Aoi merasa sendirian meskipun di temani Haruka dan Fumie di chat grup.
HAIFU (Haruka, Aoi, Fumie)
Fumie
Maaf ya Haru aku baru online. Lagi beres-beres rumah biasa hehe.
06:00 pmHaruka
Ih bikin khawatir aja. Masa gak online seharian sih? Enak aja menghilang tanpa kabar gak pamit lagi.
06:01 pmAnda
Makasih ya Haruka, Fumie. Kalian mau menemani aku, rumah ini sepi banget. Orang tuaku sama mas Makoto keluar kota, urusan pekerjaan.
06:01 pmFumie
Sama-sama Aoi. Boleh video call gak? Aku pingin bilang sesuatu nih, kalau di chat gak enak lebih baik langsung aja meskipun gak bisa ketemu hehe.
06:02 pmAnda
Boleh banget
06:03 pmHaruka
Ayo! Pingin tau nih kalian lagi apa.
06:04 pmVideo call di mulai, Fumie sedang tiduran, Haruka duduk di meja belajarnya dan Aoi memakan bento-nya sedikit saja. Nafsu makannya hilang, biasanya Mak
"Makan? Kamu aja belum sapu halaman! Sadar diri dong, enak aja bangun tidur langsung makan," Nakura bersidekap dada.Aoi kembali berdiri. "Kenapa gak kamu aja yang mengerjakan semuanya? Takut capek? Apa memang semua hidupmu selalu enak dan santai?" Aoi kembali melempar pertanyaan yang menampar Nakura saat itu juga, dirinya tak bisa di pojokkan terlalu mudah.Nakura terdiam. 'Berani banget Aoi? Gak, aku kan paling kuat disini. Aku adalah bos, dan Aoi hanya budak ku,' batin Nakura."Oh, udah lupa ya sama kata-kataku?" Nakura bertepuk tangan dua kali dan datanglah 4 anak buahnya.Aoi menjaga ancang-ancang. "Mau apalagi?" tanyanya dengan nada ketakutan."Ambil aja deh bayinya. Di suruh gak mau," Nakura memutar bola matanya malas."Iya! Aku mau nyapu halaman. Minggir kalian, aku lewat kasih jalan lah," Aoi sedikit sensi, 4 anak buah Nakura itu malah bersiul menggodanya."Kalau di liat-liat cantik j
Selama perjalanan, Ryuji menanyakan bagaimana kondisi Aoi. Ternyata baik-baik saja."Kamu tau gak?" tanya Aoi mencoba mencari topik lain, kali ini ia ingin berbincang lebih lama dengan Ryuji."Gak," Ryuji menggeleng. "Tau apa memangnya?" pandangan Ryuji tak bisa beralih dari Aoi terkadang menatap jalanan juga. Menyetir dan satu mobil dengan orang yang pernah di sayang rasanya awkard dan deg-degan.Aoi menghela nafasnya. "Aku sekarang suka laper terus. Pastilah, kan ada calon bayinya. Aku sempat takut dan merasa putus asa di culik Nakura, aku pikir gak akan ada yang menolong aku. Tapi Tuhan telah mengirimkan kamu. Aku senang banget," Aoi tersenyum manis."Kenapa kamu bisa sama Nakura? Apa dia udah macam-macam sama kamu? Melukai? Atau memaksamu?"Aoi menggeleng pelan. "Seharusnya aku sudah mengunci semua pintu di rumah. Tapi aku sendiri yang teledor. Sampai Nakura mudah masui ke dalam rumahku. Ayah, mama sama mas Makoto
Hari ini Nakura ingin berbelanja ke mall dengan Megumi menggunakan mobilnya."Ini mobil kamu harganya berapa?" tanya Magumi kepo, sangat bagus dan mengkilat. Megumi ingin bisa membeli mobil suatu saat nanti."Hampir satu milyar sih. Kenapa? Kamu sanggup belinya?" tanya Nakura dengan nada sedikit meremehkan.Megumi berdecak kesal. "Kamu meremehkan aku? Ya pasti bisa lah, tapi itu nanti. Aku masih sekolah belum kerja. Huh, hidup miskin aku gak pernah bisa merasakan naik mobil atau makan enak. Kamu beruntung Nakura, bisa merasakan kehidupan berkecukupan.""Semuanya pasti akan indah pada waktunya Megu, Tuhan sudah memberikan rezeki kepada hambanya. Oh ya, adik kamu yang namanya Fumie itu masih males gak?"Magumi mengangguk. "Kemarin, dia gak mau nyapu sama ngepel. Aku yang jadi gantinya. Enak banget tidur makan main hp doang. Uang aku yang di meja belajar aja di ambil sama Fumie, gak bilang-bilang lagi. Cuman beli kuota do
Aoi tertidur, Nakura yang ingin meminta tolong untuk makan pun mengurungkan niatnya membangunkan Aoi."Fumie kok lama banget ya? Katanya mau beli makan aja. Tapi udah satu jam."Nakura menatap Megumi yang tak jauh di sebelahnya. Belum sadarkan diri."Maafin aku ya Megu. Kalau aja kamu gak usah ikut sama aku ke mall. Lebih baik aku kesana sendirian daripada melihatmu terbaring lemah seperti ini aku merasa bersalah," Nakura menatap nanar Megumi yang sangat pucat.Aoi mengerjapkan matanya, suara Nakura memang mengusik tidur nyeyaknya."Semua ini bukan salahmu Naku. Hanya sebuah kecelakaan saja. Yang terpenting, Tuhan sudah menyembuhkanmu," Aoi tersenyum simpul semanis kamu."Tapi kan sama aja Aoi. Aku sama Megumi mau ke mall belanja shoping. Gak tau tiba-tiba rem mobilku rusak. Padahal biasanya gak ada apa-apa kok," ucap Nakura serius, setiap hari mobilnya ia cek. Tidak ada yang bermasalah."Apa ada or
"Maaf, aku gak akan pernah bisa balikan sama kamu. Aku ini sudah memiliki suami," jawab Aoi tegas, meninggalkan yang tidak pasti akan lebih baik daripada sakit hati.Ryuji mengangguk. "Iya, itu hak kamu. Aku pergi."Aoi menatap kepergian Ryuji dengan hati yang bersalah.***Aoi membuka kulkasnya, kosong. Persediaan makanan sudah habis."Bi Idah! Bi! Udah beli persediaan bahan buat masak sama camilan belum?" Aoi meninggikan suaranya, bi Idah biasanya tak mendengar malah sibuk dengerin musik melalui handset.Aoi menghela nafasnya, kemana lah bi Idah itu.Aoi mencarinya di ruang tengah, bi Idah sedang duduk santai dan ketawa-ketiwi dengan poselnya jangan lupakan handset yang melekat di kedua telinganya.Aoi menarik salah satu handset itu. "Bi Idah asyik banget ya? Kulkasnya gak di cek udah habis kosong gak ada apa-apa tuh," omel Aoi kesal.Bi Idah hanya tersenyum kikuk. "Iya k
Setelah jam kuliah selesai, Haruka mencari Fumie di rumahnya. Tapi tak ada sahutan sama sekali meskipun Haruka mengetuk pintu dan memanggil nama Fumie beberapa kali."Fumie kemana sih? Udah sore lagi. Bisa di marahin sama mama nih pulang gak bawa tupperware," Haruka melirik arlojinya, sudah pukul 4 sore.Saat Haruka berbalik Fumie menatapnya dengan kebingungan."Loh Haruka? Kamu ngapain ke rumah? Gak di omelin sama ibu ku kan?" tanya Fumie panik, ibu tirinya itu tak suka dengan orang asing dan lebih mengurung diri.Haruka menggeleng. "Di rumah kamu gak ada siapa-siapa ya? Daritadi aku ketuk pintunya sama teriak nama kamu gak ada yang nyaut.""Ada kok. Ibu pasti di kamar lagi tidur makannya gak denger suara kamu. Oh ya, kenapa kesini Haru? Ada apa?"Dari raut wajahnya, Haruka bisa mengartikan Fumie sedang senang."Kamu seneng banget. Darimana?""E-aku habis makan di warung. Di rumah gak
Hari ini, Nakura akhirnya di perbolehkan pulang.Sebelum Nakura pergi dari rumah sakit, matanya tak luput dari ranjang di sebelahnya yang kini kosong.Seharusnya disitu ada Megumi.Ryuji ikut membereskan pakaian Nakura."Kamu melamun apa? Masih kepikiran soal tadi malam?" tanya Ryuji hati-hati. Nakura sudah berani lebih terbuka dan mau menceritakan masalahnya.Nakura menggeleng. Bukan itu."Aku pikir Megumi juga bakalan pulang bareng sama aku. Tapi dia malah terbang ke langit. Kehilangan sahabat untuk selama-lamanya adalah hal yang tak pernah terduga terjadi dalam hidupku," tutur Nakura sedih, kali ini air matanya tak lagi menetes. Terlalu banyak kesedihan yang terbayar dengan tangisan."Ikhlaskan saja kepergiannya," maafin aku Nakura, semua ini adalah rencanaku batin Ryuji dalam hati."Entahlah siapa pelakunya yang udah berani merusak rem mobilku. Apa sih maunya dia? Pingin aku m
Ponsel Aoi berdering, pagi-pagi seperti ini entah siapa yang berani mengganggu tidur nyenyaknya."Siapa sih yang telepon? Ganggu banget," Aoi mengipitkan matanya, mas Makoto?"Mas? Hallo? Kenapa jarang telepon? Aku kangen tau," ucap Aoi merajuk.Terdengar kekehan yang membuat Aoi semakin kesal."Kok ketawa sih mas? Gak lucu!""Maaf, banyak banget yang harus di selesaikan Aoi. Dan sekarang aku baru aja selesai meeting. Lagi kangen,makannya telepon."Aoi menyunggingkan senyumnya, kalau sudah bilang kangen amarahnya hilang entah dimana."Kapan sih mas pulang? Di rumah sepi. Bi Idah nonton tv terus, aku juga jarang keluar rumah kalau gak sama Haruka, Fumie dan Nakura," raut wajah Aoi sedih, biasanya ramai dengan candaan dari mama dan ayahnya, Makoto hanya tersenyum biasa sangat mustahil pria berkacamata itu tertawa lepas."Nakura?" tanya Makoto setengah tak percaya. Nakura itu sangat membenci Aoi
"Idaman darimana ma? Pasti dia udah punya pacar," tuding Aoi menunjuk wajah Takeru yang sedang bannga itu. "Pacar siapa? Gak ada kok. Aku masih lajang," ungkap Takeru jujur. Sejak dulu ia hanya menyukai Aoi namun tidak berani karena kemarahan wanita itu yang sama saja dengan letusan gunung berapi. Karin tersenyum senang. "Takeru lajang karena dia cinta sama kamu nak. Makannya daridulu gak mau pacaran sama wanita manapun. Betul kan Takeru?" Karin berkedip melempar kode, Takeru terpaksa mengangguk. Aoi berdecak kesal. "Udahlah ma. Aku pulang aja. Bete lama-lama disini," Aoi melangkah pergi. Satu oksigen dengan Takeru membuatnya tidak nyaman sekaligus darahnya bisa mendidih dan tinggi. ***Hikaru mengeluh sedikit pusing. Ia baru saja sadar dari pingsan-nya. Takeru langsung menghampirinya. "Apa ada yang sakit?" Takeru sangat khawatir. Hikaru sakit membuat hatinya tidak tenang. Karin yang melihat interaksi antara Takeru dan Hikaru hanya tersenyuum. Sangat cocok sekali menjadi figur a
Pagi ini Aoi dibuat cemberut lagi, bagaimana tidak? Ayahnya memakai mobil terbang demi mengatasi kemacetan kota Jepang yang semakin meningkat dari tahun-tahun akhir. "Ayah, tapi kan kalau aku pakai mobil sport yang itu lama. Aku lebih suka-""Sstt, jangan membantah. Pokoknya ayah harus pakai mobil terbang itu. Karena sekarang ada rapat penting, ayah gak mau telat," Amschel menyela ucapan Aoi. Ada saja alasannya. "Ayah gak adil," Aoi mengerucutkan bibirnya. Hikaru yang melihat sang mama terkikik geli dengan wajah imut itu. "Mama jangan marah. Lagipula hari ini aku gak ada tugas piket kok."Aoi selalu mengantarkan Hikaru ke sekolah sangat pagi sekali, bahkan jam 6 tepat sudah sampai di sekolah. Semua itu Aoi lakukan hanya demi menghindari si Takeru yang biasanya mengantarkan Aiko setiap harinya sejak kemarin. Mengingat itu kepalanya mengepul. Takeru, pria yang pandai menggombal sekaligus tukang rayu itu berhasil mengambil hati kedua orang tuanya sekaligus Hikaru. Entah apa tujuannya,
"Ayo ma!" Aoi berseru, ia sudah siap dengan tampilannya yang sederhana. Hanya makan dengan seseorang yang entah itu siapa tapi mentraktirnya. Karin tersenyum. Betapa cantiknya Aoi sekarang seperti peri yang siap menyihir perhatian Takeru malam ini. ***Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai juga di kafe. Karin berpamitan pada Aoi karena harus membantu Amschel di kantornya yang tengah lembur. Aoi merasa tak keberatan. "Semoga kamu suka ya? Mama pergi dulu. Ajak dia ngobrol."Aoi mengangguk. "Siap ma."Aoi ingin tau siapa seseorang yang begitu baik mengajaknya makan gratis? Apakah laki-laki atau perempuan?"Kapan ya dia datang?" Aoi menunggu dengan tidak sabar. Jika mamanya sudah menyuruhnya untuk berkenalan dengan seseorang, pasti baik. Tapi pikirannya melayang pada sosok Takeru, raut wajah Aoi berbubah cemberut. Ia harap bukan pria haus uang itu. Amschel telah mengantarkan Takeru di kafe yang sama dimana Aoi sekarang menunggu. Amchel melihat kafe yang tidak t
Hari ini Hikaru kembali ke sekolah, diantarkan oleh Aoi langsung karena ia tak mau Takeru terlibat lagi dan berpura-pura baik dengan anaknya itu. Aoi telah berjanji pada Hikaru akan mengantar dan menjemputnya pulang dengan mobil terbang saja daripada manual yang nantinya pasti bertemu Takeru lagi. "Nanti jangan keluar gerbang dulu ya? Biar mama aja yang kesana duluan," pesan Aoi pada Hikaru saat berada di dalam mobil terbang itu. Hanya membutuhkan beberapa menit saja sudah sampai di sekolah dasar sakura yang tak begitu jauh. Hikaru mengangguk patuh. "Iya ma. Aku akan nunggu di kelas aja," Hikaru tau pasti mamanya itu tak ingin ia bersama om baik, padahal ia lebih berharap bisa bertemu pria itu lagi. Namun sifat possessif mamanya begitu kuat.Hanya membutuhkan 10 menit perjalanan akhirnya sampai juga. Aoi mengecup kening Hikaru dan memberikan 1000 ¥en pada anaknya itu untuk uang jajannya. "Aiko jam segini udah nyampe belum?"Hikaru menggeleng. "Biasanya jam setengah tujuh ma. Bentar
Hari ini, Karin meminta Aoi untuk bersiap lebih awal. Aoi sempat tidak mau tapi setelah mamanya bilang akan diberikan soal harta warisan yang masih belum ada keputusan itu membuat semangat Aoi bangkit kembali. Ya, setelah Makoto tidak ada sekarang harta warisan itu tengah berada di ombang-ambing tidak ada penentuan siapa pemilik keseluruhan kekayaan Amschel Rotschild dengan segala asetnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Aoi berharap itu hanya untuk dirinya, bukan dibagikan kepada orang asing dan bukan siapa-siapanya apalagi tidak termasuk anggota keluarganya. Aoi sangat menolak tegas hal itu jika terjadi. "Ma, aku udah siap," Aoi menghampiri mamanya yang sibuk mengetik pesan entah dengan siapa. Yang membuatnya heran, mamanya itu tersenyum! Siapa?"Ayo. Ayah udah di kantor duluan. Hikaru juga ada disana."Sepertinya sangat penting, bahkan hari Senin ini Hikaru tidak masuk sekolah. Aoi hanya berpikir pembagian harta ini pasti hanya untuk Hikaru. Kalau memang begitu, Aoi tak akan mem
Mengobrol di dalam rumah lebih tepatnya ruang tamu. Hanya ada Karin, Hikaru, Takeru dan Aiko saja tapi Aoi lebih memilih mendekam di kamarnya menghindari Takeru. "Hikaru, aku gak bisa lama-lama disini nanti mama nyariin aku," ujar Aiko membuka obrolan. Tapi ia ingin berlama-lama dengan Hikaru, hanya bermain saja. Lain halnya dengan Takeru, sebenarnya ia ingin menyusul langkah Aoi namun ragu ketika wanita itu memasuki kamarnya. 'Ada apa dengan dia? Kenapa tidak mau ikut berbincang disini?' batin Takeru penuh tanda tanya. Aoi sangat menghindarinya sejak pertama kali bertemu beberapa minggu yang lalu, hanya karena satu model perusahaan wanita itu menjauhinya tanpa sebab. "Baiklah, itu terserah kamu aja Aiko. Kita main boneka dulu yuk. Sebentar aja," Hikaru memohon dan Aiko pun setuju. Hanya ada Karin dan Tekeru di ruang tamu. Sedangkan Aoi menguping pembicaraan mamanya dengan pria menyebalkan itu dibalik pintu kamarnya. "Dimana suami Aoi ya?" tanya Takeru penasaran, hanya ingin tau
Sudah larut malam, Aoi sulit memejamkan matanya. Pikirannya terlintas tentang Takeru yang memiliki kedekatan dengan Hikaru. Aoi menatap Hikaru yang tidur di sampingnya. Iya, anaknya itu meminta tidur bersama karena tidak ada teman. Sama seperti dirinya yang tidak ada Makoto yang selalu di sisinya. "Mama hanya takut kamu meminta seorang ayah nanti. Padahal ayah kita masih ada disini. Dalam hati," Aoi berbicara sendiri, suaranya tidak mengganggu tidur nyenyak Hikaru. "Jangan meminta mama untuk menikahi om baik itu. Mama masih mencintai ayah dengan baik. Berjanji akan selalu setia sampai akhir hayat mama," Aoi memejamkan matanya, perasaanya mendadak tidak tenang. Ia terkalu berpikir keras, tentu saja karena Hikaru menyukai Takeru karena sikap baiknya. ***"Tau gak omah? Aku kemarin diantar sama-""Itu makan dulu Hikaru, jangan berbicara. Tidak baik," Aoi menyela dengan cepat, jangan sampai Hikaru menceritakan Takeru kepada mama, bisa-bisanya ia kembali dekat dengan Takeru dan menjadi
Ryou menambah kecepatan mobilnya. Di jembatan, kaki Aoi siap mengayunkan untuk terjun dari atas jembatan yang memiliki ketinggian tak main-main, bahkan air di bawahnya mengalir dengan derasnya sehingga jika ia melompat mungkin jasadnya tidak akan pernah di temukan. Satu..Dua..Tiga.."NONA AOI!!" Ryou menarik tangan Aoi dengan sigap ia menggendongnya. "Nona jangan bunuh diri seperti ini. Nyonya mencari-cari dengan cemas bahkan Tuan Amschel pun mengkhawatirkan nona."Aoi menangis sesenggukan. "Aku gak mau pulang. Gak mau," Aoi menggeleng pelan, ia tak ingin bertemu mama lalu di perkenalkan lagi dengan pria itu. Tidak, jangan sampai ada perjodohan lagi. Aoi lelah dengan semua itu. "Nona Aoi, mari kita pulang. Jangan keluar tanpa ada yang menemani nona. Apalagi tadi, nona hampir saja melakukan bunuh diri," Ryou sangat cemas. Entah apa yang akan Amschel lakukan jika dirinya gagal menjaga Aoi, mungkin nyawa juga taruhannya. "Nona, tolong pulang. Karena tuan Amschel sangat mempercayaka
Setelah kematian Makoto dan omah Ema, Aoi mencoba lebih kuat dan tegar meskipun sedikit tidak rela. "Hari ini kamu mau ikut ke kantor?" tanya Karin pada Aoi, daripada anaknya itu sendirian di rumah dan kembali bersedih. Aoi mengangguk malas. "Ikut ma."Hikaru sudah berangkat beberapa menit yang lalu bersama Amschel. "Jadi model majalah mama ya? Kamu pasti terlihat cantik," Karin akan memberikan yang terbaik untuk Aoi apalagi dari penampilan. "Ma, aku gak bisa banyak gaya," keluh Aoi sedikit cemberut, bahkan foto saja hanya sekali jika ingin memiliki kenangan. Kenangan, kalimat itu mengingatkannya akan Makoto dan omah Ema. Karin yang memperhatikan Aoi mulai melamun pun meraih tangannnya. "Aoi, jangan di pikirkan lagi. Mama gak mau kamu stress terus jatuh sakit," ucap Karin sangat khawatir. Aoi tersenyum hambar. "Hikaru aja kuat masa aku gak? Hehe, ayo ma kita berangkat ke kantor. Aku mau jadi model majalah mama," dengan wajah cerianya Aoi berusaha untuk bahagia hari ini meskipun