"Mas Devan, ngapain ada di depan kamar ku?"
Laura terkejut dengan menampakkan suatu ada di depan pintu kamarnya.Setelah dipikirkan lagi, dia ternyata sudah gila karena kepikiran ingin pasrah saja. Jadi, ia berniat ingin kabur dari rumah itu diam-diam, tapi Devan sudah lebih dulu menghadang jalannya."Mau ke mana lagi?" tanya Devan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tidurnya.Laura gugup untuk menjawab pertanyaan dari suaminya, ia pun memberanikan diri melihat ke arah suami yang sedang menatapnya."Mau minum, aku haus." jawab Laura beralasan seperti itu, ia tak mungkin mengatakan jujur tentang niatnya untuk kabur dari rumah ini.Tanpa minta persetujuan dari istrinya Devan menarik tangan Laura, lagi-lagi Laura dibuat seenaknya oleh suaminya terus saja memaksa."Mau ke mana?" tanya Laura sedikit meronta ingin di lepaskan. Ia tak ingin bersama suaminya."Katanya mau minum." tanya Devan sudah sampai di ruang dapur.Laura lega, ia pikir jika dirinya akan di bawa entah kemana membuat hatinya was-was tidak karuan."Duduk," titah Devan mengambil satu gelas air putih untuk istri kecilnya."Ini, minum lah." titah Devan menyodorkan minuman itu kehadapan Laura.Tak langsung mengambil, Laura malah menatap suaminya itu dengan tatapan aneh."Kenapa? Mau ku minum kan juga?" goda Devan suka dengan raut wajah Laura mulai panik."Gak usah," tolak Laura mengambil minuman itu di tangan Devan, ia meminumnya hanya setengah dari air itu.Keduanya terdiam sesaat dalam keheningan di malam semakin larut, seharusnya sepasang baru halal itu merasakan indahnya hubungan yang begitu indah. Berbeda dengan pernikahan yang di alami Laura saat ini."Kenapa terus menatap ku?" tanya Laura tak suka melihat tatapan suaminya itu."Memang kenapa? Wajar kan aku menatap istriku,""Aku bukan istri mu. Pergi sana dengan istri mu itu." usir Laura.Devan tersenyum simpul, lalu bangun dari duduknya mendekat ke arah Laura. Sontak, Laura panik. "Mau ngapain?" tanya Laura panik."Terserah ku, kamu juga istri ku kan. Atau kamu ingin mengajak ku untuk--,""Stop, jangan di lanjutkan. Aku jijik padamu." sentak Laura bangun dari duduknya, ia pergi sedikit berlari kearah lantai dua di mana kamar berada.Brakkk....Laura membanting pintu kamar dengan kencang lalu menguncinya agar suaminya tak bisa masuk kedalam kamarnya. Rasa sakit yang di alami semalam masih membekas di tubuh dan hatinya. Perlakuannya sungguh membuat ia kecewa."Dasar pria mesum!" gumam Laura kesal, ia pun berbaring sambil menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimutnya...."Ke mana gadis itu?" tanya Mama Linda tak suka jika salah satu dari mantunya itu belum juga menghampiri untuk makan siang."Biarkan saja nanti juga makan kalau lapar." jawab Devan dengan santainya suapi makanan setelah di siapkan oleh istri pertamanya."Jangan di biarkan seenaknya, Van. Dia harus tahu tujuannya untuk dinikahi untuk apa." sentak Mama Linda ingin segera menimang cucu dari putra semata wayangnya."Iya, Mas. Semakin cepat gadis itu melahirkan semakin cepat dia harus pergi dari kehidupan kita." sahut Nasya rasanya sakit juga melihat istri siri dari suaminya harus tinggal satu atap bersamanya."Aku sudah selesai," Devan tak menjawab pertanyaan dari Mama dan istrinya. Ia bangun untuk berangkat ke kantor.Nasya pun bangun dengan rasa jengkelnya, ia harus menjadi istri yang baik di depan suaminya."Mas mau kemana?." tanya Nasya mengejar suaminya itu hendak pergi."Keluar sebentar ada urusan," jawab Devan akan masuk kedalam mobilnya"Aku pergi dulu," pamit byDevan melirik ke atas balkon di mana ada istri keduanya sedang menatapnya juga.Di atas balkon Laura ketahuan oleh suaminya sedang melihatnya. ia pun buru-buru masuk kedalam kamarnya.Di rasa semua sudah pergi Laura pun turun mencari makanan. perutnya sedari tadi terus saja berbunyi karena lapar.Ketika menuruni anak tangga Laura mendengar perdebatan antara Nasya istri pertama suaminya dengan ibu mertuanya.Rasanya malas sekali melihat perdebatan mereka, Laura pun mengurungkan niatnya untuk mengambil makanan. Tapi keberadaannya di ketahui oleh ibu mertuanya sedang melihatnya."Mau sampai kapan mengurung diri terus, hah. Kamu tuh harus tahu tinggal di sini untuk apa?" sentak Mama Linda kesal, ia menarik tangan Laura untuk turun dari lantai dua."Turun." titahnya lagi.Laura pun turun sesuai perintah dari ibu mertuanya, perutnya sedari tadi ingin di isi karena rasa lapar.Ketika sampai di ruang dapur dirinya di tarik dengan cara paksa. Laura sedikit memberontak tak suka cara ibu mertuanya memperlakukan seperti ini.Laura menghentikan langkahnya lalu menarik tangan dari cekalan ibu mertuanya, ia tak menyangka jika keluarga ini terus saja memaksakan kehendaknya sendiri tanpa berbicara lebih dulu padanya."Nyonya, aku juga istrinya berhak menentukan keinginan ku juga. Jika aku tak mau apa yang kalian lakukan pada ku?" tanya Laura menantang keluarga Mahesa."Apa kamu bilang, hah. Jika kamu tak mau apa kamu sanggup untuk mengembalikan uang yang sudah di berikan pada Paman mu itu, apa kamu sanggup?"Laura terdiam, jika soal uang ia memang menyerah tak mampu untuk mengumpulkan sebanyak itu sampai ia tak tahu berapa jumlah uang yang di terima oleh Pamannya itu."Tak sanggup kan, jadi kamu harus mengikuti apa yang saya perintahkan.""Saya akan melakukannya, Nyonya. Dengan satu syarat."Mama Linda mengernyitkan keningnya, ia menatap gadis itu tak ada takut-takut nya padanya."Apa syaratnya?" tanya Mama Linda."Berikan aku 5 M, aku akan melakukan apa yang Nyonya inginkan.""Kamu mau memeras ku, iya. Dasar wanita murahan." hina Mama Linda kesal, ingin sekali mengusir menantunya tak tahu diri ini."Terserah apa yang di katakan oleh, Nyonya. Aku di sini tak ingin di rugikan oleh kalian." ujar Laura pergi dari hadapan Mama Linda sedang kesal dan marah.Tak berselang Nasya datang melihat ibu mertuanya sedang kesal."Mama kenapa?" tanya Nasya."Ini semua gara-gara kamu, jika saja kamu tak becus menjaga cucu ku mungkin keadaan seperti tak mungkin terjadi." omel Mama Linda pada Nasya, meluapkan kekesalannya pada Laura."Kok Mama marah-marah sih, itu juga ulah Mama jika saja Mama tak ceroboh mungkin anak ku sudah lahir." balas Nasya kesal, ia tak terima di tuduh sepenuhnya oleh ibu mertuanya."Seharusnya kamu hati-hati, mungkin sekarang aku sudah menimang cucu." ucapnya lagi pergi masuk kedalam kamarnya.laura mengernyitkan dahinya melihat pertengkaran antara menantu dan mertua. ada masalah apa hingga keduanya bertengkar hebat seperti itu.Mamanya Devan melihat Nasya hendak pergi dengan wajah kesalnya sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Sedang kan kematian bayinya ulah mertuanya.Sampai akhirnya Laura mendengar suara pintu di banting dengan suara teriakan dari ibu mertuanya......."Nasya, mau kemana kamu?""Punya dua mantu semuanya gak ada yang beres." gumam mama Linda memijit keningnya terasa pusing melihat kelakuan kedua mantunya tak ada yang beres."Kamu cepat kemari," titah mama Linda melihat Laura masih saja berdiri di anak tangga sedang menatapnya.Laura malas sekali menghampiri ibu mertuanya selalu memperlakukan tak pernah baik. Ingin rasanya ia pergi dari di sini menikmati kedamaian hidup seorang diri tanpa ada gangguan dari siapa pun.Ia kangen dengan kehidupan yang dulu begitu bahagia bersama dengan orang tuanya. Kini tinggal kenangan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya dengan cara tak wajar."Bu, Pak. Laura kangen." lirih Laura meneteskan air matanya. rasanya ia belum sanggup untuk menghadapi cobaan seperti ini."Bereskan makanan ini, saya mau pergi." titah ibu mertuanya sudah pusing tujuh keliling menghadapi kedua mantunya itu. Dirinya butuh menenangkan diri agar tak stres menghadapi kedua mantunya itu.Mama Linda membalikkan badannya menatap kearah Laura hendak membere
Brukkkk....Laura terjatuh di rumput hijau berada di samping halaman tempat dirinya di hukum oleh ibu mertuanya. perutnya kosong di tambah keadaan sedang tak memungkinkan harus menjalani hukuman tersebut.Beberapa menit masih bertahan dengan tatapan mulia berkurang, Laura terus saja mempertahankan keseimbangan agar tak jatuh. Tapi kenyataannya ia tak sekuat yang ia pikirkan, tubuhnya mulai bergetar menahan rasa lapar dari semalam."Laura,"pekik Devan baru saja sampai di rumah di kejutkan melihat keadaan istrinya itu sudah terkapar di tanah.Devan pun menggendong istrinya itu untuk masuk kedalam kamarnya. Ia letakkan tubuh istrinya lalu keluar untuk meminta tolong."Van, kamu sudah pulang?" tanya mamanya melihat putranya sudah pulang cepat.Devan tak menjawab pertanyaan dari mamanya, ia memerintahkan pada pelayan untuk memanggil dokter pribadi."Siapa yang sakit, Van?" tanya mama Linda belum mengetahui jika mantunya sudah ambruk akibat hukumannya."Mama yang menghukum Laura!" tanya Dev
"Belagu banget kamu, seharusnya kamu wanita beruntung di nikahi putra ku dari wanita di luaran sana mengantri untuk menjadi istrinya." "Kenapa gak wanita itu saja yang di jadikan mantu untuk memberikan keturunan buat, nyonya. kenapa harus saya." Mama Linda mulai geram dengan sikap mantunya terus saja melawan omongannya di tambah keras kepalanya tak mau mengandung benih dari Devan."Karena kamu sudah di jual oleh Paman mu sendiri." ucap Mama Linda mengingatkan apa yang sudah terjadi."Tapi saya tak menerima uang tersebut, Nyonya. Sepeserpun saya tak menerima uang tersebut." elak Laura. "Itu bukan urusan ku, yang terpenting kamu harus bisa memberikan ku cucu atau tidak--,""Atau tidak apa?" tanya Laura menanti perkataan selanjutnya yang di gantung oleh ibu mertuanya."Kamu akan menyesal seumur hidup tak menuruti kemauan kami." setelah menakuti Laura mama Linda pun bergegas pergi. Ia biarkan mantunya itu untuk memikirkan penawaran yang ia tawarkan tadi. Tidak apa mengeluarkan uang bany
"Panas," gumam Laura, tubuhnya merasakan hal yang aneh belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Rasa aneh langsung di rasakan oleh laura manakala tubuhnya panas padahal jelas di kamar nya full AC.Laura memejamkan kedua matanya, ia tak mengerti dengan kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Hawanya begitu panas menjalar seluruh tubuhnya. Sehingga dirinya butuh air dingin untuk menyelam tubuh terasa semakin panas.Tak hanya itu, dadanya berdegup kencang. Laura mulai mengigit bibir bawahnya manakala hasratnya semakin memuncak secara tiba-tiba.Devan tersenyum bahagia karena rencananya dan sang istri sepertinya berjalan lancar, istri keduanya itu mulai merasakan gelagat aneh.Ia yakin istri kecilnya itu akan menghampirinya meminta belaian dan sentuhan dari obat perangsang berdosis tunggi. Dengan cara itu Laura tak akan menolaknya ketika ia menyentuh tubuh tersebut."Panas," gumam Laura lagi meremas tubuhnya semakin tak bisa ia kendalikan.Devan pun menghampiri bertanya pada istri keciln
Keesokan harinya langit menampakkan warna biru cerah secerah matahari yang menyinari nya. Tapi tidak dengan hati Laura masih merasakan sakit luar biasa.Ia sampai mengurung diri di dalam kamar setelah kejadian kemarin, tubuhnya masih merasakan sakit ulah suami brengsek nya itu.Semakin besar kebencian Laura terhadap Devan Prayoga dan madunya tersebut. Ia tak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejadian di mana dirinya telah di jebak agar bisa mengandung benih Devan.Lagi lagi Laura menangis dengan pilunya, ia tak menyangka dengan nasibnya seperti ini.Bangkit dari keterpurukannya, ia mungkin terus begini di saat mereka berhasil dengan rencananya. Laura menatap wajah di dalam cermin berukuran sedang berada di dalam kamar mandi. ia menatap wajahnya sedikit sembab akibat semalaman menangis.Merindukan sosok kedua orang tuanya sudah lebih dulu meninggalkannya.Ketukan pintu terus saja berbunyi tanpa hentinya membuat Laura terasa muak dengan semua ini. Dengan terpaksa ia pun membu
Laura hanya terdiam tak menanggapi perkataan dari suaminya tersebut, ia sampai di di buat kaget dengan tindakan suaminya tersebut."Hey, apa-apaan."sentak Laura di gendong menuju ranjangnya. Ia terkejut dengan tindakan Devan terhadapnya."Mangkana diam," ucap Devan, entah kenapa akhir-akhir ini ia hanya ingin dekat-dekat dengan istri kedua."Aku tak mau, keluar." usir Laura rasanya ia mulai sekali dengan sikap suaminya sekarang. "Ini rumah ku. Apapun yang ku lakukan itu terserah ku." ucap Devan dengan tegasnya tak ingin di bantah oleh istri kecilnya.Laura mengepalkan tangannya, ia semakin benci pada sosok suaminya yang egois tak pernah mengerti dengan perasaannya saat ini. Berkali-kali mencoba untuk kabur dari rumah ini pun ujung-ujungnya selalu gagal, dan pada akhirnya hanya bisa pasrah dalam keadaan seperti ini."Kamu lagi mikirin apa? Kabur lagi? Jangan berharap kamu bisa keluar dari rumah ini." ucap Devan sepertinya tahu dengan isi kepala istri kecilnya.Laura tak menimpali omon
"Pergi sana." usir Nasya rasanya tak nyaman berada satu atap dengan Arjun. Ia tak ingin ada satu orang mengetahui hubungan terlarang dengan Arjun."Santai, semua penghuni rumah ini tak akan mengetahuinya, cantik. Cukup datang ke tempat yang aku kirim besok ya." pinta Arjun tersenyum simpul. Ia datang ke rumah ini karena merindukan Nasya.Nasya marah, ia pergi begitu saja tanpa menghiraukan perkataan dari Arjun. Niat untuk mencari keberadaan suaminya ia lupakan begitu saja."Kalau mereka curiga gimana? Gak, gak. Mereka gak boleh tahu tentang hubungan ku dengannya. Aku gak mau Devan marah pada ku.""Devan kemana sih, di hubungi malah gak aktif lagi.." Nasya semakin kesal, ia tak bisa tidur tanpa memeluk suami tercintanya.Di dalam kamar yang berbeda Laura mengintip di sela-sela selimut yang di pakainya, ia hanya ingin memastikan bahwa suaminya itu sudah tertidur pulas. Ia merasa pegal tidur di atas sofa.Di rasa tak ada pergerakan sedikit pun dari tubuh suaminya sedang memunggunginya, L
Pagi-pagi buta Devan keluar dari dalam kamar Laura, ia tak ingin ketahuan oleh Nasya jika dirinya tidur di dalam kamar Laura."Huuufff, aman." ucap Devan mengendap-endap seperti maling di rumahnya sendiri.Ia menuju kamarnya yang di tempati Nasya istri pertamanya.Membuka pintu kamarnya dengan perlahan agar Nasya tak curiga dengan tingkahnya saat ini. Ia tak ingin Nasya banyak bertanya dirinya baru kembali ke kamar.Dan dugaan salah sekarang Nasya berdiri menatap dengan tatapan tajam."Dari Mana kamu, Mas? Aku cari-cari gak ada?" tanya Nasya melipatkan kedua tangannya."Ada keperluan mendadak." jawab Devan beralasan, ia berbohong karena tak ingin ada keributan."Gak biasanya kamu seperti ini, Mas. Apa jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan dari ku, Mas?" tanya Nasya memicingkan matanya mencari kebenaran yang di ucapkan oleh suaminya tersebut."Sudah lah, aku ngantuk." elak Devan merebahkan tubuhnya. "Apa kamu tak ingat, aku tak bisa tidur jika tak memeluk mu, Mas.""Iya, sini aku pe
Satu tamparan mendarat di pipi Devan saat Papah Agatha baru saja turun hendak sarapan pagi. Ia geram dengan perlakuan putra keduanya telah mengabaikan istri yang satunya lagi. "Pah," teriak Mama syok dengan apa yang di lihatnya sekarang, ia tak menyangka suaminya akan melakukan kekerasan pada putranya. "Dasar anak tak berguna, kenapa kamu jadi pria bajingan seperti ini, Devan." tegas Papah Agatha sudah geram dengan sikap putranya itu, ia mendapatkan informasi tentang kehidupan rumah tangga putranya dengan perempuan yang tak lain adalah Laura. Ia mencari tahu dengan detail permasalahannya rumah tangga yang di jalani oleh putra kedua itu, fakta mengejutkan baginya setelah berkas yang di kirim oleh kepercayaan bahwa putranya sudah keterlaluan pada perempuan tak tahu apapun harus terseret dalam permasalahan ini. Hanya ingin mendapatkan hak waris perusahaan jatuh padanya. "Ada apa ini, Pah. Kita bisa bicarakan dengan baik-baik, jangan seperti ini." ucap Mama Linda ingin mencairkan
"Janin itu masih hidup, kamu tak perlu khawatir saya yang akan menjaganya." sahut seorang pria baya berada di ambang pintu sedang menatap kearah Laura. "Tuan," tunduk pelayan itu pamit untuk keluar dari kamar majikannya. Tatapan Laura bingung dengan adanya pria baya tak ia kenal sama sekali tapi pernah melihatnya entah di mana? "Saya Agatha, ayahnya Kenan." ucapnya Papah Agatha tahu dengan tatapan wanita itu sepertinya bingung dengan keberadaannya. Ia datang kerumahnya Kenan tanpa sepengetahuannya karena ingin tahu keadaan istri dari putranya Devan. Laura hanya mengangguk pelan, ia takut dengan tatapan pria baya sedang menatapnya dengan intens. "Gimana keadaan mu?" tanya Papah Agatha ingin tahu keadaan mantunya itu. "Saya baik, Tuan." jawab Laura merasa mencekam berada di dalam kamarnya yang ia tempati di rumah ini. "Kehamilan mu?" tanya Papah Agatha lagi. Laura tak menjawab ia malah menatap kearah pria baya itu dengan menyelidik tak mengerti pria baya itu tahu kondisi
Setelah di periksa secara insentif dokter itu pergi setelah Kenan menyuruhnya lalu menatap dengan tajam agar temannya tak memberitahukan kepada siapapun termasuk keluarganya jika dirinya sedang menyembunyikan perempuan yang ia kenal juga. Kenan menatap kearah Laura masih tak sadarkan diri dengan selang infus masih berjalan, ia merasa kasihan dengan wajah pucat nya. "Aku akan menolong mu, entah kenapa aku begitu perduli terhadap mu." gumam Kenan, tak biasanya ia perduli terhadap seorang wanita kecuali keluarganya. ponselnya berbunyi ia pun keluar untuk mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Pah?" ucap Kenan. "Di mana kamu? Cepat pulang sekarang." titah Papah Agatha langsung mematikan panggilan sepihak. Kenan pun membuang napasnya ia mendengar suara Papahnya sepertinya ada sesuatu di rumah itu sampai dirinya di suruh pulang sekarang juga. Sampai di rumah Kenan pun mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Papahnya yang tadi menghubunginya. "Papah di mana, BI?" tanya Kenan tak m
"Sya? Kapan pemeriksaan jadwal kehamilan mu?" tanya Papah Agatha rasanya tak sabar ingin menimang cucu dari putranya Devan. "bulan depan, Pah. Kemarin kan sudah sebelum Papah pulang." jelas Nasya sambil mengelus perut buncitnya. Ia berakting agar Papah mertuanya itu percaya jika dirinya sedang hamil beneran. Papah Agatha mengangguk-anggukkan saja lalu menatap kearah istrinya hanya terdiam saja tanpa menimpali omongannya. Ketika sedang berkumpul tiba-tiba Devan turun dengan tergesa. "Devan, ada apa? Kamu kan masih sakit, Nak." cegah mamah Linda melihat putranya itu keluar dari kamarnya. "Devan lagi nungguin sesuatu, Mah." jawab Devan tak sabar ingin segera menikmati apa yang di pesannya beberapa menit lalu. "Memang kamu pesan apa?" tanya Mama Linda penasaran dengan keinginan putranya. "Manisan mangga muda, Mah." jawab Devan biasa saja. Tapi tidak dengan Mama Linda terkejut dengan pengakuan putranya itu tak masuk akal. "Jangan aneh-aneh kamu, Van. Ini masih pagi loh." uc
"Jangan gila," sentak Arjun, bukan ia tak mau menemani tidur bersama Nasya, menemani sampai kelelahan pun ia sanggup. Tapi beda situasi nya karena di rumah ini bukan hanya Devan saja melainkan ada Om Agatha sudah kembali dari pengobatan nya. Tak tak ingin gegabah dalam bertindak untuk menguasai seluruh kekayaan nya melalui orang-orang keluarga nya. "Kenapa sih semua orang menolak ku?" teriak Nasya langsung Arjun membekap mulut Nasya, ia tak ingin ada orang yang mendengarnya jika dirinya sedang bersama dengan Nasya. "Jangan berisik, kamu mau kita ketahuan?" bisik Arjun, ia tak ingin di ketahui dengan cepat apa yang di lakukannya di belakang keluarga Agatha. Nasya pun mengangguk, ia lupa sedang berada di kediaman suaminya. Arjun melepaskan tangannya lalu menatap kearah Nasya sudah paham apa yang di katakan nya barusan. "Sana tidur, sudah malam." perintah Arjun, dirinya pusing tujuh keliling mencari keberadaan Laura setelah kejadian di mana dirinya akan menghabisi janin berada
"Sedang apa kamu di sana?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya melihat wanita duduk sendirian di samping rumah. "Saya hanya mencari udara segar, Tuan." jawab Laura memberikan alasan, ia merasa bosan terus berada di dalam kamar. "Ini untuk mu, sedang hamil kan bawaan pengen makan," ucap Kenan meletakkan apa yang di bawanya di samping Laura. "Apa ini, Tuan?" tanya Laura melihat banyaknya bungkusan plastik yang di letakkan di sampingnya. "Itu makanan," "Iya, saya tahu. Makanan apa yang di bawa, Tuan?" tanya Laura tak sabar ingin tahu apa yang di berikan pria tersebut saking penasarannya, ingin membuka rasanya sangat malu sekali. "Buka saja, tapi jangan di sini." titah Kenan. Laura mengangguk, ia pun membawa bungkusan plastik itu kedalam ruang dapur meletakkan sambil mengambil piring untuk meletakkan makanan tersebut. Berbagai macam jajanan yang di beli Kenan satu persatu hingga membuat Laura mengernyitkan keningnya. "Banyak sekali," gumam Laura, ia kadang suka lapar tapi rasanya
Entah kenapa Devan sangat menginginkan buah tersebut, ia sampai tak sabaran setelah buah itu di belikan oleh seorang pelayan rumah."Mas, kamu kenapa sih?" tanya Nasya aneh dengan sikap suaminya tersebut. Bukannya Devan tak pernah menyukai buah tersebut,dan mengapa sampai tak sabaran ingin memakan buah tersebut.Mama Linda juga heran dengan sikap putranya, ia juga tahu apa yang di sukai dan tidak di sukai itu hingga bertanya-tanya mungkin kah Nasya hamil?"Devan seperti tak pernah memakan buah saja, Mah." bisik Nasya aneh dengan suaminya itu."Mama juga aneh, gak apa-apa mungkin Devan memainkan peran nya agar Papa percaya jika kamu memang sedang hamil beneran." Nasya mengangguk setuju, ia pun duduk di pinggiran ranjang sambil menunggu suaminya sedang menikmati buah semangka."Mas?" panggil Nasya melihat suaminya sedang memakan buah tersebut entah kenapa ia ingin juga memakannya."Minta dong," ucap Nasya."Gak boleh, ini punya aku, Sya. Kamu beli saja sana." "Kamu aneh , Mas. Gak bia
Keduanya pun pergi keluar untuk mencari keinginan Laura menginginkan buah semangka, buah bulat besar itu tak sulit untuk di carinya hingga tiba di pedagang kaki lima yang di inginkan Laura."Kenapa beli di sini? Di supermarket lebih bagus." tawar Kenan, bukannya ia menolak di ajak membeli di pinggiran jalan tapi ia tak suka orang-orang melihat kearahnya tanpa berkedip."Di sini saja, Tuan. Buahnya juga masih segar dengan harga terjangkau." jawab Laura polos, ia tahu di supermarket itu harganya mahal-mahal dengan uang yang ia punya tak seberapa."Ya udah turun," titah Kenan menyuruh wanita itu untuk turun memilih buah yang di inginkannya.Laura terdiam sesaat, ia masih saja ketakutan untuk turun bertemu orang-orang di luar sana terutama takut pada pria bernama Arjun sepupu dari suaminya tersebut."Kenapa?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya tak paham dengan sikap wanita tersebut."Boleh Tuan saja yang membelinya, saya takut sekali." jawab Laura menjawab apa yang ada dalam benaknya.Kena
Penolakan yang kesekian kalinya di lakukan oleh Devan terhadapnya, Nasya merasa kesal ingin segera di sentuh oleh Devan sudah sering menolak ajakannya. Entah kenapa sampai Devan tak seperti dulu selalu ingin segera di layani dengan segera.Nasya bangkit dari duduknya, ia turun dari atas ranjang setelah penolakan yang di berikan suaminya.Ia menghubungi seseorang yang selalu ada buatnya di mana menginginkan sentuhan dari lawan jenis."Di mana?" tanya Nasya ingin segera menghampiri Arjun."Jangan ganggu aku dulu, aku sedang sibuk." jawab Arjun di sebrang sana langsung mematikan sambungan teleponnya."AAarrrrgghh, brengsek semua gak ada yang mau ngertiin aku." teriak Nasya berada di halaman rumah mertuanya. ia kesal benar-benar kesal dengan sikap kedua pria tersebut.Di dalam kamar Devan terus saja memuntahkan isi perutnya terus menerus hingga dirinya tak memiliki tenaga lagi untuk berdiri. Ia menopang tubuhnya di tembok agar dirinya tak ambruk ke lantai.Tak mendapati istrinya entah per