Arion mengangguk lagi. “Ya. Aku ingin memastikan sendiri semuanya dengan tanganku.”Mereka mulai makan, menikmati setiap gigitan sambil sesekali berbicara tentang hal-hal ringan.Elara merasa sangat nyaman, tak ada tekanan, tak ada urusan pekerjaan atau beban kehidupan yang harus dipikirkan. Hanya ada mereka berdua dan suasana musim gugur yang hangat ini.Setelah mereka selesai makan, Arion merapikan sisa-sisa makanan ke dalam keranjang, lalu tanpa berkata apa-apa, ia merebahkan dirinya di atas tikar, meletakkan kepalanya di pangkuan Elara.Mata Arion terpejam, merasakan angin sepoi-sepoi yang mengelus wajahnya, membawa aroma dedaunan dan tanah yang lembap.Elara terdiam, menatap wajah Arion yang tampak begitu tenang dan damai.Tangannya terulur mengelus rambut hitam Arion dengan lembut, merasakan ketebalan dan kehalusannya di antara jemarinya.Ada rasa syukur yang dalam muncul di hatinya.Siapa sangka, pria yang dahulu selalu tampak kejam, serta jauh dan tak terjangkau, kini bisa sed
Di sebuah ruangan beraroma tembakau, seorang pria dengan wajah samar duduk di balik meja kerjanya yang besar.Dengan santai, ia menyulut cerutu mahal, mengembuskan asap tebal yang menggantung di udara seolah mengisi keheningan.Suara berat dan tegasnya memecah keheningan, "Masih di mana dia?"Seorang pria bertubuh tegap dengan bekas luka mencolok di wajahnya berdiri dengan sikap hormat di hadapan sosok misterius itu.Dia adalah tangan kanan yang setia, selalu siap menerima perintah. "Setelah beberapa hari lalu mendarat di Madison, dia melakukan rutinitasnya di perusahaan yang baru ia akuisisi itu, Bos," jawabnya dengan nada penuh keyakinan.Mata tajam sosok misterius itu menyipit, bibirnya melengkung dalam senyum dingin."Apakah kita akan mulai melaksanakan rencana itu, Bos?" tanya sang tangan kanan dengan hati-hati. “Lalu bagaimana dengan nona Goldwin?”Pria misterius itu terdiam sejenak, mengisap cerutunya dalam-dalam, lalu perlahan menghembuskan asapnya.Setelah beberapa saat, ia me
Malam ini adalah malam yang telah dinanti oleh seluruh pegawai VeraCore.Suasana di hotel paling mewah di Madison terasa megah dan elegan, dengan karpet merah terbentang dari pintu masuk hingga ke aula utama. Lampu-lampu kristal berkilauan di langit-langit, menambah kesan mewah yang menghiasi malam gala perusahaan.Salah satu pegawai, Julia, datang dengan mengenakan gaun panjang berwarna merah marun yang elegan.Dia berjalan bersama Faye dan Clara, dua rekannya yang tak henti-hentinya berbisik penuh kekaguman.Sesampainya di pintu masuk, mata mereka langsung terpaku pada pemandangan yang luar biasa.“Lihat itu! Bukankah itu Mark Winston, aktor terkenal dari film laga Hollywood?” Clara berbisik dengan penuh semangat, matanya berbinar melihat sosok tampan tersebut yang baru saja keluar dari limousine.Faye menatap kagum. "Dan itu, di sebelahnya... Oh, astaga! Itu Eva Moore, penyanyi yang lagu-lagunya sedang hits di mana-mana!"
Faye dan Clara, yang berdiri tak jauh dari Elara, segera saling berbisik dengan antusias.“Aku sangat ingin melihat siapa putri kandung James Wayne!” kata Faye dengan mata berbinar. “Bayangkan jika kita bisa mendekati dia, kita pasti bisa masuk ke dalam lingkaran kalangan atas.”Clara mengangguk setuju, “Benar sekali! Ini kesempatan yang tidak boleh kita lewatkan.”James Wayne melanjutkan, “Beberapa dari kalian mungkin tahu bahwa baru-baru ini saya menemukan putri kandung saya yang telah lama hilang. Malam ini, saya ingin memperkenalkannya kepada kalian semua.” Ia berhenti sejenak, menatap para tamu dengan mata yang penuh emosi, sebelum beralih pada Ethan yang berdiri tidak jauh darinya.Memahami kode yang diberikan, Ethan mengangguk, lalu memutar tubuh untuk berjalan ke arah Elara berdiri.Faye dan Clara terkesiap dan mulai berseru tertahan.“Astaga! Itu Ethan Wayne! Ya Tuhan! Dia sangat tampan!”“Dia berjalan kemari!!” pekik tertahan Faye. Tangannya meraih tangan Clara dan saling mer
Setelah malam pesta yang gemerlap, Elara dan Arion melangkah keluar dari hotel dan menuju mobil Arion.Elara, yang masih mengenakan gaun malamnya yang indah, duduk di kursi penumpang sementara Arion mengemudikan mobil dengan tenang.Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa hangat dan intim.Arion tersenyum sambil melirik Elara. "Jadi, bagaimana rasanya sekarang menjadi lebih terkenal dari selebritis Hollywood? Jati dirimu sebagai putri kandung James Wayne membuat gempar satu perusahaan, you know?"Elara memanyunkan bibirnya, sedikit cemberut. "Aku sebenarnya tidak terlalu suka terekspos seperti itu. Aku lebih suka seperti dulu.”“Apa kau tidak lihat, tadi itu? Pegawai VeraCore memandangku dengan aneh,” keluhnya lagi.Arion tertawa kecil, suaranya yang lembut penuh kehangatan. "Mereka bukan memandangmu dengan aneh, tapi penuh rasa segan dan hormat.”“Sama saja!” Elara mencebik. “Semua terasa jadi canggung…”Arion mengulurkan tangan dan mengusap lembut rambut cokelat madu Elar
Pagi itu, kantor VeraCore riuh dengan bisikan-bisikan tak terelakkan.Pembicaraan tentang pesta megah yang diadakan oleh James Wayne semalam untuk memperkenalkan putri kandungnya, Elara Vivienne Wayne, tersebar di setiap sudut.Para pegawai, yang sebelumnya mengira Elara hanyalah seorang Business Analyst biasa, kini tak henti-hentinya membicarakan fakta mengejutkan bahwa dia adalah pewaris Wayne Group.Begitu Elara melangkah masuk ke ruangan tim Business Analyst, suasana langsung berubah hening.Faye dan Clara, yang biasanya paling keras bergosip dan menyindir Elara, tiba-tiba menunduk dalam-dalam, menghindari tatapan Elara.Mereka pura-pura sibuk dengan komputer mereka, mengetik cepat seolah ada pekerjaan mendesak yang harus diselesaikan.Elara melirik ke arah Susie dan Pati, yang duduk tidak jauh dari sana.Keduanya menaikkan bahu dan mengedipkan mata, memberi isyarat bahwa mereka mengerti apa yang sedang terjadi tanpa perlu menguca
Arion dan Elara melangkah keluar dari terminal bandara Sacramento dengan dikelilingi beberapa tim pengaman keluarga Ellworth yang berpakaian preman.Angin sore California yang sejuk menyambut mereka, membuat kedua sudut bibir Elara tertarik ke atas.Setelah beberapa bulan di Wisconsin, kembali ke tanah kelahiran terasa menenangkan.Keduanya kemudian memasuki mobil hitam yang sudah menunggu, dan tak lama mobil pun melaju di jalanan lengang menuju mansion Grand Haven.Arion melirik Elara di kursi sebelah, lalu bersuara dengan suara dalamnya, “Ara..”“Hm?”“Apa kau benar-benar masih ingin bekerja di VeraCore?”Elara mengangkat wajahnya dan menatap Arion.Pertanyaan itu sudah mereka bicarakan sebelumnya saat masih di Madison, namun entah mengapa suasana hati Arion tampak berat sejak itu.“Rion, kita sudah membahasnya sebelumnya,” jawab Elara pelan, mencoba menenangkan.A
Di ruang makan Grand Haven, suasana begitu formal dan dingin. Ruangan itu meskipun megah dan elegan, terasa dingin di bawah aura Arthur.Lampu-lampu kristal yang berkilau tidak bisa menghangatkan suasana. Udara terasa berat, seperti beban yang menekan siapa pun yang duduk di dalamnya.Setiap orang yang hadir merasakan jarak tak kasat mata yang tercipta oleh sikap dingin Arthur.Tidak ada canda, tidak ada tawa—hanya percakapan formal yang singkat, penuh kehati-hatian.Bahkan suara detak jam di dinding terasa lebih keras di tengah keheningan yang mencekam, seolah semua yang ada di ruangan itu tunduk pada aura dominan sang kepala keluarga.Sementara meja makan panjang yang terbuat dari kayu mahoni gelap dipenuhi oleh peralatan makan perak dan kristal yang berkilau di bawah cahaya lampu gantung besar.Lilin-lilin mewah ditempatkan di tengah meja, cahayanya gemerlap namun tidak mampu menghangatkan suasana.Arthur duduk di ujung meja, kursi paling besar yang menunjukkan posisinya sebagai kep
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e