Di kamarnya Caroline mengembuskan napasnya agak kasar. Beberapa hari sudah dilewatinya di mansion ini dan rasanya membuat Caroline bosan.Meski beberapa waktu lalu memang dirinya selalu mendapat ucapan rendah penuh ejekan dari Nyonya Allin—si perusak berbisa. Itu lah julukannya pada wanita yang menjadi mama tirinya itu. Dan sekali pun Caroline tidak sudi menganggap wanita itu sebagai mamanya. Dan bukan Caroline namanya jika wanita itu hanya diam saja. Karena jelas Caroline bukan tipe wanita sabar dan pendiam. Wanita itu lebih suka di tantang atau menantang."Nic. Kapan kau ke sini lagi, Aku merindukanmu." lirihnya dalam keheningan kamar.Sudah seminggu dirinya tinggal bersama keluarga kandungnya, dan sudah empat hari Nicholas meninggalkannya dan sampai sekarang pria itu belum juga menemuinya lagi.Cup"Eh!"Caroline melongo saat mendapat kecupan tiba-tiba di pelipisnya.CupSatu kecupan lagi mendarat di dahinya."Nic?" Caroline menebak.Tidak ada jawaban."Nic? Kau kah itu Nicholas?"
Empat puluh menit di perjalanan akhirnya Nicholas sampai juga di tempat tujuannya.Nicholas langsung keluar dari mobilnya, dengan langkah tergesa memasuki mansion keluarganya. Sesampainya di pintu masuk, pemandangan pertama yang dilihatnya membuat rahangnya mengeras, kedua tangannya terkepal erat menimbulkan otot-otot tangannya bermunculan.Karen Winslet— yang berdiri di depannya tengah menyandera seorang wanita berperut agak buncit yang tengah meringis menahan sakit di perutnya.Adiknya, yea korban sandra itu Nicholatte yang tengah hamil kembali, kandungannya ada di usia 6 bulan."Lepaskan. Adikku. Karen." desis penuh penekanan di setiap kalimatnya. Pria itu terus menghunuskan tatapan tajamnya pada Karen, sedetik kemudian tatapannya beralih pada seorang wanita paruh baya yang ikut di sandra oleh pria berkepala plontos—Ibunya. Andhe Matthew.Bukannya melepas Karen malah terkekeh, wanita itu sama sekali tidak terlihat takut dengan tatapan buas penuh ancaman Nicholas, malah dengan beran
Beberapa jam kemudian, langit sudah berganti menggelap. Menampakkan cahaya bulan yang menyinari seluruh bumi meski dengan jarak yang amat sangat jauh sekali.Di rumah sakit Caroline bersiap akan menjalani operasi."Mom, Nicholas bagaimana? Apa dia belum datang?" tanya Caroline meremas pelan tangan sang ibu."Dia pasti datang, sebentar lagi." Beritahu Elina menenangkan.Harusnya yang sekarang mendampingi Putrinya dalam keadaan seperti ini adalah suaminya. Tapi Elina maklum, menantunya itu tengah membereskan sesuatu agar keadaan tetap aman. Dan putrinya selamat."Nanti kapan?" tanya Caroline tidak sabar. "Harusnya dia yang menemaniku sekarang mom," lirihnya pelan, nada suaranya terdengar sedih.Caroline ingin suaminya di sini, menemaninya yang jujur saja merasa takut. Pikiran-pikiran buruk terus menyerang kepalanya, bagaimana bila operasi ini gagal, dan kemudian sesuatu terjadi padanya.Di mana pria itu untuk menghiburnya, menenangkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja.Ohh harapan i
Elina menetralkan jantungnya mencoba lebih tenang. Dalam keadaan seperti ini menunjukan kegugupan dan ketakutan merupakan hal bodoh apa lagi menghiraukan panggilannya. Jadi, dengan setenang mungkin Elina berbalik dengan senyum di paksakannya.''Iya ada apa?" tanyanya dengan mimik yang seolah tak mengerti.Si wanita berseragam dengan tinggi menjulang di hadapannya itu malah mengangkat sebelah alisnya, berjalan mendekati Elina yang mecoba setenang mungkin.Dan saat mereka berhadap-hadapan wanita berseragam itu tersenyum—jenis senyuman tak biasa. ''Kenapa Anda terlihat gugup menatap saya?''Gosh! Apa terlihat jelas wajah gugupnya, pada hal Elina sebisa mungkin menetralkan ketenangannya."A-apa maksud Anda?"Tersenyum sinis, wanita itu menyahut. "Anda tidak bisa membohongi saya."Tentu Elina membeku.
Kedua tangan lentik mengepal begitu kuat, raut tegang dengan sorot mata tajam nan sendu yang menghiasi wajah cantiknya. Dan kenapa kata-kata yang di keluarkan beberapa menit lalu oleh lelaki itu begitu menyinggung hatinya.Tapi sabar...Karen harus menekan gejolak di hatinya, meski sendari tadi sudah begitu meledak-ledak."Janji, kau bermimpi ya. Kapan mulutku berkata janji?"Apa katanya? Sialan, apa dirinya di bohonginya lagi?!"Nic kau sudah berjanji padaku." tekan Karen dengan raut wajah kerasnya.Tapi di depannya Nicholas malah menyeringai penuh muslihat. "Ah aku tidak ingat, kapan membuat janji?"SIALAN!"NICHOLAS!!" Dan ledakan itu untuk kesekian kali tak bisa Karen tahan. Kesabarannya yang setipis tisu memperburuk atensinya.Bukannya menjawab
DOR DOR Keadaan semakin kacau, tapi untungnya sang bodyguart yang bersembunyi di balik troli itu gesit menarik pelatuk pistol di tangannya yang langsung melesat menembus tangan si pembunuh bayaran yang seketika menggeram keras."FUCK!!" Dan di detik berikutnya beberapa orang berseragam pengawal menerebos masuk, bergerak gesit meringkus si tersangka keributan, sedang sebagian lainnya langsung mengamankan istri dari majikannya, mendorong brangkar itu keluar dari ruang operasi."Kita harus mengecek cairan infus." Salah satu Dokter yang bertugas yang selamat langsung berlari menghampiri lalu mencabut selang kecil di tangan kanan pasiennya.Dokter itu curiga infus yang baru beberapa menit terpasang itu ada sesuatu di dalamnya terlebih setelah tadi pembunuh itu yang mengerjakannya. Dan Dokter itu yakin tubuh pasiennya ini—telah menerima cairan infus itu meski sedikit.***Sedangkan si pembunuh bayaran yang memilih diam— dalam artian otaknya sedang memikirkan beberapa rencana . Dia tida
Tiga hari kemudian. "Kapan bangun sayang," Elina membelai surai putrinya yang masih asik memejamkan matanya setelah dua hari berlalu.Meski racun itu tidak memasuki tubuh Caroline tapi ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan wanita berusia dua puluh empat tahun itu masih tidak sadarkan diri. "Mom merindukanmu, cepat bangun suamimu sudah merindukanmu." kekh kecil Elina di keheningan kamar vip itu. Cup Lalu kecupan sayang mendarat di kening Caroline dari sang ibu. ***Sedangkan di tempat berbeda, di sebuah ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang wanita terus saja menjerit kesetanan. "SIALAN! LEPASKAN AKU.... BERENGSEK... KAU TIDAK BISA MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI NICHOLAS!!" Jeritnya kesetanan terus menggedor-gedor pintu di hadapannya. "AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALASMU NICHOLAS! AKU AKAN MELENYAPKAN SEMUA ORANG YANG KAU SAYANG BAJ
Satu hari setelahnya. Elina yang tengah duduk di kursi tunggu pasien menoleh pada benda bergetar yang tergeletak di atas lemari mini tempat penyimpanan barang. Dan nama Nicholas yang tertera di layar henda canggih itu."Ya," sapanya setelah menggeser layar icon hijau."Belum... " entah apa yang tengah di obrolkan mertua dan menantu itu tapi Elina kemudian— menganggukan kepala."Oh... Oke.""Istriku sudah sadar?" tanya Nicholas mengubah topik di seberang sana.Dengan senyum keibuannya Elina mengangguk. Tangannya mengelus lembut surai putrinya. "Caroline sudah sadar dari semalam—meski hanya beberapa menit saja, dan sekarang sedang tidur." Lagi...Elina menatap wajah putrinya yang terlelap di hadapannya. "Sebentar lagi pasti bangun." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca."Ya pasti. Istriku itu..." terdengar dehaman samar dari seberang. "Anak mom sangat kuat, bahkan sangat berani sekali mana mungk....ehemm." sadar ucapannya agak melantur Nicholas langsung menutup topik. "Jadi tugas kit
Keesokan harinya. Di atas sebuah sofa Caroline tengah duduk manis dan tampak sibuk mengotak-atik ponsel di tangannya. Ahya, beberapa saat lalu Caroline memang keluar untuk berbelanja bersama Elina, membeli beberapa pakaian, makeup, dan salah satunya ponsel yang saat ini di mainkannya. Sebenarnya dia menolak untuk keluar apa lagi berbelanja dengan nominal yang besar tapi karena sang ibu memaksa Caroline tidak bisa menolak. Tapi yang jelas Caroline masih asing dengan kehidupannya sekarang. Sangat berubah 90 sederajat. Siapa sangka ternyata dia merupakan anak dari seorang pemilik The big mall dan sangat berpengaruh dengan cabang yang meraja rela di dunia."Akhirnya ketemu." Kata Caroline tampak senang saat berhasil menemukan akun sahabatnya—Rachel.Setelah apa yang terjadi padanya selama setahun ini. Ia rindu adik dan sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana keadaanmu Raquel? Semoga saja Putri menggemaskan dari sahabatnya itu selamat dan baik-baik saja.Caroline benar-benar kehilangan info se
S2 CHAPTER 62 "Nak?"Dengan panik Elina mendekati Caroline yang tiba-tiba memasuki kamar—kepanikannya muncul saat melihat kedua mata putrinya berkaca-kaca bahkan air mata telah membasahi pipinya."Mom..." Caroline langsung menghambur kepelukan sang ibu."Kenapa sayang?" tanya Elina merasa cemas."Nic—Nicholas ternyata mempunyai istri lain—Dia menikah lagi!?!" Beritahu Caroline dengan penuh emosi kesedihan pada sang ibu yang sebenarnya sudah di mengetahui fakta tersebut. Mengela napasnya wanita paruh baya itu tak menyangka akan secepat ini fakta itu sampai pada putrinya. "Untuk lebih jelasnya kamu bisa meminta penjelasan suamimu—"Caroline menatap tak percaya mendengar itu, langsung memotong. "Mommy sudah tau,"Seketika Elina menggeleng tapi menggangguk kemudian. Mencoba tenang sebelum kemudian mejelaskan. "Bukan Mom berpihak pada suamimu, tapi karena mom tau ada sesuatu." Rahasia sebesar ini disembunyikan hanya untuknya. Hebat sekali Nicholas Matteow.Dan sesuatu apa? "Sorry honey
Elina, Caroline, Nicholas turun dari mobil tepat di depan pekarangan Mansion Albert. Ketiganya berjalan memasuki mansion tersebut.Sesampainya—menginjakkan kakinya di lantai utama, mereka telah disambut oleh tiga orang yang tidak lain, Albert, istri kedua dan anak perempuanya."Woah ibu peri dan putrinya yang buta telah kembali." Alice—anak ke tiga Albert mengejek dengan angkuhnya pada Elina dan Caroline.Alice maju selangkah hingga akhirnya berdiri tepat di hadapan Elina dan Caroline. Dengan menatap sinis dua orang itu, Alice berani mengangkat tangannya—menunjuk-nunjuk Elina dan Caroline tak sopan."Kenapa kalian harus kembali ke sini hm? Parasit tidak berguna tidak dibutuhkan di sini!" ucapnya sinis.Caroline yang sedari tadi mengepalkan tangannya ingin sekali menampar bulak balik bibir seenaknya itu. Tapi tenang—Caroline berusaha tenang. Bukan saatnya.Well, sedari awal masuk dia sudah menebak lelaki yang beberapa jarak di hadapannya itu adalah ayah kandungnya dan dua wanita yang t
Keesokan harinya. Pukul 06.30 PM. Caroline sudah bangun dari tidurnya. "Nicholas belum datang?" Tanyanya pada sang ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi.Elina menggeleng sebagai jawaban. "Belum."Caroline menghela nafasnya dengan bibir maju sedikit. "Padahal aku sangat berharap kala aku bangun lelaki itu sudah di sini. Waktunya sedikit lagi," lirih Caroline kecewa."Jangan sedih sayang. Kita telepon saja suamimu ya?" Elina yang menemani memutuskan untuk menghubungi menantunya itu untuk mengurangi kesedihan dan kekecewaan putrinya."Mungkin dia memang sibuk Mom." ucap Caroline saat tau sang suami tidak menerima panggilannya."Jangan salah sangka beauty. Aku di sini," suara bas Nicholas dari arah pintu menyahut Caroline. Lelaki itu ternyata sudah berada di rumah sakit."Nic!" sahut Caroline berubah ceria. Terlihat bahagia."Kau benar-benar akan menemaniku?" Tanya wanita itu untuk kesekian kali, membuat Nicholas melengkungkan bibirnya sambil berjalan mendekati Caroline, lalu mem
Beberapa jam kemudian, Caroline sudah kembali ke kamar rawatnya dan jadwal operasi sudah di tetapkan.Beberapa pemeriksaan sudah di lakukan—tadi, dan berjalan lancar dan dirinya besok benar-benar bisa melakukan operasi donor matanya."Caroline."Caroline tersentak saat mendengar suara berat itu.Caroline kemudian menetralkan wajahnya menjadi datar. "Untuk apa Anda ke sini?" tanyanya dingin.Meski tidak bisa melihat seperti apa rupa sosok lelaki yang katanya–Ayah kandungnya, Caroline hanya memperlihatkan raut datarnya setelah fakta yang di dengarnya—kekejaman ayahnya, terutama pada ibunya. Lelaki paruh baya itu mendekati Caroline sembari berkata. "Maafkan Daddy Caroline,"Sontak Caroline terkekeh sinis mendengarnya. "Ayah? Seingat saya... Saya tidak punya Ayah." cetusnya dengan begitu dingin.Menolak mentah-mentah Albert Ryson sebagai Ayah kandungnya.Albert merasa dadanya tertusuk beribu-ribu jerami tajam—sangat sakit saat mendengar putrinya sendiri tak mengakuinya. Bahkan dari nad
"Elina," Elina tersentak saat seseorang menyerukan namanya."Albert." Lelaki itu ikut duduk di samping Elina."Kenapa melamun?" tanya Albert.Elina tersenyum tipis. "Ya. Mengingat apa yang telah kau lakukan dengan wanita itu padaku dan keluargaku."Albert menghela napas, tangannya mengusap wajahnya kasar. "Bisa tidak usah di ingat lagi, hm?"Dengan gelengan kepala juga senyum yang masih setia nangkring di bibirnya Elina menjawab. "Sayangnya tidak bisa, dan tidak akan pernah aku lupakan. Apa yang kau lakukan benar-benar fatal terlebih pada kedua orangtuaku kau— sudah lah." Elina menghela lelah.Albert menatap tak tega. Semua memang salahnya, kesalahan besar sepanjang hidupnya."Maafkan aku." Mohon Albert ke seratusan kalinya yang tidak di tanggapi Elina, membawa tubuh istrinya ke pelukannya dan syukurnya wanita itu tidak menolak.Masih dalam posisi berpelukan Elina menumpahkan isak tangisnya yang samar di dada sang suami. Hingga beberapa menit kemudian wanita itu melepaskan diri dari
Flashback on27 Tahun yang lalu.''Kalian telah sah menjadi sepasang suami istri," seorang pastor baru saja mengikrarkan janji suci sepasang pengantin. ''Mempelai pria bisa mencium mempelai wanita,'' lanjutnya kemudian.Sepasang pengantin—Albert dan Elina kemudian berciuman dengan diawali si mempelai pria."Cantik sekali, Elina Ryson. Istriku." Bisik Albert setelah ciumannya terlepas membuat kedua pipi Elina bersemu antara malu dan bahagia.Elina saat itu terlihat sangat bahagia terbukti dari wajahnya yang terlihat berseri-seri. Ikrar janji suci itu telah diucapkannya bersama Albert—pria yang sangat dicintainya. Yang sekarang menjadikannya berstatus sebagai Nyonya dari Ryson—Nyonyo Albert Ryson."Kini kau sudah menjadi milikku." Bisik Albert mendekatkan wajah mereka, hingga kening mereka saling bersentuhan.Elina menggangguk dengan kebahagiannya yang membuncah. "Yea aku milikmu selamanya."CupMemejam kan kedua matanya kala satu kecupan lama yang terasa tulus sekali bagi Elina, kini p
Satu hari setelahnya. Elina yang tengah duduk di kursi tunggu pasien menoleh pada benda bergetar yang tergeletak di atas lemari mini tempat penyimpanan barang. Dan nama Nicholas yang tertera di layar henda canggih itu."Ya," sapanya setelah menggeser layar icon hijau."Belum... " entah apa yang tengah di obrolkan mertua dan menantu itu tapi Elina kemudian— menganggukan kepala."Oh... Oke.""Istriku sudah sadar?" tanya Nicholas mengubah topik di seberang sana.Dengan senyum keibuannya Elina mengangguk. Tangannya mengelus lembut surai putrinya. "Caroline sudah sadar dari semalam—meski hanya beberapa menit saja, dan sekarang sedang tidur." Lagi...Elina menatap wajah putrinya yang terlelap di hadapannya. "Sebentar lagi pasti bangun." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca."Ya pasti. Istriku itu..." terdengar dehaman samar dari seberang. "Anak mom sangat kuat, bahkan sangat berani sekali mana mungk....ehemm." sadar ucapannya agak melantur Nicholas langsung menutup topik. "Jadi tugas kit
Tiga hari kemudian. "Kapan bangun sayang," Elina membelai surai putrinya yang masih asik memejamkan matanya setelah dua hari berlalu.Meski racun itu tidak memasuki tubuh Caroline tapi ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan wanita berusia dua puluh empat tahun itu masih tidak sadarkan diri. "Mom merindukanmu, cepat bangun suamimu sudah merindukanmu." kekh kecil Elina di keheningan kamar vip itu. Cup Lalu kecupan sayang mendarat di kening Caroline dari sang ibu. ***Sedangkan di tempat berbeda, di sebuah ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang wanita terus saja menjerit kesetanan. "SIALAN! LEPASKAN AKU.... BERENGSEK... KAU TIDAK BISA MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI NICHOLAS!!" Jeritnya kesetanan terus menggedor-gedor pintu di hadapannya. "AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALASMU NICHOLAS! AKU AKAN MELENYAPKAN SEMUA ORANG YANG KAU SAYANG BAJ