"Ngomong-ngomong, kenapa Aku jadi merasa kita seperti pasangan suami istri yang sedang ribut membahas masalah rumah masa depan yang nantinya akan ditempati bersama-sama ya?" tanya Eddy sambil mengusap dagunya dan menatap Milla jahil. Apa yang dikatakan Eddy tidak salah, cara mereka saling adu pendapat soal tanaman bunga lebih mirip pasangan pengantin baru dari pada arsitek dengan kliennya. Mendengar kata-kata Eddy wajah Milla langsung merah merona karena malu. Milla merutuk dalam hati, kenapa pemuda di sampingnya ini pandai sekali membuatnya malu dan jengah. 'Dia berbeda sekali dengan Shasha, kepribadian mereka sangat bertolak belakang sekali,' keluh Milla dalam hati sambil melirik pemuda yang ada di sampingnya itu diam diam. Padahal, awal dia mengenal pemuda ini Milla mengira Eddy adalah sosok yang kalem seperti Shasha namun, waktu membuktikan bahwa dugaannya selama ini ternyata sangat salah. Mungkin itu sebabnya kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari sampul luarnya saja.
"Kita mungkin bisa melihat-lihat vila yang ada di sekitar sini dan menjadikannya sebagai referensi tanaman apa yang biasanya ditanam oleh pemilik villa lain," saran Eddy. Selain vila miliknya memang terdapat juga beberapa vila lain yang merupakan milik beberapa artis dan pengusaha ibukota, bangunan vila mereka tidak kalah indah dengan vila milik orang tuanya. Eddy ingat dulu dia sering mendengar ibunya mengeluh bahwa mawar langka yang dia lihat di pelelangan ternyata sudah dibeli oleh tetangga mereka yang juga penggila mawar. "Tidak, kita tidak harus mengikuti mereka, akan lebih bagus jika vila ini berbeda dari yang lain, sehingga vila ini memiliki keunikannya tersendiri," kata Milla sambil menengadahkan wajahnya menatap langit yang mulai meredup tidak seterik sebelumnya. Mila memang tidak tertarik untuk mencontek hasil kerja arsitek lain yang menangani vila di sekitar vila milik Eddy, baginya lebih baik bekerja sesuai kemampuannya saja tidak perlu mencontek hasil kerja orang lain,
Suasana di antara mereka menjadi canggung dan kikuk. Milla mengalihkan pandangannya pada jalan di depannya. Dia bergegas menuju pondokannya sambil berusaha menetralkan perasaan gelisah dan jantungnya yang berdebar-debar. "Gila, debaran ini lebih parah dari ketika Aku mengikuti lomba lari estafet di sekolah," kata Milla sambil berpegangan pada sandaran kursi. Milla sadar ada yang tidak beres antara dirinya dan Eddy. Kadang gadis itu juga berpikir mengapa dia selalu berdebar-debar jika berada di dekat Eddy, padahal ketika pacaran dengan mantannya, dia tidak pernah merasakan debaran yang sama seperti ini. "Aku kenapa sebenarnya? Apakah Aku jatuh cinta pada Eddy? Tapi kenapa rasanya seperti ini? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya," gumam Milla lebih seperti sebuah keluhan. Milla memutuskan untuk menepis semua perasaan itu karena tidak ada baiknya jatuh cinta kepada anak majikan, walaupun sekarang majikannya sudah meninggal dan ayahnya pun demikian tapi tetap saja predikat anak maj
Milla merasa heran dengan sikap Eddy yang tidak jelas itu. Dia jadi merasa gelisah sendiri. Di dalam hati dia bertanya-tanya apakah dia telah jatuh cinta kepada Eddy? Apakah Eddy juga merasakan hal yang sama? Milla menggelengkan kepalanya untuk mengusir semua pertanyaan ambigu di dalam kepalanya. Gadis itu melangkah mendekati para tukang dan mulai memeriksa hasil pekerjaan mereka. Milla merasa sangat puas sekali, karena para tukang tersebut mengerjakan sesuai plan yang dia berikan. Milla tersenyum cerah dan mengucapkan terimakasih kepada para tukang atas kerja sama yang baik di antara mereka. Besok mereka hanya tinggal merapikan dan memperbaiki pancuran yang sudah lama berada di taman dan terbengkalai itu. Merasa telah melakukan tugasnya dengan baik dan jam kerja yang telah usai, para tukang itu pun memutuskan untuk pulang, mereka satu persatu berpamitan kepada Milla dan menyetujui untuk datang kembali esok harinya untuk menyelesaikan sisa pekerjaan mereka. Setelah para tukang perg
'Tidak! Ini tidak benar! Ini benar-benar aneh,' pikir Eddy sambil memegang dadanya. Eddy tidak percaya dia bisa secepat itu jatuh cinta pada seorang wanita. Lucunya wanita itu baru saja dikenalnya. Walaupun mereka sama-sama dilahirkan di vila ini, Eddy merasa dirinya bukanlah pria flamboyan nan romantis, jadi tidak mungkin dia jatuh cinta secepat ini pada lawan jenisnya termasuk Milla. "Aku harus menjaga jarak darinya, ini benar-benar bukan hal yang baik, terlebih buat kesehatan jantungku," gumam Eddy memutuskan. Baru kali ini Eddy merasakan hal yang seperti ini. Bahkan di hadapan tunangannya pun dia tidak pernah seperti ini. Tidak pernah ada debaran keras dan rasa seperti naik turun yang membuat jantungnya seperti tidak sehat ketika dia bertemu Nining. Pemuda itu merasa sejak bertemu Milla banyak sekali perubahan yang terjadi pada dirinya termasuk sikapnya. Kapan dia suka menggoda wanita? Hingga setua ini Eddy tidak ingat kalau dirinya pernah menggoda seorang wanita. Namun, en
Eddy akhirnya sadar dia jelas telah jatuh hati kepada Milla. Bagaimanapun dia menolaknya, tetap saja perasaan itu menghantuinya dan tidak dapat ditolak. Pemuda itu jadi merasa tidak enak makan dan tidak enak tidur ketika memikirkan apakah perasaannya ini adalah suatu hal yang mungkin sedangkan dia dan Milla sama-sama memiliki trauma yang mendalam tentang masa lalu. "Apa sebenarnya keistimewaan gadis itu? Apa keistimewaan Milla? Hingga Aku dibuat pontang panting seperti saat ini?" gumam Eddy merasa tidak habis pikir menghadapi perasaannya saat ini. Dari sekian banyak wanita kenapa hanya Milla yang dapat menggerakkan hatinya? Dia benar-benar dibuat tidak berdaya dan tertarik pada apapun yang berkaitan dengan gadis itu. Eddy merasa mungkin dia jatuh hati pada kecerdasan gadis itu, pada mata besarnya dengan bulu matanya yang lentik atau pada sikapnya yang perhatian walau terkadang ceroboh. Juga tidak ketinggalan Eddy sangat mengagumi wajah Milla yang sangat cantik serta apapun yang a
Akhirnya Eddy memutuskan untuk menghindar dari pertemuan langsung dengan Milla, secara perlahan dan tanpa disadari oleh gadis itu dirinya akan mulai menjauh. Dia benar-benar sadar kalau dirinya telah jatuh cinta pada Milla dan baginya hal itu bukanlah hal yang baik. Semenjak kecelakaan yang dialami oleh keluarganya itu Eddy menjadi takut untuk mencintai siapapun, termasuk juga mencintai seorang gadis. Karena dia takut akan kembali merasakan kehilangan. Dalam pikirannya, bukannya tidak mungkin gadis yang dicintainya akan pergi sebagaimana kedua orang tuanya. Eddy merasa tidak sanggup untuk ditinggalkan lagi, itu sebabnya Eddy telah lama memasang pertahanan diri dan tidak ingin tersentuh oleh perasaan kasih asmara terhadap siapapun. Namun, kini pertahanan yang telah ia bangun sepertinya telah runtuh, sejak pertemuannya dengan Milla. Eddy dapat merasakan keruntuhan dinding pertahanannya itu ketika malam hari tiba, pada saat dia tertidur pulas dan selalu bermimpi yang sama, itu dan
Eddy terus memperhatikan kegiatan gadis yang menarik hatinya itu dari baik jendela dan baru berhenti ketika Milla dan para tukang istirahat. Dia melihat bagaimana Milla meninggalkan taman vila menuju pondok kecilnya untuk beristirahat. Menuruti kata hati ingin rasanya Eddy menyusul ke sana namun, dia tidak merasa percaya diri untuk melakukannya. Eddy benar-benar merasa resah dan dia sama sekali tidak tahu bagaimana menghadapi perasaan kepada Milla saat ini. Eddy mengacak acak rambutnya dengan perasaan galau. "Akh! Ini benar-benar gila!" maki Eddy kesal. "Apa sih yang Aku lakukan ini? Mengapa Aku jadi seperti ini?" Dia meninggalkan lantai dua menuju dapur dan mulai membuat makan siang untuk dirinya sendiri, tiba-tiba dia melihat bayangan Milla sedang duduk di meja kopi sambil tersenyum manis ke arahnya. "Milla?" panggilnya heran. "Awww!" keluhnya kesakitan saat tanpa sadar memegang teko panas yang sedang ada di hadapannya hingga meninggalkan bekas merah di telapak tangannya. Eddy m
Namun, semua itu berusaha ditepis olehnya karena rasanya tidak mungkin kalau salah satu di antara mereka mandul ... baik dirinya dan Eddy, mereka berdua benar-benar sehat dan bugar."Para tetua di keluarga suamiku mengatakan kalau kita kebanyakan melakukan hubungan suami istri kabarnya bisa membatalkan pembuahan," kata Nining seolah bisa membaca pikiran Milla."Ah! Benarkah?" tanya Milla membelalakkan matanya terkejut.Apakah dia lama tidak hamil karena dirinya dan Eddy terlalu banyak berhubungan? 'Jika benar seperti itu, Aku harus mengingatkan Eddy agar lebih menahan diri,' tekad Milla dalam hati.Mungkin mereka harus puasa selama beberapa hari dulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Nining tidak tahu kalau informasi yang dia katakan kepada Milla itu pada akhirnya akan membuat Milla menyiksa suaminya sendiri dengan menyuruhnya menahan.Sikap Milla yang selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri benar-benar membuat Eddy kacau.Semua orang di kantor terkena imbasnya t
"Tante?" potong Eddy bertanya heran.Dia cemberut mengingat Sinta. Apakah wanita itu yang melaporkan dirinya dan Milla?"Iya, Dia mengaku sebagai Tante dari Nona Milla, Dia bilang Dia adik dari papanya Nona Milla.""Ck! Wanita itu hampir ditangkap polisi karena mengaku-ngaku sebagai kerabat istriku sementara istriku sama sekali tidak mengenalnya dan Dia juga tidak memilki bukti yang menunjukkan kalau Dia benar-benar adik dari almarhum papa mertuaku.""Jadi Dia penipu?" "Iya, istriku tinggal di sini sejak lahir dan orang yang mengaku kerabat itu sama sekali tidak pernah muncul bahkan di hari pemakaman kedua orang tua istriku ... Entah apa ide yang ada di dalam pikiran wanita itu hingga tiba-tiba datang ke sini dan mengaku sebagai Tante istriku.""Maaf, Kami benar-benar tidak tahu kalau wanita itu adalah seorang penipu.""Tidak apa, Aku dan istriku memang baru saja menikah dan belum sempat membuat acara pesta ... kejadian ini mengingatkan kami untuk segera menggelar acara pesta agar ti
"Maaf ini hanya kesalahpahaman semata, kami mengakui orang yang salah ... kami akan pergi dari sini sekarang juga," katanya sambil memegang tangan Sinta dan Leni, bersiap untuk berlalu dari tempat itu."Apakah anda ingin meneruskan kasus ini?" tanya polisi kepada Eddy."Kalau mereka tetap bersikeras, Aku akan meneruskan masalah ini hingga ke meja hijau," kata Eddy mendominasi."Tidak! ... kami tidak akan lama-lama di sini, sekarang juga kami akan pamit," kata Romy tegas. "Jaga dirimu baik-baik," katanya lagi kepada Milla.Eddy dan Milla hanya memutar bola matanya bosan. Apakah sudah tidak terlambat untuk mengkhawatirkan Milla? Kemana saja mereka selama ini?"Jangan mengkhawatirkan istriku, Aku lebih tau cara menjaganya ketimbang orang-orang yang mengaku sebagai kerabatnya seperti kalian!" kata Eddy sinis.Romy mengakui kebenaran kata-kata Eddy, tanpa banyak kata dia meninggalkan tempat tersebut dengan membawa istri dan anaknya di kedua tangannya."Apakah ada yang lain yang bisa kami
"Ck! Sepertinya mereka tidak akan mau pergi secara sukarela," kata Eddy kepada Milla tidak bisa menyembunyikan nada sinis dalam suaranya."Sepertinya begitu, apakah Kamu punya ide?" tanya Milla serius."Aku akan menelepon polisi untuk mengeluarkan mereka dari sini."Eddy mengambil ponselnya dari kantong."Stop! Jangan menelepon polisi, kami akan keluar sekarang juga," kata Romy berusaha mencegah Eddy menghubungi polisi.Jika Meraka sampai di usir dengan menggunakan aparat itu pasti akan sangat memalukan sekali.Walaupun dirinya hanya pengusaha kecil tapi ini semua menyangkut nama baiknya, apa kata klien dan koleganya jika dia bersama keluarganya sampai diusir dengan tidak hormat dari vila keponakannya sendiri?"Pa!"Sinta dan Leni memprotes kata-kata Romy dengan nada tidak puas."Apa? Apa kalian ingin diangkut oleh pihak kepolisian karena tidak mau keluar dari sini?" tanya Romy melotot kesal."Dia tidak akan berani, itu hanya ancaman, bagaimanapun Aku tante kandungnya, apa kata tetang
Leni yang terlalu yakin pada kemampuannya sendiri sama sekali tidak menyadari kalau dia benar-benar tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk merebut Eddy dari Milla karena sepupunya itu tidak akan pernah membiarkan dia tinggal di vila miliknya.Eddy sendiri sebagai targetnya merasa sangat muak dan jijik mendapati tatapan Leni kepada dirinya. Selain Milla di mata Eddy semua perempuan tidak ada bedanya dengan laki-laki.Dia benar-benar tidak menyukai wanita yang mengaku sebagai sepupu istrinya ini."Milla sayang, bolehkah kami menginap di sini barang seminggu dua Minggu? Tante tahu Kamu tidak mengingat kami tapi siapa tahu dengan menginapnya kami di sini Kamu akan kembali mengingat kami," bujuk Sinta tanpa malu-malu.Eddy cemberut mendengar keluarga istrinya yang entah datang dari mana ini meminta tinggal di vila yang telah diberikannya kepada Milla.Dia menoleh ke arah istrinya untuk melihat keputusan apa yang akan diambil olehnya saat ini. Walaupun dirinya tidak menyukai keluarga
Milla dan Eddy kembali ke vila dan menemui orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Milla."Ah! Milla ... syukurlah Nak, Kamu sehat-sehat saja ...."Milla mengerutkan kening ketika wanita setengah baya yang datang ke rumahnya dengan penuh semangat memeluk dirinya.Eddy melepaskan Milla dari pelukan wanita tersebut dan membiarkannya berada di belakang dirinya."Siapa Kamu?" tanya Eddy tanpa membunyikan rasa tidak sukanya."Aku tantenya ... Milla ini Tante sayang, masa Kamu lupa sama Tante Sinta," kata wanita setengah baya itu dengan nada mengeluh sedih."Tante?" tanya Eddy sambil mengangkat sebelah alisnya.Eddy menoleh ke arah istrinya dan melihat Milla tampak tidak bergeming ataupun mengakui kalau dia mengenal wanita yang mengaku bernama Sinta tersebut."Iya, Aku adik Papa Milla ... lalu siapa Kamu?" tanya Sinta sambil menatap Eddy serius.Sinta merasa pria muda yang berbicara dengannya ini sepertinya bukan pria biasa-biasa saja. Auranya benar-benar membuat Sinta harus berpikir ber
Milla rasanya ingin memukul Eddy untuk keinginan yang tidak pernah ada habisnya itu. Namun, selalu saja dia menjadi luluh ketika suaminya mengeluh pusing jika tidak dapat melepaskan seluruh hasratnya kepada Milla. Beberapa jam kemudian pondok itu kembali dipenuhi suara-suara ambigu dari pergulatan musim semi Milla dan Eddy. Milla rasanya ingin pingsan saja dari pada terus merasakan kegembiraan suaminya yang tidak pernah ada puasnya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu pondok, Milla mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari cengkraman suaminya. "Ada orang!" kata Milla sambil mendorong Eddy. "Biarkan!" kata Eddy tidak peduli dan meneruskan kegiatannya memegangi Milla. "Tidak! Bagaimana kalau itu penting? ... Ahh!" kata Milla terbata-bata di sela serangan Eddy pada titik-titik sensitifnya. "Bu Milla, Pak Eddy! Permisi ... apakah kalian ada di dalam? Di vila utama ada kerabat Bu Milla yang ingin bertemu!" kata tukang taman dari luar pondok. Eddy dan Milla menghenti
Tidak lama kemudian dari arah kamar mandi terdengar suara-suara yang membuat telinga siapapun memerah. Milla merasa hampir pingsan karena harus merasakan serangan suaminya dengan berbagai posisi yang membuat wajahnya memerah karena malu. Milla sampai ke puncak dengan tubuhnya yang bergetar hebat sementara Eddy masih dengan telaten membersihkannya. Malam ini terasa sangat melelahkan bagi Milla dan terasa sangat panjang karena suaminya sama sekali tidak ingin melepaskannya sedikitpun. Setelah dari kamar mandi, Eddy bukannya berhenti malah melanjutkan kembali kegiatan musim semi mereka di atas tempat tidur hingga membuat Milla mengeluh dan memprotes karena tidak tahan lagi terus menerus diombang ambingkan oleh suaminya. "Sudah cukup ...," keluh mila tanpa daya. "Sekali lagi ...." "Kamu pendusta!" kata Milla mengeratkan gigi grahamnya kesal karena Eddy terus berkata sekali lagi dan lagi. Eddy baru benar-benar melepaskan Milla setelah dirinya merasa puas. Dia menatap istrinya yang p
Milla yang kekurangan kasih sayang keluarga merasa hidupnya kini sangat penuh dan bahagia karena Eddy pria yang dicintainya, ternyata sangat mencintainya juga. Sekarang mereka telah menikah, salahkah jika Milla masih belum ingin berbagi kasih sayang suaminya dengan yang namanya anak? Sekalipun itu adalah anak kandungnya sendiri. Dia ingin ketika dia hamil dan melahirkan nanti, dirinya sudah benar-benar siap untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Untuk saat ini dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Eddy tanpa gangguan siapa pun. Jika mereka memiliki anak, pasti perhatian dan kasih sayang mereka akan terpecah menjadi dua, antara pasangan dan anak-anak mereka. "Bolehkah jika Aku ingin menunda untuk memiliki anak?" tanya Milla kepada Eddy. "Mengapa?" tanya Eddy tidak mengerti. Bukankah setiap perempuan biasanya setelah menikah ingin cepat-cepat memiliki anak? Mengapa Milla malah ingin menundanya? Eddy benar-benar tidak mengerti mengapa istrinya ini ingi