Terlalu fokus dengan foto Amisha, Anggara sampai tidak memperhatikan foto lain. Di mana ada foto Dito dan Raisya saat melangsungkan pernikahan mereka.
Anggara menyimpan ponselnya kembali saat melihat Amisha melajukan motornya. Dia bergegas mengikuti wanita itu hingga motor yang Amisha pakai berhenti di kampus. Amisha terlihat menuju toilet dan tidak berselang lama, wanita itu sudah berganti pakaian."Jadi kamu bekerja sebelum kuliah? Kenapa harus jadi pengantar pakaian? Bukankah kakakmu punya kafe?" Anggara bicara sendiri. Dia merasa ada yang salah.Ponsel Anggara berdering. Terlihat sebuah pesan masuk ke aplikasi hijaunya. Tertulis nama Raisya di sana."Sayang, kamu di mana?" tulis Raisya."Kemarin kita gagal melakukannya. Apa kamu mau mencobanya lagi?" Kembali Raisya mengirimkan pesan."Aku tunggu di tempat biasa." Pesan terakhir yang Raisya kirimkan.Anggara hanya membacanya saja, enggan untuk membalasnya. Dia ingin sedikit menjauh dari wanita itu. Entah mengapa, Raisya tidak lagi membuat Anggara tertarik. Kemarin saja dia kehilangan gairah untuk melakukan yang biasa mereka lakukan jika bertemu.Dalam kondisi Raisya tidak berpakaian pun, kemarin Anggara sama sekali tidak tergoda. Bentuk tubuh wanita itu yang sangat sempurna, kini tidak lagi membuat Anggara tertarik. Dia merasa, sesuatu sudah terjadi padanya.Dari pada menemui wanita itu, Anggara memutuskan untuk pergi ke kantor dan bekerja. Perusahaan tempatnya bekerja sudah berkali-kali menelponnya. Dia jarang sekali masuk kantor akhir-akhir ini.Di kantor tempatnya bekerja, Anggara disambut hangat seorang wanita cantik. Dia adalah Angel, sekretarisnya. Bukan hanya dengan Raisya saja, Anggara juga terlibat hubungan dengan Angel. Seorang wanita keturunan Jawa–Belanda."Sayang, kamu ke mana saja? Kenapa pesanku selalu kamu abaikan?" Angel bergelayut manja di tangan Anggara."Jaga sikap kamu, Angel! Ini di kantor. Kamu mau kita dipecat?" Anggara melepaskan tangan Angel dan meninggalkan wanita itu di depan ruangannya."Kamu gak merindukan aku?" Angel mengikuti Anggara masuk. Kini wanita itu memeluk Anggara dari belakang."Apa kamu mau melakukannya sekarang?" Angel mengedipkan matanya, menggoda Anggara.Untuk sesaat, Anggara tergoda. Dia mencium wanita itu dengan buas, tetapi tidak lama. Anggara melepaskan ciumannya. Tiba-tiba dia mengingat ciumannya pada Amisha."Kenapa, Sayang? Kok, udah?" rengek Angel. Dia masih ingin menikmati kebuasan pria itu."Pergilah! Aku banyak pekerjaan!" Anggara mengusir Angel. Wanita itu hanya diam, menatap Anggara penuh heran.Tahu bagaimana karakter pria itu, Angel memilih pergi. Dia tidak mau memancing amarahnya. Wajah Anggara tidak sedang bersahabat. Dia pernah merasakan bagaimana amarah pria itu. Menakutkan."Sial! Sial! Sial! Kenapa aku harus mengingatnya?" Anggara mengumpat saat wajah Amisha tiba-tiba terbayang."Dia memang cantik dan menggemaskan, tapi wanita itu bukan seleraku. Badannya kecil, tidak berisi. Dadanya? Kecil sekali. Aku harus melupakan wanita itu. Dia tidak akan bisa memuaskan nafsuku." Pikiran pria itu sudah jauh melangkah.Sementara di kampus, Salman memaksa Amisha untuk bicara berdua. Lastri memutuskan untuk memberi mereka waktu. Terlalu banyak hal yang harus mereka bicarakan."Sha, kamu kenapa? Bibir kamu lecet gitu? Apa ada yang sudah nyakitin kamu?" Salman terkejut saat melihat bibir wanita itu yang memerah dan lecet. Dia ingin mengabaikannya, tetapi cinta di hatinya masih sangat besar."Aku gak papa. Aku cuma salah makan dan alergi. Nanti juga membaik," ucap Amisha berbohong.Salman terdiam. Dia tahu Amisha tidak punya penyakit alergi makanan. Bukan satu atau dua bulan saja mereka saling mengenal, Salman sudah tahu semua hal tentang wanita itu.Amisha pergi. Dia harus segera masuk supaya tidak terlambat lagi. Apalagi mengingat ada tugas yang belum dikerjakan."Nih, tugas kamu. Lain kali jangan terlalu sibuk kerja." Lastri mengeluarkan bukunya. Dia sudah mengerjakan tugas milik Amisha."Ah, baik banget kamu. Makasih." Amisha langsung meraih buku itu dan memeluknya. Apa yang Lastri lakukan sangat membantu. Entah apa jadinya nanti kalau dia tidak mengumpulkan tugas."Bu Sari sudah cerita, kemarin kamu ke tempat laundry, 'kan? Maaf, kemarin aku ada urusan penting. Jadi gak sempat masuk kuliah," jelas Amisha dengan rasa menyesal. Lastri mengangguk paham. Dia tidak bertanya lebih jauh.Menjelang sore, Amisha baru bisa kembali dari kampus. Sebelumnya dia mengembalikan dulu motor milik Bu Sari. Dia memutuskan untuk pulang naik angkutan umum.Meskipun terbiasa naik kendaraan mewah, Amisha tidak mengeluh saat dia kini hanya bisa menggunakan angkutan umum. Dia akan belajar mandiri dan memulainya dari awal. Kehidupan kakaknya dulu sangat menginspirasi. Dulu Dito cuma pegawai biasa. Naik turun angkutan umum supaya bisa cepat sampai ke tempatnya bekerja. Kehidupan mereka dulu sangat sulit. Hidup berdua tanpa harta yang dimiliki. Perjuangan Dito mampu membawa mereka pada kesuksesan. Rumah bak istana juga kendaraan mewah kini mereka miliki. Belum lagi kafe dengan lima anak cabang yang terpencar dibeberapa kota."Baru pulang?" sapa Anggara lembut. Amisha sampai tidak percaya kalau pria yang ada di depannya adalah Anggara. Bukan tanpa sebab Amisha seperti itu, Anggara tiba-tiba bersikap manis dan lembut."Mandi dulu. Nanti kita makan bareng." Amisha urung melangkahkan kakinya. Dia merasa telinganya bermasalah."Ayo, cepat mandi! Sebentar lagi masakannya matang."Amisha memilih ke kamarnya. Dia tidak mau gila karena perubahan sikap Anggara yang tiba-tiba. Membersihkan badan adalah hal pertama yang akan Amisha lakukan.Hampir satu jam Anggara menunggu Amisha. Wanita itu tidak juga menghampiri. Anggara beranjak hendak melihat wanita itu."Hei! Aku sudah menunggumu. Ngapain kamu malah duduk di sini?" Amisha terlihat sedang duduk di lantai. Matanya fokus pada novel yang tengah dibacanya."Menunggu? Untuk menghinaku lagi?" Amisha bicara dengan wajah jutek. Dia kini berdiri di hadapan pria itu."Aku sudah masak untuk kita. Ayo, makan!" Anggara menarik tangan Amisha, tetapi wanita itu menepisnya."Jangan pernah menyentuhku!" Anggara kaget dengan sikap Amisha. Dia sudah berusaha bersikap baik, tetapi mendapat balasan seperti itu."Makan saja sendiri. Aku gak mau makan satu meja dengan orang yang menjijikan seperti kamu!" Amisha mendorong dada Anggara hingga mundur beberapa langkah."Lagian aku udah makan." Amisha berlalu. Dia enggan meladeni pria itu."Kapan kamu makan? Apa yang kamu makan?" Anggara celingukan, melihat ke dalam kamar Amisha. Hanya ada plastik bungkus roti."Apa pedulimu? Mau apa pun yang kumakan, itu bukan urusanmu!" Amisha menatap Anggara dengan tatapan penuh amarah. Dia masih kesal dengan pria itu yang sudah mencuri first kiss-nya."Setidaknya hargai usahaku! Aku udah capek-capek masak buat kamu!" Anggara masih bertahan di tempatnya berdiri. Dia terus berteriak dan sedikit memaksa Amisha."Siapa yang nyuruh kamu masak? Bukannya kamu sendiri yang melarangku makan makanan yang ada di sini? Lagian aku gak sudi makan makanan yang kamu buat!" Amisha memilih pergi. Dia meninggalkan apartemen dengan hati kesal.Mungkin keputusannya salah menikah dengan Anggara, tetapi semua sudah terjadi. Dia hanya akan membuat hubungan kakak iparnya dengan pria itu berakhir, baru dia akan mengakhiri pernikahannya dan pergi jauh.Awalnya memang dia ingin menjaga pernikahan kakaknya supaya baik-baik saja, tetapi setelah tahu bagaimana sepak terjang kakak iparnya, Amisha jadi ingin membuat pelajaran pada Raisya. Membuat hubungan mereka putus dan pernikahan Raisya dan kakaknya berakhir.Amisha begitu menyayangi sosok Raisya. Dia pikir kakak iparnya itu baik dan tulus menyayangi dirinya dan kakaknya. Nyatanya, dia dengan tega berselingkuh dengan pria lain bahkan sudah sampai urusan ranjang juga."Akan kubuat kalian menyesali semuanya," gumam Amisha. Kini wanita itu sedang duduk di taman dekat apartemen. Tempat itu kini menjadi tempat yang nyaman untuk sekedar Amisha menenangkan diri. Tempatnya tenang dan bersih.Cukup lama Amisha duduk sendirian di taman depan apartemen. Hati juga pikirannya sedikit rileks, setidaknya untuk beberapa saat. Dia berharap ini hanya mimpi buruk saja yang suatu saat nanti dia bisa terbangun. Dengan langkah malas, Amisha kembali ke apartemen Anggara. Sebelum masuk ke area apartemen, Amisha membeli roti untuk mengganjal perutnya di minimarket. Wanita itu sudah jarang sekali makan nasi karena terlalu sibuk. Sebisa mungkin dia juga hidup hemat, apalagi mengingat waktu gajian masih sangat jauh."Sha, ngapain kamu di sekitar sini?" Jantung Amisha seakan berhenti berdegup saat mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya."Beli ro–roti," jawab Amisha gugup. Salman menatap Amisha penuh tanya."Beli roti sejauh ini?" Salman memicingkan matanya.Meskipun hatinya merindukan pria itu, Amisha berusaha mengabaikannya. Dia tidak mau melibatkan Salman dalam masalahnya. Cintanya pada pria itu masih tersimpan dengan baik. Berh
Anggara terbangun saat matahari sudah berada di atas kepala. Dia merasakan sakit di dahi sebelah kanan, bekas terkena pukulan dari gelas yang Amisha layangkan. Belum lagi efek dari minuman yang sudah membuatnya mabuk semalam."Apa yang sudah kamu lakukan pada wanita itu?"Anggara terlonjak kaget saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Dia juga merasa asing dengan ruangan tempatnya tertidur."Shiit!" Anggara hanya bisa mengumpat saat dia ingat dengan kejadian semalam. Matanya celingukan mencari wanita yang tinggal bersamanya. Penasaran dengan kondisi wanita itu."Siapa yang kamu cari? Istrimu?" tanya orang itu."Di mana dia, Pa?" Orang yang kini menatap Anggara penuh amarah adalah Subagio, papanya Anggara. Subagio dan Marini sengaja datang ke apartemen Anggara pagi-pagi sekali karena laporan orang suruhan mereka. Dari laporan yang mereka dapat, terdengar suara Amisha berteriak. Kebetulan pintu apartemen tidak tertutup rapat."Apa pedulimu? Dia sudah pergi jauh!" ucap Sub
Raisya baru saja kembali dari perjalanan bisnis. Dia disambut hangat oleh suaminya. Seperti pasangan suami istri lainnya, wanita itu memperlihatkan kerinduannya pada sang suami.Raisya pandai sekali menyembunyikan perselingkuhannya dari sang suami. Semua terlihat baik-baik saja, Dito pun tidak menaruh curiga apa pun."Di mana Misha? Tumben dia tidak menyambutku? Padahal aku udah bawa oleh-oleh untuknya," ucap Raisya. Dia kini tengah dalam balutan selimut bersama Dito."Misha sudah tidak tinggal di sini lagi," jawab Dito. Raisya menatap suaminya dengan rasa penasaran."Maksud kamu apa, Mas? Apa Misha ngekost?" Dito menggelengkan kepalanya, membuat wanita itu semakin penasaran."Saat kamu pergi ke luar kota, aku mendapati Misha berduaan dengan seorang pria di kamar hotel. Hari itu juga aku menikahkan mereka." Penjelasan Dito adalah kabar yang mengagetkan. Raisya tidak percaya kalau Amisha melakukan itu.Raisya sangat mengenal Amisha seperti apa. Dia tidak yakin kalau adik iparnya itu me
Kerah baju Anggara ditarik dengan kasar hingga keluar dari mobil. Sebelum kembali memukul Anggara, orang itu melemparkan jaket yang dipakainya pada Amisha.Setelah yakin Amisha memakai jaket itu, dia kembali fokus dengan Anggara. Memukul juga menendang pria itu hingga tersungkur ke aspal."Mas Salman! Hentikan!" teriak Amisha. Anggara jatuh tersungkur dengan wajah lebam. Darah segar juga keluar dari sudut bibirnya. Di saat Salman hendak melayangkan pukulan lagi, Amisha menghalanginya. Pukulan yang diarahkan pada Anggara kini diterima Amisha."Misha!" Salman bergegas menghampiri. Terlihat raut penyesalan di wajahnya. Anggara menatap pria itu dan balas memukul.Akibat pukulan itu, pipi Amisha memerah. "Brengsek!" Anggara terlihat marah. Dia membalas setiap pukulan yang tadi diterimanya."Berhenti kalian!" Amisha mencoba melerai mereka, tetapi teriakannya terus diabaikan.Amisha kini menghalangi Anggara saat Salman hendak melayangkan pukulan. Hampir saja pukulan pria itu mendarat di pip
Beberapa hari tidak bertemu, tidak membuat Amisha merindukan sosok Raisya. Terutama setelah dia tahu perselingkuhan kakak iparnya. Wanita itu sampai menolak saat Raisya hendak memeluknya. Bahkan tangan Raisya ditepis saat melihat memar di pipi adik iparnya."Pipi kamu kenapa, Sha? Kok, memar gini?" Amisha mengabaikan pertanyaan Raisya. Dia enggan menjawabnya.Tangannya terkepal kuat saat mendengar cerita wanita itu selama melakukan perjalanan bisnis. Rindu, satu kata yang selalu wanita itu katakan dan Amisha jijik mendengarnya."Kalau tahu bakal ketemu kamu, pasti Kakak bawa oleh-oleh buat kamu sekalian," ucap Raisya. Wanita itu masih belum sadar kalau Amisha tengah marah besar padanya."Gak usah repot-repot. Berikan saja pada orang lain," ucap Amisha sambil berlalu. Dia bergegas pergi karena takut tidak bisa mengontrol emosinya."Sha! Kok, gitu? Kamu marah sama Kakak?" Raisya mencoba mengejar adik iparnya."Masih bertanya?" Amisha tertawa sinis. Wanita di hadapannya sungguh tidak tah
Amisha hanya duduk dengan terdiam. Dia terpaksa ikut dengan Anggara karena permintaan Bu Sari. Setelah menyadari keberadaan pria itu, Amisha hendak pergi, tetapi Bu Sari mencegahnya. Wanita itu keluar saat mendengar suara motor berhenti. Dengan terpaksa Amisha mengikuti permintaan majikannya."Lukamu masih terlihat. Apa kamu tidak mengobatinya?" tanya Anggara tanpa melirik."Apa pedulimu?" Amisha menatap Anggara tanpa rasa takut.Anggara menghentikan mobilnya tiba-tiba. Dia menatap Amisha dengan penuh amarah."Aku tidak peduli sama sekali. Aku cuma gak mau orang tuaku berpikir luka itu aku yang berikan!" ucap Anggara tegas. Amisha kembali diam. Dia lelah terus berdebat. "Mama memintaku membawamu makan di luar," ucap Anggara beberapa saat setelah mereka terdiam. Perkataan Anggara diabaikan Amisha. Matanya fokus menatap ke depan."Aku bicara denganmu, Wanita Ja …!" "Tapi aku gak mau bicara denganmu, Brengsek! Aku membencimu seumur hidupku! Semoga di kehidupan mana pun kita tidak pernah
Anggara memutuskan untuk menghampiri mereka. Dia langsung memeluk Amisha dari belakang dan memberikan bunga pada wanita itu. Amisha kaget, tiba-tiba sikap Anggara berubah manis padanya. Kehadiran Dito di sana mungkin menjadi alasannya, pikir Amisha."Senang bertemu denganmu, Kak." Anggara menyapa Dito ramah dengan tangan kanannya yang terulur."Aku juga senang bertemu denganmu." Dito menjabat tangan yang Anggara ulurkan.Sementara Lastri masih dalam mode kaget. Entah apa yang sudah terjadi, dia harus menanyakannya pada Amisha nanti.Selama Anggara dan Dito berbincang, Amisha hanya diam. Raut wajahnya tidak terbaca. Sementara Lastri hanya bisa diam dan menunggu sampai kedua pria itu pergi jika ingin bertanya. Dia melirik sahabatnya. Ada yang berbeda dengan penampilan Amisha hari ini. Syal yang melingkar di leher sahabatnya terasa aneh, padahal cuaca cukup panas saat ini.Sekilas Lastri bisa melihat ada tanda merah di leher Amisha. Dia hany
Anggara langsung memeluk Amisha. Dia ketakutan saat tidak mendapati wanita itu di apartemennya. Dia pikir Amisha sudah pergi dan meninggalkannya. Tidak mengapa jika Amisha terus diam asalkan selalu ada di sisinya.Anggara menciumi setiap bagian wajah Amisha. Tidak henti-hentinya dia mengucap syukur, wanita itu baik-baik saja."Jangan pernah pergi dariku, Sayang. Hidupku pasti hancur tanpa dirimu." Anggara memeluk Amisha dengan erat, seakan enggan untuk melepaskannya.Sementara di tempat lain, Raisya tengah marah-marah. Sudah berminggu-minggu wanita itu kesulitan menghubungi Anggara. Dia pernah datang ke kantor pria itu, tetapi security mengusirnya. Sementara apartemen Anggara, dia tidak tahu di mana tempatnya. Anggara tidak pernah sekalipun membawa wanita-wanitanya ke sana. Hanya Amisha, satu-satunya wanita yang Anggara bawa."Kamu ini kenapa, Rai? Dari tadi pagi marah-marah gak jelas!" bentak Dito. Tidak biasanya wanita itu marah-marah, apalagi t
Setelah mendesak Marsel, Anggara tidak mendapatkan jawaban pasti. Dia diminta mencari tahu sendiri siapa Arjuna sebenarnya. Orang yang Jon kirim untuk mencari tahu belum juga membawakan kabar terbaru."Menurutmu, mereka ada hubungan apa, Jon?" Terlihat wajah Anggara yang kebingungan. Sejak tadi dia mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri."Ibu dan anak." Tetap jawaban itu yang Jon berikan. Dia bahkan merasa yakin kalau mereka punya hubungan darah.Sementara di rumahnya, Arjuna tengah duduk melamun. Dia memikirkan kejadian yang terjadi di taman. Awalnya dia ingin mempersatukan kedua orang tuanya, tetapi tiba-tiba ada rasa marah saat anak itu melihat ibunya merintih kesakitan. Takut pria itu kembali melukai batin ibunya. Arjuna sebenarnya sudah memberi celah untuk ayahnya masuk. Dia ingin memulai dari awal. Saat main bola, Arjuna bukan tidak tahu kalau itu Anggara. Dia tahu, sangat tahu, hanya saja Arjuna ingin membiarkannya saja. Seandainya Anggara tahu, Arjuna ingin sekali memeluk
Anggara mencari keberadaan Amisha. Tiba-tiba wanita itu menghilang. Di dalam kerumunan itu, Anggara tidak menemukan keberadaan wanita yang dicintainya ataupun anak yang bersama wanita itu."Cari dia, Jon! Temukan sampai dapat!" titah Anggara. Mereka berpencar mencari keberadaan Amisha. Seluruh tempat tidak lepas dari pencarian mereka, hingga toilet pun mereka telusuri."Bagaimana, Jon?" tanya Anggara. Terlihat raut cemas di wajah pria itu."Maaf. Saya tidak menemukannya." Hanya dalam sekejap mata, Amisha dan Arjuna menghilang dari pandangan mereka. Semua area permainan salju sudah ditelusuri, tetapi hasilnya nihil. Amisha ataupun anak itu tidak ditemukan."Pokoknya Juna gak mau nonton film horor." "Tapi Bubun maunya nonton itu." Anggara dan Jon melirik ke arah suara. Orang yang mereka cari ada di belakang. Bergegas Anggara berbalik, belum saatnya Amisha melihat dirinya.Arah datangnya Amisha dari sebuah tempat makan siap saji. Anggara menduga mereka baru saja makan. Pantas saja di
Anggara mengerutkan keningnya, tidak paham dengan yang dikatakan Jon. Tidak mungkin anak itu anaknya Amisha jika anak yang dimaksud sudah duduk di bangku SMA. Amisha pergi dua belas tahun lalu, sementara anak SMA berkisar antara usia enam belas tahun sampai delapan belas tahun. Dia meminta Jon mencari info yang lebih akurat.Perjalanan berjalan dengan lancar. Anggara kini sudah sampai di rumah yang akan ditempatinya. Sebuah rumah minimalis yang tidak jauh dari rumah yang Amisha dan Arjuna tempati. Dia kini butuh waktu untuk istirahat sejenak. Perjalanan dari desa sungguh melelahkan, bukan karena jauhnya, melainkan karena jalan yang belum diaspal.Arjuna terbangun saat terdengar suara teriakan anak-anak dari arah tanah lapang. Dia mengintip lewat jendela. Banyak anak-anak yang tengah bermain bola. Sekilas bibirnya tersenyum, terkenang dengan masa-masa di saat dia seumuran mereka.Setelah menunaikan salat Ashar, Arjuna tertarik untuk menghampiri anak-anak yang bermain di lapang. Duduk d
Arjuna tertunduk. Dia ketahuan menguping obrolan mereka. Beruntung Amisha belum menceritakan semuanya, kalau tidak, Arjuna akan mendengar cerita yang belum pantas didengar anak seusianya."Maaf, Bun. Juna mengaku salah. Itu tidak akan terulang lagi," ucap Arjuna penuh penyesalan."Bubun gak suka dengan sikap kamu ini, Jun. Ada hal yang tidak bisa Bubun ceritakan. Suatu hari nanti, pasti Bubun cerita setelah usiamu dewasa," terang Amisha. Arjuna mengangguk paham."Sha, jangan marahi Juna. Dia pasti ingin tahu kisah kamu. Apalagi ada sosok Anggara yang belum dikenalnya. Dia pasti penasaran." Salman bersuara.Di saat perbincangan masih berjalan, Marsel menghubungi nomor Arjuna. Bergegas anak itu pamit untuk menjawabnya. "Arjuna mirip sekali dengan Anggara, Sha. Jika suatu hari nanti dia melihat Arjuna bersamamu, aku yakin Anggara pasti tahu siapa Arjuna baginya." Apa yang Lastri katakan memang benar. Itu juga yang membuatnya takut. Meskipun
Amisha duduk di teras bersama tamunya. Dia tidak berani membawa seorang pria masuk ke rumah sementara tidak ada orang lain di sana. Laksmi sedang membeli beberapa kebutuhan di supermarket terdekat."Maaf jika kedatanganku mengganggumu, Sha. Aku juga gak sengaja ke sini. Tadi kulihat kamu lagi nyapu, makanya aku samperin untuk memastikan itu kamu," ucap Salman. "Gak papa. Lastri gak ikut?" tanya Amisha."Dia gak ikut. Aku lagi ada tugas kantor, mengontrol proyek baru. Saat mau pulang, atasanku meminta untuk mengecek proyek di dekat sini." Amisha terdiam. Dia merasa canggung berduaan dengan pria itu, apalagi sekarang Salman adalah suami sahabatnya. Dia takut kebersamaan mereka menjadi fitnah."Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" Amisha sudah mulai tidak nyaman. "Tidak ada. Aku hanya mampir saja dan memastikan kalau yang kulihat itu beneran kamu, Sha." Untuk sesaat keduanya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Amisha takut putranya segera kembali dan bertanya-t
Arjuna sampai rumah dengan napas terengah-engah dan keringat bercucuran di dahi. Anak itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Untuk pertama kalinya dia terpisah meskipun hanya dua hari saja."Bubun belum sampai, Den. Mungkin satu jam lagi," ucap Laksmi. Dia bisa menebak alasan anak itu pulang dengan berlari."Kamar Bubun sudah dirapikan, Bi?" Laksmi mengangguk."Makanan sudah siap?" Kembali Laksmi mengangguk."Bunga. Aku mau beli buket bunga buat Bubun." Arjuna berbalik dan hendak pergi lagi."Kenapa gak buat saja, Den? Banyak bunga di taman," saran Laksmi. Arjuna menepuk jidatnya."Bibi bantu aku, ya!" pinta Arjuna. Laksmi mengangguk setuju.Setelah mengganti pakaiannya, Arjuna menghampiri Laksmi yang sudah lebih dulu ke taman. Ada bunga lili putih, bunga kesukaan Amisha. Arjuna tertarik untuk merangkai bunga itu dan diberikan pada ibunya."Apa Bubun akan suka bunga ini, Bi?" Arjuna terlihat ragu. Dia takut kembali mendapat penolakan."Bubun pasti suka, Den. Setahu Bibi, b
Anggara sudah bisa mengambil kesimpulan alasan Amisha pergi karena apa. Rupanya ada kesalahpahaman yang harus segera diselesaikan, dia ingin wanita itu kembali padanya.Anggara belum sempat mengatakan semuanya karena Amisha tiba-tiba pergi. Di saat dia hendak mengejarnya, Dito menghalangi langkah pria itu. Dito menolak mendengar penjelasan Anggara, hingga akhirnya pria itu diusir."Baiklah. Sekarang aku tahu apa penyebab kamu pergi. Kupastikan kamu kembali padaku," gumam Anggara dengan penuh keyakinan.Pria itu kini sudah kembali ke rumah yang disewanya. Dia akan memperpanjang waktu tinggalnya sampai wanita itu benar-benar kembali padanya.Sementara di kamarnya, Amisha hanya bisa terguguk. Lagi-lagi dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Kebencian di hatinya selalu kalah dengan rasa rindu yang dirasakan."Jelas-jelas dia sudah mengkhianatiku, kenapa aku terus saja merasakan perasaan itu?" rutuk Amisha. Kamarnya kembali seperti kapal pecah. Berantakan.Dito dan Marsel hanya bisa meliha
Anggara sudah bisa mengambil kesimpulan alasan Amisha pergi karena apa. Rupanya ada kesalahpahaman yang harus segera diselesaikan, dia ingin wanita itu kembali padanya.Anggara belum sempat mengatakan semuanya karena Amisha tiba-tiba pergi. Di saat dia hendak mengejarnya, Dito menghalangi langkah pria itu. Dito menolak mendengar penjelasan Anggara, hingga akhirnya pria itu diusir."Baiklah. Sekarang aku tahu apa penyebab kamu pergi. Kupastikan kamu kembali padaku," gumam Anggara dengan penuh keyakinan.Pria itu kini sudah kembali ke rumah yang disewanya. Dia akan memperpanjang waktu tinggalnya sampai wanita itu benar-benar kembali padanya.Sementara di kamarnya, Amisha hanya bisa terguguk. Lagi-lagi dia tidak bisa mengendalikan emosinya. Kebencian di hatinya selalu kalah dengan rasa rindu yang dirasakan."Jelas-jelas dia sudah mengkhianatiku, kenapa aku terus saja merasakan perasaan itu?" rutuk Amisha. Kamarnya kembali seperti kapal pecah. Berantakan.Dito dan Marsel hanya bisa meliha
Amisha berjalan dengan anggun menghampiri pria masa lalunya. Untuk pertama kalinya, wanita itu kembali berpenampilan cantik setelah sekian tahun berlalu. Dia berusaha bersikap setenang mungkin, menyembunyikan isi hatinya yang tengah berperang, antara kebencian dan kerinduan.Belum sempat Amisha sampai, Dito menarik tangan adiknya hingga terhalang pohon besar. Kepalanya menggeleng dan meminta adiknya masuk. Dia tidak mau mereka bertemu, takut Amisha kembali mengingat luka yang pernah Anggara torehkan. Dia masih ingat bagaimana adiknya terluka saat itu."Aku gak papa, Kak. Dia hanya masa lalu yang ingin aku lupakan," imbuh Amisha dengan suara lirih."Lepaskan dia, Mas! Biarkan Amisha menyelesaikan masa lalunya yang tertunda." Marsel menarik tangan suaminya. "Apa maksud kamu, Sayang? Kamu ingin Amisha kembali terluka? Selama ini dia selalu mengingat kejadian itu jika melihat Arjuna, apalagi sekarang dia harus melihat pelaku utamanya." Dito tidak habis pikir dengan istrinya. Seakan dia t