Dentingan gelas terdengar. Orang-orang bersulang untuk nona kaya itu.Elara hanya memandang dari kejauhan dan mulai merasa ia lebih baik menyingkir dari keramaian itu dan mencari tempat nyaman untuk melakukan hal lainnya.Gadis berambut surai madu itu menuju halaman belakang kediaman May. Terdapat satu kolam renang di area tersebut dan masih ada sekumpulan kawan-kawan May di sana. Tapi setidaknya itu tidak terlalu ramai seperti di dalam sana.Hampir semua yang datang ke pesta May Shalya berebut mendekati Isabelle Goldwin --untuk menarik perhatian dan mencoba dekat dengan nona kaya itu.Tentu saja, itu semua demi relasi penting yang mungkin bisa mereka miliki dari seorang anggota keluarga Goldwin dari Sacramento yang kaya raya dan berkuasa.Elara tiba di satu meja, tidak jauh dari tepian kolam renang. Tangan kirinya yang membawa beberapa potong cheesecake turun --meletakkan piring kecil itu di atas meja. Sementara tangan kanannya tetap menggenggam gelas berisi anggur merah.Napasnya ter
Seruan lain pun terjadi begitu mendengar teriakan panik Jeanne. Namun tidak ada yang beranjak dari tempat mereka berdiri.Itu malam hari yang dingin.Masuk ke dalam air dengan udara seperti ini, sama saja mencari mati. Mereka semua tidak punya nyali sebesar itu untuk masuk ke dalam air yang bisa membekukan mereka.Di dalam kolam, Elara dengan panik menggerakkan tubuhnya sekuat tenaga. Berusaha untuk mencapai ke permukaan.Namun tak peduli berapa kali ia mencoba, berapa kuat ia mengeluarkan tenaganya, tubuhnya tidak kunjung bergerak ke atas. Yang terjadi justru sebaliknya, permukaan kolam renang terlihat semakin jauh dari gapaian tangannya.Entah berapa banyak air tertelan. Kerongkongannya sakit, tenggorokannya perih, mata terasa amat pedih untuk terbuka. Setiap sendi dalam tubuhnya mulai terserang rasa nyeri dari temperatur rendah dan dingin yang menggigit.Elara mulai putus asa.Gerakan tangannya kian lemah dan tepat ketika ia nyaris kehilangan kesadarannya, ia melihat seseorang menye
Kedua mata Jeanne melebar dan tak berkedip, dengan mulut membuka.“Bukankah itu… orangnya…” gumam Jeanne takjub.Sosok tinggi dengan tubuh proporsional masuk ke dalam ruang perawatan. Ia hanya melirik sekilas pada Jeanne dan langsung menghampiri brankar tempat Elara terbaring.“Bagaimana keadaanmu?”“Ah…” Jeanne lagi-lagi mengesah tanpa sadar.Suara pria itu begitu dalam dengan tekanan berat namun memberikan sensualitas tinggi. Padahal itu hanya dua kata simpel.“Arion..” Elara memandang bingung pada pria yang baru datang itu.Jeanne mengerjap lalu beralih cepat pada sahabatnya. “Kalian saling mengenal? Kau mengenal orang yang menyelamatkanmu ini?” Ia benar-benar terkejut.Semalam, saat Elara diangkat keluar dari kolam dan dibopong pria itu, Jeanne dengan panik mengikuti dan terus bertanya dengan berisik.Pria itu lalu mengatakan akan membawa Elara ke rumah sakit terdekat, untuk menghentikan Jeanne lebih panik.Jeanne tidak bisa melihat dengan jelas rupa pria itu, karena saat itu wajah
“Selamat menikmati sarapan Anda, Nona Muda,” Seorang pelayan hotel membungkuk setelah mengatur penataan peralatan makan dan juga hidangan mewah untuk sarapan Isabelle.Isabelle mengulurkan tangannya dengan lembut sambil tersenyum ramah pada pelayan itu.Sang pelayan mengambil uang dari tangan Isabelle dan matanya sedikit membesar begitu melihat lembaran dolar yang diberikan nona muda kaya itu pada dirinya.Nona muda kaya itu memberi lima kali lipat dari tips yang biasa diberikan tamu lainnya. Betapa murah hatinya!Buru-buru pelayan itu membungkuk hormat dan penuh terima kasih.“Tidak apa. Saya suka pelayanan mu sejak kemarin,” ujar Isabelle dengan senyum menawannya lagi.“Terima kasih, Nona. Jika Nona Muda memerlukan bantuan saya, Nona bisa panggil saya.”“Tentu. Saya akan mencarimu jika membutuhkan sesuatu,” Isabelle mengangguk dan pelayan itu pun keluar dari suite yang ia tempati.
“Sudah semua?”“Ya. Aku tidak membawa barang apapun. Bahkan tidak sadar saat dibawa ke sini,” Elara menjawab pertanyaan Jeanne.Jeanne merapikan pakaian kotor Elara dan memasukkannya ke dalam tas kecil milik Jeanne. Elara memang telah diizinkan untuk keluar rumah sakit, karena tidak ada luka serius.“Apa kau yakin tidak menginap dulu di tempatku?” Jeanne menawarkan lagi bantuan pada Elara. “Atau aku menginap di tempatmu?”“Itu tidak perlu, J. Aku akan baik-baik saja. Selain terlalu banyak menelan air lewat hidung, tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali,” tolak Elara.Mana bisa ia membiarkan Jeanne menginap di tempatnya tinggal sekarang? Untuk memberi tahu tempatnya pun Elara sungguh tak mau. Ia belum siap Jeanne mengetahui dirinya telah menikah.“Tetap saja aku khawatir, El. Kalau kau enggan tidur di tempatku, biar aku menemanimu. Ok?”“Tidak per--”“Tidak perlu. Aku yang akan mengawasinya.” Ucapan Elara terpotong oleh suara berat dan rendah Arion.Pria itu masuk ke dalam ruan
“Apa maksudmu?” Elara mengernyit kesal.Ia sudah tidak ingin berurusan lagi dengan Dianne. Ia belum membuat perhitungan dengan mantan sepupunya itu, tapi Dianne sudah menghampirinya lagi.Tidak akan ada hal baik jika berurusan dengan gadis satu ini.Begitulah pikiran Elara.Dan mungkin ini hanya akal-akalan Dianne lagi untuk melakukan membuatnya mengalami kondisi sial.“Sudah dua hari ini aku diikuti dan semalam aku dihadang oleh mereka! Lihat!” Dianne menunjukkan lebam di sekitar tangan lalu lehernya.“Mereka menarikku dan mencekik leherku!” Elara memang bisa melihat rona kebiruan di sekitar pergelangan tangan kiri Dianne juga di leher gadis mantan sepupu tirinya itu.“Sebentar,” Elara menyipitkan matanya. “Bagaimana kau tahu orang itu berhubungan denganku?”“Mereka menyebutkan soal pemukulan Henry sebelumnya! Yang membuat putra keluarga Wycl
Elara mematikan ponsel dan menyimpannya kembali ke saku celana.Ia bergegas menghentikan taksi yang terlihat di depan dan memasukinya dengan tergesa.“Chiltern Road Pak,” tukas Elara begitu duduk di jok belakang supir.Taksi pun berlalu dengan kecepatan standar.Elara menghela napas dan melirik jam tangan. Ia lalu menyandarkan kepalanya. Semalam ia sengaja pulang larut, menghabiskan waktu di tempat Jeanne.Namun saat ia pulang, Arion ternyata belum kembali. Ia memang ingin menghindar dari Arion, sebelum ia bertemu Dianne dan mencari tahu soal kecelakaan neneknya tempo hari.Entah jam berapa, Elara mendengar Arion kembali ke apartemen dan itu sudah sangat larut. Ia memang mendengar suara ketukan di pintu kamarnya, namun Elara sengaja tidak menjawab.Arion pun kembali ke kamar, menyangka Elara telah terlelap.Pagi tadi, sebelum Elara keluar kamar, ia mendengar ketukan lainnya di pintu. Namun lagi-lagi Elara berpura ma
“Kenapa diam?” Rahang Elara terlihat mengeras.“Aku tidak ada kaitannya dengan itu.” Arion menjawab Elara. Nadanya masih terdengar santai --meski tubuhnya juga masih menegang.“Katakan dengan terus terang. Apa kau menipuku?”Arion tidak langsung menjawab. Ia berjalan melalui Elara dan duduk di sofa.“Jawab aku! Apa kau menipuku?!”Arion mengabaikan Elara. Tubuhnya yang bergerak karena beberapa langkah yang ia ambil, menjadikan pria tampan itu sedikit melepas ketegangan.“Kita bicara sambil duduk,” ujar Arion lalu menepuk bantalan sofa di sampingnya.Dengan enggan Elara mendekat, namun ia tidak duduk di samping Arion, melainkan mengambil tempat di sofa tunggal di sebelah sofa yang ditempati pria tampan tersebut.“Jarakmu terlalu jauh,” Arion sempat menggoda.Namun Elara tidak mengendurkan tatapan tajamnya pada sang pria. “Jawab saja pertanyaanku
Aveline menjerit keras, suaranya memenuhi lorong sempit yang hanya diterangi lampu jalanan buram.Tubuhnya gemetar saat sebuah tangan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya."Apa maksudnya ini?!" Aveline berteriak lagi, mencoba melawan, tapi tak ada yang mendengarnya.Udara malam yang dingin membuatnya semakin waspada, namun pria di depannya begitu cepat.Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, bibirnya langsung tertutup oleh sesuatu yang hangat dan mendesak—bibir pria yang kini mencengkeramnya erat.Aveline meronta-ronta, hatinya dipenuhi kepanikan.Tubuhnya kaku saat pria itu memeluknya dengan kuat, membuka jaket kulit hitamnya seolah bersiap melakukan sesuatu yang lebih buruk.Mata Aveline melebar ketakutan.‘Tidak mungkin,’ pikirnya, ‘Apakah dia akan memperkosaku?’Ia semakin panik, berusaha membebaskan diri dari genggaman pria itu.Namun, pria itu begitu kuat.Semua tenaga Aveline seolah menguap, terjebak dalam dekapannya yang erat.Lalu, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.Sekelo
Langit sore yang kemerahan menyelimuti San Francisco Bay, tempat di mana sebagian besar kehidupan cinta sepasang insan berkisah.Suara ombak yang berdeburan pelan di pantai menciptakan melodi yang damai, selaras dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu lembut permukaan laut.Elara berdiri di ujung dermaga kayu, menatap cakrawala yang tampak tanpa batas, tempat di mana langit bertemu lautan.Matanya menerawang, namun wajahnya kini memancarkan ketenangan yang baru.Dalam dekapan hangatnya, bayi kecil mereka terlelap, wajahnya damai seperti ibunya.Sudah lama sejak pertarungan hidup dan mati di acara peresmian Imera Sky Tower, dan sejak saat itu, kehidupan Elara dan Arion berubah drastis.Banyak hal yang telah dilalui—pengkhianatan, luka, cinta yang terlupakan dan kemudian dipulihkan.Namun hari ini, di bawah cahaya senja yang lembut, semuanya terasa sempurna.Tiba-tiba, langkah kaki yang berat namun mantap terdengar dari belakangnya.Elara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.A
Arion duduk di ujung ranjang, pandangannya terpaku pada sosok mungil yang ada dalam dekapannya.Bayi perempuan itu terlelap dengan tenang, tubuhnya begitu kecil dan lembut seperti boneka porselen.Pipinya yang kemerahan tampak menggemaskan, kulitnya sehalus sutra dengan bulu-bulu halus yang masih tersisa di atas kepalanya.Mata bayi itu masih tertutup, namun ketika sempat terbuka sesaat, Arion melihat dengan jelas iris matanya yang kelabu, warna yang sama seperti miliknya—sebuah tanda tak terbantahkan bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.Bibir kecilnya bergerak perlahan, seakan sedang menghisap udara, dan tangannya yang mungil mengepal erat, menggenggam sepotong kain selimut.Arion tersenyum kecil, hatinya penuh dengan rasa takjub yang tak pernah ia sanggup perkirakan sebelumnya.Di dalam ruangan itu, hanya suara napas lembut bayi perempuannya yang terdengar, membuatnya seperti terhanyut dalam keajaiban kecil yang ia pegang.Sudah lebih dari setengah jam, namun Arion tak bisa melepa
Arion mengangguk pelan, melanjutkan penjelasannya. “Selama aku menjalankan peranku sebagai The Draven, orang itu mengambil peran menjadi diriku, Arion Ellworth. Sehingga tidak ada yang curiga. Kecelakaan di Sunol itu terjadi pada doppelganger-ku.”Elara terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. “Jadi... orang itu? Apakah dia tewas dalam kecelakaan itu? Bagaimana aku bisa membedakan kalian? Bagaimana jika suatu saat aku salah mengenali orang itu sebagai dirimu?”Arion tersenyum melihat kepanikan sang istri. “Jangan khawatir, Honey. Orang itu berhasil selamat oleh orang-orangku. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip denganku. Hanya postur tubuh dan perilakunya yang serupa. Aku membuatnya menjalani operasi plastik untuk mengubah beberapa bagian, seperti rahang dan hidung saja. Namun, saat dia menjalankan peran sebagai aku, dia menggunakan prosthetic mask yang dibuat menyerupai wajahku.”Elara memandang Arion, dengan sorot kompleks. “Astaga… sampai seperti itu kau m
Elara dan Arion berdiri di tengah keheningan, menghadap sebuah makam dengan batu nisan marmer yang megah. Di atasnya terukir dengan indah: Imelda Ellworth. Satu buket mawar putih mewah yang segar ditempatkan rapi di atas pusara, memberikan sentuhan penuh penghormatan. Pemakaman ini, yang terletak di Cypress Lawn Memorial Park, San Francisco—tempat peristirahatan terakhir para keluarga kaya dan terpandang—dikelilingi oleh pohon-pohon ek yang menjulang tinggi. Jalanan berkerikil putih menghubungkan setiap makam, dan di kejauhan terlihat pemandangan laut yang tenang, menambah suasana damai nan elegan. Udara pagi terasa sejuk, disertai suara angin yang membelai lembut pepohonan. Elara memandang ke sekeliling area pemakaman yang tampak megah, penuh dengan nisan-nisan yang terbuat dari batu marmer putih dan hitam. Di antara semua itu, nisan Imelda berdiri sebagai salah satu yang paling indah, seperti sebuah karya seni yang mencerminkan kehidupan seseorang yang telah meninggalkan jejak
Arthur Ellworth, atau Clay Mallory, kini duduk di sudut sel gelap penjara federal, matanya kosong menatap dinding dingin yang tak lagi bergema dengan wibawa yang pernah ia miliki.Hanya bayangan suram yang tersisa, menggantung di antara kesadaran dan kehancuran. Di penjara ini, waktu seolah-olah melambat, setiap detik menjadi siksaan yang tidak berujung.Hari ini, seorang penjaga penjara menghampiri pintu selnya.Wajah penjaga itu datar, tidak ada belas kasihan, tidak ada penghormatan.Hanya secarik kertas yang dilempar ke lantai di depan Arthur, yang langsung mengenal lambang Ellworth di atasnya.Tangannya yang dulu perkasa sekarang gemetar ketika meraih kertas itu.Di dalamnya, satu pesan singkat yang menghantamnya dengan kejam: "Semua aset, kekayaan, dan perusahaan yang pernah kau curi telah dikembalikan kepada pemiliknya yang sah—Aiden Ellworth."Arthur meremas kertas itu dengan tangannya yang gemetar, rasa panas menjalar da
Markas utama di San Bernardino tampak penuh ketegangan. Di ruang pertemuan besar, cahaya lampu gantung memantul di atas meja panjang tempat para eksekutif utama The Draven berkumpul. Ketiga Executor—Albert, Isaac, dan Samuel—duduk di posisi masing-masing, menatap sosok Arion Ellworth, pria yang selama ini mereka kenal sebagai The Draven, pemimpin mereka yang tak terbantahkan. Samuel, Executor wilayah San Jose, adalah pria bertubuh tegap dengan garis wajah tegas. Rambutnya mulai memutih, namun sorot matanya masih tajam, mencerminkan kekuatan dan ketenangan yang ia bawa selama bertahun-tahun memimpin wilayahnya. Isaac, Executor wilayah Mount Horeb, Wisconsin, berbeda. Tubuhnya ramping, wajahnya lebih halus, tetapi matanya menyiratkan kejeniusan yang sering kali tersembunyi di balik sikapnya yang tenang. Ia terkenal sebagai ‘otak cadangan’ di balik banyak rencana besar yang berhasil dijalankan The Draven. Albert, Executor wilayah San Bernardino, adalah yang termuda. Dengan rahang pers
Aiden tersenyum tipis, sebuah senyuman yang mengandung ketegasan, bahkan ancaman halus di baliknya.“The Orcus bukan ancaman bagi pemerintah. Kami tidak pernah bergerak melawan kalian, Donovan. Jika ada yang perlu kau pahami, ketahuilah ini: The Orcus hanya berurusan dengan mereka yang mengincar kami atau mereka yang berada dalam wilayah kami. Kami adalah perisai, bukan pedang.”Donovan menatapnya, tak sepenuhnya yakin apakah pernyataan itu adalah bentuk pembelaan atau manipulasi.Aiden melanjutkan, kali ini dengan suara yang lebih dalam dan penuh makna. “The Orcus tidak akan pernah menjadi ancaman bagi pemerintah Amerika Serikat… kecuali, jika pemerintah membuat kami tidak punya pilihan lain.”Kalimat itu menggantung di udara, begitu dingin dan tajam seperti bilah pedang yang tersembunyi di balik kata-kata.Donovan tahu, ini bukan ancaman langsung, tapi sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan.Aiden sangat c
Matahari pagi yang hangat menyinari kamar tidur mewah di mana Elara sedang berdiri, merapikan dasi Arion dengan penuh perhatian.Arion Ellworth, dengan tubuh tegapnya dan postur sempurna, tampak gagah dalam setelan formal berwarna gelap yang membingkai fisiknya dengan sempurna.Mata kelabu pria itu berkilauan, menambah kesan misterius sekaligus memikat.Ketampanannya terasa tak terbantahkan, membuat Elara sejenak terpana, seperti kembali mengenang saat pertama kali bertemu dengannya.Arion telah kembali ke wujud lamanya—kuat, berwibawa, dan penuh energi—setelah beberapa bulan melemah akibat Couvade Syndrome.Selama sekitar 4 bulan, pria yang biasanya tegas dan tak tergoyahkan ini harus terkapar karena gejala kehamilan palsu yang dialaminya.Namun, kini di bulan kelima kehamilan Elara, semua gejala itu telah sirna.Tidak ada lagi mual, muntah, atau kelelahan yang membebani Arion. Dia kembali pada dirinya yang dulu, dengan e