Bab 106"Sebenarnya itulah tujuan utama kami datang kemari, Pak Darma. Kami ingin meng-clear-kan masalah ini, karena sepertinya Hanina salah paham soal kejadian malam itu," sahut om Danu buru-buru. Dia tentu tak ingin kian memanaskan suasana. Begitu banyaknya masalah yang menghampiri mereka sejak dua tahun terakhir ini membuat sepasang suami istri yang merupakan orang tua kandung Hanina itu sulit berpikir secara jernih. Barangkali benar, mereka memang hanya ingin kebaikan untuk putrinya. Namun latar belakang Akmal yang buruk membuat mereka sulit untuk berprasangka baik kepada menantu mereka itu.Danu dan juga Farida menyadari jika kedatangan mereka memang berada di situasi yang kurang tepat, tapi keduanya tak punya pilihan. Anak angkat mereka butuh diperjuangkan dan didukung. Walaupun itu sebenarnya sudah Danu lakukan sejak pertama kali bertemu mereka di Adinda Hotel."Satu bulan lebih sedikit lagi Akmal akan mengakhiri masa kerjanya dan ia bisa bekerja di tempat lain. Jadi bersabarl
Bab 107"Ada apa sih? Kok main peluk-pelukan?" tegur Liani."Nggak ada apa-apa, Ma." Perempuan itu berdiri dan menarik sang mama untuk kembali bergabung dengan mereka. Liani memang terlambat sedikit masuk ke rumah ini lantaran ia memang harus benar-benar mengantar ketiga tamunya itu sampai mobil yang membawa mereka menghilang dari pandangan. Sementara Hanina dan papanya hanya mengantar ketiga tamu itu di depan pintu utama, bahkan setelahnya Hanina mengantar Aqila masuk ke dalam kamar dan membiarkan putrinya bermain sendirian di sana."Nggak apa-apa, Ma. Papa hanya menasehati Nina." Pria itu menggeleng penuh arti. "Papa nggak mau Hanina mencintai seseorang tanpa logika. Cinta itu perlu logika. Cinta itu bukan menyakiti, tetapi membahagiakan. Jika cinta tidak bisa lagi membahagiakan, berarti bukan cinta yang salah, tetapi cara kamu mencintai seseorang itu yang salah. Kamu berhak untuk bahagia dengan cara kamu sendiri.""Aku merasa Papa seperti kembali muda," komentar Liani setelah mende
Bab 108Belum apa-apa, tapi Risty sudah berpikir ingin lari darinya. Apa sedemikian tidak berharga tawarannya, sehingga membuat Risty selalu mencari cara untuk menghindar dari berkomitmen dengannya? Pria itu seolah merasa hatinya dicubit-cubit. Akmal benar-benar beruntung dicintai dengan hebat oleh dua orang perempuan. Risty dan Hanina. Rio tak bisa membayangkan seandainya dua perempuan ini dulunya sampai akur dan memutuskan untuk tetap menjalani pernikahannya."Aku menyukaimu, Ris. Jadi tolong berhenti berpikiran suatu saat kamu akan pergi dariku. Sebuah pernikahan itu tidak mesti dengan diawali oleh cinta. Kita tidak perlu cinta untuk membuat sebuah rumah tangga. Kita hanya perlu sebuah kesepakatan.""Aku hanya mencoba untuk realistis, Mas, lagi pula kamu masih muda dan aku berpikir jika masih banyak wanita yang mau denganmu. Setelah hatimu lebih kuat dan lukamu sembuh, aku bisa pergi dari hidupmu dan kita akan kembali menjadi orang lain.""Bagaimana dengan perasaanmu? Kamu tidak
Bab 109Waktu sudah mendekati tengah malam dan Rio masih tidak bisa tertidur lantaran juniornya yang tidak mau diajak kompromi. Berkali-kali ia menelan salivanya sembari mengerang lirih. Namun ia tak mau membangunkan Risty yang sudah lelap, walaupun jika ia meminta, perempuan itu pasti tidak akan keberatan untuk melayani kebutuhan biologisnya.Tidak.Dia sudah berjanji dalam hati untuk tidak melakukan itu, kecuali mereka sudah resmi menikah.Entah pikiran itu berasal dari mana, padahal baik Rio maupun Risty sama-sama menganut kehidupan bebas, yang berarti seks sebelum menikah bukan hal yang tabu.Akhirnya pria itu memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurny.a. Dia melepaskan lengannya dari kepala Risty dengan sangat hati-hati, lalu segera menyibak selimut dan akhirnya beringsut dari pembaringan.Setelah mengambil ponsel dari laci meja nakas, Rio keluar dari kamar, terus ke ruang tamu dan akhirnya sampai di pintu utama. Rumah ini memang tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu k
Bab 110"Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi aku nggak mungkin membatalkan rencanaku. Kamu itu berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik, Dira." Rio memejamkan mata sejenak, kemudian membuka keran dan membasuh wajahnya.Air dingin yang mengucur dan membasahi wajahnya sedikit mendinginkan suhu di tubuh Rio yang memanas akibat ulah Dira barusan. Setelah ia merasa lebih tenang, Rio pun keluar dari kamar mandi, lalu berjalan mendekati gadis yang tergolek di atas karpet itu. Dan dengan teramat hati-hati, Rio mengangkat tubuh Dira dan kembali merebahkan di pembaringan. Beruntung kali ini tampaknya Dira benar-benar tertidur, sehingga tidak bertingkah yang macam-macam."Kasihan kamu, Dira. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama Mas?" keluh pria itu. Kondisi Dira membuat Rio benar-benar risau. Dia menjadi serba salah. Memang ini di luar kendalinya, tapi sebagai seorang kakak tetap saja Rio merasa bertanggung jawab dengan perasaan Dira."Ini bukan soal baik atau buruk, tetapi nyatanya Mas meman
Bab 111Namun Rio malah menggeleng sembari memperdengarkan kekehannya. "Dia itu masih perawan, Ris. Bagaimana mungkin aku tega memerawani anak orang, terlebih adik angkatku sendiri. Dia akan menyesali seumur hidupnya.""Tapi aku pikir kamu bisa memanfaatkan...." Risty sengaja memancing atensi pria disampingnya ini."Aku bukan pria yang seperti itu. Jika aku mengetahui gadis itu masih perawan, aku tentu tidak akan mengajaknya untuk bersenang-senang. Kasihan. Lagi pula tak mungkin aku merusak adik angkatku sendiri. Dia itu gadis yang baik.""Baik katamu?! Tapi nyatanya dia ke klub malam....""Sepertinya dia ada masalah," bela Rio."Patah hati?" tebak Risty. Jemari lentiknya seketika membelai dada pria itu. "Jangan-jangan patah hati sama kamu?""Kemungkinan besar iya. Tapi aku juga tidak berani mengorek keterangan dari gadis itu. Aku hanya menyuruhnya istirahat dan jangan berpikir yang berat-berat. Setelah itu aku keluar dan pergi meninggalkan hotel. Semoga saja dia baik-baik saja di san
Bab 112"Adira, tapi Mas Rio menganggap kamu sebagai seorang adik, nggak lebih. Dia memang sangat baik sama kamu dan dia merasa kamu adalah saudaranya, di saat saudaranya yang lain tidak peduli. Kamu itu terlalu berharga. Ayolah Dira.... jangan seperti ini lagi ya. Kamu akan tetap memiliki cinta Mas Rio walaupun kami sudah menikah. Kamu nggak akan kehilangan Mas Rio," tutur lirih perempuan itu.Dia memang sengaja memancing dengan kata-kata adik, karena dia ingin tahu atau bagaimana tanggapan gadis itu. "Omong kosong! Kak Nina dan Mas Rio itu juga saudara angkat, tapi ternyata Mas Rio mencintai Kak Nina lebih daripada seorang adik. Kenapa itu tidak bisa berlaku kepadaku? Aku dan Kak Nina itu posisinya sama!" Gadis merengut. Bibirnya mengerucut. "Cinta itu tidak bisa memilih, Dira....""Nah bener, kan? Sebenarnya kalian memang saling mencintai, atau jangan-jangan kalian sudah ada hubungan lain di balik Kak Nina dan Mas Akmal?" tuduh gadis itu.Namun Risty menggeleng. "Enggak Dira. Aku
Bab 113"Iya." Wajah Hanina kembali dengan mode serius. "Aku akui aku memang sudah memberitahu soal kalian yang akan menikah, lagi pula aku juga tidak mau menutup-nutupi masalah ini. Aku tidak mau dia terlalu berharap sama kamu.""Aku tidak mau tahu ya, tapi yang jelas aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Aku mau kita mentaati kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankah itu juga yang kamu dan Akmal inginkan?!" tegas pria itu. "Kamu menekanku?!" Perempuan itu tersentak balas menatap Rio yang entah kenapa pagi ini tatapannya begitu dalam. "Aku tidak ingin membuatmu tertekan, tetapi apapun yang terjadi, kamu harus menangani dan bertanggung jawab. Kamu pastikan agar Dira tidak mengulangi hal yang merugikan dirinya sendiri." Rio bangkit, kemudian mundur selangkah. "Ya sudah, hanya itu yang ingin aku katakan. Sekarang aku harus pergi. Pekerjaanku hari ini sangat banyak."Hanina masih saja ternganga dengan sikap Rio yang dengan langkah cepatnya menghilang dari balik pintu kaca.
Bab 146Rio berusaha mengabaikan pertanyaan sang istri dan memilih untuk berdiri. Dia mengajak Risty menuju ruang makan, meski sebenarnya dia tidak sedang mood. Ternyata semua makanan sudah terhidang rapi di meja makan. Pria itu tersenyum tipis, lalu menarik kursi dan duduk."Mari kita makan, Ris. Terima kasih sudah memasak.""Bukan aku, tapi si Bibik," balas Risty seraya mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk, lalu menyerahkannya kepada Rio."Tapi kamu hebat, bisa belajar dalam waktu singkat. Aku senang melihat perubahan kamu. Kamu terlihat bersungguh-sungguh untuk membuat diri kamu menjadi lebih baik," pujinya tulus."Tapi tetap saja aku sudah punya cacat. Masa laluku bersama dengan mas Akmal sungguh buruk. Aku bahkan pernah menjadi wanita panggilan untuk menyambung hidup." Risty mengulas senyuman, meski sebenarnya ia masih menyimpan berbagai tanya di benaknya soal sikap Rio semenjak mereka pulang dari acara pernikahannya Dira dan Reza."Setiap manusia punya cac
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang