Home / CEO / Terpaksa Menikahi CEO / S2 : 20. Tak Terbayangkan!

Share

S2 : 20. Tak Terbayangkan!

Author: Hanazawa Easzy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Lidya mendorong tubuh Pram ke atas ranjang. Dia marah karena suaminya memperhatikan Monika yang terbaring tak berdaya di atas bath tube. Meskipun Monika masih mengenakan pakaian lengkap, tapi Lidya tetap saja cemburu dengan suaminya.

"Apa yang kamu pikirkan saat melihat wanita cantik itu, huh? Apa kamu ingin mencicipi istri sahabatmu sendiri?" Lidya mengakui kecantikan wanita yang datang ke rumahnya beberapa menit yang lalu. Kenyataannya, paras Monika memang lebih menawan dibandingkan wajahnya sendiri.

"Bu-bukan begitu, Sayang." Pram berusaha meraih tangan Sang Istri, memohon maaf atas kekhilafannya barusan.

"Apa?!" Lidya memelototkan kedua matanya, menatap Pram dengan pandangan mematikan. "Monika sedang menderita, bisa-bisanya kamu justru berpikiran kotor padanya? Sejak kapan Rio menularkan pemikiran mesum padamu?!"

Lidya semakin naik pitam. Wajah bulatnya kini merah padam, menahan emosi yang siap ia muntahkan detik berikutnya.

"Katakan siapa

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 21. Seperti Ingin Mati Rasanya

    "Sweety?" panggil Rio karena Monika tak kunjung menunjukkan ekspresi apapun. Wajahnya terlihat pucat seperti mayat hidup dengan pandangan mata sayu. "Ha-us." Monika menunjuk lehernya sendiri, membuat Rio terperanjat. Suaranya terdengar begitu lirih, hampir tidak terdengar sama sekali. Rio tergopoh-gopoh berlari keluar, mengambilkan segelas air putih untuk Monika. Dia seharusnya menyadari jika salah satu efek obat kimia yang dia berikan adalah membuat kerongkongan terasa kering. Bahkan untuk beberapa orang, mungkin saja akan mengganggu saluran pernapasan dan detak jantung mereka. "Lagi?" Rio menawarkan gelas kedua, tapi Monika menggeleng lemah. Masih dengan wajah tanpa ekspresi, wanita itu menatap suaminya lekat-lekat. Hening. Tak ada satu pun kata yang terucap dari mulut keduanya, mereka sibuk dengan isi kepala masing-masing. Rio memberanikan diri, menghapus bulir keringat yang kembali muncul di kening Monika. "Rio," lirih Monika, meng

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 22. Berbagi Kehangatan

    Tepat pukul tiga pagi, pintu kamar utama apartemen ini terbuka, menampilkan Lidya dalam balutan bathrobe yang dipakainya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" ketus wanita hamil sembilan bulan ini, melihat Rio yang menampilkan wajah penuh kekhawatiran. "Dimana Pram?" Bukannya menjawab, Rio justru melontarkan pertanyaan lain sembari mengekori langkah kaki Lidya yang kini berjalan menuju dapur. "Dia tidur. Kenapa? Ada masalah?" Sebenarnya Rio enggan mengatakan ini pada Lidya. Dia lebih leluasa jika berbicara dengan sahabatnya Prambudi Bagaskara. "Tolong Monika. Dia mengunci diri di dalam kamar mandi setelah mengusirku." Suara Rio terdengar parau, sungguh tidak bisa mengatasi situasi yang terjadi. Lidya melirik jam digital yang tertanam di dinding. Dia dan Pram terlalu asik dengan kegiatan panas mereka sendiri, sampai lupa pada keberadaan Rio dan istrinya. Otak Lidya berhitung cepat. Rio membawa Monika sekitar jam sembilan malam. Itu artinya wanita cantik itu sudah berendam hampir enam

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 23. Pria Pengecut

    Suara musik klasik tertangkap indera pendengaran Monika, membuat tidurnya sedikit terusik. Samar-samar aroma maskulin seorang pria tercium di hidungnya. Juga lengan yang terasa melingkar di atas perut, memeluk dengan erat seolah tak ingin terlepas. "Hmm?" gumam Monika lirih. Ia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali sampai menyadari sosok yang tertangkap indera penglihatannya. 'Rio? Apa aku sedang bermimpi? Dimana ini?' batin Monika bertanya-tanya. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar tempatnya berada, tapi tidak mengenalinya. Ini bukan kediaman Rio Dirgantara yang ia huni seminggu terakhir, juga bukan kamar kostnya yang sempit dan pengap. Monika memejamkan matanya, coba merangkai peristiwa sebelumnya. Tubuhnya terasa begitu lemah, bahkan untuk mengangkat tangan saja rasanya begitu berat. Telinga Monika berdenging, bersamaan dengan nyeri hebat yang ia rasakan di kepalanya. 'Ada apa ini?' batin Monika bertanya-tanya, merasa tidak n

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 24. Wanita Luar Biasa

    Jam di atas nakas menunjukkan pukul tujuh pagi saat Rio masuk ke dalam kamar. Sepasang netranya langsung tertuju pada Monika yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Wajahnya masih terlihat pucat, dengan mata sayu yang lemah."Pa-pagi, Sweety," sapa Rio canggung. Pria 31 tahun itu mendekat sambil memegangi tengkuknya. Dia terlihat salah tingkah saat Monika menatapnya.'Ada apa sebenarnya? Kenapa dia salah tingkah di depanku?' Berbagai prasangka kembali bergelayut di dalam benak Monika. Kepingan ingatan yang berkilat cepat di otaknya kembali melintas samar-samar. Tapi, dia tidak yakin kalau itu mimpi atau benar terjadi.Hening. Tak ada suara lagi selain deru halus air conditioner di salah satu sisi ruangan ini.Rio duduk di tepi ranjang, menatap Monika dengan pandangan yang sulit untuk diartikan."Sudah merasa lebih baik?" Rio coba memecah suasana canggung ini, tapi tetap terasa aneh. Nada bicaranya yang meragu dan sedikit gemetar menunjuk

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 25. Kesalahanku Hanya Satu, Mencintaimu

    Rio kembali melangkah ke arah istrinya. "Maafkan aku," ucapnya lirih. Kata maaf itu kembali terdengar dari mulut Rio, membuat kening Monika berkerut. Dia tidak tahu kenapa Rio terus meminta maaf padanya. Kesalahan seperti apa yang membuat pria manipulatif ini merendahkan diri? "Aku siap menerima hukumanku. Kamu boleh melakukan apa saja padaku. Tapi sebelum itu, kamu harus sembuh lebih dulu." Rio kembali berjongkok di posisi sebelumnya, meminta pengampunan pada istrinya. Monika masih diam. Dia tidak tahu kenapa Rio berubah seperti ini sekarang, seolah hampir membunuhnya. "Berhenti minta maaf. Aku tidak ingin mendengarnya." Monika mengelurakan kata-kata sarkas dari mulutnya. Entah kenapa dia tiba-tiba marah. Ah, bukan marah, dia hanya kesal melihat pria ini yang terlihat begitu lemah. Rio duduk di tepi ranjang, membenahi helai rambut panjang istrinya, membawanya ke belakang telinga. Kalimat ketus yang Monika ucapkan menunjukkan bahwa wanita ini sudah merasa lebih baik dibandingkan

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 26. Apa Kamu Masih Manusia?

    "Clara Arabella, 23 tahun." Suara manja Clara terdengar di telinga pria yang saat ini berdiri di hadapannya. "Saya Dev." Devan menyalami gadis di depannya. "Silakan duduk." Clara menawari Dev duduk di kursi kosong yang ada di depannya. "Thanks." Keduanya duduk di sebuah kafe, menghadap jalanan yang sedikit lengang. Lepas tengah hari, tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Orang-orang sudah ada di dalam kantor masing-masing dan akan keluar dua hingga tiga jam kedepan. "Maaf ya, tadi pagi perut saya mulas, jadi tidak bisa turun ke bawah." Pria dengan kacamata bulat itu tersenyum sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada, menunjukkan penyesalan terdalam darinya di depan wanita yang baru ia temui siang ini. Sebenarnya, Dev tidak sakit perut sama sekali. Dia sengaja memancing Clara, melihat respon yang akan ia tunjukkan karena Devan mengingkari janjinya. "Sebagai permintaan maaf saya, Anda bisa pesan apa saja. Saya yang akan mem

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 27. Terkejut Setengah Mati

    "Bagaimana bisa kamu memberiku obat perangsang yang begitu kuat? Apa kamu ingin membunuhku? Jika iya, kenapa kamu menolongku dan membuat Lidya turun tangan? Bukankah akan lebih mudah jika kamu menggagahi tubuhku semaumu seperti sebelum-sebelumnya? Apa kamu belum puas jika aku belum pingsan seperti kemarin?" Hening. Berbagai pertanyaan itu tak mendapat jawaban sama sekali. "Sweety?" Suara Rio tertangkap indera pendengaran Monika, beberapa detik setelahnya. Dia semakin mengendurkan dekapannya, membuat tubuh mereka saling berhadapan satu sama lain. "Hey, are you Ok?" Rio menggerak-gerakkan tangan di depan wajah Monika, menyita atensinya. "Do you hear me?" "Hah?" Monika menatap Rio dengan pandangan heran. 'Bukankah aku baru saja menamparnya?' Monika menatap telapak tangan kanannya di bawah sana sebelum kemudian memejamkan mata. Dia berusaha menguasai diri dan menyadari situasi yang terjadi. Dia tidak pernah menampar Rio. Itu hanya ada di dalam bay

  • Terpaksa Menikahi CEO   S2 : 28. Anak Tidak Tahu Diri

    Nyonya Liliana masuk ke dalam ruang rapat diikuti Leo di belakangnya. Tangannya gemetar, tapi coba bersikap setenang mungkin. Dia duduk di kursi yang biasa ditempati oleh Rio, membuat semua orang bertanya-tanya."Selamat sore, semuanya." Leo membuka pertemuan dengan menyapu pandang ke sepuluh orang yang duduk di kursinya masing-masing. "Pada kesempatan kali ini, nyonya Liliana Dirgantara yang akan memimpin rapat internal kita. Semua akan berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berbeda sama sekali. Semoga kalian bisa menangkap apa yang saya sampaikan."Leo mengakhiri monolognya dan ditanggapi dengan anggukan. Meski merasa tidak yakin karena ketiadaan Rio di sana, tapi para staf khusus itu mencoba bersikap seprofesional mungkin. Mereka harus melakukan pekerjaan dengan objektif, bukan subjektif."Baik, mari kita mulai dengan presentasi dari departemen pemasaran." Leo mempersilakan pria dengan kacamata bulat di samping kanannya.Nyonya Liliana duduk diam di

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi CEO   Perfect Happiness

    Tiga tahun kemudian ...."Daddy," panggil gadis dua setengah tahun yang kini memanjat dada bidang ayahnya."Hmm. Alea?" Rio mengerjapkan mata, namun belum membukanya. Dia masih dikuasai kantuk dan ingin terpejam sebentar lagi.Mentari bersinar hangat di musim semi, bersamaan dengan aroma bunga sakura yang diam-diam menelisik hidung. Di sebuah hunian mewah dengan dekorasi minimalis, seorang pria tidur terlentang di atas sofa bed bersama putrinya."Dad ...." Jemari mungil Alea meraba dada bidang Rio yang tertutup kaus putih. Aroma bayi yang menyegarkan menguar, menyapa indera penciuman sang ayah.Tiruan Monika itu mengulurkan tangannya, mengelus pelipis pria yang menjadi cinta pertama dalam hidupnya. Sama seperti sang ibu yang suka mencium pipi Rio diam-diam saat tidur, Alea juga melakukan hal yang sama. Dia mendaratkan kecupan sayangnya sekedip mata di rahang kokoh ayahnya yang ditumbuhi cambang tipis.Rio mengangkat kedua alis sebelum balas

  • Terpaksa Menikahi CEO   Happily Ever After

    "Sweety, ada dua bayi di dalam perutmu?" tanya Rio tidak percaya, menatap Monika dengan pandangan yang penuh binar bahagia. "Kita akan punya twins baby?"Anggukan kepala terlihat, membuat kebahagiaan yang Rio rasakan semakin berlipat-lipat. Dia tidak pernah menyangka kalau dalam satu waktu akan ada dua buah cinta yang melengkapi kebahagiaannya dengan Monika. Seolah semua hanya mimpi, tidak pernah terjadi."Aku juga baru tahu."Rio memeluk istrinya, menyalurkan rasa cinta yang begitu luar biasa. Mereka baru sempat melakukan pemeriksaan kandungan setelah kondisi Rio benar-benar membaik. Observasi lanjutan pasca siuman harus dijalaninya selama dua minggu."Kondisi istri Anda baik, kedua janin di dalam perutnya juga sangat baik. Namun, alangkah baiknya jika porsi makannya ditambah lagi. Kebutuhan gizi dua anak tentu berbeda dengan kehamilan tunggal.""Saya akan memperhatikannya, Dok." Rio menjawab penuturan dokter kandungan di hadapannya dengan bahasa

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 34. Akhir Kisah Indah (Ending Season 3)

    "Sweety, aku merindukanmu."Suara Rio yang lirih dan dalam berhasil membuat bulu roma Monika meremang seketika. Dia tidak tahu bagaimana bisikan itu bisa membuatnya jadi seperti sekarang ini, hang, blank, tidak bisa berpikir sama sekali."Apa kamu tidak merindukanku?"Melihat Monika tak merespon, Rio sengaja menggelitik perut istrinya, membuat bola mata sipitnya membulat seketika. Dua tangannya langsung menahan tangan Rio yang masih ada di dalam blouse putih yang dipakainya."Hubby?!" Kali ini tatapan tajam yang ia hadiahkan pada suaminya. Tak cukup sampai di sana, Monika juga segera berdiri, menjauh dari jangkauan tangan suaminya yang nakal.Gelak tawa Rio terdengar menggema, merasa bahagia melihat istrinya kembali sadar. Entah pergi ke mana akal sehatnya beberapa saat lalu, terlihat dari wajah cantik yang tampak bodoh."Berhenti bermain-main. Kamu koma satu minggu dan hampir meregang nyawa. Semua orang panik saat detak jantungmu berhenti k

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 33. Kerinduan yang Tak Tertahan

    "Rio," panggil Eva, memeriksa Respon putranya yang tampak mengerjapkan mata namun tak membukanya. Jemari tangan Rio bergerak perlahan, menunjukkan kalau kesadarannya sudah mulai kembali. Dia mendengar panggilan ibunya, tapi masih berat untuk melihat dunia di hadapannya. "Rio, kamu dengar ibu?" ulang Eva, menyentuh pipi putra semata wayangnya yang dilaporkan mengalami tanda-tanda akan bangun dari koma. Tak sia-sia dia dibawa ke Jepang dan mendapat perawatan intensif selama satu pekan. Wajah cantik Evalia menjadi pemandangan pertama yang Rio lihat begitu ia membuka mata. Namun, terlihat buram bersamaan rasa nyeri yang terasa di pangkal hidungnya seperti orang bangun tidur. "Dok, kondisi pasien sudah stabil," lapor perawat yang bertugas melakukan observasi lanjutan pada Rio. Eva mengangguk, sekilas melihat angka yang terpampang di monitor. Pandangan selanjutnya tertuju pada tabung ventilator yang tampak berembun semakin banyak, menunjukkan

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 32. Kesalahpahaman Jun

    "Dear," panggil Eva, memeluk bahu menantunya dari samping. Dia menemui Monika di ruangan khusus yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien. Kondisi Rio yang semakin menurun memaksa Eva harus menyetujui saran suaminya, membawa anak mereka ke negeri sakura untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Tidak ada jalan lain. Dia harus mengupayakan penyelamatan yang terbaik untuk putranya."Ayo temui Rio," ajaknya, "kondisinya sudah semakin baik. Kemungkinan hari ini dia akan siuman."Namun, hanya gelengan kepala yang terlihat dari wajah cantik Monika. Pipinya tampak semakin tirus. Dia tidak makan, juga tidak istirahat dengan baik seminggu ke belakang. Pemikirannya tertuju pada Rio. Rasa bersalah masih terus membayang, membuatnya bungkam seribu bahasa."Sayang, sudahi kesedihanmu. Jika kamu terus seperti ini, tidak baik untuk buah hatimu. Dia ikut tertekan dan tidak bahagia di dalam sana."Lagi-lagi gelengan kepala yang tampak di wajah Monika, bersa

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 31. Hukuman yang Setimpal

    "Mommy," panggil Clara, menggoyangkan lengan Liliana dengan gerakan yang cepat dan tidak sabar. Netranya menatap sekeliling, menyadari kalau mereka berada di tempat antah berantah yang sepi dan lengang. Rumput ilalang yang tinggi mengepung mereka yang masih ada di dalam mobil."Ada apa?" Liliana mengerjap matanya dua kali, merasa enggan meladeni panggilan tadi. Tubuhnya terlalu lelah, ingin istirahat sedikit lebih lama lagi. Mereka berkejaran dengan sesuatu yang entah apa, seperti kriminal yang lari dari kejaran polisi. Meski kenyataannya, justru Hans dan orang-orangnya lebih mengerikan dari para petugas berseragam coklat muda itu."Kita ada di mana?""Hmm? Di mana?" Liliana mengambil alih kesadarannya, menatap Clara dengan pandangan heran. Isi kepalanya berputar, mencoba mengingat apa yang terngah terjadi pada mereka. Bukankah Clara yang memesan taksi online ini? Kenapa dia terlihat panik?Dengan enggan Liliana menatap arloji di tangannya, mendapati jaru

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 30. Pukulan Terbesar

    "Mom, ayo cepat!" Clara menyeret koper di tangannya dengan tergesa. Dua langkah di belakangnya, tampak Liliana melakukan hal yang sama. Namun, wanita yang tak lagi muda itu tampak kerepotan. Beberapa kali kakinya hampir tersandung kakinya sendiri. "Mommy!" teriak Clara, segera berpindah ke taksi yang lainnya. Dia tidak ingin membuang waktu dan membuat orang-orang suruhan Hans mengejarnya. "Tunggu!" Liliana harus melepas sepatu hak tinggi yang dipakainya dan berjalan tanpa alas kaki untuk menyusul calon menantu kesayangannya. Keduanya kini duduk di kursi belakang taksi yang mereka pesan online sesaat lalu. "Sayang, sebenarnya apa yang kamu dengar? Apa sesuatu yang buruk terjadi? Kenapa kita harus lari?" Liliana yang semakin heran dengan perilaku Clara, tak ayal mengeluarkan pertanyaannya juga. "Kamu gagal menyingkirkan Monika?" Clara langsung membekap mulut Liliana dengan tangannya, takut supir taksi yang ada di balik kemudi mendengarkan percak

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 29. Dia Koma?

    "Silakan, Nyona." Perawat yang pergi bersama Monika mempersilakan wanita blasteran yang Eva percayakan padanya untuk masuk ke dalam ruangan ICU. Baju hijau menempel di tubuhnya yang tetap terlihat kurus meski berbadan dua. "Aku boleh masuk?" Monika masih setengah tak percaya bisa menemui suaminya. "Sebenarnya, belum diizinkan jika kondisi pasien belum lepas dari kondisi kritis. Tapi, karena ini permintaan dokter Eva, kami tidak bisa menyangkalnya. Beliau pasti lebih tahu. Mungkin Anda bisa membuat suami Anda bangun dari komanya." "Dia koma?! Tapi ibu tidak ... " Bulir hangat luruh di wajah Monika, bersamaan dengan tangan yang menutup rapat mulutnya. Dia tidak bisa berkomentar lebih banyak. Eva tidak mengatakan hal itu, bahkan terlihat tenang dan tidak menitikkan air mata sama sekali. Perawat dengan pakaian hijau itu tampak terhenyak di posisinya. Dia tidak tahu jika pernyataan yang terlontar dari mulutnya akan melukai Monika. "Maaf, Ny

  • Terpaksa Menikahi CEO   S3 : 28. Memanjatkan Doa yang Sama

    "Kamu siap mendengar penjelasanku, Sayang?" Eva menatap Monika, berharap menantunya cukup tegar dan tidak tumbang. Ada hal yang harus ia sampaikan sebagai seorang dokter kepada keluarga pasien."Katakan saja! Jangan membuatku penasaran!" Bukannya Monika yang menjawab, tapi suara Hans-lah yang terdengar menggema di ruang konsultasi.Eva mengembuskan napas berat. Dia tahu tabiat dan temperamen suaminya, to the point dan tidak suka berbelit-belit. Berbeda dengan pembawaan Monika yang cenderung lemah dan mulai terlihat pucat wajahnya."Sayang?" Eva masih bersikeras, memastikan kesiapan hati dan indera pendengaran wanita cantik yang lagi-lagi meneteskan air mata tanpa suara."Aku baik-baik saja, Bu." Suara bergetar dari mulut Monika berhasil membuat Hans menoleh. Lagi-lagi dia melihat sisi lemah wanita, membuatnya membuang muka karena tidak nyaman. Hatinya terasa sakit, merasa tidak bisa menjaga mereka dengan baik. Seolah-olah tangisan Monika ini disebabkan ol

DMCA.com Protection Status