Share

Ruang BK

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2025-02-25 19:25:07

“Grettha Cindy, ikut saya ke ruang BK,” ujar Pak Burhan tegas, matanya menatap tajam ke arah Grettha dan Cindy. Ia kemudian beralih menatap Alex, ekspresinya sama sekali tak melunak. “Kamu juga, Alex,” tambahnya, nada suaranya semakin dingin.

Kerumunan siswa dan siswi di sekitar mereka mulai gelisah. “Bubar! Bukannya belajar malah nonton orang berkelahi,” seru Pak Burhan dengan suara lantang, membuat suasana di lorong sekolah seketika hening. Para siswa yang tadinya berkerumun perlahan membubarkan diri, beberapa masih melirik penasaran ke arah Grettha, Cindy dan Alex sebelum beranjak pergi.

.....

Setiba di ruang BK, Grettha, Cindy, dan Alex berjalan masuk dengan langkah berat. Mereka bertiga duduk di kursi berhadapan langsung dengan Pak Burhan, yang duduk dengan posisi tubuh tegak dan ekspresi wajahnya penuh wibawa.

Pak Burhan melipat kedua tangannya di atas meja, matanya bergantian menatap ketiganya dengan tajam. Suasana di ruangan itu terasa begitu menegangkan, hanya terdengar sua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Teror Mantan   Kamu Gak Sendiri

    Sementara itu, di rumah Laura, suasana terasa canggung. Seorang pria berjas rapi, pengacara yang dipanggil oleh ayah Laura, duduk di ruang tamu bersama mereka. Ia membawa sebuah tas kerja dan setumpuk dokumen yang diletakkannya di atas meja.“Silakan diminum, Pak, tehnya,” ujar Sinta dengan senyum ramah sambil menyodorkan cangkir teh."Terima kasih, Bu," jawab pengacara itu sopan sebelum menyesap teh hangat tersebut.Namun, berbeda dengan kehangatan Sinta, Laura justru duduk di sudut sofa dengan kepala tertunduk. Jemarinya sibuk memainkan ujung sweater yang ia kenakan, mencerminkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.Ayah Laura, yang duduk di sebelah pengacara itu, berdehem kecil, mencoba mencairkan suasana. “Jadi, Pak Adrian, bagaimana langkah awal yang bisa kita ambil untuk membantu Laura keluar dari masalah ini?”Adrian meletakkan cangkir tehnya, lalu membuka map di hadapannya. “Saya sudah membaca berkas-berkas yang Bapak kirimkan sebelumnya. Situasinya cukup rumit, tapi tida

    Last Updated : 2025-02-27
  • Teror Mantan   Sinar Harapan

    Aku masuk ke dalam kamar dengan langkah gontai. Pintu kututup perlahan, tapi rasanya seperti ada beban berat yang mengunci semua energi di tubuhku. Aku duduk di sudut ranjang, memeluk lututku sendiri.Meskipun Ayah dan Bunda tadi memberikan dukungan penuh, aku tahu mereka pasti kecewa. Bagaimana tidak? Anak perempuan mereka yang diharapkan bisa menjadi kebanggaan malah menjadi beban. Aku bahkan tidak bisa bicara dengan pengacara tadi. Aku gagal lagi.Aku menunduk, menatap lantai kosong. Hidupku sudah hancur. Semua yang kubangun, semua yang kucita-citakan, rasanya sirna dalam sekejap. Masalah ini bukan hanya menghancurkan masa depanku, tapi juga mencoreng nama baik keluargaku.Air mata mulai jatuh tanpa bisa kuhentikan. Suara isakan kecil memenuhi keheningan kamar. Aku tahu Ayah dan Bunda mencoba menguatkanku, tapi aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Bagaimana mereka bisa bangga pada anak perempuan seperti aku—yang bahkan tidak punya keberanian untuk menghadapi semuanya?Aku merem

    Last Updated : 2025-02-27
  • Teror Mantan   Tekad Alex

    "Bunda," panggil Alex saat memasuki rumah Laura yang tampak sepi.Ia melihat ke sana kemari, tapi tak menemukan siapa pun di lantai bawah."Oh, kamu, Lex," sahut Sinta sambil keluar dari kamar."Sepi banget, Bun. Om ke mana?" tanya Alex penasaran."Ayah Laura ada pekerjaan mendadak di luar kota. Mungkin satu atau dua hari baru balik," jelas Sinta. "Kalau Laura, paling dia di kamarnya."Alex terkekeh kecil. "Aku tahu kok dia di kamar, tadi aku lihat dari jendela. Lucu banget, dia kelihatan salah tingkah pas ngintip."Kamu pasti jahilin Laura lagi, ya?" tuduh Sinta sambil melangkah mendekati Alex."Ah, Bunda, enggak kok. Cuma manggil doang," jawab Alex sambil terkekeh kecil, mencoba membela diri."Alex ke sini mau ngasih surat buat Bunda, dari sekolah. Ini panggilan untuk orang tua Laura," ucap Alex sambil menyerahkan surat tersebut kepada Sinta.Sinta menerima surat tersebut dan membacanya sekilas. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Alex dengan penuh rasa khawatir. "Ini tentang

    Last Updated : 2025-02-28
  • Teror Mantan   Pelukaan Ibu

    Pagi telah berlalu, dan Alex terbangun dari tidurnya karena dering ponsel yang memecah keheningan. Suara itu begitu mengganggu, membuatnya mengerutkan dahi dengan kesal.Dengan mata yang masih berat, Alex meraih ponselnya di meja samping tempat tidur. Tanpa melihat siapa yang menelepon, ia langsung menjawab dengan suara serak, "Halo?"Suara yang tak asing terdengar di seberang, nadanya terdengar tergesa-gesa. "Alex, lo udah liat berita yang lagi viral sekarang?"Alex mengernyit, mencoba memahami maksudnya. "Berita apa?" Ia melirik layar ponsel, baru menyadari nama Rafa tertera di sana."Mendingan lo buka Instagram sekarang," suruh Rafa dengan nada cemas yang sulit disembunyikan.Alex menghela napas berat, bingung sekaligus penasaran. Ia membuka aplikasi Instagram seperti yang diminta. Matanya membelalak saat melihat unggahan yang viral di Instagram. Judulnya jelas: "Terbongkar! Pelaku Kejahatan Terhadap Laura Akhirnya Terungkap."Alex mengusap wajahnya dengan gelisah. Ia memang beren

    Last Updated : 2025-03-03
  • Teror Mantan   Ruang kepala sekolah

    Jam menunjukkan pukul 9 pagi, Sinta sudah siap untuk pergi ke sekolah Laura, memenuhi panggilan dari kepala sekolah.“Kamu yakin gak mau ikut?” tanya Sinta lagi, untuk yang kesekian kalinya.“Gak, Bun. Buat apa Laura ikut,” jawab Laura sambil memandangi ibunya yang sibuk bersiap-siap.“Ya sudah, kalau kamu gak mau, Bunda berangkat sekarang,” ujar Sinta sambil mengambil tasnya dan melangkah menuju pintu.“Iya, Bun,” sahut Laura pelan, menatap punggung ibunya yang semakin menjauh...... Sesampainya di sekolah, waktu istirahat para siswa dan siswi tengah berlangsung. Sinta melangkah masuk dengan tubuh tegap, meskipun ia menyadari tatapan-tatapan penuh rasa ingin tahu yang tertuju padanya. Bisikan-bisikan dan hinaan terdengar samar dari arah kelompok siswa yang berkumpul, namun Sinta tetap melangkah tanpa goyah. Baginya, ucapan para remaja itu tak berarti apa-apa. Mereka hanya anak-anak yang belum mengerti apa-apa.Sudah beberapa kali ia datang ke sekolah ini, jadi Sinta tahu betul di ma

    Last Updated : 2025-03-05
  • Teror Mantan   Permintaan Sinta

    “Ya, memang seharusnya begitu, Pak Kepala Sekolah. Kasus Ezra ini sudah termasuk tindakan kriminal. Di usia dia yang seharusnya digunakan untuk belajar dan menjadi teladan, kenapa dia malah melakukan tindakan sekejam itu?” ujar Sinta dengan nada marah, meskipun berusaha mengendalikan emosinya. “Apalagi dia adalah ketua OSIS di SMA Harapan ini. Bukankah itu membuat segalanya semakin buruk? Bagaimana bisa seorang pemimpin siswa melakukan hal seperti ini?”Kepala sekolah mengangguk pelan, raut wajahnya penuh rasa bersalah. “Kami sangat menyesal atas apa yang terjadi, Bu Sinta. Mungkin Ezra khilaf hingga melakukan perbuatan tersebut. Tapi kami pastikan, sebagai pihak sekolah, kami akan mengambil langkah tegas. Ezra akan dikeluarkan dari sekolah ini,” katanya tegas.Ia melanjutkan, “Untuk Laura, kami ingin memastikan dia tahu bahwa dia adalah korban dan tidak bersalah dalam situasi ini. Kami akan memberikan dukungan penuh untuk membantunya kembali bersekolah di sini, jika itu menjadi keput

    Last Updated : 2025-03-07
  • Teror Mantan   Kabar Baik

    Setelah Bu Arsy pergi lebih dulu, suasana di ruang kepala sekolah terasa lebih tenang, meskipun beban suasana masih terasa menggantung. Kini hanya ada Sinta, kepala sekolah, dan beberapa guru yang tetap duduk di tempat mereka masing-masing.Kepala sekolah akhirnya membuka suara, memecah keheningan. "Bu Sinta, saya tahu ini bukan situasi yang mudah, baik untuk Anda maupun untuk sekolah. Kami benar-benar menyesalkan apa yang terjadi, dan kami akan memastikan bahwa tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa depan."Sinta mengangguk pelan, meskipun raut wajahnya masih terlihat tegang. "Apa yang saya inginkan hanyalah keadilan untuk Laura. Anak saya sudah menderita cukup banyak. Dan saya ingin memastikan bahwa Ezra mendapatkan hukuman yang setimpal. Jika sekolah bisa membantu proses ini, saya akan sangat menghargainya."Salah satu guru, Bu Endang, yang sebelumnya ikut berbicara, menatap Sinta dengan sorot mata penuh pengertian. "Bu Sinta, kami juga akan berusaha membantu Laura. Jika dia i

    Last Updated : 2025-03-07
  • Teror Mantan   Ayah Bianca

    Di ruangan sempit berukuran 3x3 itu, Bianca duduk tertunduk, meskipun sorot matanya tetap tajam dan penuh sinis. Di depannya, Daniel, ayahnya, duduk dengan wajah lelah dan frustrasi. Ia menatap putrinya dengan campuran kecewa dan marah yang sulit ia sembunyikan. "Kenapa sih, Bi? Kamu selalu susah dibilangin," ucap Daniel dengan nada penuh penyesalan. "Andai sejak awal kamu pilih ikut Papi ke luar negeri, kamu nggak bakal ada di sini sekarang." Bianca mendongak sedikit, bibirnya tersenyum dingin. "Dan hidup jadi boneka Papi di sana? Maaf, nggak tertarik," balasnya dengan nada sarkastik, meski suaranya terdengar lemah. Daniel mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menahan amarah. "Bianca, ini bukan soal kontrol atau apa yang kamu pikirkan. Ini soal masa depanmu. Kalau kamu dengar dari dulu, hidupmu nggak akan berantakan seperti ini!" Bianca menghela napas panjang, lalu membuang pandangannya ke dinding. "Berantakan? Hidupku berantakan karena aku yang pilih jalanku sendiri, b

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Teror Mantan   Kenangan di Atas Roda Dua

    Esok paginya, Laura melangkah ke ruang makan dengan langkah santai, meski wajahnya masih menunjukkan sisa kelelahan. Di meja makan, Rio sudah duduk sambil memangku Kenzo, yang terlihat segar setelah dimandikan. Bayi itu tertawa kecil, tangannya menggapai-gapai wajah Rio, membuat suasana terasa lebih hidup.Di dapur, Sinta sedang membuatkan kopi sambil tersenyum melihat pemandangan itu. Ketika Laura mendekat, Sinta menyapanya. "Pagi, Laura. Mau sarapan apa?" tanyanya ramah.Laura hanya mengangguk kecil dan duduk di kursinya, menghindari kontak mata dengan Kenzo. Ia mengambil roti yang sudah tersedia di meja dan mulai memakannya dalam diam.Rio, yang melihat sikap Laura, tersenyum kecil. "Ra, kamu nggak mau gendong Kenzo? Dia lagi ceria banget pagi ini," ucapnya sambil menggerakkan Kenzo sedikit ke arah Laura.Laura menghentikan kunyahannya sejenak, lalu menjawab tanpa menatap ayahnya. "Ayah tahu jawabannya," ujarnya datar.Rio menghela napas pelan, menatap putrinya dengan penuh kesabar

  • Teror Mantan   Bayi Kenzo

    Laura melangkah masuk ke dalam kamarnya di rumah dengan langkah lelah. Setelah percakapannya dengan Alex di pantai, tubuh dan pikirannya terasa begitu berat. Ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar yang dihiasi oleh balok kayu khas Bali.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang terus berputar. Kata-kata Alex masih terngiang jelas di benaknya. "Mau seribu kali pun lo nolak gue, gue gak akan pernah menyerah, Ra."Laura menutup matanya, mencoba meredakan kekacauan di dalam dirinya. "Kenapa semua ini harus sekompleks ini?" gumamnya pelan. Di satu sisi, ia merasa bersalah telah membuat Alex terus berharap, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa perasaannya sendiri belum benar-benar sembuh dari luka di masa lalu.Ia bangkit perlahan, berjalan menuju balkon kamarnya. Udara malam Bali yang sejuk menyapa wajahnya. Suara debur ombak dari kejauhan terdengar menenangkan, meski hatinya tetap terasa berat."Pernah nggak sih gue benar-benar tahu apa yang g

  • Teror Mantan   Luka dan suka Tasya

    Pov GrettaGretta dan Rafa berjalan santai di tepi pantai, pasir lembut menyentuh kaki mereka. Mereka baru saja membeli beberapa makanan ringan dari penjual yang ada di sepanjang pantai—kacang rebus, jagung bakar, dan es kelapa muda. Gretta memegang gelas es kelapa dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk menepis Rafa yang terus menggoda."Lo tahu nggak, Gretta, gue beli jagung bakar ini khusus buat lo. Supaya lo bisa ngunyah sambil diem, nggak terus-terusan ngetawain gue," ucap Rafa sambil menyeringai.Gretta tertawa keras, hampir menjatuhkan gelasnya. "Hah! Emang lucu banget lo, ya. Humor lo tuh receh banget, Raf. Tapi gue akui, kadang itu yang bikin gue betah sama lo.""Kadang? Jadi gue cuma lucu 'kadang-kadang'?" Rafa pura-pura cemberut, membuat Gretta tertawa lebih keras.Mereka berhenti sejenak, duduk di atas pasir sambil menikmati angin malam. Gretta menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa, sementara Rafa dengan santai melingkarkan lengannya di bahunya."Raf, lo sadar ngg

  • Teror Mantan   Keyakinan Alex

    ...Setelah suasana menjadi lebih cair, mereka semua mulai berbincang lebih santai bersama orang tua Laura. Sinta dan suaminya, Rio, ikut duduk di meja mereka, membuat obrolan semakin hidup.Namun, meski suasana terlihat akrab, Alex sesekali mencuri pandang ke arah Laura. Perasaan yang ia pendam selama bertahun-tahun sejak kepergian Laura tampak jelas di matanya. Gretta, yang duduk di samping Laura, menyadari hal itu tapi memilih untuk tidak berkomentar.Tasya, di sisi lain, merasa tidak nyaman dengan cara Alex memandang Laura. Ia mencoba mengalihkan perhatian Alex dengan memulai obrolan. "Alex, gue denger katanya li mau kuliah di luar negeri?" tanyanya dengan nada ceria.Alex tersenyum kecil, meski jelas terganggu oleh interupsi Tasya. "Iya, tha tapi gue juga gak.tahu, mungkin oindah rencana kuliah di tempat lain," ucapnya sambil melirik ke arah Laura.Tasya tersenyum kaku, menyadari bahwa Alex tidak sepenuhnya memperhatikannya. Ia menggenggam gelasnya lebih erat, mencoba menahan ras

  • Teror Mantan   Pertemuan 2

    Laura muncul dengan langkah tenang, tapi tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dress putih sederhana yang dikenakannya berkibar pelan tertiup angin dari luar, membuatnya terlihat seperti bayangan dari masa lalu yang tiba-tiba hadir.Alex menatapnya dengan campuran emosi yang sulit diuraikan. “Laura...” panggilnya pelan, seolah takut suara lebih keras akan membuat momen ini menghilang.Laura menghentikan langkahnya, matanya terarah pada Alex. "Kamu... Alex?" gumamnya, suaranya bergetar.Semua orang terdiam. Gretta menatap Laura dengan raut wajah tak percaya, sementara Tasya mencuri pandang ke arah Alex, mencari reaksi dari pria itu."Kenapa kalian semua di sini?" tanya Laura sambil mendekat, suaranya tenang, meskipun sorot matanya penuh kebingungan.Alex, yang sedari tadi duduk, berdiri begitu Laura tiba di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung menarik Laura ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, seolah

  • Teror Mantan   Pertemuan

    “Kita nginep di Wavecrest Hotel. Gue udah booking dua kamar di sana,” ucap Alex sambil melirik ke arah spion belakang, memastikan semuanya baik-baik saja di kursi penumpang.“Wavecrest Hotel?” tanya Gretta sambil menatap Tasya.“Iya, tempatnya persis di samping kafe Laura,” lanjut Alex dengan nada santai.“Wah, pas banget dong. Jadi nggak perlu ribet kalau mau ketemu Laura,” komentar Rafa sambil melihat peta di layar ponsel.Gretta tersenyum tipis. “Bagus sih, biar kita juga punya waktu buat istirahat sebelum ketemu dia.”Mobil pun terus melaju menuju Canggu, mengikuti suara navigasi yang membimbing mereka."Gue denger, bukannya Laura pergi tanpa pamitan? Kok kalian masih mau jauh-jauh ke sini buat nemuin dia?" tanya Tasya tiba-tiba, suaranya terdengar tajam.Mendengar itu, Gretta langsung menoleh dengan tatapan tak suka. "Maksud lo apa, Tasya?" tanyanya, nadanya jelas menunjukkan ketidaksenangan.Rafa mencoba menenangkan suasana, tapi Gretta sudah melanjutkan, "Gue kenal Laura udah l

  • Teror Mantan   Tamu Tak Di Undang

    Sore telah tiba, suasana bandara mulai dipenuhi hiruk-pikuk orang yang bersiap untuk penerbangan mereka. Alex duduk di salah satu kursi tunggu, wajahnya menampilkan kegelisahan. Penerbangan menuju Bali tinggal 30 menit lagi, namun Rafa dan Grettha, dua sahabatnya yang berjanji menemaninya, belum juga terlihat.Semalam, mereka bertiga berbincang panjang tentang rencana ini. Alex meyakinkan Rafa dan Grettha untuk ikut bersamanya menemui Laura,. Keduanya dengan antusias menyetujui, bahkan menjanjikan akan tepat waktu di bandara. Namun, sekarang janji itu terasa seperti angin lalu.Alex meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Rafa lebih dulu. Nada sambung terdengar, tetapi tak ada jawaban. Ia lalu mencoba menelepon Grettha, namun hasilnya sama—tak diangkat. Ia menghela napas panjang, menatap layar ponselnya sejenak sebelum menyimpan kembali perangkat itu ke dalam sakunya.Beberapa menit berlalu, akhirnya Rafa dan Gretta muncul di pintu masuk dengan koper masing-masing. Alex mendesah lega

  • Teror Mantan   Menemukan Kamu

    Setelah selesai dengan acara perpisahan di sekolahnya, Alex pulang ke rumah dengan langkah gontai. Meski acara berjalan meriah, hatinya tetap terasa hampa."Alex Pulang," teriak Alex dengan suara lesu saat memasuki rumah.Ia melemparkan tasnya ke sofa, lalu duduk di ruang tamu. Kepalanya bersandar ke sandaran sofa, matanya menerawang ke langit-langit. Pikirannya kembali melayang, lagi-lagi ke sosok Laura.Di ruang tamu yang sepi, hanya suara jarum jam yang terdengar. Alex menghela napas berat, mencoba mengusir rasa penat yang mendera hatinya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, bayangan Laura justru semakin jelas.“Ra... sebenarnya lo di mana?” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.Di ruang tamu itu, Alex duduk lama, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia tahu ia harus melanjutkan hidup, seperti yang Agatha bilang, tapi rasa kehilangan itu masih terlalu kuat. Hari ini mungkin berhasil ia tutupi dengan senyuman palsu di sekolah,

  • Teror Mantan   Setahun Kemudian

    Setahun telah berlalu, dan kini Alex telah menyelesaikan masa SMA-nya. Hari ini seharusnya menjadi momen yang penuh kebahagiaan, saat dia dan teman-temannya merayakan kelulusan di aula sekolah. Suara riuh canda dan tawa memenuhi ruangan, namun bagi Alex, semuanya terasa hampa.Di sudut aula, Alex duduk sendirian, pandangannya tertuju ke arah panggung di mana teman-temannya sedang berfoto bersama, menyanyikan lagu perpisahan dengan penuh semangat. Tapi Alex hanya bisa terdiam. Kepergian Laura yang tanpa kabar masih menjadi beban berat di hatinya.Setahun ini, ia terus mencoba mencari tahu keberadaan Laura. Media sosial Laura sudah tidak aktif, seolah lenyap begitu saja. Pesan-pesan yang ia kirim ke keluarga Laura pun tak pernah mendapatkan balasan. Meski berita tentang pelecehan yang pernah menimpa Laura sudah lama tenggelam, bayangan gadis itu tetap hidup dalam pikirannya."Kenapa harus seperti ini, Ra?" gumam Alex pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Ken

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status