Share

Lupa

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ruangan bernuansa hitam putih yang tampak elegan nan mewah sama sekali tak membuatnya tenang. Terlebih, saat ia membaca pesan yang baru saja ia terima.

"Dia membeli banyak buku, baju, sepatu, dan makanan ringan, Bos. Lalu membawa semuanya ke sebuah panti asuhan."

"Gue kira, dia bakalan seneng-seneng pake itu kartu! Gue pikir, dia meres gue buat nyenengin diri sendiri," gumam Lara.

Ada rasa sesal yang mengusik saat tahu, pria yang dianggapnya bajingan malah mempunyai sisi kemanusiaan yang tak mampu dibayangkan. Ia mengusap kepalanya sebentar, sebelum akhirnya kembali meraih ponsel dan outer Velvet burgundy dari hanger standing.

Tanpa meretouch make up atau mengganti pakaian, ia segera menuju ke garasi setelah mengirim pesan singkat. "Share lok."

Secepat kilat Lara membelah jalanan ibu kota. Meski jam pulang kerja telah lewat, tapi kepadatan laju kendaraan tak mampu ia perkirakan.

Ira Yusran

Ada yang kek gini? Lara nih ada-ada aja, ya. Kok bisa-bisanya dia lupa mutusin sambungan telpon. Buat kalian juga, Jan lupa isi ulang koinnya buta baca mereka, yaaaa

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kemasi, Brai

    "Kemasin semua barangmu, Brai, kita ngungsi!"Rendi yang baru saja tiba tampak mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Ia terkejut. Bahkan, untuk sekadar bertanya pun ia tak sanggup."Aku ada uang. Nggak banyak. Mo renov rumah, biar nyaman. Jadi, kita kos dulu. Lumayan, dapet murah di tengah. Deket ama UKLAKA ples deket bengkel buat kerja."Renda mengedar pandangannya. Rumah peninggalan orang tuanya itu memang perlu diperbaiki pada beberapa bagian. Terlebih, pondasi yang tak lagi simetris akibat gempa beberapa tahun silam, membuat rumahnya sedikit miring ke kanan. Belum lagi masalah keran air yang bocor saban harinya.Mereka punya tempat tinggal, saja, sudah sebuah keberuntungan tersendiri bagi kakak beradik itu."Elu dapet cuan dari mana, Kak?"Pertanyaan Rendi membuat Ari menghentikan langkah. Dua kotak dus air mineral berisi pakaian masih berada dalam pangkuan

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bertemu Tarissa

    "Duh, kartu gue ke mana, sik?"Ari yang baru saja masuk ke kedai kopi ternama--Starbeckz--merasa tak asing dengan postur tubuh gadis di depan meja kasir. Sembari menunggu antrean, ia memerhatikannya dari bawah hingga kepala."Kak, bayar pake cash aja, deh. Berapa tadi?" tanya si gadis. Setelan serba hitam nan kasual, membuat si gadis tampak tak seperti gadis lain pada umumnya. Terlebih, ia tengah berada di area CFD.Ari masih mengernyit heran saat ia mulai mengenali suara di depannya. Lekas, ditepuknya bahu gadis berambut sepunggung dengan pelan."Tarissa?" tanya Ari saat wajah itu mampu ditatap. Lantas, ia menoleh ke sana kemari untuk mencari tiga kawannya. "Sendirian?""Iya," jawab Tarissa acuh. Ia sibuk menghitung uang tunai dalam dompet dengan aksen bunga blossom biru, keluaran merek ternama.Tanpa diminta, Ari mengeluarkan kartu kredit premium berwarna h

  • Terpaksa Jadi Pacar   Desah Misterius

    Ari baru saja sampai di sebuah toko material bangunan. Ia dan adiknya tengah mencoba mencari banyak hal yang dibutuhkan untuk merenovasi rumah. Dimulai dari pintu, jendela, keramik, bahkan hingga perlengkapan kamar mandi dibeli di tempat yang sama.Sementara Ari melakukan pembayaran atas barang-barang yang dibelanjakan dengan digit nominal fantastis, Rendi masih diperam tanya. Ia setengah berdiri di salah satu tiang penyangga bangunan sembari melipat tangan di dada."Elu bisa punya banyak uang dari mana, Kak?" tanya Rendi saat Ari melewatinya."Jadi simpenan tante girang! Puas kowe?!" seru Ari sembari mencebik."Kak, gue tanya beneran."Ari berhenti tepat sebelum pintu ke luar dari gedung dilewati. Ia menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan. "Awakmu nggak perlu tau, Ren. Yang penting, ini uang halal. Aku nggak nyuri ato korupsi. Juga bukan hasil togelan."

  • Terpaksa Jadi Pacar   Selevel

    "Jangan pernah lagi deketin A4! Kita beda kasta!"Ari mencebik, lalu tersenyum kambing. "Kasta? Gimana kalo tak tegesin lagi, Ra?"Lara yang masih berada di meja bar pun meraih dua gelas keluaran Riedle dan sebotol sparkling wine: Jian Pierre. "No nego!"Ari menggeleng pelan, lalu meraih rokok elektrik yang tergantung pada leher saat Lara membawa nampan ke meja. Dihisapnya vape lamat-lamat sembari memerhatikan lekuk tubuh gadis di hadapannya yang aduhai. "Mau nggak mau, kamu harus bikin aku selevel sama kalian."Dentingan bibir botol yang beradu dengan gelas seolah-olah menjadi musik latar tatapan Lara yang menusuk ke arah Ari. Senyum yang tadinya sempat terulas, lesap seketika. Diarahkannya anak rambut yang terjatuh kembali ke belakang telinga. Lantas, botol berwarna blush pink itu diletakkannya dengan penuh tenaga."Apa, sih, mau elu sebenernya?"Lara menya

  • Terpaksa Jadi Pacar   Liat Gebetan Elu!

    Di kamar berukuran empat kali lima dengan kamar mandi dalam ruangan, Ari merebahkan badannya pada ranjang. Sembari menonton tayangan video yang diambil sendiri, ia cengar-cengir tak keruan.Betapa tidak. Ia datang ke rumah minimalis semi industrial itu hanya untuk memenuhi panggilan Lara. Namun, pria yang dikenal pecinta wanita malah mendapat satu senjata menarik di sana.Ari yang mendengar suara desahan pun langsung mengeluarkan ponselnya. Sembari merekam, ia mulai masuk dan mencari sang empunya rumah.Ruang tamu yang didominasi warna hitam dan abu dilewati Ari begitu saja. Pada koridor yang penuh aksen kayu dengan pencahayaan terang, ia mengarahkan ponselnya.Dari koridor itulah, ia melihat Lara mengenakan bikini berwarna hitam pekat. Tubuh gadis ranum itu sintal berisi hingga membuat Ari menelan ludah sendiri.Kain bikini yang basah, serta anak rambut yang meneteskan air kian

  • Terpaksa Jadi Pacar   Menang Banyak

    Ari mengernyit heran, lantas menarik lengan yang masih menegang ke arah Rendi. Ia menatap notifikasi pada layar ponsel."Siapa?" tanya Ari, mendongakkan dagu."Eh, nggak gue kira tadi baca notif wa masuk nyebut nama itu. Dia cewek elu?"Ari mencari celah dalam tatapan Rendi, tapi tak ditemui apa pun selain gurat wajah yang diperam tanya. "Dia bos bengkel."Mendengar jawaban Ari, Rendi tampak bernapas lega. Namun, sedetik kemudian ia membeliak. "Dia yang nabok elu pas awal kerja?"Lirikan membunuh pun langsung dilesatkan Ari. Ia yang berupaya keras melupakan kejadian itu dengan memanfaatkan sang pelaku, malah orang lain yang mengingatkannya lagi."Gue salah ngomong, dah." Rendi nyengir kuda."Pergi sono! Aku nggak minat ngerungokke awakmu! Njur loro ati!" usir Ari. Ia lantas bangkit dan menarik lengan sang adik."Tapi

  • Terpaksa Jadi Pacar   Judesi Cantika

    "Lagi bongkar rumah, butuh jasa arsitek, Yang," tulis Ari pada salah satu aplikasi perpesanan yang dikirim pada sang kekasih.Tak butuh waktu lama, titik tiga tengah bergoyang di bawah nickname yang disemat Ari. Judesi Cantika. "Bomat!""Kenalin arsitek rumahmu, ya, Sayang," goda Ari.Sungguh, sejak ia datang bertamu, Ari tak henti-hentinya memikirkan kemolekan tubuh Lara. Terlebih, tatonya kian membuat gadis delapan belas tahun itu makin seksi tak keruan. Ponsel Ari bergetar, lantas dibukanya pesan."Oke, gue kenalin. Gantinya, elu hapus satu video."Ari yang memang tak ingin kalah hanya mencebik sembari kembali mengetik balasan. "Nggak semudah itu ngehapus video, Yang. Mending tak arsiteki sendiri. Tiduro, Cantik."Ari menyimpul senyum sebelum akhirnya memejamkan kedua mata. Diabaikannya getar ponsel yang menderu tanpa henti. Tanda seseorang tengah me

  • Terpaksa Jadi Pacar   Satu Lagi

    "Sendirian, Tar?" Ari mengedarkan pandang ke arah sekitar, tapi tak ditemukannya ketiga kawan seikatan."Hah? Elu ngapain di sini?" tanya Tarissa yang turut mengekori tiap pandangan salah satu karyawan di bengkel bersama Eiffor."Ini tempat umum, 'kan? Nggak ada larangan pula buat aku masuk.""Maksudku bener-bener ngapain, Ri?"Hampir saja Ari mencebik jika tak mampu menahannya barang sedetik. "Aku lagi renov rumah. Renov sendiri aku. Eh, berdua ding sama adek. Jadi beli banyak kebutuhan di sini. Lumayan ada diskon banyak. Bisa mangkas pengeluaran juga nantinya."Tarissa mengangguk, lantas maju beberapa langkah hingga berada tepat di depan meja pembayaran. Dikeluarkannya beberapa ambalan gantung dengan berbagai macam ukuran dari keranjang belanjaan."Gue di sini beli ini. Mo re-dekor kamar. Udah bosen."Ari yang tak bertanya hanya mengang

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

DMCA.com Protection Status