"Waw, kue bolu," seru Steve saat memasuki rumah dan mencium aroma lezat perpaduan mentega, terigu, dan juga vanili. Pria itu berjalan ke dapur dan mendapati istrinya yang memakai apron penuh dengan butiran terigu. Ditambah noda coklat di pipi Linda yang membuat penampilan istrinya semakin cantik bila berada di dapur.
"Istriku cantik sekali," puji Steve tiba-tiba memeluk pinggang istrinya dari belakang. Linda terlonjak kaget, lalu segera berbalik untuk menatap suaminya.
"Aku bosan dan sepertinya membuat kue bisa membantuku menghilangkan sakit kepala ini," kata Linda kembali berbalik memunggungi Steve untuk menuangkan adonan ke dalam loyang.
"Apa kamu tidak mau ke dokter? Ayo, aku temani," ajak Steve.
"Tidak usah, Pa, aku hanya butuh mengalihkan keinginan mendesahku dengan membuat kue." Ada sebuah sindiran dalam kalimat yang diucapkan Linda dan Steve tahu itu. Istrinya menyinggungnya telak.
Pria itu hanya bisa menelan lu
Steve baru pulang ke rumah pukul tujuh tiga puluh malam. Begitu ia membuka pintu, ia sudah melihat Linda dan Tangguh tengah makan berdua sambil berbincang."Sayang, kamu olah raga atau jalan-jalan, kenapa lama sekali?" tanya Linda sambil berdiri menyambut suaminya. Karena hari ini catring masakan soup iga, sehingga tangannya tidak perlu di cuci terlebih dahulu untuk menyambut suaminya."Eh, iya, tadi aku ada urusan penting sedikit. Ini aku belikan baso untuk kamu dan Tangguh, tapi karena kalian sudah makan, bisa disimpan saja, siapatahu nanti malam lapar," kata Steve sambil berjalan ke dapur untuk mencuci tangan.Tiba-tiba saja perasaan Tangguh tidak menentu, ia merasa sedikit bersalah karena makan terlebih dahulu di meja makan majikannya, seharusnya ia menunggu Steve tadi, tapi karena pertempuran Depok-Pasar Minggu bersama Linda, perutnya menjadi sangat lapar."Pak, maaf ya, kalau saya makan duluan, tadinya saya ingin menunggu Pak Steve
"Putus? Apa maksud kamu? Kita putus? Heh ... jangan harap!" Linda berbalik badan meninggalkan Tangguh yang terdiam di tempatnya. Wanita itu berlari masuk ke dalam rumah sambil menangis.Hatinya hancur berkeping-keping mendengar penuturan Tangguh. Ia telah salah menilai pemuda itu selama ini. Linda mengira bahwa Tangguh berbeda dari pria di luar sana, tetapi tidak, Tangguh sama saja. Hanya bisa melukai hatinya setelah puas memakainya. Yah, pemuda itu memang tidak bisa disalahkan karena dialah yang menggodanya.Jika sekarang ada orang yang patut dipersalahkan, hanya dialah orang satu-satunya. Bukan Tangguh apalagi Steve. Linda menangis cukup lama di dalam kamar, hingga akhirnya memutuskan untuk memasukkan beberapa helai baju ke dalam tas jinjing. Ia mengirimkan pesan pada Steve.'Pa, aku ke rumah ibu ya. Mungkin menginap dua hari. Tidak perlu dijemput, aku mau menenangkan diri.'SendLinda memesan taksi online. Lima menit berselang, sebua
Suara itu tiba-tiba saja menghilang.Shit!Pasti baterai alat penyadap itu habis dan harus segera aku isi daya. Apa itu tadi? Linda? Ya Tuhan, ada banyak nama Linda di Jakarta ini, kenapa jantungku terasa seperti ditusuk? Apa karena nama wanita yang disebut Tangguh mirip dengan nama istriku? Tidak mungkin, Linda dan Tangguh tidak akan mengkhianatiku. Ini harus benar-benar aku pastikan. Nama Linda yang keluar dari bibir Tangguh, pasti bukan Linda istriku.Steve terus saja berbicara pada hatinya sendiri. Hingga malam begitu larut, pria dewasa itu masih belum bisa memejamkan mata. Di kepalanya sibuk memikirkan nama Linda yang disebut oleh Tangguh. Ingin rasanya tidak percaya, tetapi hatinya yang lain berkata selidiki saja.Steve menuliskan pesan pada Linda.'Kapan mau dijemput, Sayang?'Hanya ceklis satu dan itu tandanya ponsel istrinya tidak aktif. Mungkin sedang di-charger mengingat ini sudah pukul satu malam.Keesokan pagi
Tangguh menemani Steve berbincang dengan Darwis hingga pukul satu malam. Pemuda itu berusaha biasa saja padahal bagian tubuhnya yang lain merindukan Linda. Kilatan cumbuan singkat yang tadi ia berikan pada Linda masih membekas di pikirannya dengan sangat jelas.Tangguh selalu suka bagaimana saat Linda meremas rambutnya dengan gemas."Tangguh, Pak Darwis mau pulang, apa yang sedang kamu lamunkan?" tegur Steve saat memperhatikan Tangguh yang melamun."Eh, tidak, Pak, i-ini saya baru dapat telepon dari Rucita, katanya pihak keluarga laki-laki akan membawakan uang untuk pesta pernikahan, mm ... jadi mungkin bulan depan saya akan ijin sekitar tiga harian," terang Tangguh dengan sebenarnya.Pagi tadi adiknya memang menelepon , memberitahukan bahwa pihak keluarga calon mempelai laki-laki akan membawakan uang hantaran untuk pesta pernikahan. Tentu ia harus berada di sana dan pasti akan merindukan Linda karena hal itu. Tangguh tidak berbohong
Tubuh kekar dan berkeringat Tangguh kembali menyatu dengan Linda, dan wanita itu merasakan getaran puas pemuda itu di dalam miliknya. Sempurna, begitulah rasa yang bisa diteriakkan Linda di dalam hatinya setelah dua jam mereka bertempur dan akhirnya Tangguh selalu berhasil memuaskannya berkali-kali.Untuk beberapa saat Tangguh terdiam, lalu dengan pelan dan hati-hati mengangkat wajahnya dari bahu Linda dan menatap wanita itu."Kamu begitu sempurna, Sayang," bisik Tangguh dengan suara serak yang begitu terdengar seksi di telinga Linda. Wanita itu bersemu merah, bahkan saat tatapan hangat milik Tangguh menyapu seluruh wajah, lalu turun ke leher dan kini dada wanita itu.Tangguh bergerak kembali dan Linda hanya bisa menahan gemetar atas sensasi yang terlalu kuat biasa diberikan Tangguh padanya. Pemuda itu menyentuhnya dengan sangat lembut dan penuh cinta. Rasa yang tidak pernah ia alami sebelumnya. Tangguh tidak hanya menguasai hasrat di tubuhnya, tetap
"Apa? Cerai? Kamu jangan sembarangan bicara, Sayang! Aku tidak mau mendengar kalimat itu lagi. Kamu tahu'kan siapa aku?!" Steve menatap dalam bola mata Linda yang menantangnya. Ada kekuatan serta kekuasaan di sana yang membuat Linda tidak bisa berkutik. Steve akan menjadi sangat berbahaya tanpa bisa kita tebak."Aku tahu dan aku bosan! Aku manusia, aku wanita, aku ingin punya anak, aku ingin dipuaskan dan kamu itu suami egois!" Linda tidak mau kalah berdebat. Ia menunjuk dada suaminya, lalu berjalan dengan penuh kemarahan keluar dari kamar.Brak!Suara pintu dibanting membuat Tangguh yang tengah menikmati sarapannya menjadi tersedak.Huk! Huk!Ia mengambil air yang sudah disediakan Linda, lalu meneguk ya dengan cepat. Kedua kakinya melangkah ke pintu depan untuk melihat suara gaduh yang terjadi. Nampak punggung Linda keluar dari pagar, lalu disusul Steve yang berlari menyusul istrinya.Tangguh menutup pintu, lalu berlari menyusul
"Bang, ini saya kasih ongkosnya, istri saya tidak akan pergi ke mana-mana," ketus Steve sambil memberikan dua lembar uang merah pada sopir taksi online. Tangannya mencengkeram kuat lengan Linda hingga wanita itu meringis kesakitan. Tangguh ingin menolong, ia tidak tegas melihat Linda yang sorot matanya seakan meminta tolong padanya."Pak, itu ... Bu Linda ke ....""Jangan ikut campur, Tangguh! Selesaikan saja pekerjaanmu!" tukas Steve marah dan menarik kasar tangan Linda untuk masuk ke dalam rumah."Lepas! Kau menyakitiku, Steve!" teriak Linda tidak terima, namun sayang, ucapannya hanya bagaikan angin lalu, Steve menggotong Linda bak karung beras; membawanya ke dalam rumah. Tak lupa mengunci pintu dan bergegas masuk ke dalam kamar.Brak!"Aw!" Linda memekik kaget sekaligus kesakitan saat tubuhnya terhempas di kasur dengan kuat."Tidak ada perceraian Linda!" ujar Steve dengan suara penuh penekanan. Pria dewasa itu melepas satu per
"Sayang, syukurlah kamu sudah sadar. Maafkan aku ya, aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Sayang, tadi kata dokter kamu sepertinya hamil dan dokter tadi minta kamu periksa urin besok pagi." Wajah Steve berbinar dengan intonasi penuh semangat. Linda yang baru saja siuman, tentu menanggapi ucapan Steve biasa saja. Kepalanya masih sedikit pusing dan juga organ kewanitaannya masih terasa begitu perih. Kenapa bisa perih? Karena Steve tidak benar-benar bercinta dengannya, tetapi lebih kepada memperkosanya."Aku lapar," lirih Linda dengan suara lemas.Tok! Tok!"Permisi, Pak, Bu, ini saya," suara Tangguh di luar sana membuat hati Linda berdebar sekaligus membuncah senang. Ingin sekali ia berlari memeluk Tangguh dan meminta pemuda itu untuk membawanya pergi jauh dari Steve, tapi keadaan sangat tidak memungkinkan karena ada banyak hal yang menjadi pertimbangannya."Masuk," kata Steve mempersilakan. Tangguh membuka pintu kamar perlahan dengan sebela
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar