"Harum sekali, beruntung Aku sebelum pulang ke sini sempat membeli sekotak teh kesukaanku di Jakarta, kalau tidak akan sangat sulit sekali untuk mendapatkannya di sini karena teh ini hanya di jual di perkotaan saja," kata Milla kepada dirinya sendiri merasa bangga pada keputusan awalnya membeli teh di Jakarta. Gadis itu duduk dan menaruh tehnya perlahan di meja makan, di sana sudah ada toples berisi camilan yang berisi tinggal separuh. Milla menghirup teh manisnya dan menikmati perasaan hangat yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnya. Dia lalu membuka toples camilan dan memakannya secara perlahan sambil kembali menghirup teh hangatnya. Selesai minum teh dan ngemil, Milla bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan memulai aktifitasnya kembali. Udara pagi masih terasa segar dan bersih ketika Milla keluar dari pondoknya. Gadis itu melihat sinar matahari memantul dari genangan air dan embun di pepohonan yang memberikan efek berkilauan dan sangat in
Sudah jadi perjanjian antara Milla dan tukang kebun bahwa jam dua belas sampai jam dua siang itu adalah waktu istirahat bagi tukang kebun agar mereka memiliki waktu yang cukup untuk makan siang dan melakukan ibadah. Perlahan Eddy mendekati gadis yang sedang termenung itu. 'Apa yang Dia pikirkan sampai tidak menyadari kehadiranku? Dasar gadis sembrono bagaimana kalau yang berada di belakangnya sekarang adalah orang jahat?' pikir Eddy sambil ikut menatap ke arah mana Milla menatap. Tidak ada yang bisa dilihat selain tanah kosong melompong di bekas taman mawar milik almarhum ibunya. 'Apakah Dia sedang melamun? Apa yang dilamunkannya?' pikir Eddy sambil mengerutkan alisnya tidak mengerti. "Apa yang sedang Kamu pikirkan dengan ekspresi wajah yang seperti itu?" Tiba-tiba suara Eddy yang berat mengejutkan Milla yang sedang termenung. Milla menepuk dadanya untuk menghilangkan efek kaget yang diberikan akibat teguran mendadak Eddy dari arah belakangnya. Gadis itu lalu membalikkan badanny
Ini adalah pengalaman baru baginya. Selama ini Eddy sama sekali tidak pernah merasakan perasaan seperti yang dialaminya sekarang. 'Apakah perasaan ini yang dinamakan jatuh cinta? Apakah mungkin Aku jatuh cinta pada gadis yang saat ini ada di hadapanku ini? Kami baru saja bertemu, apakah mungkin untuk cinta pada pandangan pertama?' tanya Eddy dalam hati bingung. Dia merasakan manis, bahagia dengan jantung yang berdebar kencang serta ada perasaan seperti naik turun yang membuatnya senang berada di dekat Milla. Dia merasa seperti sedang menghadapi sebuah tantangan dan masih banyak perasaan-perasaan baru yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan saat berhadapan dengan gadis lainnya. "Bagaimana perasaan Kamu memakai pakaian yang sama denganku?" tanya Eddy berusaha mengalihkan perasaan campur aduknya dengan mengajak Milla berbicara. "Hanya sedikit aneh, kenapa bisa benar-benar sama," sahut Milla sambil mengamati kembali cara berpakaian Eddy. "Tapi ada yang membedakan," kata Eddy sambil
"Kenapa tidak disamakan saja dengan yang sebelumnya?" tanya Eddy bingung. Mengapa hal remeh seperti itu sampai membuat gadis di sampingnya mengerutkan kening dan berpikir dengan sangat keras seperti sedang ujian. "Tanah di sini sudah tidak subur lagi untuk bisa ditanami bunga mawar karena mereka mudah sekali rapuh dan pertumbuhan mereka juga tergantung pada cuaca," jelas gadis itu sambil menghembuskan napas kencang merasa sangat menyayangkan terjadinya hal tersebut. Milla merasa tidak mungkin untuk menanami tanah pekarangan vila dengan tanaman bunga mawar lagi karena itu akan sangat merepotkan sekali. Dia dan para tukang akan memerlukan waktu ekstra untuk membalik tanah dan memupuknya terlebih dahulu agar tanah itu kembali menjadi subur seperti sediakala, barulah tanaman bunga mawar bisa ditanam kembali di tanah tersebut. "Aku heran setelah mendengar penjelasan Kamu, menanam bunga mawar itu sepertinya rumit sekali tapi anehnya mengapa banyak sekali wanita yang tergila-gila untuk
"Apakah Aku terlihat bercanda? Bagaimana kalau Kamu datang ke pondok ku dan melihat sendiri bagaimana tanaman rumput itu menghiasinya," kata Milla sambil terus menatap lahan kosong di depannya. Eddy terdiam. Kalau sampai dipakai untuk menghias rumah berarti gadis di sampingnya ini benar-benar penggemar rumput liar sejati. Eddy menggaruk kepalanya bingung tidak tahu harus berkata apa, ini sangat aneh, oke? Baru kali ini dia mendengar ada seorang gadis mengaku menyukai rumput liar. "Aku hanya berpikir kalau warna hijau mereka itu menyejukkan mata, mereka tidak mudah rusak dan sangat mudah untuk dipelihara," kata Milla dengan tatapan mata kosong. "Apakah Kamu tidak menyukai tanaman lain? Ayolah ini sangat aneh, oke? Apa yang terjadi jika seluruh rumah luar dan dalam Kamu hias dengan rumput liar?" tanya Eddy bingung. "....." "Kemudian juga bagaimana pacar Kamu, suami Kamu nantinya jika ingin menghadiahi Kamu bunga?" tanya Eddy lagi. "Mereka bisa memberikan rumput yang dihias dengan
"Kalau Kamu tidak ingin vila ini Aku tanami rumput liar maka sumbangkan ide mu soal tanaman bunga yang bagus!" ancam Milla kesal karena dia merasa Eddy seperti sedang menertawakan kesukaannya pada tanaman rumput liar. Apa buruknya menyukai tanaman rumput liar? Milla benar-benar tidak mengerti kenapa semua orang akan merasa aneh pada kegemarannya yang satu ini. Perasaan ditertawakan membuat gadis itu merasa tidak nyaman hingga tanpa sadar dia memasang wajah cemberut dan kesal. "Kalau menurut Kamu menanam mawar sesulit itu maka ganti saja dengan tanaman bunga yang lain, Aku terlalu sibuk untuk mengurusi tanaman bunga yang membutuhkan perhatian ekstra," sahut Eddy cepat. Dia benar-benar merasa takut ketika mendengar ancaman gadis di sampingnya yang berkata jika tidak dapat membantu ide tanaman bunga yang cocok maka dia akan menanam rumput liar sebagai ganti tanaman bunga mawar di halaman vila miliknya. "Aku juga sedang mempertimbangkannya dan menyesuaikan dengan kesibukanmu, itu sebab
"Apakah Kamu sadar dengan apa yang Kamu katakan barusan?" tanya Milla tidak habis pikir. Tadinya Milla berpikir orang tampan seperti Eddy pasti memiliki selera yang bagus soal penataan dan keindahan, itu sebabnya dia bertanya tentang tanaman apa yang cocok untuk halaman vila. Siapa sangka jawaban pria ini pada akhirnya malah membuat Milla ingin muntah darah karena kesal. Baginya ucapan Eddy itu benar-benar tidak masuk akal, bagaimana mungkin halaman yang sangat luas seperti ini hanya diplester? Itu penghinaan atas keindahan dan estetika, oke? Tidak sekalian saja dia bikin lapangan basket atau tenis itu masih lebih baik dari pada hanya diplester semen. Itu sungguh tidak terbayangkan bagi Milla dan sejaligus merupakan penghinaan serius terhadap profesinya sebagai arsitek. "Ya mau bagaimana lagi? Bukankah semua tanaman menurut Kamu sulit untuk dirawat dan Kamu sendiri tahu Aku tidak ada waktu untuk mengurusnya!" kata Eddy cuek. Dia memang tidak merasa penting untuk bolak balik mem
"Ngomong-ngomong, kenapa Aku jadi merasa kita seperti pasangan suami istri yang sedang ribut membahas masalah rumah masa depan yang nantinya akan ditempati bersama-sama ya?" tanya Eddy sambil mengusap dagunya dan menatap Milla jahil. Apa yang dikatakan Eddy tidak salah, cara mereka saling adu pendapat soal tanaman bunga lebih mirip pasangan pengantin baru dari pada arsitek dengan kliennya. Mendengar kata-kata Eddy wajah Milla langsung merah merona karena malu. Milla merutuk dalam hati, kenapa pemuda di sampingnya ini pandai sekali membuatnya malu dan jengah. 'Dia berbeda sekali dengan Shasha, kepribadian mereka sangat bertolak belakang sekali,' keluh Milla dalam hati sambil melirik pemuda yang ada di sampingnya itu diam diam. Padahal, awal dia mengenal pemuda ini Milla mengira Eddy adalah sosok yang kalem seperti Shasha namun, waktu membuktikan bahwa dugaannya selama ini ternyata sangat salah. Mungkin itu sebabnya kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari sampul luarnya saja.
Namun, semua itu berusaha ditepis olehnya karena rasanya tidak mungkin kalau salah satu di antara mereka mandul ... baik dirinya dan Eddy, mereka berdua benar-benar sehat dan bugar."Para tetua di keluarga suamiku mengatakan kalau kita kebanyakan melakukan hubungan suami istri kabarnya bisa membatalkan pembuahan," kata Nining seolah bisa membaca pikiran Milla."Ah! Benarkah?" tanya Milla membelalakkan matanya terkejut.Apakah dia lama tidak hamil karena dirinya dan Eddy terlalu banyak berhubungan? 'Jika benar seperti itu, Aku harus mengingatkan Eddy agar lebih menahan diri,' tekad Milla dalam hati.Mungkin mereka harus puasa selama beberapa hari dulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Nining tidak tahu kalau informasi yang dia katakan kepada Milla itu pada akhirnya akan membuat Milla menyiksa suaminya sendiri dengan menyuruhnya menahan.Sikap Milla yang selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri benar-benar membuat Eddy kacau.Semua orang di kantor terkena imbasnya t
"Tante?" potong Eddy bertanya heran.Dia cemberut mengingat Sinta. Apakah wanita itu yang melaporkan dirinya dan Milla?"Iya, Dia mengaku sebagai Tante dari Nona Milla, Dia bilang Dia adik dari papanya Nona Milla.""Ck! Wanita itu hampir ditangkap polisi karena mengaku-ngaku sebagai kerabat istriku sementara istriku sama sekali tidak mengenalnya dan Dia juga tidak memilki bukti yang menunjukkan kalau Dia benar-benar adik dari almarhum papa mertuaku.""Jadi Dia penipu?" "Iya, istriku tinggal di sini sejak lahir dan orang yang mengaku kerabat itu sama sekali tidak pernah muncul bahkan di hari pemakaman kedua orang tua istriku ... Entah apa ide yang ada di dalam pikiran wanita itu hingga tiba-tiba datang ke sini dan mengaku sebagai Tante istriku.""Maaf, Kami benar-benar tidak tahu kalau wanita itu adalah seorang penipu.""Tidak apa, Aku dan istriku memang baru saja menikah dan belum sempat membuat acara pesta ... kejadian ini mengingatkan kami untuk segera menggelar acara pesta agar ti
"Maaf ini hanya kesalahpahaman semata, kami mengakui orang yang salah ... kami akan pergi dari sini sekarang juga," katanya sambil memegang tangan Sinta dan Leni, bersiap untuk berlalu dari tempat itu."Apakah anda ingin meneruskan kasus ini?" tanya polisi kepada Eddy."Kalau mereka tetap bersikeras, Aku akan meneruskan masalah ini hingga ke meja hijau," kata Eddy mendominasi."Tidak! ... kami tidak akan lama-lama di sini, sekarang juga kami akan pamit," kata Romy tegas. "Jaga dirimu baik-baik," katanya lagi kepada Milla.Eddy dan Milla hanya memutar bola matanya bosan. Apakah sudah tidak terlambat untuk mengkhawatirkan Milla? Kemana saja mereka selama ini?"Jangan mengkhawatirkan istriku, Aku lebih tau cara menjaganya ketimbang orang-orang yang mengaku sebagai kerabatnya seperti kalian!" kata Eddy sinis.Romy mengakui kebenaran kata-kata Eddy, tanpa banyak kata dia meninggalkan tempat tersebut dengan membawa istri dan anaknya di kedua tangannya."Apakah ada yang lain yang bisa kami
"Ck! Sepertinya mereka tidak akan mau pergi secara sukarela," kata Eddy kepada Milla tidak bisa menyembunyikan nada sinis dalam suaranya."Sepertinya begitu, apakah Kamu punya ide?" tanya Milla serius."Aku akan menelepon polisi untuk mengeluarkan mereka dari sini."Eddy mengambil ponselnya dari kantong."Stop! Jangan menelepon polisi, kami akan keluar sekarang juga," kata Romy berusaha mencegah Eddy menghubungi polisi.Jika Meraka sampai di usir dengan menggunakan aparat itu pasti akan sangat memalukan sekali.Walaupun dirinya hanya pengusaha kecil tapi ini semua menyangkut nama baiknya, apa kata klien dan koleganya jika dia bersama keluarganya sampai diusir dengan tidak hormat dari vila keponakannya sendiri?"Pa!"Sinta dan Leni memprotes kata-kata Romy dengan nada tidak puas."Apa? Apa kalian ingin diangkut oleh pihak kepolisian karena tidak mau keluar dari sini?" tanya Romy melotot kesal."Dia tidak akan berani, itu hanya ancaman, bagaimanapun Aku tante kandungnya, apa kata tetang
Leni yang terlalu yakin pada kemampuannya sendiri sama sekali tidak menyadari kalau dia benar-benar tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk merebut Eddy dari Milla karena sepupunya itu tidak akan pernah membiarkan dia tinggal di vila miliknya.Eddy sendiri sebagai targetnya merasa sangat muak dan jijik mendapati tatapan Leni kepada dirinya. Selain Milla di mata Eddy semua perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki.Dia benar-benar tidak menyukai wanita yang mengaku sebagai sepupu istrinya ini."Milla sayang, bolehkah kami menginap di sini barang seminggu dua Minggu? Tante tahu Kamu tidak mengingat kami tapi siapa tahu dengan menginapnya kami di sini Kamu akan kembali mengingat kami," bujuk Sinta tanpa malu-malu.Eddy cemberut mendengar keluarga istrinya yang entah datang dari mana ini meminta tinggal di vila yang telah diberikannya kepada Milla.Dia menoleh ke arah istrinya untuk melihat keputusan apa yang akan diambil olehnya saat ini. Walaupun dirinya tidak menyukai keluarga
Milla dan Eddy kembali ke vila dan menemui orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Milla."Ah! Milla ... syukurlah Nak, Kamu sehat-sehat saja ...."Milla mengerutkan kening ketika wanita setengah baya yang datang ke rumahnya dengan penuh semangat memeluk dirinya.Eddy melepaskan Milla dari pelukan wanita tersebut dan membiarkannya berada di belakang dirinya."Siapa Kamu?" tanya Eddy tanpa membunyikan rasa tidak sukanya."Aku tantenya ... Milla ini Tante sayang, masa Kamu lupa sama Tante Sinta," kata wanita setengah baya itu dengan nada mengeluh sedih."Tante?" tanya Eddy sambil mengangkat sebelah alisnya.Eddy menoleh ke arah istrinya dan melihat Milla tampak tidak bergeming ataupun mengakui kalau dia mengenal wanita yang mengaku bernama Sinta tersebut."Iya, Aku adik Papa Milla ... lalu siapa Kamu?" tanya Sinta sambil menatap Eddy serius.Sinta merasa pria muda yang berbicara dengannya ini sepertinya bukan pria biasa-biasa saja. Auranya benar-benar membuat Sinta harus berpikir ber
Milla rasanya ingin memukul Eddy untuk keinginan yang tidak pernah ada habisnya itu. Namun, selalu saja dia menjadi luluh ketika suaminya mengeluh pusing jika tidak dapat melepaskan seluruh hasratnya kepada Milla. Beberapa jam kemudian pondok itu kembali dipenuhi suara-suara ambigu dari pergulatan musim semi Milla dan Eddy. Milla rasanya ingin pingsan saja dari pada terus merasakan kegembiraan suaminya yang tidak pernah ada puasnya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu pondok, Milla mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari cengkraman suaminya. "Ada orang!" kata Milla sambil mendorong Eddy. "Biarkan!" kata Eddy tidak peduli dan meneruskan kegiatannya memegangi Milla. "Tidak! Bagaimana kalau itu penting? ... Ahh!" kata Milla terbata-bata di sela serangan Eddy pada titik-titik sensitifnya. "Bu Milla, Pak Eddy! Permisi ... apakah kalian ada di dalam? Di vila utama ada kerabat Bu Milla yang ingin bertemu!" kata tukang taman dari luar pondok. Eddy dan Milla menghenti
Tidak lama kemudian dari arah kamar mandi terdengar suara-suara yang membuat telinga siapapun memerah. Milla merasa hampir pingsan karena harus merasakan serangan suaminya dengan berbagai posisi yang membuat wajahnya memerah karena malu. Milla sampai ke puncak dengan tubuhnya yang bergetar hebat sementara Eddy masih dengan telaten membersihkannya. Malam ini terasa sangat melelahkan bagi Milla dan terasa sangat panjang karena suaminya sama sekali tidak ingin melepaskannya sedikitpun. Setelah dari kamar mandi, Eddy bukannya berhenti malah melanjutkan kembali kegiatan musim semi mereka di atas tempat tidur hingga membuat Milla mengeluh dan memprotes karena tidak tahan lagi terus menerus diombang ambingkan oleh suaminya. "Sudah cukup ...," keluh mila tanpa daya. "Sekali lagi ...." "Kamu pendusta!" kata Milla mengeratkan gigi grahamnya kesal karena Eddy terus berkata sekali lagi dan lagi. Eddy baru benar-benar melepaskan Milla setelah dirinya merasa puas. Dia menatap istrinya yang p
Milla yang kekurangan kasih sayang keluarga merasa hidupnya kini sangat penuh dan bahagia karena Eddy pria yang dicintainya, ternyata sangat mencintainya juga. Sekarang mereka telah menikah, salahkah jika Milla masih belum ingin berbagi kasih sayang suaminya dengan yang namanya anak? Sekalipun itu adalah anak kandungnya sendiri. Dia ingin ketika dia hamil dan melahirkan nanti, dirinya sudah benar-benar siap untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Untuk saat ini dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Eddy tanpa gangguan siapa pun. Jika mereka memiliki anak, pasti perhatian dan kasih sayang mereka akan terpecah menjadi dua, antara pasangan dan anak-anak mereka. "Bolehkah jika Aku ingin menunda untuk memiliki anak?" tanya Milla kepada Eddy. "Mengapa?" tanya Eddy tidak mengerti. Bukankah setiap perempuan biasanya setelah menikah ingin cepat-cepat memiliki anak? Mengapa Milla malah ingin menundanya? Eddy benar-benar tidak mengerti mengapa istrinya ini ingi