“Jadi kamu sudah menikah?” tanya Dandy dengan lesu.
Widuri tidak menjawab hanya mengangguk. Emran yang duduk di sebelah Widuri hanya diam dan mengamati Dandy dengan seksama. Mengapa pria di depan ini wajahnya tidak asing dan Emran juga pernah melihat saat mengantar Widuri tempo hari. Apa dia bosnya Widuri yang dimaksud Mawar kala itu? Sayangnya Emran tidak berani bertanya.
“Kita makan dulu, yuk! Ibu sudah memasak banyak tadi.” Bu Nani tiba-tiba menginterupsi lamunan tiga orang tersebut.
Widuri mengangguk dan gegas bangkit dari duduknya. Sementara Emran masih di ruang tengah menatap ke arah Dandy dengan tatapan menyelidik.
“Kamu temannya Widuri?” tanya Emran memberanikan diri.
Dandy hanya mengangguk sambil tersenyum masam. Emran sendiri tidak tahu apa arti senyuman pria di depannya ini. Yang pasti Emran merasakan hawa panas dan tak bersahabat dari sorot matanya. Kini Emran tahu kalau wajah pria ini sangat mirip de
“Yang benar aja deh, Emran. Masa terkunci di kamar mandi, sih,” sungut Widuri.Dia sudah berjalan keluar kamar ibunya lalu kembali ke kamarnya sendiri. Widuri langsung membuka pintu kamar yang tidak terkunci dan bersiap masuk ke kamar mandi. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat mendengar pintu tertutup bersamaan dengan suara kunci yang terputar.Widuri menoleh dan melihat Emran sedang berdiri di belakang pintu menatapnya tajam sambil melipat tangan di depan dada. Ternyata terkunci di kamar mandi hanya akal-akalan Emran saja.“Kamu bohongi aku!!” protes Widuri.“Kalau iya, kenapa? Kamu juga sudah bohong kalau alergi seafood tempo hari.”Widuri sontak terdiam dan mengatupkan rapat-rapat bibirnya. Emran sedang menatapnya tajam dan mengancam seperti biasanya. Helaan napas panjang segera keluar berulang dari bibir Widuri.“Kamu mau apa sekarang?” Akhirnya Widuri menyerah.Emran belum men
“Kenapa kamu tidak bilang kalau sudah menikah?” tanya Dandy.Mereka baru saja usai meeting senin pagi ini. Dandy langsung memanggil Widuri ke ruangannya dan mencercah dengan pertanyaan aneh. Widuri pikir Dandy akan bertanya tentang pekerjaan, tapi nyatanya mantan kekasihnya itu malah bertanya tentang status pernikahannya.“Kamu tidak bertanya, jadi untuk apa aku jawab.” Widuri menjawab dengan santai sama seperti biasanya.Terdengar helaan napas panjang keluar dari mulut Dandy. Pria berwajah manis itu kini melihat ke arah Widuri dengan tatapan terluka. Ada banyak penyesalan yang terlihat, tapi Widuri berusaha menghiraukannya.“Maaf ... Widuri. Mungkin aku yang terlalu lama datang padamu hingga akhirnya kamu memilih yang lain.”Widuri hanya diam tidak bereaksi dengan ucapan Dandy. Andai saja Dandy tahu pernikahannya dengan Emran adalah hasil perjodohan orang tua dan mertuanya. Tidak ada cinta yang sama antara dia d
“Widuri, bukannya itu suamimu, Emran. Kenapa dia bilang ---“Belum sempat Dandy melanjutkan kalimatnya, Widuri sudah membalikkan badan dan berlalu pergi begitu saja dari kafe tersebut. Tanpa Widuri ketahui, Emran sudah melihat kedatangan Widuri di pintu masuk tadi. Kebetulan dia berada tepat di belakang Widuri. Emran sendiri terkejut saat melihat ada Widuri di sana.Bahkan saat Widuri membalikkan badan dan berlalu pergi meninggalkan kafe ini, Emran melihatnya. Namun, dia hanya diam bergeming di tempatnya tanpa punya keinginan menyusul Widuri. Dari jauh, Emran melihat Dandy berlari mengejar Widuri keluar. Kemudian tanpa sadar Emran sudah bergumam sangat lirih.“Sialan!! Kenapa pria itu ikut juga?”Mawar yang berdiri di sebelah Emran menoleh dan melihatnya dengan bingung. “Ada apa, Mas?”Emran tidak menjawab hanya menggelengkan kepala sambil terus mengalihkan pandangannya ke arah pintu keluar kafe. Ia berharap bisa
“Apa nama teman yang mengantar dan menjemputmu itu, Dandy?” tanya Emran dengan sinisnya.Widuri terdiam membalas tatapan Emran yang semakin sinis dan dingin ke arahnya. Berulang Widuri menelan saliva dan sebisa mungkin tidak bersuara.“Kok gak dijawab? Bener kan tebakanku?” Emran kembali bersuara.Widuri masih diam dan hanya melihat Emran dengan mata bulatnya yang penuh. Ia sangat sebal dengan suaminya. Kenapa juga dia tiba-tiba menginterogasinya seperti ini? Kenapa juga dia mulai peduli padanya? Bukankah selama ini Widuri hanya orang ketiga yang tak pernah dianggap. Apa jangan-jangan ini bagian dari skenario drama pencitraannya.“Iya. Kamu benar. Dandy yang mengantar dan menjemputku. Kenapa? Kamu keberatan?” Widuri malah balik menantang Emran.Emran langsung berdecak, membalikkan tubuh dan berjalan ke arah lemari es. Ia mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya sekaligus. Widuri hanya diam memperhatikan, sam
“Kamu sedang cemburu, Emran?” tanya Widuri dengan suara sangat jelas.Seketika pria tampan di sebelahnya ini terkejut mendengar pertanyaan Widuri. Mata elangnya yang pekat tampak berkilatan menatap semakin tajam ke arah Widuri. Kemudian tak lama sudah terdengar gelak tawa berderai dari bibirnya yang tipis. Tentu saja reaksi Emran kali ini membuat Widuri terkejut. Emran tertawa terbahak-bahak bahkan sampai air matanya keluar mengalir di sudut netra coklatnya.Kemudian tidak lama dia sudah menghentikan tawanya dan menatap Widuri dengan tatapan mengejek.“Kamu pikir aku sudah tertarik padamu, begitu? Jangan mimpi kamu. Aku lakukan semua ini karena kamu masih tanggung jawabku. Kamu masih istriku. Itu saja.”Widuri hanya diam dan sudah memalingkan wajah keluar mobil. Dia sudah menduga kalau Emran tidak pernah punya rasa cemburu padanya. Semua yang dia lakukan pasti ada alasan tersendiri. Bisa jadi salah satunya permintaan wanita pujaann
“Jadi kamu menolak aku jemput agar Dandy bisa mengantarmu, BEGITU?” sentak Emran.Widuri terdiam dan perlahan mendongakkan kepala melihat ke arah Emran. Mata pria tampan di depannya kini tampak berkilatan dan penuh amarah serta ancaman. Widuri sampai bergidik ngeri melihatnya.“Aku ... aku ... tadi lembur dan aku ... lupa kalau kamu menjemputku.” Akhirnya Widuri bersuara.“Alasan!! Lalu ponselmu kenapa? Dari tadi aku meneleponmu, tapi tidak kamu angkat.”Widuri kembali terdiam dan menunduk kemudian mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Wajahnya terlihat terkejut saat mendapati ponselnya sudah mati. Memang sedari tadi dia tidak memperhatikan ponselnya sama sekali.“Aku tidak tahu, Emran. Aku tadi fokus ke pekerjaan dan tidak melihat ponsel sama sekali.” Widuri kembali memberi alasan.Emran berdecak sambil menggelengkan kepala. Lalu tanpa izin lebih dulu merampas ponsel Widuri dan membant
Keesokan harinya, saat Widuri turun ke lantai satu untuk bersiap kerja dia tidak melihat Emran. Saat melihat ke garasi, Widuri tidak menemukan mobil Emran di sana. Sepertinya Emran sudah berangkat lebih dulu.Widuri menarik napas panjang sambil berulang mengurut dadanya. Ia merasa lega tidak harus melewati paginya bersama Emran. Apalagi setelah kejadian semalam. Widuri sendiri masih bingung dengan sikap Emran. Ia merasa kalau Emran merahasiakan sesuatu darinya. Jangan-jangan perjodohannya dengan Emran ini memang ada maksud tersendiri hanya saja Widuri tidak tahu.Pagi itu Widuri sedikit kebingungan saat hendak berangkat kerja. Motornya masih di kantor dan emran sudah berangkat. Ingin memesan taxi online pun ia tidak bisa. Ponselnya hancur berkeping-keping. Akhirnya Widuri memutuskan menggunakan telepon rumah untuk memesan taxi. Namun, baru saja Widuri menekan nomornya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumah. Widuri gegas keluar menghampiri.“Dengan
“Mas ... ,” seru Mawar dengan manjanya.Emran sontak menghentikan kegiatannya, meletakkan sumpit dan melihat ke arah pintu. Ia langsung tersenyum lebar saat melihat Mawar datang. Wanita cantik berambut panjang bergelombang itu jalan mendekat dan langsung bergelayut manja di sisi Emran. Widuri yang baru saja mengakhiri makannya hanya diam. Ini adalah pemandangan yang biasa ia lihat dan Widuri tak mempedulikannya.“Kamu makan apa, Mas?” Mawar kembali bersuara sambil melihat ke arah mangkok mie milik Emran. Memang Emran belum menyentuhnya sama sekali dan kini mie tersebut sudah terlihat aneh di mata Mawar.“Jangan makan aneh-aneh, deh. Kebetulan aku bawain pempek kesukaanmu.’Mawar langsung membawa mangkok mie kepunyaan Emran ke bak cuci piring dan membuang mie buatan Widuri yang belum disentuh Emran ke tempat sampah. Kemudian Mawar sudah sibuk menyiapkan pempek yang baru saja dibawakan untuk Emran.Emran hanya diam
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me