Linda terbangun dari tidurnya yang sangat lelap. Tubuhnya masih terasa sangat lelah karena pertempuran sangat luar biasa semalam. Matanya terbuka, lalu kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Linda mencari sosok Tangguh di sampingnya, berharap pemuda itu memberikan ciuman selamat pagi dalam pelukannya. Namun hal itu tidak kesampaian.
Di atas bantal tempat Tangguh semalam berbaring, Linda menemukan secarik kertas bertuliskan tangan. Wanita itu tersenyum saat tahu Tangguh yang meninggalkan pesan untuknya.
Sayang, saya pulang ya. Pak Steve bisa khawatir dan curiga jika malam ini saya tidak pulang ke rumah. Lagi,n besok saya harus ke Tanjung Priok dan berangkat pagi. Semoga ada waktu bisa kembali berduaan walau diam-diam. Sepulang dari Tanjung Priok, saya akan ke hotel lagi. Tunggu ya.
Linda tersenyum dengan sangat lebar. Ia bergerak turun dengan perlahan. Menikmati pagi hari yang bisa bermalas-malasan. Jika saat ini di rumah, pastilah ia sedang sibuk di
Drt!Drt!Ponsel Steve terus saja bergetar tanpa henti. Steve yang tertidur karena sakit di kepalanya, akhirnya tersentak dan langsung melihat ponselnya.TangguhKeningnya berkerut saat nama Tangguh yang muncul di sana. Steve melihat jam di ponsel yang baru pukul sebelas malam, tandanya baru satu jam ia tertidur."Halo, Guh, ada apa?""Pak, tampaknya ada sedikit masalah dengan Rucita, apa saya boleh kembali ke Garut malam ini?""Mmm ... kamu di mana sekarang? Naik travel saja biar cepat sampai. Kamu pulang ke rumah dulu, saya akan carikan mobil.""Terima kasih, Pak, saya sudah di jalan pulang."Tangguh memutus sambungan teleponnya, lalu dengan cepat memakai pakaiannya kembali. Tujuannya belum lagi sampai, tetapi masalah Rucita membuatnya tidak bisa meneruskan yang tertunda."Bagaimana, Guh? Kamu jadi kembali ke Garut?" tanya Linda khawatir."Iya, Sayang, tapi Pak Steve meminta saya seg
Ponsel Tangguh masih belum bisa dihubungi, sedangkan warga sudah banyak yang berkumpul di rumah Tangguh untuk menyaksikan Rucita yang dinikahkan dengan Steve. Mau tidak mau, rela tidak rela, Rucita pasrah dinikahi Steve walau harus jadi istri kedua. Ditambah lagi kekecewaannya pada Arnan, membuat Rucita tidak ingin pikir panjang. Biarlah ia malu saat ini, asal ada pria yang menikahinya dengan benar."Ke mana Tangguh, tidak bisa dihubungi?" gumam Paman Gun resah."Diwakilkan oleh Pak Gun saja. Bukannya Pak Gun saudara dari ayah Tangguh?" kata Steve memberikan masukan. Pria dewasa yang bernama Gun itu akhirnya mengangguk setuju. Seorang ustadz dipanggil untuk menikahkan Steve dan Rucita secara agama. Diwakilkan Paman Gun dan bertindak sebagai saksi adalah RT dan sepupu dari paman Rucita.Gadis itu menunduk malu. Sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya yang kini menjadi pusat perhatian orang banyak. Malu sekaligus berdebar.Steve
Sudah dua malam Linda tidak bisa menghubungi Tangguh. Ponselnya tidak aktif sejak dua jam ia pulang ke rumah Steve. Linda yang tengah dilanda kebingungan akhirnya memilih pulang dan juga tidak menemukan Steve di rumahnya.Wanita itu mengecek lemari pakaian dan ia tidak menemukan tas ransel yang biasa digunakan suaminya untuk bepergian. Beberapa helai baju kaus yang sudah di-laundry dan celana pendek serta celana jeans Steve tidak ada di dalam lemari. Ke mana suaminya?Linda pun menelepon Steve malam itu, tetapi nomor suaminya tidak aktif. Dia kembali uring-uringan karena tidak ada satu pun lelaki di rumahnya yang bisa ia hubungi.Pa, kamu ke mana? Kamu nginep di mana?SendLinda mengirimkan pesan pada suaminya. Steve biasa mematikan ponsel saat sedang diisi daya, ia berharap Steve segera membalas pesannya paling tidak mengurangi salah satu keresahannya.Kembali ke Garut. Malam sudah semakin larut. Steve masih de
Rucita menjerit kesakitan dengan tubuh yang menegang kaku, hingga kepalanya membentur punggung tempat tidur. Steve mencoba menenangkan Rucita yang menangis karena rasa sakit dan pedih itu sungguh menyiksanya. Steve tidak memaksa, ia membiarkan Rucita mengontrol emosi dengan cara menciumi wajah gadis itu dan membisikkan kata cinta, serta terus memuji istrinya.Setelah napas Rucita kembali teratur, Steve kembali menggerakkan tubuhnya dengan perlahan. Rucita masih meremas seprei dengan kuat dengan tubuh yang masih sangat kaku."Sayang, jangan tegang! Ini tidak apa-apa dan akan baik-baik saja. Nikmati saja ya. Saya janji jika masih terasa sangat sakit, saya akan berhenti, oke?" bisik Steve dengan lembut. Ia merasa heran dengan senjatanya yang belum menunjukkan tanda-tanda akan segera sampai. Ini baru pertama kali seumur hidupnya ia bercinta selama dua jam dan ini sungguh luar biasa.Steve masih terus memacu tubuhnya perlahan dan sangat hati-hati. B
"Mbak, ini saya di mana?" tanya Tangguh pada seorang wanita berpakaian serba putih bak perawat rumah sakit."Di klinik, Mas. Masnya kecelakaan dan luka di kepala membuat Mas tidur untuk beberapa hari," jawab perawat itu sambil kembali menyuntikkan obat ke dalam cairan infus Tangguh."Klinik? Ini hari apa ya?" tanya Tangguh bingung."Iya, sekarang hari Jumat. Mumpung Mas baru sadar, silakan dimakan makan siangnya dan jika ingin buang air kecil juga silakan. Mas akan lekas pulih jika banyak beristirahat. Luka di kepala Mas mengharuskan Mas untuk banyak beristirahat," papar perawat itu dengan senyuman. Ia menyiapkan nampan berisi nasi dengan daging, sayur, dan juga buah."Oh, baik, Sus, terima kasih." Tangguh yang sangat kelaparan, akhirnya menyantap nasi yang dihidangkan. Menu sehat ala rumah sakit yang rasanya alakadarnya. Nasi, sayur, daging, semua ia habiskan dengan cepat.Selesai makan, Tangguh berjalan perlahan menu
Semua serba cepat. Mobil travel yang akan ditumpangi Linda tiba-tiba saja mengalami ban kempes di bagian belakang. Bukan hanya satu tapi keduanya. Padahal mereka baru saja keluar dari area perumahan.Linda menunggu sopir memperbaiki ban dengan wajah masam. Malam semakin larut dan dia belum juga berangkat."Apa tidak bisa dikirimkan mobil lain, Pak? Saya buru-buru," kata Linda tak sabar."Armada sedang keluar semua, Bu. Ini kan weekend, jadi gak ada armada kosong. Sabar ya, Bu, biar saya perbaiki dulu bannya. Ibu duduk saja di halte ini gak papa," jawab sopir itu dengan ramah sekaligus dengan perasaan tidak nyaman. Padahal sebelum berangkat tadi, mobil sudah dicek oleh montir armada, semua sudah oke, maka dari itu armada terakhir yang ada di pool travel diijinkan untuk keluar. Jika sudah begini, mau menyalahkan siapa?"Aduh, saya ngantuk lagi nih! Kalau masih lama banget, saya pulang dulu saja deh, besok saja berangkatnya. Biar saya tidur
Pukul tiga sore, Tangguh sampai di rumah Steve dengan keadaan amat menyedihkan. Kedua telapak kakinya terus saja mengeluarkan darah segar karena menginjak beling saat berusaha kabur tadi.Rumah nampak sepi. Steve sepertinya pergi karena mobilnya tidak ada. Semoga Linda ada di rumah, jika tidak, ia terpaksa mendobrak pintu rumahnya untuk mengambil uang membayar ongkos ojek online."Tunggu di sini sebentar ya, Bang," kata Tangguh sambil meringis."Iya, Bang, kaki Abang berdarah terus itu," kata pengemudi ojek sambil menunjuk kaki Tangguh."Iya, Bang, ini mau langsung saya obati. Saya ambil uang dulu, tunggu ya." Tangguh langsung mendorong pintu pagar yang tidak terkunci. Ia berjalan tertatih menuju pintu rumah Steve.Tok! Tok!"Bu, ini saya! Bu," seru Tangguh sambil menahan pedih pada kakinya."Bu, saya Tangguh!" serunya lagi sambil terus mengetuk pintu rumah.Cklek"Ya ampun, Tangguh, kamu ke
["Aku akan menelepon kembali."]Steve langsung menutup teleponnya saat menyadari Rucita yang terdiam saat dirinya tiba-tiba merampas ponsel dari tangan wanita itu."Sayang, maafkan kalau kamu kaget karena saya. Ayo, kita mandi saja!" Steve menggendong tubuh Rucita dengan mudahnya ala pengantin."Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Rucita dengan sedikit khawatir dan juga merasa bersalah."Tidak apa-apa, Sayang." Steve menurunkan istrinya di lantai kamar mandi, lalu menyalakan shower air hangat untuk membasahi tubuh mereka."Maaf ya, Mas, saya harusnya tidak mengangkatnya, karena siapatahu tadi yang menelepon istri Mas," kata Rucita dengan wajah sedih."Begini, jika ponsel saya berdering. Mau siapapun yang menelepon, abaikan saja ya." Steve menyentuh pipi Rucita dengan telapak tangannya."Baik, Mas, akan saya ingat, mm ... tapi ... saya mau lagi," bisik Rucita malu-malu sembari menyentuh milik Steve y
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar