Keesokannya, Ayu dan Alex menjalankan rencana yang telah mereka susun.Awalnya Ayu mencoba meracuni Gendis dengan memasukannya racun ke dalam susu yang seharusnya ia minum.Tapi sayangnya, saat itu Gendis tak jadi meminum susu itu karena Yasmine menangis.Ayu yang tak menyerah lalu mencoba lagi dengan memasukkan ular berbisa ke dalam rumah dan menargetkan Gendis sebagai korbannya, tapi ular itu malah menggigit Anjarwati.Kegagalan yang Ayu terima membuatnya nyaris menyerah untuk mem*unuh Gendis. Tapi Alex yang terus mendukungnya membuat Ayu kembali bersemangat.Hari ini usia kehamilan Gendis sudah memasuki delapan bulan. Hal itu membuat Ayu semakin panik karena belum berhasil menghabisi Gendis.Ayu yang saat itu menemui Alex di kediamannya pun melampiaskan kemarahannya saat itu."Sial banget sih nasibku. Menikah sama laki-laki tua tapi tidak mendapatkan harta yang harusnya aku dapatkan. Ini semua gara-gara Gendis," umpat Ayu sembari menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa.Alex yang saat it
Seluruh tubuh Gendis bergetar. Keringat dingin terus mengucur deras membasahi tubuhnya.Perlahan Gendis yang tengah terbaring di rumah sakit mulai meraih ponselnya dan menatapnya untuk sejenak."Ya Allah, apa yang harus aku katakan pada mas Karta. Dia pasti akan sangat marah jika sampai tahu bahwa akhu sudah kehilangan anak di dalam perutku," ucap Gendis lirih.Sembari menitikkan air mata, Gendis mencoba menenangkan dirinya sendiri.Tiba-tiba Rehan masuk ke dalam ruangan tempat Gendis di rawat dan melihatnya tengah duduk di sana."Mbak Gendis, Mbak nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Rehan berjalan menghampiri Gendis yang masih duduk di ranjang sembari bersandar di sebuah bantal."M-mas Rehan kok ada di sini?" tanya Gendis dengan suara bergetar."Seseorang misterius itu menghubungiku lagi, Mbak. Dan dia bilang kalau mbak Gendis sedang ada di rumah sakit dan sedang membutuhkan pertolongan ku makanya aku datang ke sini," ucap Rehan yang masih terus mengamati Gendis dan memastikan keadaa ba
Selama di rumah sakit, Gendis tak dijaga oleh katta ataupun keluarga yang lain.Ayu hanya datang untuk membereskan masalah administrasi setelah itu ia kembali pulang.Setelah hampir seminggu di rumah sakit, Gendis pun akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter."Alhamdulillah keadaan ibu Gendis semakin membaik dan hari ini sudah boleh pulang, ya, Bu," ucap sang dokter sembari tersenyum pada Gendis."Apa, Dok? Saya sudah boleh pulang hari ini? Alhamdulillah ... Terimakasih banyak ya, Dok." Gendis menyapu kedua telapak tangannya ke wajah.Dengan wajah tersenyum Gendis pun mengucapkan terimakasih pada dokter yang selama ini merawatnya di rumah sakit."Oh iya apa ibu akan dijemput oleh keluarga ibu?" tanya sang dokter lagi."Oh emmm k-kalau itu saya belum tahu, Dok. Tapi sepertinya iya," ucap Gendis.Meski Gendis tahu bahwa hubungannya dengan Karta tengah tak baik-baik saja, tapi Gendis tak ingin membuat citra buruk untuk suaminya."Baiklah kalau begitu, Bu. Saya permisi dulu, ya." Sang do
Dengan perasaan takut dan gugup, Gendis keluar dari kamarnya dan menemui Karta yang masih berteriak memanggil namanya."M-mas, kamu manggil aku?" tanya Gendis sedikit gemetaran.Karta menatap Gendis cukup lama membuat Gendis merasa semakin bingung dan takut."Ya Allah, apa yang akan mas Karta lakukan padaku. Kenapa dia menatapku seperti itu," batin Gendis yang tak mampu melawan tatapan Karta hingga akhirnya Gendis menundukkan kepalanya."Jadi benar kamu sudah pulang?" tanya Karta."Emmm i-iya, Mas," jawab Gendis lirih.Tiba-tiba Karta menghembuskan napasnya yang sedikit berat. Saat itu juga Ayu yang keluar dari kamar pun dapat melihat keduanya tengah berdiri di ruang tamu."Bagus, Mas Karta audah pulang. Dia pasti akan sangat marah melihat gadis itu. Sebentar lagi mas Karta pasti akan mengusir gadis itu," batin Ayu penuh harap.Ayu masih terus menandangi keduanya dari kejauhan dan berharap ada momen yang membuatnya senang.Namun, melihat Karta yang hanya diam cukup lama tanpa berbuat
Setelah masuk ke dalam kamar, Gendis pun langsung menghubungi Indri dan tak lama keduanya pun mengobrol.Gendis menceritakan keadaannya yang sekarang telah kehilangan bayi di dalam perutnya.Dengan isak tangis dan suara yang tersendat, Gendis mencoba menceritakan semuanya pada Indri."Inalilahi, Mbak. Kenapa kok baru kasih tahu Indri. Kenapa mbak Gendis nggak kabari Indri sama bapak dari kemarin," ucap Indri."Maafkan, Mbak, Ndri. Mbak terpaksa melakukan itu karena nggak mau bikin Indri dan bapak jadi sedih dan kepikiran," jawab Gendis.Hartono yang ternyata mendengar obrolan Gendis dan Indri pun segera ikut menimbrung.Akhirnya Gendis pun menceritakn semuanya pada Hartono. Namun di tengah-tengah cerita yang diucapkan oleh Gendis, ia mendengar beberapa kali suara batuk Hartono."Bapak nggak apa-apa, kan, Pak? Kok bapak batuknya tambah parah?" tanya Gendis khawatir."B-bapak tidak apa-apa, Ndis. Bapak hanya kaget saja mengetahui keadaan kamu yang seperti ini sekarang. Bapak tidak menya
Gendis berlari ke arah jendela untuk melihat Indri tapi sayangnya ia telah pergi dan tak ada lagi di depan rumah Karta."Maafkan, Mbak ya Ndri. Mbak memang anak yang nggak berguna," batin Gendis.Mau tak mau hari itu akhirnya Gendis harus menunggu Indah pulang untuk meminjam ponselnya.***Tanpa terasa waktu terus berlalu dan saatnya makan malam. Karta, Anjarwati dan juga Ayu sudah duduk di meja makan. Gendis pun saat itu hendak datang ke meja makan untuk makan malam."Heh, mau ngapain kamu duduk di situ?" tanya Anjarwati sinis.Gendis yang baru saja hendak mendaratkan pantatnya di kursi pun segera mengurungkan niatnya. Ia bangkit dan berdiri lagi."A-aku mau ikut makan malam, Bu," jawab Gendis."Tidak! Mulai hari ini kamu tidak boleh makan di meja makan ini lagi bersama dengan kami. Kamu harus makan di dapur setelah kami selesai makan," ucap Anjarwati.Gendis pun sangat terkejut dengan ucapan Anjarwati saat itu. Pasalnya hal itu tak pernah terjadi sebelumnya bahkan saat ia baru saja
Sampai pukul setengah lima baru Gendis dapat duduk dengan tenang setelah semalaman Gendis terus menangis.Rasa lelah dan juga sedih di dalam hati Gendis masih belum hilang dari hatinya."Ya Allah, kenapa perasaan ku nggak tenang gini, ya. Apa yang sebenarnya terjadi," batin Gendis terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.Gendis merasa aneh pada Yasmine yang terus menangis semalaman hingga membuatnya menjadi gundah dan bingung.Tak biasanya Yasmine menangis hingga semalam suntuk padahal sudah berbagai cara Gendis lakukan untuk menenangkan Yasmine saat itu.Akhirnya Gendis pun memilih untuk menunaikan solat subuh agar hatinya bisa lebih tenang.Setelah selesai solat subuh Gendis tertidur di atas sajadah. Rasa kantuk dan juga lelah yang ia rasakan membuat Gendis saat itu tertidur begitu nyenyak.Hingga akhirnya Karta kembali membuka pintu kamarnya dan Gendis pun saat itu terbangun."Wah bagus sekali kamu, ya. Bisa tidur nyenyak setelah semalam membuat masalah," sindir Karta.Gendis yan
Malamnya, setelah acara tahlilan dan pemakaman Hartono selesai, Karta mencoba menghampiri Gendis yang ada di dalam kamarnya.Saat itu semua tatangga sudah pulang kecuali Rehan yang masih duduk di ruang tamu ditemani Indri.Saat itu Gendis tengah duduk sembari menggendong Yasmine. Air matanya masih terus jatuh membasahi pipinya."Ndis, ayo kita pulang," ajak Gendis.Gendis pun menoleh ke arah Karta saat mendengar suaranya. "A-apa, Mas? Pulang? Tapi kan bapak baru saja dimakamkan, Mas. Apa tidak sebaiknya kalau kita menginap dulu di sini," ucap Gendis dengan sedikit sesenggukan.Sementara itu di ruang tamu, Indri tengah menemani Rehan yang saat itu masih belum pulang setelah mengikuti acara tahlilan."Tidak! Kita tetap harus pulang," tegas Karta."T-tapi, Mas. Aku masih mau di sini." Mendengar ucapan Gendis membuat Karta sedikit kesal. Seketika kedua mata Karta pun membulat sempurna menahan amarah."Sekali aku bilang pukang, ya pulang!" bentak Karta cukup kuat.Hal itu membuat Indri da
7 tahun kemudian***Setelah 3 tahun lamanya, Karta masih terus membuktikan bahwa ia telah berubah menjadi lebih baik.Hari ini saat hari masih pagi, Karta datang ke rumah Gendis. Penampilannya terlihat sangat rapih dengan kemeja lengan panjang dan celana panjang serta rambut yang tetata rapi.Gendis mempersilahkan Karta duduk di kursi. Gendis pun duduk berhadapan dengan Karta yang saat itu ada di depannya.Gendis sedikit heran melihat Karta yang berpenampilan begitu rapih."Mas Karta mau kemana? Kok rapi sekali?" tanya Gendis penasaran."Emmm aku sengaja berpenampilan rapih begini, Ndis. Aku ingin melamar seseorang," jawab Karta.Gendis pun tercengang mendengar jawaban Karta. Gendis merasa penasaran akan wanita yang akan dilamar oleh Karta."Siapa kira-kira wanita yang akan dilamar oleh mas Karta, ya? Apa jangan-jangan aku," batin Gendis.Keduanya masih saling menatap sesekali. Tak lama Karta pun menyeruput kopi buatan Gendis yang rasanya masih sama, nikmat sesuai dengan seleranya."E
"Sekarang ini bukan lagi rumahmu, tahu! Lebih baik sekarang kalian pergi dari sini atau aku akan telepon polisi untuk menyeret kalian semua dari sini," ancam Anjarwati.Karta yang merasa telah dikhianati oleh Anjarwati pun tak terima. Ia mencoba mencekik Anjarwati hingga wajahnya tampak pucat."Dasar wanita tua jahat! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku! Kamu pantas mati, wanita tua!" teriak Karta penuh amarah.Tentu saja semua orang pun menjadi panik melihat Karta yang saat itu mencekik Anjarwati.Apalagi Gendis, ia merasa takut jika sampai Karta masuk bui lagi padahal ia sendiri sudah sangat susah payah melapangkan hatinya untuk membebaskan Karta dari penjara agar kelak anaknya tak malu mempunyai ayah mantan narapidana.Dengan cepat Gendis pun bergerak menghentikan Karta agar tak mencekik Anjarwati."Sudah, Mas. Jangan lakukan itu," ucap Anjarwati sembari mencoba menarik tangan Karta yang tengah mencengkram leher Anjarwati."Tidak, Ndis. Wanita jahat ini harus mati! Dia sudah mem
Karta mencoba membujuk Gendis dan berjanji untuk berubah. Tapi, sayangnya Gendis tetap teguh pada pendiriannya untuk berpisah dari Karta."Maaf, Mas. Keputusan ku sudah bulat. Aku tetap ingin berpisah darimu. Aku tidak ingin memperbaiki apapun denganmu, tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di sini. Aku ingin kita bisa membesarkan Yasmine bersama-sama meskipun bukan dengan status suami istri," jelas Gendis dengan begitu tegas.Mendengar ucapan Gendis yang begitu yakin dengan keputusannya. Karta hanya bisa menitikkan air matanya.Kini ia telah kehilangan semua istrinya bahkan istri yang sebenarnya sangat menyayanginya dan memikirkan dirinya."Aku hanya ingin kamu berubah menjadi lebih baik, Mas. Untuk kehidupan mu di masa depan," ucap Gendis lagi.Dengan berat hati, Karta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Baiklah kalau memang itu sudah keputusanmu. Aku tahu bahwa kesalahanku kemarin sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku akan mengikuti ucapan
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Gendis pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Indah, Indri dan Rehan menjemput Gendis yang masih tampak sedikit lemas dengan mata sembab.Sudah beberapa hari Gendis hanya menangisi bayinya yang telah meninggal dunia. Gendis hanya fokus meminum obatnya sehingga badannya terlihat sedikit lebih kurus karena tak banyak makan."Mbak Gendis hati-hati, ya. Sini biar ku bantu," ucap Indri berinisiatif memapah Gendis sementara Indah membawakan tas berisi pakaian milik Gendis."Sudah ya, Mbak. Mbak Gendis jangan nangis terus, aku takut mbak Gendis kenapa-napa kalau terus menerus terpuruk begini," ucap Indri saat berjaoan menuju ke parkiran.Tatapan mata Gendis yang tampak kosong pun membuat Indri semakin khawatir."Bagaimana Mbak nggak sedih, Ndri. Mbak sudah kehilangan bayi yang masih ada di dalam perut Mbak. Mbak merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dia dengan baik," ucap Gendis."Tidak, Mbak. Mbak Gendis tidak salah. Ini semua kesalahan
Malam sudah lumayan larut dan Anjarwati baru pulang. Ia sedikit heran melihat rumah yang tampak sedikit berantakan terutama di bagian kamar Gendis.Sementara ia tak menemukan seorangpun di rumah itu. Anjarwati mencoba untuk mencari Karta dan Gendis tapi ia tak menemukannya.Anjarwati masih belum menyerah. Ia mencoba memeriksa ke setiap ruangan sembari memanggil-manggil nama mereka tapi tetap tak ada jawabnya.Namun, bukannya khawatir ataupun panik karena ia tak menemukan Karta dan Gendis. Anjarwati justru duduk di sofa dengan senyum ceria penuh tawa.Perlahan Anjarwati melempar map di tangannya ke atas meja setelah ia duduk di sofa ruang tamu."Wah jadi gini ya rasanya kalau tinggal sendiri. Rasanya begitu tenang dan juga bebas," ucap Anjarwati dengan senyum bahagia."Sekarang rumah ini sudah jadi milikku seutuhnya dan juga semua usaha empang yang Karta miliki. Dia sudah tidak punya apapun sekarang," lanjut Anjarwati.Tak lama Anjarwati bangkit dari duduknya dan beranjak ke dapur. Di
Rehan datang dengan 2 orang polisi. Mereka langsung masuk ke dalam rumah Karta dan melihat sendiri penyiksaan yang tengah Karta lakukan pada Gendis."Angkat tangan anda!" ucap seorang polisi yang langsung menyergap Karta yang saat itu akan menyiksa Gendis lagi.Karta pun hanya bisa memberontak saat kedua tangannya di pegang erat oleh dua orang polisi.Sementara Gendis yang sudah tak berdaya, hanya bisa menangis melihat Karta ditangkap oleh polisi."Lepaskan aku, lepaskan!" Teriak Karta tak karuan."Bawa saja dia ke kantor polisi, Pak," ucap Rehan dengan tegas.Akhirnya kedua polisi itu pun membawa paksa Karta ke kantor polisi, meninggalkan Rehan yang hanya tinggal dengan Gendis."Awas kamu, ya! Berani-beraninya kamu bawa-bawa polisi! Lihat saja nanti kamu! Aku akan balas kamu!" teriak Karta dengan keras pada Rehan sebelum akhirnya ia dibawa oleh dua orang polisi yang menyeret paksa dirinya.Rehan pun segera menghampiri Gendis tanpa memedulikan ancaman Karta saat itu."Mbak, Mbak Gendi
Setelah kepergian Ayu dari rumah Karta. Gendis pun masuk ke dalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Gendis masih merasakan nyeri pada perutnya. Gendis pun kemudian duduk di pinggiran ranjangnya. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang terkadang terasa nyeri. Tiba-tiba Gendis teringat akan ucapan Ayu. Dengan cepat Gendis pun mengambil ponselnya. Dengan cepat Gendis menekan beberapa tombol di ponselnya. Tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam teleponnya. "Halo, Mbak Gendis? Ada apa Mbak? Mbak Gendis baik-baik saja, kan?" tanya Rehan. "Aku baik-baik saja, Mas. Aku hanya ingin tanya sesuatu pada mas Rehan," ucap Gendis menghentikan kalimatnya. "Tanya apa Mbak? Silahkan saja," jawab Rehan. "Apa mas Rehan yang sudah memberi tahu semuanya pada mas Karta tentang perselingkuhan Mbak Ayu?" tanya Gendis. Untuk sesaat Rehan hanya terdiam hingga membuat suasan sunyi meski telepon masih tersambung. "Oh itu, emmm iya Mbak," jawab Rehan yang kembali terdiam. "Kenapa mas Rehan meng
Setelah diizinkan pulang oleh dokter, Gendis pun akhirnya pulang ke rumah sembari diantar oleh Indah.Indah memapah Gendis masuk ke dalam rumah. Namun, sebuah pemandangan yang sangat menegangkan disaksikan oleh Gendis dan Indah saat itu.Keduanya menghentikan langkah kakinya saat melihat Ayu yang tengah menangis terisak sembatu bersujud di kaki Karta.Sementara pakaian dan tas pun tampak berhamburan di lantai. Sesekali Gendis dan Indah saling melempar tatap merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Pergi kamu dari sini! Dasar tukang selingkuh!" umpat Karta dengan nada cukup keras.Gendis pun tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Karta. Gendis tak tahu darimana Karta bisa tahu tentang perselingkuhan Ayu. Sementara ia tidak mengatakan apapun pada Karta."Mas, aku mohon maafkan aku, Mas. Aku mengaku salah tapi aku mohon jangan usir aku dari sini," rintih Ayu memohon-mohon pada Karta."Jangan kamu maafkan dia, Karta! Kalau kamu maafkan wanita seperti ini maka dia pasti
Dengan langkah kaki terburu-buru Rehan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit hingga akhirnya sampailah ia di sebuah ruangan.Terlihat seorang wanita tengah terbaring di atas ranjang dan seorang lagi berdiri di sebelahnya."Mbak, apa yang terjadi? Kenapa mbak Gendis bisa sampai seperti ini?" tanya Rehan dengan raut wajah khawatir."Aku juga nggak tau. Tadi pas aku sampai di sana, dia sudah tergeletak tak sadarkan diri," jawab Indah."Lalu mbak Indah tahu darimana mbak Gendis begini?" tanya Rehan lagi."Tadi Raya yang menelepon ku dan meminta aku ke sana," jawab Indah."Raya ...." Rehan yang tak mengenal nama yang disebutkan oleh Indah pun mencoba menebaknya."Raya adalah anaknya Ayu. Jadi tadi tidak ada satupun orang di rumah makanya Raya menelepon ku untuk meminta pertolongan," ucap Indah lagi."Emmm kalau boleh tahu, dimana mbak Indah menemukan mbak Gendis yang tergeletak?" tanya Rehan lagi."Aku menemukannya di kamarnya," jawab Indah.Tanpa berlama-lama Rehan pun langsung mengamb