"Udah selesai. Sekarang ganti baju ya? Terus kamu istirahat, pasti capek habis sekolah," ucap Aoi membereskan kotak P3K mengembalikan ke asalnya.
Di kamar, akhirnya Hikaru bisa tidur dengan nyenyak.
Sedangkan omah Eva, ia mengendap-endap masuk ke dalam rumah setelah memastikan tak ada Aoi atau karin.
Langkahnya berhasil sampai di kamar yang sudah di sediakan Aoi. Kamarnya yang cukup luas, nuansa putih tulang dan bunga anggrek di dekat jendela.
Omah Eva menghela nafas lega. Akhirnya ia tak ketauan juga, pasti Hikaru sudah mengadukannya.
"Kenapa sih kalau Hikaru sama aku selalu aja ada masalah," ia mendudukkan dirinya di meja rias. Menatap pantulan dirinya yang sudah terlihat semakin tua.
"Omah hanya ingin melihatmu terus Aoi, dan Hikaru. Omah gak ada maksud jahat buat nyelakain Hikaru. Semua itu hanya kebetulan," ucap omah Eva, sayangnya kata-katanya itu tak di ketahui Aoi. Cucunya tak akan mudah percaya la
"Tante Aoi, tadi Hikaru hampir aja ketabrak mobil. Untung aja sekarang gak kenapa-napa," ujar Aiko melaporkan kejadian yang sebenarnya sangat jujur.Aoi terkejut. "Kok bisa? Hikaru, kamu gak kenapa-napa kan? Ada yang luka? Ayo ke rumah sakit."Hikaru memeluk sang mama. "Maaf ma. Tadi aku gak tau kalau ada mobil. Tapi untungnya mobil itu gak ngebut. Ini semua salahku.""Omah mana?" tanya Aoi, ia harus berbicara pada omah, pasti ini ulahnya lagi. Sudah berapa kali Aoi bilang agar tak mendekati Hikaru."Kenapa? Ada denganku?" Omah Eva berjalan menghampiri Aoi, berani. Karena dirinya memang tidak salah.Nakura yang merasakan situasi tidak enak mengajak Aiko pulang dan berpamitan pada Aoi."Ma, kan belum sore. Kok pulang sih? Aku masih pingin main sama Hikaru," rengek Aiko sedih, permainan bola tadi sangat seru meskipun ia kalah."Mama di chat sama ayah, pulangnya harus cepet jangan sampai sore," jawab Nakura berbohong, Aiko pasti akan mem
Setelah omah Eva selesai di makamkan, keluarga Rotschild kembali ke rumah.Hikaru tak berhenti menangis, Aoi berusaha menenangkannya. Anaknya itu bertanya terus-terusan dimana omah Eva sekarang."Mama omah mana? Kenapa gak ada?" tanya Haruka menarik-narik baju Aoi.Tak bisa menjawabnya, Hikaru masih kecil mungkin jika beranjak dewasa nanti akan tau makna kehilangan yang sebenarnya.Aoi memeluk Hikaru. "Kamu udah makan?" ia mengalihkan perhatian Hikaru, mau bagaimana pun kalau makan jangan sampai telat.Hikaru menggeleng. "Aku maunya makan sama omah. Aku gak mau makan sebelum ketemu sama omah," jawabnya sedih, yang ia ketahui hanya omah sedang pergi."Iya nanti juga omah pasti pulang kok. Sekarang, kamu makan ya nak?" Aoi membujuk Hikaru, perlahan anaknya itu mengangguk. Sangat susah untuk membuat Hikaru mau makan.***Kepergian omah Eva juga di rasakan oleh keluarga Yosio, semuanya berd
Di rumah sakit, Karin dan Amschel hanya bisa menunggu tentang perkembangan kondisi Aoi dan Makoto."Apa Hikaru tau?" tanya Amschel menatap Karin yang menangis sesenggukan, kabar ini benar-benar mengejutkannya.Karin menggeleng. "Hikaru masih sekolah. Nanti biar Ryou yang jagain dia di rumah.""Baguslah, daripada nanti Hikaru bersedih. Cukup kita saja yang tau. Oh ya, kenapa bisa begini? Apa yang terjadi ma?" tanya Amschel heran, padahal tempat umum itu sangat ramai. Bagaimana bisa orang itu lolos mencelakai Makoto dan Aoi?Sedangkan di dalam ruang rawat, Aoi sudah sadar. Pandangannya sedikit buram, ia duduk bersandar. Menatap sekitarnya entah ada dimana."Anda sedang di rumah sakit karena ada luka tembakan di bagian punggung anda sebelah kanan. Untung saja tidak mengenai organ dalam," jelas seorang suster bernama Sukaru itu.Aoi teringat, bagaimana kejadian beberapa jam yang lalu menimpa dirinya dan Makoto.Makoto!"Suster, sua
Aoi di rumah, selama Makoto di semayamkan ia tak ikut. Hikaru tidak tau, karena Karin hanya mengatakan bahwa Makoto masih bekerja sangat sibuk sebagai dalih bohong. Sangat tidak mungkin memberikan kabar duka ini pada Hikaru yang masih kecil dan tidak mengerti apa-apa.Aoi berdiam diri di kamarnya yang penuh dengan kenangan. Beberapa barang Makoto masih ada. Dari foto, pakaian, dan yang paling utama adalah ponsel Makoto dengan wallpaper dirinya saat berada di Bali.Tatapan Aoi kosong, matanya tak sanggup lagi untuk menangis. Ia benar-benar lelah. Tuhan memberikan cobaan terbesar ini, tak di sangka jika nasib pernikahannya berakhir duka.Tok tok tok"Masuk aja," sahut Aoi dari dalam. Karin melangkah memasuki kamar dengan membawakan nampan berisi makanan siang untuk Aoi.Karin meletakkan nampan makanan itu di meja. Ia menghampiri Aoi yang duduk di tepian ranjang sambil memangku sebuah album foto pernikahan dengan koleksi yang bagus."Nak, kamu pasti kuat. Tuhan sedang mengujimu. Mama tau
Setelah kematian Makoto dan omah Ema, Aoi mencoba lebih kuat dan tegar meskipun sedikit tidak rela. "Hari ini kamu mau ikut ke kantor?" tanya Karin pada Aoi, daripada anaknya itu sendirian di rumah dan kembali bersedih. Aoi mengangguk malas. "Ikut ma."Hikaru sudah berangkat beberapa menit yang lalu bersama Amschel. "Jadi model majalah mama ya? Kamu pasti terlihat cantik," Karin akan memberikan yang terbaik untuk Aoi apalagi dari penampilan. "Ma, aku gak bisa banyak gaya," keluh Aoi sedikit cemberut, bahkan foto saja hanya sekali jika ingin memiliki kenangan. Kenangan, kalimat itu mengingatkannya akan Makoto dan omah Ema. Karin yang memperhatikan Aoi mulai melamun pun meraih tangannnya. "Aoi, jangan di pikirkan lagi. Mama gak mau kamu stress terus jatuh sakit," ucap Karin sangat khawatir. Aoi tersenyum hambar. "Hikaru aja kuat masa aku gak? Hehe, ayo ma kita berangkat ke kantor. Aku mau jadi model majalah mama," dengan wajah cerianya Aoi berusaha untuk bahagia hari ini meskipun
Ryou menambah kecepatan mobilnya. Di jembatan, kaki Aoi siap mengayunkan untuk terjun dari atas jembatan yang memiliki ketinggian tak main-main, bahkan air di bawahnya mengalir dengan derasnya sehingga jika ia melompat mungkin jasadnya tidak akan pernah di temukan. Satu..Dua..Tiga.."NONA AOI!!" Ryou menarik tangan Aoi dengan sigap ia menggendongnya. "Nona jangan bunuh diri seperti ini. Nyonya mencari-cari dengan cemas bahkan Tuan Amschel pun mengkhawatirkan nona."Aoi menangis sesenggukan. "Aku gak mau pulang. Gak mau," Aoi menggeleng pelan, ia tak ingin bertemu mama lalu di perkenalkan lagi dengan pria itu. Tidak, jangan sampai ada perjodohan lagi. Aoi lelah dengan semua itu. "Nona Aoi, mari kita pulang. Jangan keluar tanpa ada yang menemani nona. Apalagi tadi, nona hampir saja melakukan bunuh diri," Ryou sangat cemas. Entah apa yang akan Amschel lakukan jika dirinya gagal menjaga Aoi, mungkin nyawa juga taruhannya. "Nona, tolong pulang. Karena tuan Amschel sangat mempercayaka
Sudah larut malam, Aoi sulit memejamkan matanya. Pikirannya terlintas tentang Takeru yang memiliki kedekatan dengan Hikaru. Aoi menatap Hikaru yang tidur di sampingnya. Iya, anaknya itu meminta tidur bersama karena tidak ada teman. Sama seperti dirinya yang tidak ada Makoto yang selalu di sisinya. "Mama hanya takut kamu meminta seorang ayah nanti. Padahal ayah kita masih ada disini. Dalam hati," Aoi berbicara sendiri, suaranya tidak mengganggu tidur nyenyak Hikaru. "Jangan meminta mama untuk menikahi om baik itu. Mama masih mencintai ayah dengan baik. Berjanji akan selalu setia sampai akhir hayat mama," Aoi memejamkan matanya, perasaanya mendadak tidak tenang. Ia terkalu berpikir keras, tentu saja karena Hikaru menyukai Takeru karena sikap baiknya. ***"Tau gak omah? Aku kemarin diantar sama-""Itu makan dulu Hikaru, jangan berbicara. Tidak baik," Aoi menyela dengan cepat, jangan sampai Hikaru menceritakan Takeru kepada mama, bisa-bisanya ia kembali dekat dengan Takeru dan menjadi
Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau
"Idaman darimana ma? Pasti dia udah punya pacar," tuding Aoi menunjuk wajah Takeru yang sedang bannga itu. "Pacar siapa? Gak ada kok. Aku masih lajang," ungkap Takeru jujur. Sejak dulu ia hanya menyukai Aoi namun tidak berani karena kemarahan wanita itu yang sama saja dengan letusan gunung berapi. Karin tersenyum senang. "Takeru lajang karena dia cinta sama kamu nak. Makannya daridulu gak mau pacaran sama wanita manapun. Betul kan Takeru?" Karin berkedip melempar kode, Takeru terpaksa mengangguk. Aoi berdecak kesal. "Udahlah ma. Aku pulang aja. Bete lama-lama disini," Aoi melangkah pergi. Satu oksigen dengan Takeru membuatnya tidak nyaman sekaligus darahnya bisa mendidih dan tinggi. ***Hikaru mengeluh sedikit pusing. Ia baru saja sadar dari pingsan-nya. Takeru langsung menghampirinya. "Apa ada yang sakit?" Takeru sangat khawatir. Hikaru sakit membuat hatinya tidak tenang. Karin yang melihat interaksi antara Takeru dan Hikaru hanya tersenyuum. Sangat cocok sekali menjadi figur a
Pagi ini Aoi dibuat cemberut lagi, bagaimana tidak? Ayahnya memakai mobil terbang demi mengatasi kemacetan kota Jepang yang semakin meningkat dari tahun-tahun akhir. "Ayah, tapi kan kalau aku pakai mobil sport yang itu lama. Aku lebih suka-""Sstt, jangan membantah. Pokoknya ayah harus pakai mobil terbang itu. Karena sekarang ada rapat penting, ayah gak mau telat," Amschel menyela ucapan Aoi. Ada saja alasannya. "Ayah gak adil," Aoi mengerucutkan bibirnya. Hikaru yang melihat sang mama terkikik geli dengan wajah imut itu. "Mama jangan marah. Lagipula hari ini aku gak ada tugas piket kok."Aoi selalu mengantarkan Hikaru ke sekolah sangat pagi sekali, bahkan jam 6 tepat sudah sampai di sekolah. Semua itu Aoi lakukan hanya demi menghindari si Takeru yang biasanya mengantarkan Aiko setiap harinya sejak kemarin. Mengingat itu kepalanya mengepul. Takeru, pria yang pandai menggombal sekaligus tukang rayu itu berhasil mengambil hati kedua orang tuanya sekaligus Hikaru. Entah apa tujuannya,
"Ayo ma!" Aoi berseru, ia sudah siap dengan tampilannya yang sederhana. Hanya makan dengan seseorang yang entah itu siapa tapi mentraktirnya. Karin tersenyum. Betapa cantiknya Aoi sekarang seperti peri yang siap menyihir perhatian Takeru malam ini. ***Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai juga di kafe. Karin berpamitan pada Aoi karena harus membantu Amschel di kantornya yang tengah lembur. Aoi merasa tak keberatan. "Semoga kamu suka ya? Mama pergi dulu. Ajak dia ngobrol."Aoi mengangguk. "Siap ma."Aoi ingin tau siapa seseorang yang begitu baik mengajaknya makan gratis? Apakah laki-laki atau perempuan?"Kapan ya dia datang?" Aoi menunggu dengan tidak sabar. Jika mamanya sudah menyuruhnya untuk berkenalan dengan seseorang, pasti baik. Tapi pikirannya melayang pada sosok Takeru, raut wajah Aoi berbubah cemberut. Ia harap bukan pria haus uang itu. Amschel telah mengantarkan Takeru di kafe yang sama dimana Aoi sekarang menunggu. Amchel melihat kafe yang tidak t
Hari ini Hikaru kembali ke sekolah, diantarkan oleh Aoi langsung karena ia tak mau Takeru terlibat lagi dan berpura-pura baik dengan anaknya itu. Aoi telah berjanji pada Hikaru akan mengantar dan menjemputnya pulang dengan mobil terbang saja daripada manual yang nantinya pasti bertemu Takeru lagi. "Nanti jangan keluar gerbang dulu ya? Biar mama aja yang kesana duluan," pesan Aoi pada Hikaru saat berada di dalam mobil terbang itu. Hanya membutuhkan beberapa menit saja sudah sampai di sekolah dasar sakura yang tak begitu jauh. Hikaru mengangguk patuh. "Iya ma. Aku akan nunggu di kelas aja," Hikaru tau pasti mamanya itu tak ingin ia bersama om baik, padahal ia lebih berharap bisa bertemu pria itu lagi. Namun sifat possessif mamanya begitu kuat.Hanya membutuhkan 10 menit perjalanan akhirnya sampai juga. Aoi mengecup kening Hikaru dan memberikan 1000 ¥en pada anaknya itu untuk uang jajannya. "Aiko jam segini udah nyampe belum?"Hikaru menggeleng. "Biasanya jam setengah tujuh ma. Bentar
Hari ini, Karin meminta Aoi untuk bersiap lebih awal. Aoi sempat tidak mau tapi setelah mamanya bilang akan diberikan soal harta warisan yang masih belum ada keputusan itu membuat semangat Aoi bangkit kembali. Ya, setelah Makoto tidak ada sekarang harta warisan itu tengah berada di ombang-ambing tidak ada penentuan siapa pemilik keseluruhan kekayaan Amschel Rotschild dengan segala asetnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Aoi berharap itu hanya untuk dirinya, bukan dibagikan kepada orang asing dan bukan siapa-siapanya apalagi tidak termasuk anggota keluarganya. Aoi sangat menolak tegas hal itu jika terjadi. "Ma, aku udah siap," Aoi menghampiri mamanya yang sibuk mengetik pesan entah dengan siapa. Yang membuatnya heran, mamanya itu tersenyum! Siapa?"Ayo. Ayah udah di kantor duluan. Hikaru juga ada disana."Sepertinya sangat penting, bahkan hari Senin ini Hikaru tidak masuk sekolah. Aoi hanya berpikir pembagian harta ini pasti hanya untuk Hikaru. Kalau memang begitu, Aoi tak akan mem
Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau
Sudah larut malam, Aoi sulit memejamkan matanya. Pikirannya terlintas tentang Takeru yang memiliki kedekatan dengan Hikaru. Aoi menatap Hikaru yang tidur di sampingnya. Iya, anaknya itu meminta tidur bersama karena tidak ada teman. Sama seperti dirinya yang tidak ada Makoto yang selalu di sisinya. "Mama hanya takut kamu meminta seorang ayah nanti. Padahal ayah kita masih ada disini. Dalam hati," Aoi berbicara sendiri, suaranya tidak mengganggu tidur nyenyak Hikaru. "Jangan meminta mama untuk menikahi om baik itu. Mama masih mencintai ayah dengan baik. Berjanji akan selalu setia sampai akhir hayat mama," Aoi memejamkan matanya, perasaanya mendadak tidak tenang. Ia terkalu berpikir keras, tentu saja karena Hikaru menyukai Takeru karena sikap baiknya. ***"Tau gak omah? Aku kemarin diantar sama-""Itu makan dulu Hikaru, jangan berbicara. Tidak baik," Aoi menyela dengan cepat, jangan sampai Hikaru menceritakan Takeru kepada mama, bisa-bisanya ia kembali dekat dengan Takeru dan menjadi
Ryou menambah kecepatan mobilnya. Di jembatan, kaki Aoi siap mengayunkan untuk terjun dari atas jembatan yang memiliki ketinggian tak main-main, bahkan air di bawahnya mengalir dengan derasnya sehingga jika ia melompat mungkin jasadnya tidak akan pernah di temukan. Satu..Dua..Tiga.."NONA AOI!!" Ryou menarik tangan Aoi dengan sigap ia menggendongnya. "Nona jangan bunuh diri seperti ini. Nyonya mencari-cari dengan cemas bahkan Tuan Amschel pun mengkhawatirkan nona."Aoi menangis sesenggukan. "Aku gak mau pulang. Gak mau," Aoi menggeleng pelan, ia tak ingin bertemu mama lalu di perkenalkan lagi dengan pria itu. Tidak, jangan sampai ada perjodohan lagi. Aoi lelah dengan semua itu. "Nona Aoi, mari kita pulang. Jangan keluar tanpa ada yang menemani nona. Apalagi tadi, nona hampir saja melakukan bunuh diri," Ryou sangat cemas. Entah apa yang akan Amschel lakukan jika dirinya gagal menjaga Aoi, mungkin nyawa juga taruhannya. "Nona, tolong pulang. Karena tuan Amschel sangat mempercayaka
Setelah kematian Makoto dan omah Ema, Aoi mencoba lebih kuat dan tegar meskipun sedikit tidak rela. "Hari ini kamu mau ikut ke kantor?" tanya Karin pada Aoi, daripada anaknya itu sendirian di rumah dan kembali bersedih. Aoi mengangguk malas. "Ikut ma."Hikaru sudah berangkat beberapa menit yang lalu bersama Amschel. "Jadi model majalah mama ya? Kamu pasti terlihat cantik," Karin akan memberikan yang terbaik untuk Aoi apalagi dari penampilan. "Ma, aku gak bisa banyak gaya," keluh Aoi sedikit cemberut, bahkan foto saja hanya sekali jika ingin memiliki kenangan. Kenangan, kalimat itu mengingatkannya akan Makoto dan omah Ema. Karin yang memperhatikan Aoi mulai melamun pun meraih tangannnya. "Aoi, jangan di pikirkan lagi. Mama gak mau kamu stress terus jatuh sakit," ucap Karin sangat khawatir. Aoi tersenyum hambar. "Hikaru aja kuat masa aku gak? Hehe, ayo ma kita berangkat ke kantor. Aku mau jadi model majalah mama," dengan wajah cerianya Aoi berusaha untuk bahagia hari ini meskipun