Romi berkali-kali menelpon Bastian tapi tidak tersambung, nomornya tidak aktif.
"Gimana? Dek Fitri sudah menghubungi Rahma?" tanya Romi.
"Nomornya tidak aktif, Bang. Tapi seharusnya dia sudah mendarat sekarang," kata Fitri cemas.
"Ini nomor Bastian juga gak aktif dihubungi. Kok bisa ya? Dua-duanya gak aktif, gini nih kalau ada hal penting ada aja halangannya," kata Romi terlihat kesal.
"Ya sudah, Fit. Ayo kuantar pulang, aku mau nyusul Bastian ke Jakarta. Nanti kau coba terus ya, hubungi Rahma," kata Romi.
"Mau ke Jakarta?," tanya Fitri, Romi hanya mengangguk.
"Kalau gitu, aku pulang sendiri saja. Pergilah, Bang. Takutnya gak dapat tiket," usul Fitri.
"Beneran? Kamu gak apa-apa?"
"Nggak papa, pergi saja," kata Fitri memberi senyum.
"Ya, sudah. Nanti angkat telpon dariku, ya? Sepulang dari sana aku akan silaturahmi ke rumahmu," jawab Romi dia segera mengambil kunci mobil berlalu ke arah bandara.
Ber
"Cepet ngomong! Ngomong aja belepotan, Lu!" hardik Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Cepet ngomong, apa? Ngomong aja belepotan, Lu!" kata Bastian sambil menimpuk Romi dengan botol air mineral. "Ternyata ... Alif itu bukan anak kandung Rahma, tapi anak kandung Santi!" "Apaaa???" Bastian benar-benar terkejut dengan berita ini. Usia Alif sudah sembilan tahun, itu artinya empat tahun setelah Santi melahirkannya, wanita itu menjadi istrinya. Yang Bastian heran, kenapa saat malam pertamanya dulu Santi mengaku masih perawan, bahkan spreinya ada noda darah. Bastian menggelengkan kepala, apakah dia y
"Wah ... wah ... ada yang lagi pacaran lagi, nih?" Sebuah suara mengejutkan mereka berdua."Santi???" kata Fauzan dan Rahma berbarengan.Nampak Santi memakai pakaian blus kerah ala-ala princess Diana, dengan celana jeans dan sepatu booth kulit, rambut panjangnya di kucir kuda. Mama Virda di sebelahnya memakai celana kulot dan blus berenda, tampak pasmina dililitkan di lehernya. Kedua wanita beda usia ini memang selalu berpenampilan modis, mereka memang model yang lumayan laku dulu."Mama duduk dulu di saung, ya? Santi mau reuni dulu sebentar sama kawan sekolah dulu," kata Santi"Ok ..." Virda segera menuju ke saung yang telah dipesannya.
"Fitri ... ayo antar aku ke rumah Bos Bastian," kata Rahma sambil bangkit berdiri"Tapi Bos Bastian sekarang sedang di Jakarta, Mbak" kata Fitri."Aku tidak peduli, aku hanya ingin ke sana sekarang," kata Rahma menuju parkiran motor, Fitri buru-buru menyusul dari belakang."Ayo, Mbak. Fitri antar."Fitri segera menstater motornya, Rahma membonceng di belakang. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka, Rahma sibuk dengan pikirannya sendiri. Rahma sudah menduga jika Fauzan pasti mencarinya di rumah, lelaki itu pasti yakin jika Alif adalah putra kandungnya, wajahnya yang mirip pasti menguatkan dugaannya. Untuk sementara Rahma harus bisa menghindari lelaki itu."Sudah sampai, Mbak. Sepertinya sepi tidak ada orang, rumahnya juga gelap gulita," kata Fitri.Rahma turun dari motor memandang ke arah rumah bosnya yang tampak seperti rumah kosong."Ya, sudah. Makasih ya, Fit." kata Rahma melangkahkan kaki"Mbak ...
Fauzan sudah mencari Rahma dan Alif di sekitar Restoran tapi tidak ditemukan, segera dia tancap gas ke rumah Rahma, dia kendarai mobil sewaan itu dengan kecepatan tinggi."Rahma ... aku yakin Alif itu anak kandungku. Aku tidak akan melepaskan kalian berdua, aku pasti akan menikahimu Rahma ... kau yang paling cocok menjadi ibu anakku itu," katanya sambil melajukan mobil, matanya berbinar cerah ...harapannya yang mustahil memiliki anak, ternyata tanpa dia sangka dia sudah memiliki anak darah dagingnya sendiri. Kebahagiaan ini seperti dia memenangkan undian lotre, rezeki tanpa disangka-sangka."Pasti Mama sama Papa bahagia banget, ternyata aku memiliki keturunan. Papa ... Mama ... keturunan keluarga Winata tidak musnah seperti yang kalian bilang. Aku masih memiliki satu keturunan lagi," kata Fauzan menggebu-gebu.Sesampainya di rumah Rahma, diketuk dengan keras rumahnya."Rahma! ... Rahma!" panggilnya, pintu Rumah itu bahkan digedornya.
"Ah, lebih baik aku tidur" kata Bastian beringsut menuju kamarnyaSegera dibuka pintu kamarnya, ada yang aneh ... kenapa lampu kamar sudah menyala? Padahal dia belum menyalakan.Betapa terkejutnya dia melihat siapa yang berada di tempat tidurnya, diaturnya napasnya yang tersenggal melihat perempuan itu tengah tidur di sana, tak terasa sudut matanya mengeluarkan cairan bening, senyumannya mengembang diantara isak tangisnya."Haish, dicari ke mana-mana ternyata dia ada di sini?" Gumamnya sambil menghapus butiran bening di sudut matanya.Langkah kakinya diatur perlahan-lahan mendekati wanita itu, diamatinya sosok yang tengah tertidur pulas dengan posisi meringkuk. Bantal yang ditimpa kepalanya terlihat basah, Ah ... apakah dia habis menangis? Bastian menghirup napas panjang, dadanya kini terasa plong. Wanita ini pasti tengah sedih, mengingat Ayah kandung Alif muncul, apakah lelaki itu diberitahu Santi jika dia memiliki anak kandung? Bukankah Rahm
"Ini seperti mobil Bang Romi, mobil Bos mana?" tanya Rahma ketika mereka dalam perjalanan"Dilarikan Santi," jawab Bastian Santai sambil menyetir."Maksudnya dilarikan apa, Bos?" tanya Rahma belum paham."Dilarikan ya dicuri, bisa juga dirampok," jawab Bastian"Ya, Allah ... dicuri? Aku kemarin masih ketemu Santi, dia masih di kota ini, kenapa Bos tidak melaporkan ke polisi sih?" kata Rahma heran."Yang melakukannya bukan cuma Santi, tapi Mamaku juga, gak mungkin aku memenjarakan Mamaku sendiri," kata Bastian."Padahal gara-gara aku cuma ngerusakin mobil itu tidak sengaja, Bos mau ngelaporin aku ke polisi. Aku juga terpaksa jadi babu juga gara-gara mobil itu," kata Rahma, hatinya tiba-tiba sedih membayangkan situasi awal pertemuan dengan pria ini.Mendengar perkataan Rahma, Bastian menghentikan mobilnya di tepi jalan. Ditatapnya wanita di sampingnya lekat, terbayang kejadian dulu, dia memang keterlaluan dengan gadis ini, t
Baru ini Bastian pagi-pagi buta pergi ke pasar tradisional, rupanya pasar sudah ramai, banyak lapak dan toko yang sudah buka. Rahma cekatan belanja kebutuhan dapur, Bastian hanya mengekor di belakang sambil menjinjing kantong belanjaan. Setelah semua terbeli, barang belanjaan segera dimasukkan mobil."Sebentar ya, Bos. Ada yang mau kubeli," kata Rahma.Dia berlari ke toko baju yang baru dibuka, dia memilih-milih dalaman, lagi haid gini risih tidak ganti celana dalam. Bastian mengikutinya tanpa Rahma sadari. Lelaki itu segera meraih gamis biru muda dan jilbab sarung senada, setelah membayar dia segera masuk ke dalam mobil, Rahma menyusulnya beberapa saat.Setelah sampai rumah, Rahma langsung mencuci daging dan merebusnya, tidak lupa dia mananak nasi di magicom. Sambil nunggu dagingnya empuk, dia segera menuju kam
"Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Dodit ketika di perjalanan"Ke rumahku dulu, Dit. Aku mau mengambil pakaian ganti dan motorku," kata Rahma pada pria muda yang usianya baru menginjak dua puluh tujuh tahun itu.Setelah sampai rumah Rahma, ternyata Fauzan sudah menunggu di sana. Rahma segera pindah duduk dari bangku belakang ke depan."Dodit, Mbak minta tolong ya? Berpura-puralah menjadi kekasih Mbak, di depan pria itu," kata Rahma."Waduh, nanti Pak Bastian marah, Mbak.""Gak akan, diakan menyuruhmu menjaga aku," kata Rahma.Mereka segera keluar dari mobil. Fauzan menatap kedua pasang
Malam itu menjadi malam paling membahagikan bagi Rahma sejak kehamilan pertamanya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan berjalan-jalan berdua dengan Bastian. Bastian sengaja mematikan ponselnya agar qualty time dengan istrinya tidak terganggu.Hingga sampai pulang seorang perawat dari rumah sakit menunggunya di rumahnya."Maaf, Pak. Saya jadinya ke mari, karena Bapak tidak bisa dihubungi, saya akan mengabarkan satu jam yang lalu, Bu Virda menghembuskan napas terakhir.""Apa?" Bastian kaget sekali mendengar kabar itu.Dia hanya berjalan-jalan dengan istrinya selama tiga jam dari kepulangannya dari rumah sakit, jika dia tahu Mamanya akan meninggal tentu dia akan bersikeras tidak meninggalkan Mamanya, walau Mama Virda memaksanya untuk pulang. Bastian terduduk lesu di sofa ruang tamu. Dia juga menyesali kenapa dia musti mematikan ponselnya"Ya, Allah ... Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun ...," u
"Bunda pergi dulu, ya ... Jagalah Mama kalian dengan baik," kata Bunda Asti ketika berada di Bandara.Bastian, Rahma, Fitri dan Alif turut mengantar kepergian mereka ke tanah suci."Bunda ... Tolong do'akan agar Mama lekas sembuh," kata Bastian."Iya, tentu saja Bunda akan mendo'akan Mama Virda. Jaga baik-baik istrimu dan anakmu, ya?""Iya, itu pasti," Bastian mencium punggung tangan Bunda Asti."Bunda, do'akan kehamilan Rahma lancar dan sehat ya ... Do'akan juga Alif cepat sembuh dan cepat berjalan dan tolong do'akan juga suamiku agar ingatannya kembali lagi," Rahma memeluk Bunda Asti."Iya, sayang ... Semua keluarga Bunda nanti Bunda do'akan satu persatu.""Aku berangkat dulu, Bro. Nanti akan aku do'akan agar ingatanmu cepat kembali. Agar kau bisa mengingat kembali momen di mana kau bucin banget sama istrimu itu, agar kau bisa mengingat malam pertama kalian," kata Romi sambil terkekeh.Bastian memeluk saudaranya itu dan
"Bunda ... Bunda dari mana?" suara Alif menyambut kedatangan Rahma dan Baatian dari rumah sakit."Alif? Kenapa belum tidur, Nak? Ini sudah malam loh," kata Bastian membelai rambut Alif.Alif terpukau dengan perkataan Bastian, lelaki itu biasanya selalu bersikap masa bodoh, cuek bahkan menampakkan wajah tak ramah padanya. Namun, sekarang lelaki dihadapannya ini rela berlutut hingga wajahnya bisa menatapnya dengan jelas, mata lelaki itu penuh kehangatan seperti Ayah Bastian yang dulu."Alif belum ngantuk, Yah. Ayah Sama Bunda dari mana?""Ayah sama Bunda dari Rumah sakit" jawab Rahma"Ke Rumah sakit? Siapa yang sakit, Bun?""Yang sakit Mamanya Ayah," jawab Bastian."Maksudnya Nenek Bunda Asti? Dia di rumah kok," kata Alif polos"Bukan sayang, Ayah juga sama dengan Alif, punya dua orang Ibu. Yang sakit itu Mama kandung Ayah, seperti Mama Santi, dia ibu kandung Alif, kan?""OOO gitu? Ternyata kita punya nasib yang sama
"Nanti malam kita makan di luar, yuk? Untuk meresmikan hari jadian kita," kata Bastian setelah salat AsharRahma yang tengah membereskan tempat tidur tersenyum ceria."Hari inikan bukan hari jadi kita? Kita menikah baru dua bulan, Mas!""Bukan hari pernikahan kita, tetapi hari jadian kita saat aku Amnesia, kalau kenangan masa lalu bersamamu aku lupa, maka mulai hari ini aku akan membuat kenangan baru, ingatan baru bersamamu," Bastian memeluk Rahma dari belakang.Derrrttt ... Derrrrtttt ...."Mas, itu ponselmu bergetar," seru Rahma menunjuk ponsel Bastian di atas nakas.Bastian segera mengambil ponselnya dan menggeser tanda panggilan di layar."Halo? Iya ... Apa? Oiya ... Iya, saya akan segera ke sana,"Bastian menutup teleponnya dengan menghembuskan napas berat."Ada apa, Mas? Siapa yang nelpon?" tanya Rahma penasaran."Dari rumah sakit, katanya Mama pingsan dan sekarang masuk rumah sakit."
Suasana sore itu membuat mereka tertidur sambil berpelukan. Semua baju basah mereka ditumpuk di kamar mandi. Rahma terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara ramai.'Ah, mereka pasti sudah pulang dari belanja,' batinnya.Rahma segera bangkit dari pembaringan dan memakai pakaian lengkap, tak lupa memakai jilbab kaosnya. Diperhatikan dengan seksama suaminya yang tengah terlelap dengan tubuh ditutupi selimut tebal. Rahma harus segera ke kamar lelaki itu untuk membawa baju ganti. Dia segera keluar dari kamar tak lupa mengunci kamarnya dari luar."Alif sudah pulang?" tanya Rahma antusias melihat putranya tengah membawa mobilan remot."Bunda, lihat deh. Om Romi membelikan Alif mobil-mobilan remote," serunya"Iya, bagus ya? Sudah bilang terima kasih belum?""Sudah.""Sekarang Alif mandi, sudah itu salat Ashar. Selanjutnya makan ya?"
"Rahma, kamu kenapa, Sayang?" seru Bunda Asti ketika melihat Rahma muntah-muntah di kamar mandi."Nggak tahu, Bunda. Perutku rasanya mual banget," kata Rahma."Ya, Ampun ... Kamu sudah mulai emesis. Ya sudah kamu istirahat saja, tidak usah ikut belanja. Nanti biar Bik Wati menemanimu.""Iya, Bunda ... Aku gak bisa ikut, takutnya mualku kambuh di sana."Ketika mau berangkat, Alif ternyata bersikeras untuk ikut. Rahma meminta Bik Wati agar ikut belanja bersama mereka, untuk membantu keperluan Alif. Walau Romi dan Fitri bersikeras mereka yang akan menjaga Alif, namun Rahma ingin agar pasangan muda itu lebih bebas menjalin kedekatan diantara mereka.Setelah mereka pergi, Rahma hanya berbaring di ranjang sembari membaca novel.****Setelah jam makan siang tiba, Bastian tidak sabar membuka bekal makan siangnya. Setelah dibuka, aromanya tercium begitu sedap
Hari ini terpaksa Bastian menghubungi Romi, untuk mengantarnya menjemput Rahma. Dia menduga Romi akan mengejeknya habis-habisan tetapi ternyata tidak. Saudaranya itu malah antusias menemaninya, dia berulang kali bersyukur karena Allah telah menyadarkannya.Sesampainya di rumah Rahma, Romi segera menyampaikan maksudnya disaksikan Fitri, sedang Bastian hanya menundukkan kepala tidak berani menatap kedua wanita itu."Maksud Abang ke sini mau menjemputmu, Rahma. Pulanglah ke rumah suamimu sekarang, dia memintamu. Iya kan, Bas?"Bastian hanya mengangguk pelan."Kok Bang Romi yang bilang? Kenapa bukan suaminya langsung," kata Fitri.Mendengar perkataan Fitri, Bastian spontan mendongakkan kepalanya menatap kedua wanita di hadapannya dengan tatapan jengah."Iya, pulanglah." Hanya itu kata yang mampu terucap dari bibir Bastian."Apa? Cuma gitu? Kemaren waktu ngusir panjang lebar, gak ada permintaan maaf, gitu? Apa ...," gerutu Fitr
Yadi datang setelah lima tujuh menit berlalu. Bastian segera masuk dan duduk di sampingnya."Kita mau ke mana, Pak?""Ke cafe atau apapun, cari tempat sepi buat mengobrol," kata Bastian."Bapak janji mau bertemu seseorang?""Tidak, saya hanya ingin membicarakan beberapa hal denganmu.""Tentang masalah apa, Pak?" ucap Yadi, dia merasa kuatir, selama ini Bosnya tidak pernah ingin berbicara dengannya, apakah ini soal pekerjaannya?"Tidak perlu kuatir, ini bukan tentang kamu, ini tentang diriku sendiri," kata Bastian seolah tahu apa yang dipikirkan Yadi.Yadi tersenyum lega, dia segera membawa bosnya di warung Bakso di dekat taman. Mereka memilih duduk di bangku taman yang agak sepi."Ada apa, Pak?" tanya Yadi membuka percakapan."Yadi ... Aku mengenalmu, kau sudah bekerja pada Papa berapa lama?" tanya Bastian memastikan."Sudah hampir dua tahun, Pak. Makanya Bapak mengenal saya, Bapak hanya lupa peristiwa
"Ini Pak rumahnya," kata Yadi"Kamu yakin ini rumahnya?""Yakin dong, Pak. Saya sudah sering kemari mengantar Bu Rahma. Ini rumah peninggalan Almarhum Ayahnya, Pak.""Oo" hanya itu yang keluar dari mulut Bastian.Bastian tidak menyangka kalau Rahma memiliki rumah warisan yang begitu mewah, berarti benar kata Bunda, Rahma anak orang kaya."Pak Yadi pulang saja, saya tidak mau Rahma mengetahui saya datang jika pakai mobil," kata Bastian,Sebenarnya dia hanya ingin tahu ada perlu apa Santi menemui Rahma, jika dia masuk memakai mobil, pasti tidak bisa menyelidiki semua itu."Terus Bapak nanti pulangnya bagaimana? Atau Bapak mau menginap?" kata Yadi tersenyum simpul."Nanti kukabari." Bastian segera turun dari mobil dan memencet bel pagar.Dari dalam muncul seorang Satpam dan segera membuka pintu pagar