Thania sangat terkejut saat tau siapa yang dekat dengan Maira. Ia segera menelepon sang suami, terdengar nada kesal dari lelaki itu. "Ngapain sih, nelepon! Mas lagi bawa mobil nih," sentak lelaki itu. Wanita itu mendengar omelan Reyhan mengembuskan napas kasar. Sebenarnya ia langsung malas karena diomeli oleh pria tersebut. Tetapi, dia masih menginginkan dimanja oleh Reyhan. Lelaki yang direbut dari sahabatnya. "Gak usah cari masalah, Mas. Mendingan kita cari pembantu aja. Gak perlu buat Maira jadi pembantu," lontar Thania. Pria tersebut mendengkus dengan perkataan sang istri. Ia mematikan sambungan telepon lalu melempar ke tempat duduk belakang. "Siapa lagi yang cari masalah! Lagian aku cuma mau istriku kembali lagi. Apa salahnya, malah sok banget dia juga, sok dapet pengganti yang lebih baik. Pasti cowok itu cuma supir orang kaya, lagian mana ada lelaki kaya yang mau sama cewek berpendidikan rendah dan kampungan gitu. Cuma aku yang mau mungut dia.""Tapi dia sekarang lumayan ca
Perkataan Hafiz, sang anak langsung menatapnya. Lalu gadis kecil itu menoleh memandangi Maira dan menggenggam jemari wanita tersebut."Sama Papa mah udah biasa, kalau sama kan, beda. Pokoknya Hana, sayang .... banget, sama Mama," ujar gadis itu. Hana langsung memeluk Maira dan dibalas perempuan tersebut. Sedangkan Hafiz memasang wajah cemberut padahal hatinya sangat gembira. "Akh ... Hana pilih kasih nih, Papa merajuk akhhhh ...," ujar lelaki itu. Kedua perempuan itu tertawa mendengar ujaran Hafiz. Hana segera melepaskan dekapan lalu memandang sang Papa. "Hana juga sayang sama Papa dong, cuma sekarang lebih ke Mama. Pokoknya Papa jangan sakitin Mama ya, Papa harus nurutin kemauan Mama kaya nurutin kemauan aku," tutur Hana. Maira mengalihkan topik kala Hana seperti menunggu jawaban Hafiz. Mereka mengobrol terus, yang tadinya Hana lesu sekarang kembali ceria."Udah, sampe. Ayo turun!" seru lelaki itu.Hafiz segera membuka pintu mobil tak lupa mengambil masker di tempatnya. Maira m
Maira menatap malas Syafa yang memandang sinis padanya. Sedangkan lelaki yang berada di samping sang sepupu adalah preman pasar."Gak usah ikut campur urusan orang lain, napa! Mendingan kamu urusin diri kamu sendiri, setidaknya aku masih tau batasan. Lihat perut kamu, ada yang beda. Apa jangan-jangan kamu hamil," balas Maira. Mendengar perkataan Maira, Syafa membulatkan mata. Tangannya langsung hendak menyerang wanita itu tetapi ditahan sang kekasih. Pria tersebut membuat Syafa berhadapan padanya dan segera memegang perut anak Devi. "Iya, bener kata dia. Perutmu agak berbeda, apa jangan-jangan kamu hamil," ucap lelaki itu. Matanya melotot menatap Syafa, sedangkan perempuan itu langsung menunduk. Ia melirik dengan tatapan kesal ke Maira. "Ayo ikut, aku!" sentak lelaki itu. Perempuan tersebut langsung ditarik sang kekasih, sedangkan Syafa menunjuk-nunjuk Maira. Wanita itu hanya memutarkan bola mata malas dan memilih mengabaikan lalu fokus lagi berbelanja. "Dia siapa? Kamu berani y
"Ayo cepat minta maaf, makanya itu mulut harusnya punya rem biar gak blong ngomong ke mana aja."Seorang wanita paruh baya memerintahkan perempuan yang menyudutkan Maira untuk segera meminta maaf. Dia bahkan di dorong beberapa kali oleh mereka, merasa kesal ia segera mengomeli semua. "Iya, sabar napa! Saya bakal minta maaf kok, tapi jangan dorong-dorong terus," omel wanita itu. Setelah mengomeli mereka, wanita itu kini berhadapan dengan Maira. Tetapi, yang membuat ia gemetar adalah tatapan Hafiz yang seperti hendak membunuhnya. "Saya minta maaf, harusnya saya gak ngomong kaya gitu," ucap perempuan tersebut. Maira hanya menganggukan kepala sesekali sesegukan, wanita itu langsung berbalik dan membayar pesanannya. "Sabar ya, Neng. Kadang ada aja mulut lemes orang kaya mereka. Kamu gak usah dengerin, kadang mereka begitu karena iri sama Eneng," ujar penjual daging.Dia mengangguk sebagai jawaban, lalu wanita itu melangkah ke lapak penjual buah. Ia juga menggandeng Hana karena gadis t
"Ngapain coba mereka ke sini," gerutu Maira. Dia segera membuka pintu karena sang tamu tak diundang terus menggedor pintu. Setelah benda itu terbuka, dia langsung di dorong."Akh ... apa-apaan sih, kalian," geram Maira.Maira berusaha bangkit walau bokongnya terasa nyeri akibat Devi mendorong dirinya. "Gara-gara dia, Bu. Aku jadi dipukulin pacarku karena ketauan hamil," seru Syafa.Maira langsung menangkap tangan Devi kala wanita itu hendak menamparnya. "Bibi ini apa-apaaan sih! Main nyerang aja."Mata wanita itu melotot lalu menarik tangan dari cekalan sang keponakan."Gara-gara kamu anakku babak belur gini," sentak wanita ituDia mengeryitkan alis lalu melirik Syafa. "Dih, kok salah Maira. Maira aja gak ngapa-ngapain anak Bibi. Lagian babak belur karena apa juga Maira gak tau, gak usah asal nuduh deh, Bi," lontar wanita itu. Syafa mendelik mendengar ucapan Maira. Ia hendak mendorong sang sepupu, tetapi karena wanita itu waspada. Dia bisa menghindar membuat Syafa terjatuh. "Ken
Devi mengepalkan tangan lalu hendak mau menyerang Maira tetapi ditahan anaknya. "Jangan, Bu. Nanti kalau video itu di sebar gimana, udah kita turun aja," bisik Syafa. Mendengar perkataan anaknya, Devi melirik lalu mendengkus geram. Wanita itu menunjuk wajah Maira. "Oke, awas aja kamu ingkar dan sebarin video itu!" sembur Devi.Setelah berkata demikian, mereka langsung berlalu pergi. Ibu Kayla segera memegang tubuh Maira untuk memeriksa apakah wanita itu terluka."Ada yang luka gak? Haduh pas pembagian otak mereka gak ikut apa ya, masa malah ngelabrak kamu bukannya laki yang bikin bunting anaknya," cerocos Ibu Kayla.Maira hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Makasih ya, Mpok. Emang Mpok beneran ngerekam tadi?" tanya Maira.Dia langsung mengangguk kepala lalu menyodorkan hasil rekaman pada Maira. "Ini, baru beberapa hari dibeliin Kayla. Katanya biar bisa telepon tapi nampak gitu muka kita. Gak tau namanya Mpok lupa," sahut wanita itu.Anak Dewi menganggukan kepala lalu dia m
Dua hari berlalu, Hafiz terus menyuruh sang anak untuk menyibukan neneknya. Ia tidak mau jika wanita itu mendekati Maira, karena setiap perempuan tersebut mendekati calon istri, mereka langsung menghilang. "Papa, Hana pengen ketemu Mama. Kangen banget, apalagi Papa ngelarang Hana buat telepon Mama. Handphone Hana juga di sita sama Papa, Papa rese banget sih," keluh gadis itu. Gadis kecil itu terus mengoceh, karena sebentar lagi sang nenek akan menjemputnya. Karena wanita tersebut juga masih pembisnis, memiliki beberapa butik. Mendengar perkataan Hana, ia menghela napas lalu berjongkok mensejajarkan tinggi dengan Hana. "Sabar ya, Sayang. Sebentar lagi aja," pinta lelaki itu. Mendengar perkataan sang Papa yang memohon, gadis kecil itu menghela napas. Ia akhirnya mengangguk menyetujui ucapan Hafiz. "Hana ... kamu dimana, Grandma udah datang nih. Ayo sekolah dianter Grandma," teriak wanita itu. Hana langsung mengalihkan pandangan ke pintu kala mendengar teriakan sang nenek. Lalu men
Hana menggeleng sebagai jawaban pada sang Nenek. Membuat wanita paruh baya itu mengeryitkan alis bingung. "Kan kamu lemes, Han. Lagian masih kecil jadi jangan maksain buat puasa," lontar wanita itu. Tetapi, dibalas lagi gelengan oleh Hana. Gadis kecil itu menjatuhkan kepalanya ke bahu sang nenek. "Gak Grandma, Hana pengen banyak punya pahala terus dikirim ke Bunda. Kata Mama, pahala anak kecil itu ke orang tua. Begitupun sebaliknya kalau Hana nakal nanti Bunda yang disiksa, Hana gak mau Grandma," jawab gadis itu.Wanita itu terharu dengan perkataan Hana, dia tidak sabar ingin bertemu perempuan yang menaklukan hati cucunya. "Boleh Grandma minta tolong? Grandma pengen ketemu Mama kamu," kata wanita itu. Gadis kecil tersebut langsung menganggukan kepala, membuat sang nenek mengulas senyum. "Grandma, Hana pengen pilihin baju juga buat Mama. Boleh ya ...," pinta Hana. Dia menangkupkan tangan membuat sang nenek mengulum senyum. Lalu menganggukan kepala sebagai jawaban, gadis kecil it
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu