Kira-kira udah dari setengah jam yang lalu aku hanya guling-guling di kasur. Berbaring hadap kanan nggak nyaman, balik hadap kiri nggak nyaman lagi, mau telentang juga nggak enak, apalagi tengkurap.
Entah kenapa malam ini aku sulit untuk memejamkan mata, padahal waktu udah menunjukkan pukul sebelas malam. Biasanya, jam sembilan malam aku mulai merem, dan nggak lama dapat dipastikan aku udah jalan-jalan ke korea bertemu dan berkencan dengan Lee min hoo. Tapi kok sekarang sulit banget ya.
Karena udah bosen di kasur tapi nggak bisa tidur, akhirnya aku memutuskan untuk bangun. Berdiri di dekat ranjang, dan mulai melakukan olahraga-olahraga ringan yang mungkin saja setelah ini aku bisa tidur lelap sampai pagi. Agak heran juga sih, kok bisa-bisanya aku yang katanya tidurnya udah mirip bangkai, sampai semalam ini justru nggak bisa tidur.
Setelah melakukan beberapa gerakan-gerakan olahraga ringan, aku balik lagi ke ranjang dan kembali berbaring. Kedua mat
"Bang Rey, boleh minta tolong nggak?" tanyaku lembut pada suamiku yang tengah merapikan baju di kamarnya yang bak kamar hotel ini.Pagi ini aku sengaja datang ke rumah mertua karena Rey nggak kunjung datang ke rumah sejak dia demam kemarin. Bahkan dia seperti ngambek sama aku karena aku belum menjawab pertanyaannya yang menurutku konyol.Rey mendekat ke arahku berdiri dengan tatapan yang sulit aku mengerti. Tepat berada di depanku, matanya seperti menyusuri setiap inci dari wajahku. Duh, kalau dipandang begini kan aku jadi malu."Kamu kesambet, Key?" Dahinya berkerut ketika dia bertanya seperti itu. Aku kan minta dianterin, kok dibilang kesambet sih. Nggak ada akhlak nih orang, untung suami, coba kalau bukan, udah aku sleding dia.Sabar Key, sabar ... katanya mau berubah, jadi perkataan ketus apapun yang keluar dari mulut suami, jangan dibales."Kesambet? Ya nggaklah," elakku sembari menhindari tatapan matanya. Kenapa sih,
"Apaan sih, Key, jangan tarik-tarik napa, sih!" protes Difi saat tangannya aku tarik menjauhi kerumunan."Lo nggak ada acara apa-apa kan setelah ini?" tanyaku memastikan.Kening Difi mengernyit. "Enggak, emangnya kenapa?""Temenin gue ke mall yuk, pliiiss ...." Telapak tanganku kutelungkupkan di depan dada, memohon pada teman dekatku ini."Ogah ah! Entar lo lupa nggak bawa duit lagi kek waktu itu di toko buku." Duh, Difi malah ngingetin yang waktu itu."Jangan khawatir, gue udah cek dompet, duit gue banyak," ucapku yakin. Sebelum keluar kelas tadi, aku memang sempat melihat dompet ada isinya atau nggak. Beruntung, kali ini aku nggak kelupaan, sehingga nggak akan ada lagi drama manggil suami yang lagi kerja buat bayarin belanjaan."Ck! Mentang-mentang lagi banyak duit, mau dihambur-hamburin. Dapet dari mana lo duit sebanyak itu."Nggak tau aja nih anak, kalau aku udah punya sumber penghasilan t
Aku menggeliat dalam pembaringan, kelopak mata kubuka perlahan. Rasanya nyenyak sekali tidur tadi, apa karena ini di kamar hotel? Ya, aku dan Rey emang menginap di hotel.Setelah kejujuran akan perasaanku pada Rey, dan berakhir dengan makan malam di restonya, Rey mengajakku keluar dari resto. Tadinya aku berpikir Rey akan membawaku pulang, eh ternyata malah ke hotel yang lokasinya lumayan dekat dengan restoran. Kata Rey tadi malem, dia udah nggak kuat lagi, makanya ngajak nginep di hotel. Aku bingung dong, apanya yang nggak kuat, mungkin dia udah nggak kuat nahan ngantuk pikirku, eh begitu sampai di kamar hotel dia langsung mengeksekusiku. Omes emang.Eh, tunggu dulu, kok Rey nggak ada di sampingku sih, kan sehabis nganu tadi, dia tidur pulas sambil memelukku, lha kok sekarang nggak ada.Tak lama kemudian, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Oh, mungkin dia lagi mandi, eh tapi kok nggak bangunin aku dulu sih.Menunggu Rey k
"Ya ampun, Key ... dari mana aja kamu? Semalaman nggak pulang, mama khawatir tau," ucap mama setelah membukakan. pintu untukku.Aku sih udah menduga kalau mama bakalan nanyain itu, maklumlah anak cewek. Pulang kuliah telat aja dicariin, apalagi ini yang sampai nggak pulang semalam."Aku nginep di hotel, Ma, sama Rey." Aku berjalan beriringan dengan mama memasuki rumah."Ooh, beneran sama Rey, syukur deh, takutnya kamu perginya sama siapa, kan mama takut banget, apalagi kamu ditelponin nggak diangkat, di chat juga nggak dibales. Terus mama cariin kamu ke rumah mertuamu, mastiin kamu di sana apa enggak, biar mama sedikit tenang, eh, kata mertua kamu nggak ada, Rey juga belum pulang, ya jadi kami berpikir kamu pergi sama Rey."Beginilah cara mama menyayangiku, meski cerewet, tapi dalam kecerewetan itu, ada rasa kasih sayang. Nggak heran deh, sifat cerewet yang melekat padaku, karena keturunan dari mama."Iya, Ma, tadi ma
"Ooh, udah tau rupanya. Maaf ya, bukan maksud menyembunyikan, cuma Key itu butuh waktu buat status barunya diketahui sama kalian." Ini Rey belain aku? Ooh, kok aku jadi berbunga-bunga sih."Ya elah, kek sama siapa aja, Bang," sahut Difi. "Eh, btw, Bang, kalian udah belah duren apa belum?"Aku yang sedang minum jus jambu buatan bunda pun tersedak. Bisa-bisanya Difi nanyain hal itu sama Rey, nggak malu apa."Sayang, kamu kenapa? Pelan-pelan dong, minumnya." Dengan lembut, tangan Rey mengusap punggungku. Kalau ada orang aja sok lembut, tapi kalau lagi berdua, dia nggak pernah perhatian begini.Aku nggak menjawab pertanyaan Rey, tapi lebih memilih menggenggam tangan Rey. Mencoba mencari kekuatan kalau-kalau temen-temen lucknut ini kembali mencekoki pertanyaan absurd."Santai aja napa sih, Key, baru aja ditanya begitu. Jadi gimana Kak, kalian udah ... ehem-ehem belum?" Desi nggak kalah somplaknya kek Difi. Awas aja nanti kalian ya.&nb
"Key, kamu kenapa, Sayang?" Raut wajah Rey terlihat khawatir melihat keadaanku yang berantakan ini.Tanpa menjawab, aku langsung menghambur ke pelukan Rey, dan menangis di dada bidangnya."Ada apa, sih? Coba cerita." Tangan Rey mengelus lembut kepalaku.Namun aku masih sibuk menangis, sampai-sampai Rey bertanya untuk yang ke sekian kalinya.==================================="Key, udahlah ngapain masih dipikirin?" Rey ikutan duduk di sofa, bersebelahan denganku. Satu tangannya ia letakkan di kepala sofa, hingga terlihat seperti sedang memelukku dari samping, apalagi posisi kami yang menempel begini."Siapa yang mikirin, aku udah lupa tuh," ujarku ketus, mungkin masih terbawa emosi yang tadi."Kalau udah lupa, kenapa dari tadi diem aja?" Meski tanpa melihat ke arahnya, aku tau kalau Rey sedang menatapku."Bad mood," jawabku singkat.Setelah Rey menjemputku di kampus tadi, dan mel
"Lo kakaknya Key, Bang?" Wew, Rendi nyangka Rey kakakku, emang ada yang mirip ya."Bukan. Saya suaminya."Mampus. Kebongkar sudah rahasiaku.Rendi beralih menatapku dengan tatapan mengintimidasi. "Bener apa yang dia bilang, Key?"Aku gelagapan, bukan nggak mau ngakuin Rey sebagai suamiku, tapi takutnya kalau aku bilang yang sebenarnya, nanti Rendi bakal ember ke semua temen-temen kampus."Sayang, kok pertanyaan temen kamu nggak dijawab sih?" Rey menghampiriku lalu memelukku dari samping, sebuah kecupan juga dia daratkan di pipi mulusku. Duh, jadi malu kan, mesra-mesraan di depan Rendi, mau nggak mau aku harus jujur jadinya. Dasar Rey nggak mau diajak kerjasama."I--iya, Ren. Bang Rey ini suami aku." Ragu-ragu aku mengatakannya.Wajah Rendi seketika berubah muram, aku nggak tau alasannya kenapa. Apa mungkin benar kali ya, kalau Rendi udah menaruh rasa sama aku, seperti yang dikatakan temen-teme
"Nah, itu istri saya, Keyla Anastasyia," tunjuk Rey ke arahku, dan aku nggak tau apa maksudnya. "Saya harap, Bapak segera mengusut kasus yang melibatkan istri saya sebagai korban penyerangan dari pelaku bernama Hera," lanjut Rey.Mendengar penuturan Rey yang cukup jelas itu, membuat semua mata yang tadi memperhatikan Rey, kini beralih menatapku dengan sorot penuh teka-teki.Duh, rasanya aku pengen sembunyi."Oh, ya ampuun suami lo keren banget, Key," pekik Desi. "Dia dateng ke sini buat ngurusin permasalahan lo yang kemarin dikeroyok sama rombongan sundel bolong.""Iya, Key, Bang Rey gentle banget tau," timpal Difi."Key, kayaknya setelah ini lo mesti ngajakin suami lo bulan madu deh, sebagai tanda terima kasih." Ini lagi, si Tita malah ngomongin hal absurd begini.Aku nggak jawab semua ocehan ketiga temanku, dan juga beberapa mahasiswa yang masih histeris melihat Rey. Terlebih lagi sekarang Rey sedang berjalan ke ara
"Bang, ini dede nangis, tolongin dong ...," teriakku di sela-sela tangisan bayi yang baru saja kulahirkan lima hari yang lalu. Tadi popoknya sudah ku-cek, barangkali dia pipis atau pup, tapi ternyata tidak. Aku susui, tetap saja dia tidak mau, mungkin masih kenyang juga karena sepuluh menit yang lalu baru kususui. Meski sudah kutimang-timang penuh kasih, sudah coba kuhibur dengan berbagai macam cara, termasuk mengajaknya bicara, tetap saja dia asyik menangis. Anehnya, begitu dia diambil alih oleh ayahnya, maka spontan tangisannya mereda. Tapi sekarang ke mana bang Rey? Kok tidak muncul juga? Biasanya sekali panggil, dia langsung menghampiriku. "Baaang," panggilku dengan volume suara yang lebih keras dari yang tadi. Mana bayinya nangisnya tambah kenceng lagi. Sungguh aku jadi pusing. "Apa sih, Key, kok teriak-teriak?" Bukannya bang Rey yang datang, tapi mamaku. Mama memang setiap hari ke sini buat nengokin cucunya ini. "Ini dede nangis, Ma," ucapku sedikit khawatir karena dari tad
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰"Bang, aku pengen seblak, nih," pinta Key padaku dengan nada manjanya yang selalu sukses membuatku tak tega untuk menolaknya. Apalagi sekarang dia tengah mengandung buah cinta kami.Meski usia kandungan Key sudah memasuki bulan ke delapan, tetap saja dia minta yang aneh-aneh dengan alasan nyidam, terlebih saat tengah malam begini."Besok aku beliin ya, sekarang kamu tidur, udah malem ini, kasihan baby kalau diajak begadang," ujarku menolak secara halus permintaan Key sembari mengusap lembut perut yang di dalamnya bersemayam darah dagingku."Ih, nggak mau! Aku maunya sekarang, Bang. Baby pengennya sekarang nih," rajuknya.Aku menghela napas berat. Sebenarnya sudah aku pastikan dia akan memprotes seperti itu, pasalnya buk
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Tiga bulan setelah kepulangan dari bulan madu, aku belum juga dinyatakan positif hamil. Setiap bulan aku selalu rutin mengecek lewat test peck, berharap ada dua garis di sana, namun sepertinya memang belum rezekiku untuk memiliki momongan.Belum dikasih hamil, ada plus minusnya. Plusnya ya aku bisa fokus untuk mengerjakan skripsi, dan berharap tahun ini bisa lulus. Minusnya kadang aku merasa insecure, takutnya Rey akan berpaling ke lain hati.Beruntungnya aku punya suami seperti Rey. Dia tidak pernah menuntut agar aku cepat hamil. Rey juga selalu membesarkan hatiku jika test pecl yang kugunakan sehabis ngecek, masih bergaris satu.Oh, ya, sekarang aku dan Rey tidak lagi tinggal di apartemen, melainkan di pondok indah mertua, alias rumah o
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'Achla El Aufa' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Bau obat-obatan menusuk di indra penciumanku. Tembok serba putih kini menjadi pemandangan.Ya, di sinilah aku sekarang. Di rumah sakit yang ada di Jakarta.Bukan aku atau Rey yang sakit, bukan juga orang tua atau mertuaku, melainkan oma.Oma kritis setelah mengalami kecelakaan saat ikut mobil yang dikendarai oleh Sahila. Menurut penuturan asisten rumah tangga di rumah oma, akhir-akhir ini oma memang sering berpergian dengan Sahila, dalam rangka kerjasama bisnis.Aku dan Rey serta beberapa anggota keluarga besar Rey, turut memenuhi ruang tunggu di depan ruangan tempat oma dirawat.Jika oma kritis, maka lain halnya dengan Sahila. Sahila dinyatakan meninggal dunia tepat setelah dibawa ke rumah sakit.Ada sedikit
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow ' biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕ Happy reading🔰 Setelah kemarin malam aku dan Rey sedikit berdebat tentang tempat di mana kami akan bulan madu, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Bromo di Malang Jawa Timur. Sebenarnya itu sih dapet rekomendasi dari bunda sama mama. Katanya di sana tempatnya indah dan nyaman, juga dingin, jadi pas bagi pasangan yang mau honeymoon. Di sinilah aku dan Rey sekarang, di balkon kamar hotel yang langsung menampakkan pemandangan indah gunung Bromo. Ternyata bener apa kata bunda sama mama, di sini bagus banget. Takjub sudah pasti, apalagi ini pertama kalinya aku ke sini, maklumlah, selama ini aku cuma muter-muter di ibu kota doang, kalau mudik ya paling ke bandung, karena mama sama papa asli orang sana. Destinasi wisata paling jauh yang pernah kukunjungi sebelum ini, ya cuma ke Bali ngikut Rey waktu itu. "Sayang, kamu lagi liatin apa sih? Kok seri
"Key, kamu betah tinggal di sini?" tanya mama sambil mengedarkan pandang, melihat setiap pojokan apartemen yang kuhuni sama Rey. Hari ini mama berkunjung ke sini."Eem, sebenarnya sih belum terlalu betah sih, Ma, tapi dibetah-betahin demi ketentraman hidup plus kelangsungan rumah tangga aku sama Rey, Ma," jawabku sambil membuat minuman untuk mama."Uluh-uluh ... anak mama udah bisa ngomong bijak ternyata." Mama mencubit gemas pipiku. "Ini pasti Rey yang ngajarin. Beruntung mama punya menantu kayak Rey, anak mama yang manja ini, bisa diubah jadi bijaksana."Aku mencebik mendengar ucapan mama. Tadinya aku kira mama beneran mau memuji aku, eh, ternyata malah mau muji menantunya itu."Iya deh, iya, puji terus tuh menantu mama yang baik hati itu," sinisku.Bukannya aku nggak suka kalau mama memuji Rey, tapi rasanya aku tuh cemburu. Sebagai anak kandungnya, bisa dikatakan jarang banget mama memujiku, tapi baru punya mantu be
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'aufa21' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Setelah tragedi oma yang memaksa Rey untuk menikahi Sahila dan menceraikanku, Rey memutuskan untuk membawaku pergi dari rumah. Maksudnya bukan kabur, karena tentu aja kami pamit sama orang tua kami masing-masing. Rey mengajakku untuk tinggal di apartemen yang dia sewa dari temannya.Awalnya aku menolak, sebab aku nggak mau jauh-jauh dari orang tua, tapi setelah Rey menjelaskan alasan kenapa kami harus tinggal sementara dulu di apartemen, aku pun menurut. Keputusan ini Rey ambil agar oma nggak lagi menyuruh hal-hal yang menjurus untuk memisahkan Rey denganku. Harapan tinggal di apartemen ini untuk menghindari oma, meski kemungkinan oma bisa menemui Rey di restorannya."Bang, kamu yakin kalau oma nggak bakal tau apartemen ini?" tanyaku sambil menyodorka
"Oma mau nyuruh apa lagi sama bang Rey, Bun?"Bunda menghela napas kasar, lalu beralih menatapku sendu. "Bunda sih nggak tahu pastinya, Key, tapi firasat bunda mengatakan kalau oma bakal nyuruh yang aneh-aneh dengan menghadirkan mantan pacar Rey."Duh, duh, duh, tiba-tiba alarm tanda bahaya berbunyi di kepalaku setelah mendengar ucapan bunda barusan.Kalau dipikir-pikir sih, iya, oma bakal nyuruh Rey yang aneh-aneh."Bunda tenang aja, Key yakin kalau bang Rey nggak akan nurutin kemauan oma." Aku menggenggam tangan bunda.Mertuaku ini tersenyum manis padaku, kemudian membalas genggaman tanganku. "Key, janji ya, apapun yang terjadi, kamu jangan tinggalin Rey. Bunda udah terlanjur sayang banget sama kamu, melebihi Rey yang anak kandung bunda sendiri."Hatiku menghangat dengan penuturan bunda. Ternyata mertua baik hati nan idaman kayak bunda ini, nggak cuma ada di film-film sama novel yang biasa aku tonton dan baca. Sosok
☕sebelum baca, aku ingetin kalian buat follow akun aku 'aufa21' dan follow juga cerita ini, biar aku tambah semangat. Kalau semangat, kan jadi cepet update part selanjutnya☕Happy reading🔰Tiba di pelataran rumah bunda, kulihat ada sebuah mobil warna merah yang cukup mewah. Kalau merk-nya sih aku nggak tau, maklumlah warga kismin, mana paham sama merk-merk mobil.Sama denganku, Rey juga kayak bingung liat ada mobil yang terparkir di halaman rumah orang tuanya ini."Mobil siapa, Bang? Ada tamu kah?" tanyaku sambil melirik ke Rey.Suamiku ini mengerutkan dahinya, tanpa dia jawab, aku udah tau kalau dia juga nggak tau siapa pemilik mobil itu."Nggak tau, Key, jarang ada yang bertamu ke sini pake mobil yang warnanya mencolok begitu." Nah, bener kan tebakanku kalau Rey juga nggak tau."Temen kamu mungkin, Bang," kataku menebak, meski sejak menjadi tetangganya, nggak pernah aku liat ada temen-temen Rey main ke ru