Laila: Yeyyyyy selesai!!! Author: Ngantuk.... Artin: Jangan lupa istirahat ya tor.
Luka yang didapat Artin dan Laila malam itu tidak terlalu parah. Mereka sembuh dengan cepat dengan ramuan penyembuhan yang dibeli dari Sistem. Mereka kembali ke kamar masing-masing, membersihkan badan, berganti pakaian, dan setelah itu, kembali berkumpul di ruang utama rumah Laila. Merasa lelah bercampur lega, Artin merebahkan diri di sofa. Ketegangan berangsur-angsur meninggalkan tubuhnya, dan sekarang yang tersisa hanyalah perasaan tenang. Mata Artin terpejam saat tubuhnya terhisap pada permukaan sofa yang lembut. [[ Anda telah mendapatkan hasil yang bagus pada serangan ketiga ]] [[ .. ]] [[ Menghitung Hadiah ]]
Artin terbagun, membuka mata, dan disambut oleh Laila yang duduk di meja kaca di depannya. Menyilangkan kaki, kali ini sudah berganti pakaian, tersenyum dan melambaikan tangan. "Hei, ayo kita kencan." "Hah?" Tidak ada satupun lampu yang menyala. Cahaya yang menerangi ruangan hanya berasal dari jendela-jendela kecil yang terbuka di berbagai sudut ruangan. Hal seperti ini biasanya terjadi ketika Laila secara sengaja mematikan beberapa lampu di malam hari sebelum tidur. Selain itu, rumah Laila selalu dipenuhi dengan berbagai macam lampu yang menyala secara otomatis setiap kali seseorang memasuki sebuah ruangan. “Pemerintah memutuskan untuk mematikan listrik di siang hari, kecuali tempat-tempat khusus seperti rumah sakit, pusa
Artin sengaja meminta Fang untuk berjaga-jaga di luar. Tidak ada gunanya bagi mereka untuk menyembunyikan identitas lagi. Pemuja Laila bisa dengan mudah mengenalinya, begitu juga dengan para pembenci Artin, yang juga bisa mengendus kehadirannya dari kejauhan. Dua kelompok orang yang berlawanan itu selalu berusaha mengikuti mereka, mencari tahu apa yang mereka lakukan dan berkomentar sesuka hati.Artin dan Laila sedang makan siang ketika seorang pelayan mendekat, menundukkan kepalanya dan mengucapkan beberapa patah kata."Permisi pak. Eeeeh serigala besar yang berdiri di luar kafe ini, menghalangi pengunjung lain yang ingin masuk."Artin terus memakan makanannya, mengetahui bahwa Laila akan lebih cepat menjawab perkataan pria itu."Aku akan membayar semua kerugian yang diterima kafe ini." Laila melambaikan tangannya,
Menyadari kemungkinan akan terjadi keributan di tempat itu, beberapa orang yang awalnya di dalam kafe berlari keluar. Begitu juga dengan para pelayan yang berkumpul di satu titik, terlihat panik sambil tetap memperhatikan apa yang akan dilakukan Artin dan Laila. “Laila, jika memang perkelahian tidak bisa dihindari. Akan lebih baik jika kita memancing mereka ke tempat yang lebih sedikit penduduknya.” Laila menoleh ke arah Artin, menganggukkan kepalanya. “Aku setuju. Lebih baik kita pergi dari sini. Aku yakin mereka masih akan mengikuti kita." Artin berjalan menuju pintu kayu yang terbuka lebar setelah semua pengunjung kafe benar-benar meninggalkan tempat itu. Artin mendekati Fang yang sedang berdiri menghadap beberapa orang
Sayap transparan yang mengepak di sekitar kepala Laila membuat tubuhnya terbang cepat menembus angin. Bahkan cahaya bulan pun tidak bisa menangkap bayangannya. Kedua telapak tangannya mengepal dan meremas dengan kukunya yang membuat luka di telapak tangannya. Bekas luka yang biasanya ditimbulkan oleh pisau yang dia gunakan dalam pertempuran telah benar-benar membuat Laila mati rasa dengan sensasi perih yang dia rasakan."Mereka benar-benar membuatku kesal."Laila telah berusaha sekeras mungkin menahan diri, bahkan ketika mereka dengan sengaja mengeroyok Artin malam sebelumnya. Laila telah menyimpan perasaan gelisah di hatinya, yang kali ini tidak lagi sanggup dia tahan.'Aku akan memastikan mereka merasakan sakit yang tidak akan bisa terlupakan hingga jiwa mereka meninggalkan tubuhnya.’Laila masih ingat denga
Sepasang sayap transparan mengepak cepat. Tubuh Laila terlempar ke udara, menukik ke bawah dan jatuh kembali ke tanah dengan berlutut. Laila berhasil menghindari serangan pria dengan tangan reptil itu. Laila berdiri, memasang kuda-kuda, mengepalkan tinjunya. Matanya menatap tajam ke tiga orang yang berdiri tidak jauh darinya. “Kakak, tolong benar-benar beri aku kesempatan kali ini. Biarkan aku menyelesaikan ini sendiri.” Laila berbicara kepada Artin melalui alat komunikasi di telinganya. Sejauh ini, lawan yang dihadapi Laila tampak lebih kuat dari yang dia duga. Namun kali ini, Laila bertekad untuk membuktikan dirinya. Dia tidak bisa bergantung pada Artin selamanya. [Oke, bagaimana dengan Fang? Oke. Aku percaya kamu]
"Sekali lagi, jangan mendekat kecuali aku meminta!"Laila berteriak, lalu meremas alat kecil di tangannya. Perhatiannya kembali pada dua orang yang berada tak jauh darinya. Laila panik dengan apa yang baru saja terjadi, tapi ada hal lain yang perlu dia khawatirkan kali ini, yaitu dua orang yang sedang dia hadapi.'Kenapa aku harus mendapatkan kekuatan ini? Meskipun, pada awalnya, aku pikir kucing itu lucu. Tapi tidak seperti ini!!!'Laila berulang kali membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika bulu-bulu di tubuhnya tetap ada bahkan setelah pertempuran usai. Selain itu, dia juga tidak akan percaya diri bertarung di depan siapa pun jika harus melakukannya dengan bentuk barunya.'Apa yang harus aku lakukan. Ini sangat memalukan. Apakah aku masih bisa kembali ke bentuk asliku?’
Mereka, anggota Beastmaster, tampak bersikeras dengan niat mereka. Mereka tidak akan mundur sedikit pun sampai mencapai apa yang mereka inginkan. Membawa orang sebanyak ini padahal targetnya hanya dua orang. Laila sudah mencapai batasnya. Pertarungan lain yang dia lakukan akan benar-benar membahayakan nyawanya. Sedangkan, Artin yakin bahwa mereka tidak akan mundur sedikit pun setelah mengetahui, dua dari rekan mereka juga telah kehilangan nyawanya di tangan Laila. "Laila, bisakah kamu pergi menyelamatkan diri?” Artin mencoba berbisik pada Laila yang berlutut di belakangnya. Laila telah melakukan pertarungan dengan tiga orang sekaligus. Ia mampu bertahan hingga saat ini saja sudah merupakan prestasi yang cukup membanggakan. Artin bukan tidak memercayai Laila, tapi tentu saja, ada batas