, maka tujuan Ken menghubunginya, pasti ada hubungannya dengan Arthur.Mungkin pria itu sudah melapor pada Ken tentang kejadian kemarin sehingga asisten Christian itu menghubunginya pagi-pagi.“Calina, kau di mana?”Ditanya seperti itu oleh Ken, Calina menjadi bingung mau menjawab apa. Mungkin dia menanyakan itu karena ingin menyuruh bawahannya untuk menjemputnya. Dia pun menjadi bingung, antara memberitahu Ken atau tidak di mana keberadaannya sekarang.“Kenapa kau belum datang pagi ini? Bukankah sudah kubilang padamu, jam 7 pagi kau harus sudah berada di rumah sakit. Sejak tadi Tuan Arthur sudah menunggumu.”Menungguku? Apa dia ingin membalas dendam padaku karena aku ingin melenyapkannya kemarin? Atau, di sana sudah ada polisi jug
"Selamat tinggal dan maafkan aku." Setelah mengatakan itu, Calina mengarahkan pisau itu tepat di dada kiri Arthur, kemudian mengayunkan tangannya Ke bawah.Sebelum pisau itu mencapai dada Arthur dan menancap di sana, tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditangkap oleh Arthur. “Siapa kau? Kenapa ingin membunuhku?”Mata Calina membola melihat Arthur sudah membuka mata. Namun, itu hanya sesaat karena detik selanjutnya, mata hitam Calina dipenuhi oleh kilatan kebencian. “Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang pasti aku orang yang akan melenyapkan nyawamu.” Usai mengatakan itu, Calina semakin mendorong tangannya ke bawah. Namun, ditahan sekuat tenaga oleh Arthur.“Apa Christian yang mengirimmu ke sini?”Calina seketika menghentikan gerakan tangannya. “Jangan sembarangan memfitnah orang. Dia adalah penyelamat keluargaku, sementara kau yang sudah menghancurkan keluargaku.”Kedua alis Arthur saling bertautan. Dia menatap gadis yang dia perkirakan usianya sama dengan Ava dengan tatapan heran. “J