Share

Ibu Atau Candy?

Author: Hawa Hajari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Uzy ketiduran dibuai khayalan. Sampai azan Asar berkumandang, ia tak terbangun maupun terganggu. Sepertinya kupingya sudah dikencingi oleh setan.

Hanif memasuki ruangan tepat pada pukul empat. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat Uzy yang tertidur pulas, bahkan ilernya sampai jatuh ke pipi dan leher.

“Zy, Uzy. Bangun, Zy.”

Hanif menggoyang-goyangkan tubuh Uzy.

“Kamu harus kerja, Zy!” seru Hanif. Ia berspekulasi bahwa kalimat itu akan membuat Uzy segera sadar.

Betul dugaannya. Demi mendengar kata ‘kerja’, sontak mata Uzy terbuka seketika.

“Jam berapa sekarang?” tanyanya kaget.

Ia menghapus iler dengan ujung lengan baju, lalu mengucek-ngucek mata yang masih buram. Lalu ia celingukan ke kanan dan kiri, mencari tas ransel andalan. Di dalam tas itu ponselnya yang jadul berada.

“Jam empat, Zy,” jawab Hanif. Telunjuk Hanif terarah pada jam dinding.

Kepala Uzy berputar ke arah jam. Ia bergegas bangkit.

“Aduh, hampir telat,” keluhnya.

“Salat dulu,” seru Hanif, mengingatkan.

Uzy mengangguk. Ia tinggalkan tas ransel di ruangan dan melangkah terburu-buru ke arah kamar mandi untuk mengambil air wudu.

Cepat sekali ia kembali, dan melaksanakan salat dengan kilat. Tak sampai dua menit, salatnya sudah rampung.

“Makasih tumpangannya, Mas Hanif. Saya pamit dulu,” ujar Uzy saat hendak pergi.

“Cepat betul salatnya?” tanya Hanif. Matanya terbelalak heran.

“Iya. Kan sudah lama belajar,” sahut Uzy kalem.

“Saya pamit, Mas. Makasih tumpangannya,” sambung Uzy. Ia bergegas pergi karena takut terlambat.

“Kalau mau tidur lagi ke sini saja, Zy!” pekik Hanif ke arah Uzy yang setengah berlari.

Uzy membalik badan, lalu mengangkat kedua jempolnya seraya tersenyum ramah. Sedetik kemudian, Uzy kembali berbalik dan berlari.

Hanif menatap kepergian Uzy yang tergesa-gesa.

***

Malam itu, setelah warung lesehan “Mas Ngganteng” tutup, Mas Destan memberikan upah Uzy seperti biasa. Tapi ada yang tidak biasa, yaitu kabar yang diberitakannya.

“Zy, besok warungku mau tutup dulu. Aku ada perlu ke luar kota,” ujar Mas Destan.

“Yah ... tutup, Mas?” tanya Uzy.

Raut wajahnya kecewa. Terbayang di pelupuk mata, uang tiga puluh ribu yang melayang.

“Uhuk! Ada yang mau kawin!” Celetuk Dudi. Senyumnya terlihat jail.

Mas Destan hanya tersenyum-senyum mendengar godaan Dudi.

“Iya, Mas? Dapat orang mana?” tanya Uzy.

Ia berusaha mengalihkan perhatian dari uang upah yang tidak akan diterimanya besok. Berharap rasa kecewanya segera pudar.

“Dekat, kok,” kelit Mas Destan. Entah mengapa ia tak mau mengakui asal daerah calon istrinya.

“Orang Klaten, Zy,” celetuk Dudi lagi. Senyumnya semakin lebar.

Wajah Mas Destan memerah, ia tertawa menutupi rasa malu.

“Oya, Mas? Wah, satu kota denganku, dong,” cetus Uzy, terkejut.

“Daerah mana? Siapa tahu dekat rumahku,” kejar Uzy.

“Di Bayat. Rumahmu mana, Zy?” balas Mas Destan.

“Saya di Karang Anom, Mas,” jawab Uzy. Kemudian Uzy terdiam.

Pembicaraan tentang kota asalnya membuat Uzy teringat pada Ibu dan Lilis. Tiba-tiba rasa rindunya membuncah.

“Selamat ya, Mas. Semoga bahagia,” lanjut Uzy.

“Makasih, Zy. Besok baru lamaran, kok,” ceplos Mas Destan.

***

Sampai di rumah Paman Ali, Uzy terpikir untuk menelepon Ibu dan Lilis. Akan tetapi, niat itu diurungkannya setelah melirik jam. Pukul setengah sebelas malam. Sudah terlalu larut untuk menelepon. Besar kemungkinan, ibunya sudah tidur pulas. Ia tak ingin mengganggu.

Uzy berbaring di kasur untuk meluruskan badan yang penat. Ia menatap plafon kamar tidur. Ada wajah Ibu dan Lilis yang berkelebat bergantian. Ada rasa bersalah di dalam hati. Ia tak pernah menelepon Ibu, malahan Ibu dan Lilis yang selalu meneleponnya.

Apa di sana Ibu kekurangan uang? Atau sedang butuh teman bicara? Uzy teringat pada celengannya. Ia bangkit dan menurunkan kaki dari tempat tidur. Ia meraih celengan yang disimpan di meja belajar.

Uzy mngguncang isinya. Dari bunyi yang terdengar, celengan berbentuk drum itu sudah terisi separuh. Hati-hati Uzy membuka tempat harta berharganya, lalu menghitung isinya.

Semuanya hampir delapan ratus ribu. Uzy menimbang. Mungkin sebagian uang bisa ia berikan pada Ibu untuk menyenangkan hati beliau. Sebagian lagi ia gunakan untuk membeli buku kuliah.

Bayangan Candy berkelebat. Uzy bimbang. Ibu atau Candy? Uzy mematung, sementara batinnya riuh berperang antara dua kepentingan. Bisikan malaikat qarin dan bisikan setan saling berebut pengaruh.

“Ah, mendingan tidur,” gumam Uzy.

Ia membereskan uang yang berserakan di kasur dan memasukkannya kembali ke dalam celengan. Celengan lalu diletakkan lagi ke tempatnya di meja belajar.

Kepala Uzy pusing dan tubuhnya lelah. Pikirannya kusut tertutup kabut.

Uzy menguap, lalu menarik selimut hingga ke kepala. Ia putuskan untuk memikirkan persoaalan ini esok hari. Dalam hitungan detik saja, Uzy sudah terbang ke alam mimpi.

***

Seusai kuliah keesokan harinya, Uzy terbengong di depan kelas. Semua teman-temannya sudah menghambur berpencaran. Ada yang ke kantin, ada yang pulang, dan sebagian lagi menuju UKM tempat mangkal masing-masing.

Sekarang Uzy bingung harus mengerjakan apa. Tugas kuliah sedang tidak ada. Nanti sore ia libur bekerja. Waktunya kosong dari siang sampai malam nanti. Tidak seru rasanya kalau langsung pulang ke rumah Paman Ali. Lagipula, di rumah dia harus mengerjakan apa?

Uzy tidak pernah ikut kegiatan apa-apa. Dia juga tidak punya teman dekat. Hanya Milo teman yang sering mengajaknya berbicara, sedangkan teman lain hanya sering saling sapa basa-basi biasa.

Tengah terbengong sendirian, dari ujung lorong ia melihat Candy. Gadis itu sibuk menatap layar ponselnya sambil berjalan. Arahnya seperti hendak ke lahan parkir kendaraan.

“Candy?” gumam Uzy. Tak menyangka akan melihat Candy lagi.

Kali ini rambut indah Candy hanya diikat gaya ekor kuda. Ikat rambutnya cantik dari bunga artifisial. Baju kaosnya hitam pekat, sangat kontras dengan kulit putihnya yang bersinar. Kakinya dibalut celana jeans ketat.

“Seksinya,” desis Uzy.

Melihat itu jantung Uzy bertalu tidak karuan. Jakunnya naik turun tanpa permisi. Memang betul kata para ustaz, pandangan mata merupakan pintu terjadinya perbuatan dosa. Lelaki dan perempuan sama-sama diperintahkan untuk menundukkan pandangan, agar hati tetap terjaga.

Tiba-tiba Uzy ingat Yandi. Mungkin sebaiknya ia cari saja Yandi sekarang, untuk menanyakan berapa uang yang harus dibawanya untuk mengajak Candy kencan. Jika uangnya cukup, ia bisa mendekati Candy. Perkara mengirim uang kepada Ibu dan Lilis, itu bisa dilakukan bulan depan.

Ringan kaki Uzy melangkah menuju bangunan fakultas ISIPOL. Ia ingat dulu Yandi mengatakan bahwa ia mengambil jurusan Administrasi Negara.

“Aku mau jadi kepala desa, syukur-syukur kepala daerah. Hahaha!” seloroh Yandi waktu itu.

Meskipun bercanda, Uzy curiga Yandi memang berambisi menjadi pejabat.

Uzy bersiul-siul riang, hatinya sangat gembira. Ternyata tak sulit mencari Yandi. Sepertinya anak itu cukup populer diantara teman-teman satu jurusannya. Hanya sekali Uzy bertanya, ia langsung ditunjukkan tempat Yandi mangkal.

“Yandi? Oh, jam segini biasanya dia ada di kantor SM,” jawab seorang mahasiswa.

“SM? Apa itu?” tanya Uzy bingung.

“SM itu Senat Mahasiswa. Itu kantornya di sana,” jelas si pemuda. Sementara jari telunjuknya menuding ke arah sederetan bangunan yang berada agak rendah di bawah bangunan utama fakultas.

“Makasih, Mas,” ujar Uzy seraya berlalu.

Di kantor SM, Uzy melihat Yandi sedang bermain gitar. Ia terkejut melihat kedatangan Uzy.

“Kamu ... Uzy, kan?” tanya Yandi, setelah meletakkan gitar dan keluar menemui Uzy.

“Iya. Kamu masih ingat, kan? Sewaktu orientasi maba kita satu kelompok,” tutur Uzy.

Sebetulnya ia agak kecewa Yandi hampir melupakan namanya.

“Iya, iya. Maaf aku agak lupa. Maklum, kebanyakan urusan karena memikirkan masa depan mahasiswa. Hahaha!” tawa Yandi kencang.

Uzy mengabaikan sikap sok yang ditunjukkan Yandi. Ia langsung mendekati Yandi dan berbisik di dekat telinganya.

“Aku mau tanya sesuatu,” bisiknya lirih.

Yandi memandang Uzy dengan sorot mata bingung.

“Silakan saja tanya. Ada yang bisa aku bantu?” tawar Yandi.

Senyum miring yang jail muncul di sudut bibirnya.

“Aku—malu. Kita menyingkir dulu,” pinta Uzy.

Wajahnya memerah. Dahi Yandi mengernyit. Namun, ia turuti juga permintaan Uzy yang terasa aneh buatnya. Mereka berjalan sampai berada di bawah pohon rindang yang sepi.

“Kamu ingat obrolan kita tentang Candy? Aku—mau tanya berapa uang buat kencan dengan Candy,” ungkap Uzy.

Yandi terperangah. Mulutnya sampai menganga. Sedetik kemudian ia terbahak-bahak.

“Kamu serius soal itu, ya? Ya, ya. Aku ingat, kamu kayaknya memang serius sama cewek itu,” angguk Yandi.

“Berapa?” desak Uzy, penasaran dan tak sabar.

“Sini aku bisiki,” ajak Yandi. ***

Related chapters

  • Terjerat Sugar Baby   Candy dan Pasangannya

    Uzy mendekatkan kepala kepada Yandi. Pelan, Yandi berbisik,“Dua juta ....”Uzy terbelalak.“Semahal itu!” seru Uzy.Yandi tertawa melihat keterkejutan Uzy.“Dia memang mahal. Aku sudah pernah bilang, kan?” bisik Yandi.Uzy terdiam. Uangnya kurang, itu yang membuatnya kebingungan.“Memangnya kamu punya uang berapa?” bisik Yandi lagi.“Sembilan ratus,” gumam Uzy pelan.Yandi memandang Uzy seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Sesaat kemudian, ia menggelengkan kepala.“Kurang banyak. Kamu nabung saja dulu atau cari uang,” saran Yandi.Uzy mengangguk.“Mungkin bulan depan aku ada uang segitu,” kata Uzy.“Bulan depan saja ketem

  • Terjerat Sugar Baby   Saran Pakar

    “Cari cewek lain, yang lebih sesuai untuk jadi istri,” jawab Dudi halus.Lantaran tidak enak membuka topik yang riskan ini, Dudi mengalihkan pandangan ke ponsel di tangannya.“Hm. Aku belum mikir menikah, sih. Masih jauh, kuliah saja baru mulai,” ungkap Uzy.“Apalagi begitu. Jangan main api, nanti kamu terbakar,” ujar Dudi.“Tuh, Zy. Dengarkan saran dari pakar,” timpal Mas Destan.Sedari tadi diam, tiba-tiba Mas Destan ikut menimbrung. Uzy memandang Dudi dan Mas Destan bergantian.“Pakar?” ulang Uzy. Mulutnya melongo, pertanda tak paham.“Pakar itu kata lain dari orang yang sudah memiliki pengalaman pahit,” sambung Mas Destan.Kemudian Mas Destan dan Dudi sama-sama tertawa. Bedanya, Mas Destan tertawa prihatin, sedangkan Dudi tertawa

  • Terjerat Sugar Baby   Tangisan Candy

    Pengajian akbar yang dihadiri Uzy berlangsung lebih meriah daripada yang Uzy sangka sebelumnya. Sejak pagi-pagi sekali, sudah ramai para mahasiswa yang ingin ikut menghadiri acara tersebut. Uzy sendiri hadir lebih pagi dari jadwal acara untuk membantu panitia, karena tidak enak pada Hanif. “Ramai juga ya, Mas. Wajah-wajahnya asing, seperti bukan mahasiswa kampus ini. Dari mana saja mereka?” tanya Uzy heran. “Kami mengundang para mahasiswa dari kampus-kampus lain. Kan, UKM Islam antar kampus ada silaturahminya. Nah, mereka yang hadir itu adalah pengurus dan anggota UKM Islam dari kampus-kampus lain,” jelas Hanif seraya tersenyum. Uzy manggut-manggut. Ia baru tahu bahwa UKM antar universitas bisa memiliki komunitas juga. “Ayo, Zy. Tolong tata tambahan kursi bagi para hadirin lagi,” ajak Hanif. “Siap, Mas!” jawab Uzy sigap. Satu jam me

  • Terjerat Sugar Baby   Babak Belur

    Uzy berhenti di dekat mobil hitam mewah tersebut.“Permisi,” kata Uzy cukup keras.Dua kepala muncul memenuhi panggilannya. Wajah cantik Candy dan wajah seorang bapak-bapak bertubuh kekar terlihat oleh Uzy.“Ehm, maaf. Saya mau ketemu Mbak Candy,” ujar Uzy grogi.“Ya? Ada apa, ya?” tanya Candy.Sepasang mata cantik Candy menyorotkan kebingungan. Dari pandangan matanya, jelas ia merasa Uzy merupakan orang asing. Terang saja, Candy baru pertama kali ini melihat Uzy secara serius.“Boleh bicara berdua saja, Mbak? Urusannya agak pribadi,” kata Uzy sungkan.“Boleh, boleh. Silakan masuk,” sahut Candy. Ia menyilakan Uzy untuk masuk ke ruang tamu.“Tunggu sebentar Pak Doni,” kata Candy pada bapak-bapak yang tadi ikut muncul.

  • Terjerat Sugar Baby   Hubungan Batin

    “Assalamu’alaikum,” salam Hanif yang sudah kembali.“Zy. Betul itu dompet Pak Ratno. Beliau senang sekali dompet dan kartu-kartu pentingnya kembali. Aku sudah ceritakan bahwa kamu yang menemukannya. Sebagai rasa terima kasih, uang yang ada di dalam dompet beliau hadiahkan buatmu,” lapor Hanif.“Betul itu, Mas?” tanggap Uzy. Matanya berbinar. Kebetulan ia perlu uang buat ongkos dan merawat ibunya di rumah.“Alhamdulillah. Kebetulan saya memang sedang perlu uang, Mas. Barusan adik saya telepon mengabari bahwa Ibu sakit. Saya harus pulang sekarang juga,” ungkap Uzy.“Wah! Alhamdulillah kalau begitu, Zy. Tapi kamu nggak apa-apa pulang dalam kondisi begitu?” tanya Hanif. Kecemasannya terlihat tulus.“Nggak apa-apa, Mas. Saya khawatir dengan kondisi Ibu. Kata adik saya, Ibu memanggil nama saya terus,” ujar Uzy.&nbs

  • Terjerat Sugar Baby   Rahasia Ibu

    “Orang-orang apa, Bu?” desak Uzy yang semakin tak sabar.Tiba-tiba Ibu menangis. Hati Uzy serasa diremas karena merasa bersalah. Ia telah membuat ibunya bersedih. Sudut mata Uzty melirik Lilis, sebagai kode bahwa ia meminta penjelasan.Akan tetapi, Lilis malah asyik memandangi kuku-kuku jari tangannya. Sesekali, ia mencongkel kotoran yang terselip diantara kuku dengan kuku jari kelingking. Dari gaya Lilis saja Uzy sudah tahu bahwa adiknya itu sengaja berpura-pura tak melihat kode yang diberikannya.Uzy mendesah. Ia mengambil sebelah tangan Ibu lalu menggenggam erat-erat. Matanya menatap Ibu penuh kesungguhan.“Bu, maafkan Uzy yang telah berkata keras pada Ibu,” ujar Uzy lembut.Ibu mengusap air di sudut mata dengan punggung tangannya yang bebas, lalu membelai tangan Uzy yang menggenggam tangannya yang lain dengan tangan tersebut.&ldqu

  • Terjerat Sugar Baby   Keinginan Lilis

    “Ehe ... Aku nggak enak ngomongnya,” kata Lilis seraya cengengesan.“Apa karena ada Ibu? Anggap saja Ibu nggak ada,” seloroh Ibu.Lilis tertawa-tawa. Namun setelah itu ia tetap bungkam.“Punya apa sih, Lis? Mas jadi penasaran, nih,” desak Uzy tak sabar.Lilis memilin-milin rambutnya yang panjang sebahu. Matanya berkelana ke langit-langit kamar, seolah sedang mempertimbangkan ucapan Uzy.“Paling juga punya pacar,” celetuk Ibu mengagetkan.“Haaa ... Kok Ibu bisa tahu?” Mata Lilis terbelalak sempurna. Mulutnya juga ikut menganga. Ekspresi wajahnya sangat lucu dan imut di mata Uzy.“Betul, kan,” cetus Ibu seraya tersenyum.“Dari mana Ibu tahu, sih. Kan Ibu nggak pernah antar dan jemput aku sekolah,” desak Lilis penasaran.

  • Terjerat Sugar Baby   Move On, Uzy!

    Uzy pulang menggunakan bus antarkota. Berangkat pukul empat sore, ia tiba di rumah Paman Ali menjelang maghrib, pada pukul setengah enam. Kedatangannya disambut gembira oleh Paman Ali dan istri pamannya. Bahkan, Bibi memasakkan menu istimewa kesukaan Uzy, udang asam manis. Uzy makan bersama keluarga Paman Ali, termasuk bersama Zeo.“Makan yang banyak, biar kamu pinter dan cepet lulus,” ujar Bibi sambil menambahkan lauk udang ke piring Uzy.“Iya, Bi. Terima kasih.” Uzy menjawab takzim.“Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Paman Ali.Uzy menceritakan penyakit dan kondisi terkini dari keadaan ibunya secara ringkas. Paman Ali juga menanyakan kabar Lilis. Uzy pun menceritakan perkembangan Lilis adiknya. Usai makan, Uzy pamit ke kamarnya untuk beristirahat.Uzy yang merasa gerah langsung memutuskan untuk mandi. Azan Maghrib berkumandang dari kejauhan, bertepatan dengan kaki Uzy yang melangkah keluar dari kamar mandi. Uzy langsung menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.Usai shalat, Uzy

Latest chapter

  • Terjerat Sugar Baby   50. Pernikahan (TAMAT)

    Kedatangan Uzy disambut suka cita oleh ibunya dan Lilis.“Alhamdulillah, Ibu senang kamu sudah sampai, Zy.” Ibu memeluk Uzy dengan penuh rasa syukur.Setelah saling melepas rindu dengan bertanya kabar, Uzy pun dituntun ibunya untuk duduk di ruang keluarga sekaligus ruang tamu rumah.“Cepat ambilkan jajan pasar yang sudah Ibu siapkan, Lis. Jangan lupa suguhkan tehnya,” titah Ibu kepada Lilis.Lilis patuh. Ia masuk ke dalam untuk melaksanakan semua perintah ibunya. Berdua saja duduk bersama ibunya, Uzy memutuskan untuk langsung mengungkapkan maksud kepulangannya.“Ibu, aku mau memberitahukan sesuatu yang penting. Begini, Bu … aku akan melamar seorang gadis bernama Naura.”Mata Ibu membulat lantaran tak menduga kabar penting yang disampaikan secara mendadak. Namun, Uzy menangkap nada senang ketika ibunya bertanya, &ldqu

  • Terjerat Sugar Baby   49. Jodoh Dari Tuhan

    Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan Uzy saja belum sempat untuk berpikir matang. Tahu-tahu saja, ia sudah dipaksa untuk menikahi gadis secantik Naura. Kalau mau jujur, sebetulnya Uzy tidak merasa terpaksa. Gadis secantik Naura, siapa yang bisa menolak? Paling-paling Uzy hanya bisa berlari ke pelukan gadis itu.“Jadi, kapan kamu mau mengajak keluargamu melamar Naura, Mas Uzy?” desak ibunya Naura, Sofia.Saat ini, Uzy dan Pak Chandra sudah berada di rumah Naura. Selepas kejadian memalukan di pantai itu, Uzy dan Pak Chandra terpaksa pulang mendahului teman-temannya. Mereka berdua memutuskan buat tidak ikut acara menyaksikan matahari terbenam. Keluarga Naura mendesak Uzy untuk ikut pulang bersama mereka.“Secepatnya, Bu. Saya harus mengabari ibu saya dulu di Klaten.” Uzy menjawab takzim, seperti dia apa adanya.“Coba ceritakan tentang keluarga Nak Uzy,” pinta Sofia p

  • Terjerat Sugar Baby   48. Aksi Penyelamatan

    Uzy terus berteriak-teriak, namun anehnya sosok wanita di depannya seperti tidak mendengar. Sosok itu mengenakan gaun putih panjang hingga sebetis. Sebuah topi anyaman menutupi kepala dan menyisakan rambut hitam panjang sepunggung pemiliknya.Jarak Uzy dan wanita itu hanya lima meter lagi. Wanita itu terus berjalan pelan menuju ke kedalaman lautan di depannya. Ombak memecah pantai, membuat air laut menyapu tubuh wanita itu hingga selutut.“Mbak, jangaaan!” Uzy tak mengurangi kecepatan, ia terus berlari cepat demi dapat mencapai wanita itu.Setelah dekat, dengan penuh rasa heroik, Uzy melompat dan menangkap tubuh si wanita, mencegahnya untuk terus melarungkan diri ke laut dalam.“Aaah!” jerit melengking terdengar membelah langit siang. Suara si wanita bergema hingga ke sudut pantai yang kebetulan sepi.Uzy dan wanita itu terjatuh ke atas pasir basah, tepat

  • Terjerat Sugar Baby   47. Benci Tapi Rindu

    "Well, itu tadi sedikit cerita tentang pengalamanku naik ojek online. Seperti yang kalian tahu, hidup ini seperti lelucon, dan setiap perjalanan selalu penuh dengan kejutan. Jadi, mari kita nikmati perjalanan ini dengan senyum dan tawa. Terima kasih, semuanya!" Rudi melayangkan cium jauh buat semua orang di dalam bus, membuat sebagian besar rekan-rekannya tertawa melihat tingkahnya.“Ikut stand up comedy aja kamu, Rud. Dijamin, kamu pasti kalah!” teriak Ratih dari kursi paling belakang sambil mengacungkan jempol terbalik. Beberapa teman wanita Ratih terkikik mendengar ejekan Ratih.Rudi yang hendak duduk di kursinya, menoleh mendengar perkataan Ratih.“Apa sih, Rat? Dari kemarin kamu kok sentimen banget sama aku? Ah, pasti kamu naksir berat sama aku, deh!” balas Rudi santai.Tawa menggema di dalam bus, sementara wajah Ratih merah padam mendapatkan balasan telak dari R

  • Terjerat Sugar Baby   46. Stand Up Comedy

    Uzy berusaha untuk menolak posisi ketua panitia, namun sepertinya semua rekannya justru menganggap dirinya pilihan terbaik. Wajah Uzy mulai terlihat panik. Di tengah kebingungan Uzy, tiba-tiba sebuah suara mengatasi semua suara yang berdengung di sekitar Uzy.“Mendingan jangan Pak Uzy, deh!”Serentak, seluruh pasang mata yang ada di dalam ruangan menoleh ke arah sumber suara. Pendapat anti mainstreamitu dianggap aneh dan mencengangkan oleh kebanyakan para karyawan. Suasana mendadak senyap.“Memangnya kenapa, Rud?” tanya Rani, akhirnya ada yang angkat suara.“Yaaa, Pak Uzy kan atasan kita. Masak sih kalian mau ngerjain atasan sendiri? Namanya acara, panitia-panitiaan itu ya dari kita-kita para staf biasa atau SPG,” dalih Rudi, meyakinkan.Semua karyawan tampak mengangguk-angguk. Mereka mulai termakan oleh persuasi yang Rudi lakuka

  • Terjerat Sugar Baby   45. Hati yang Retak

    Uzy meneruskan perjalanannya ke kantor. Sepanjang jalan, Uzy sekuat tenaga menahan rasa sesak di dada. Uzy melajukan motornya dengan kecepatan pelan, khawatir terjadi kecelakaan seperti yang baru dialaminya. Akhirnya, Uzy sampai di kantornya dengan fisik yang selamat meskipun hatinya remuk redam. Uzy duduk di belakang mejanya dengan tatapan kosong. Dia tampak terlihat melamun dan sedih. Ia tak sanggup mengerjakan apapun selama setengah jam setelahnya. Uzy mematung, sibuk dengan kecamuk di dalam dadanya. Pada akhirnya, bunyi ketukan di pintu yang berhasil membawa Uzy kembali pada kenyataan. Uzy mengangkat kepala, lalu menyahut, “Masuk!” Pintu terbuka dan Rudi masuk ke dalam ruangan Uzy. “Saya bawa laporan penjualan kemarin, Pak,” lapor Rudi sambil melangkah mendekati meja Uzy. “Oh, iya. Letakkan saja di meja.” Uzy menanggapi tanpa nada antusias sama sekali. Rudi meletakkan sebuah map pada meja di hadapan Uzy. Ia bermaksud untuk pergi, namun raut wajah sedih Uzy mengusiknya. Walaup

  • Terjerat Sugar Baby   44. Kenyataan Pahit

    Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali ke arah Uzy dengan gaya yang genit. Bibirnya yang berpoles lipstik merah menyala, tersenyum genit. “Hai, Mas ngganteng. Kamu butuh hiburan?”Uzy begitu syok, sampai ia tak menepis tangan si gadis yang mampir di pundaknya, berusaha meraih Uzy ke dalam pelukan.“Kamu Mariska?” tanya Uzy spontan.Gadis itu kembali mengerjapkan matanya dengan gaya yang lebih genit. Bau alkohol menguar dari bibirnya yang sedikit terbuka sensual.“Kita pernah kencan ya, Mas? Mau lagi?” Gadis itu terus meracau.Uzy menatap nanar pada sosok gadis di depannya. Gadis yang wajahnya ia lihat bersama Lilis kemarin di pusat perbelanjaan. Tak salah lagi, gadis muda di depannya pastilah Mariska. Hanya saja, Mariska yang ini lebih menor dandanannya daripada kemarin.Sementara itu, orang-orang yang lewat di jalan

  • Terjerat Sugar Baby   43. Pilihan Sulit

    “Mas, ayo kita sapa Mariska.” Lilis mendadak menjawil lengan Uzy. Uzy tersentak. “Jangan, Lis. Mendingan kita keluar saja dari sini. Jangan sampai Mariska melihatmu ada di sini juga.” “Lho, kenapa, Mas?” Lilis menatap Uzy dengan tatapan tak mengerti. “Kayaknya Mariska enggak akan suka kalau tahu kamu melihatnya di sini,” sahut Uzy spontan. Lagi-lagi, Lilis mengernyitkan dahi. “Kok, gitu? Seharusnya dia senang melihatku.” “Sudah, Lis. Ayo kita cari toko lain saja.” Enggan menjelaskan keadaan yang diduganya, Uzy langsung menarik tangan Lilis untuk keluar dari toko sepatu. “Kamu mau ke toko sepatu tempat Mas kerja, enggak? Kalau di sana, mungkin kamu bisa beli sepatu. Biar Mas yang bayarin.” Uzy membujuk Lilis. “Wah, beneran nih, Mas? Aku mau, dong.” Lilis melebarkan senyum mendengar janji Uzy. Akhirnya, mereka berdua keluar da

  • Terjerat Sugar Baby   42. Keterkejutan Lilis

    “Kenapa kamu bilang begitu, Lis? Memangnya kamu berpikir kalau Mas punya pacar?” tanya Uzy hati-hati.Lilis mengedikkan bahu. “Siapa tahu, Mas? Mas Uzy kan sudah cukup umur. Sudah punya kerjaan mapan juga. Kalau melamar anak orang, pasti enggak akan ditolak.”Uzy menarik napas lega. Sepertinya Lilis tidak tahu soal Candy. Maka, Uzy menjawab ujaran Lilis dengan suara dan ekspresi yang tenang. “Ah, mana ada cewek yang mau sama Masmu ini.”“Eh, Mas Uzy kok minder? Padahal Mas kan tampangnya lumayan. Sudah ada kerjaan lagi. Sudah dua kelebihan Mas dibanding cowok-cowok lainnya.” Lilis bersikeras.Uzy tertawa. Ia mengacak lembut ubun-ubun Lilis, hingga rambut gadis yang beranjak remaja itu teracak dan kusut. Lilis spontan menghindar.“Jangan, Mas. Penampilanku jadi enggak keren lagi nanti,” keluh Lilis.

DMCA.com Protection Status