Share

Permintaan

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di sebuah mal besar khusus toko elektronik terkemuka, sepasang muda-mudi tak saling cinta tengah asyik beradu mulut. Beberapa kali, si pria tampak menggoda sang gadis. Sementara si gadis enggan untuk mengulas senyum meski sedikit.

"Yang ini," pinta si pria, tak ingin kalah.

"Yang biasa, aja."

"Nggak usah sok ngatur!" seru pria berambut plontos.

Ari yang melewati mereka hanya terkikik dalam diam. Ia tahu betul, nantinya akan berakhir demikian.

Lara masih enggan buka suara meski Ari terus mengekor padanya. Ia pergi ke lantai dua, tempat berbagai furniture mewah. Tanpa disangka, Ari juga mengikutinya.

"Ngapain ngikut?"

"Lah, kan kamu yang bayarin. Kalo aku beli sendiri, siniin kartunya!"

Lara mencebik, lantas memutar haluan hendak ke gerai aneka ponsel. Sekali lagi, keduanya melewati pasang

Ira Yusran

Enak bener si Ari minta beli rumah. Jan lupa isi ulang koin ya, Gaes. Kasih vote, review dan gema juga ya, kalo berkenan 💚

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kacamata

    "Buka ini kartu kredit!" pinta Ari setelah mengenyakkan bokongnya di kursi samping."Jangan seenaknya! Elu nggak punya hak!""Oh, aku nggak ada hak, ya?" Ari meraih sesuatu dalam tasnya, lantas ditunjukkan pada Lara, "kalo gitu, password yang ini apa?"Lara melotot tak keruan saat mendapati kartu tabungannya berada di tangan Ari. Ia sama sekali tak sadar bahwa telah benar-benar dirampok sedemikian rupa."Pencuri!" Lara mencoba mengambil kembali kartunya, tapi gagal."Aku cuma mau ngeganti harga diri," pungkas Ari dengan tenang. Dimasukkannya kartu berwarna emas dalam tas.Lara mulai menjalankan mobilnya sembari mendengkus. "Nggak kaget kalo elu bisa dibeli."Ari terkekeh, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Jalanan ibu kota memang tak pernah sepi peminatnya. Apalagi saat jam pulang kerja. "Aku nggak akan terprovokasi, Ra. Aku e

  • Terpaksa Jadi Pacar   Ketahuan

    Lara baru saja tiba di kampus saat banyak mata dan mulut yang bergerak dalam senyap. Meski kasak-kusuk terdengar lantang, mereka masih enggan untuk buka suara. Bukan hanya untuk kepentingan bersama, tapi juga demi keberlangsungan mengejar ilmu tanpa aral melintang.MINI Cooper telah terparkir rapi di lapangan khusus staf dan dosen perguruan tinggi. Untuk ketiga kalinya, ia hadir ke UKLAKA tanpa harus bersusah payah mengikuti kegiatan orientasi studi pengenalan kampus.Hampir saja ia ke luar dari mobil mewahnya, saat Lara teringat ponsel merek ternama dalam dashboard yang terus berbunyi tanpa henti. Tentu saja grup salah satu aplikasi perpesanan dengan nama A4 yang menjadi biang keladinya.Lara mengernyit heran saat didapatinya lebih dari 200 chat dari ketiga kawannya. Padahal, lima belas menit yang lalu tak seramai sekarang. Biasanya, ia enggan untuk memanjat pesan-pesan kurang penting itu. Namun, untuk kali pertama ia y

  • Terpaksa Jadi Pacar   Memastikan

    Lara beranjak, lantas menuju sumber suara. Tanpa ba-bi-bu, dilayangkannya tapak tangan ke arah pipi pria berkemeja merah.Plak!Suara tamparan Lara pada Rendi terdengar cukup nyaring hingga memecah banyak kebisuan. Hanya butuh waktu sepuluh detik, hingga semua orang yang berada tak jauh dari sana mulai merapat. Mereka mulai menikmati sajian amarah gadis berusia delapan belas tahun dengan seksama."Nggak usah sok nuduh! Gue nggak kenal Ari! Lagian, siapa juga yang mau pacaran ama montir nggak kompeten macem dia!"Sontak saja, Rendi ternganga. Ia menggeleng pelan sembari mengelus pipinya yang ternoda. "Gue bahkan belom ngomong kalo Ari itu montir, 'kan?"Lara mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia baru sadar, lidah tak bertulang memang lemas. Mudah sekali membelok meski berusaha mengelak.Gadis berampung sepinggang itu mengedar pandang pada banyak mahasiswa yang mena

  • Terpaksa Jadi Pacar   Diterkam Ketua BEM

    Mendengar jawaban Rendi, Lara teringat akan khayalannya mengenai pertanyaan Rendi. Seketika, gadis itu berpaling. Ia tak lagi ingin meneruskan hal ini. Tanpa sepatah kata, ia menutup pintu aula rapat seolah-olah tak boleh ada yang datang bahkan untuk sekadar mengetuk pintunya jika masih ingin selamat.Mendadak, Dimas dan Saka terbahak tanpa henti. Keduanya lalu merangkul bahu Rendi dari masing-masing sisi. Lantas, membawanya pergi menuju ke tempat lain.Rendi yang tak tahu menahu tentang apa yang lucu pun hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sementara Dimas dan Saka masih tak habis pikir dengan jawaban yang Rendi berikan."Mastiin apa elu, Ren?" tanya Saka antusias dalam sela tawanya."Ya,mas--""Mastiin dia cocok apa nggak jadi bahan nganu!" timpal Dimas yang memotong pengakuan Rendi."Gila, ya, elu pada!" Rendi mulai geram. Entah mengapa kali ini ia me

  • Terpaksa Jadi Pacar   Mau Apa?

    Matahari belum naik setengahnya saat Supri yang mengeluh lelah, menerima lemparan handuk keringat sang kawan. Alih-alih marah, ia malah terkekeh melihat tampang Ari yang tak keruan."Mukamu kusut, Su! Nggak seganteng kartu kreditmu kemaren!"Beberapa montir yang mendengar kelakar Supri, cengar-cengir tak tahu akar musababnya. Sementara Ari, ia malah mencebik pada pria setengah baya itu."Muka boleh blentong oli, Pri, pokok kartun nganti iso ngeragati!"Terang saja para montir makin tertawa. Lelucon di tengah keseriusan bekerja adalah pelebur bosan. Namun, bagi Ari itu bukan guyonan semata."Kalo gitu, Su, aku mau pinjem duit! Lumayan buat nyenengin istri!"Ari menyimpul senyum sejenak. "Lah, kuwi bojomu opo bojoku? Kok, minta uang buat nyenengin dia pake uangku?""Berbagi itu banyak pahalae, Su!""Iyo, wis, gampang ik

  • Terpaksa Jadi Pacar   Lupa

    Ruangan bernuansa hitam putih yang tampak elegan nan mewah sama sekali tak membuatnya tenang. Terlebih, saat ia membaca pesan yang baru saja ia terima."Dia membeli banyak buku, baju, sepatu, dan makanan ringan, Bos. Lalu membawa semuanya ke sebuah panti asuhan.""Gue kira, dia bakalan seneng-seneng pake itu kartu! Gue pikir, dia meres gue buat nyenengin diri sendiri," gumam Lara.Ada rasa sesal yang mengusik saat tahu, pria yang dianggapnya bajingan malah mempunyai sisi kemanusiaan yang tak mampu dibayangkan. Ia mengusap kepalanya sebentar, sebelum akhirnya kembali meraih ponsel dan outer Velvet burgundy dari hanger standing.Tanpa meretouch make up atau mengganti pakaian, ia segera menuju ke garasi setelah mengirim pesan singkat. "Share lok."Secepat kilat Lara membelah jalanan ibu kota. Meski jam pulang kerja telah lewat, tapi kepadatan laju kendaraan tak mampu ia perkirakan.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kemasi, Brai

    "Kemasin semua barangmu, Brai, kita ngungsi!"Rendi yang baru saja tiba tampak mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Ia terkejut. Bahkan, untuk sekadar bertanya pun ia tak sanggup."Aku ada uang. Nggak banyak. Mo renov rumah, biar nyaman. Jadi, kita kos dulu. Lumayan, dapet murah di tengah. Deket ama UKLAKA ples deket bengkel buat kerja."Renda mengedar pandangannya. Rumah peninggalan orang tuanya itu memang perlu diperbaiki pada beberapa bagian. Terlebih, pondasi yang tak lagi simetris akibat gempa beberapa tahun silam, membuat rumahnya sedikit miring ke kanan. Belum lagi masalah keran air yang bocor saban harinya.Mereka punya tempat tinggal, saja, sudah sebuah keberuntungan tersendiri bagi kakak beradik itu."Elu dapet cuan dari mana, Kak?"Pertanyaan Rendi membuat Ari menghentikan langkah. Dua kotak dus air mineral berisi pakaian masih berada dalam pangkuan

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bertemu Tarissa

    "Duh, kartu gue ke mana, sik?"Ari yang baru saja masuk ke kedai kopi ternama--Starbeckz--merasa tak asing dengan postur tubuh gadis di depan meja kasir. Sembari menunggu antrean, ia memerhatikannya dari bawah hingga kepala."Kak, bayar pake cash aja, deh. Berapa tadi?" tanya si gadis. Setelan serba hitam nan kasual, membuat si gadis tampak tak seperti gadis lain pada umumnya. Terlebih, ia tengah berada di area CFD.Ari masih mengernyit heran saat ia mulai mengenali suara di depannya. Lekas, ditepuknya bahu gadis berambut sepunggung dengan pelan."Tarissa?" tanya Ari saat wajah itu mampu ditatap. Lantas, ia menoleh ke sana kemari untuk mencari tiga kawannya. "Sendirian?""Iya," jawab Tarissa acuh. Ia sibuk menghitung uang tunai dalam dompet dengan aksen bunga blossom biru, keluaran merek ternama.Tanpa diminta, Ari mengeluarkan kartu kredit premium berwarna h

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

DMCA.com Protection Status