Mata wanita itu membulat kala melihat sang mantan datang ke kediamannya. Ia segera menutup tirai lalu memilih pergi tidak menanggapi pria tersebut. Tetapi, sudah berapa lama tidak ditanggapi. Reyhan terus mengetuk pintu, bahkan kini menyalakan klason terus."Itu siapa sih, Nduk. Ganggu banget," seru Dewi. Wanita itu menghela napas, ia mendaratkan bokong dikursi kayu. Menatap sang Ibu yang masih sibuk membereskan dapur. "Itu ... Mas Reyhan, Bu," sahut Maira.Mendengar nama lelaki itu, Dewi langsung menoleh. Ia mendekati sang anak. "Apa dia tau kamu di rumah, Nduk? Soalnya kemaren pas kamu pergi dia dateng ke sini."Maira terkejut dengan perkataan sang Ibu, ia langsung bangkit dari duduknya. "Kenapa Ibu gak nelepon, Ibu gak di apa-apain kan sama dia," kata wanita itu. Dia langsung memegang tubuh sang Ibu, memeriksa takut ada luka. Dewi menggeleng sebagai jawaban, ia menangkap tangan Maira dan menggenggamnya. "Allhamdulillah dia gak ngelakuin sesuatu yang jahat, Nduk. Cuma dia kaya
Perkataan lelaki dihadapannya seperti meremehkan, ia langsung menarik kasar berusaha agar cekalan pria tersebut lepas."Kalau aku gak mau jangan maksa dong! Lagian aku udah siapin buat gugat cerai kamu ke pengadilan," balas Maira.Mendengar balasan Maira, lelaki itu malah tertawa. Bahkan melepaskan cekalan hanya untuk bertepuk tangan, tatapan remeh tertuju dari manik mata memandang wanita dihadapannya."Bangun, Ra! Kamu pasti tadi baru aja bangun tidur ya. Pas liat aku dikaca pasti nyawamu belum kumpul."Lelaki itu sambil menepuk-nepuk pipi Maira. Anak Dewi ini langsung menepis tangan sang mantan suami. "Kalau gak percaya juga gak papa, tunggu aja surat panggilan dari pengadilan," jawab Maira.Dia berkata dengan santai, bahkan bersidekap dan menatap malas lelaki di depannya. Sedangkan para tetangga masih belum pergi, ingin melihat mereka."Mana mungkin! Aku gak percaya, kamu pasti cuma ngulur waktu aja. Biar aku gak bawa kamu, sombong banget sih. Siapa lagi yang mau nikahin wanita ma
Bola mata yang jika dekat terlihat cokelat itu bergerak sangat lincah. Perempuan tersebut kebingungan harus menyahuti bagaimana agar Hana tidak tersinggung atau kecewa. "Gimana ya, Han. Kalau besok aja gimana, Sayang? Soalnya Mama malam ini mau bukber sama calon istri kakaknya Mama," tutur Maira.Penolakan halus sang calon Mama, Hana langsung cemberut karena sedikit kecewa. "Kalau Hana sama Papa bukbernya bareng di rumah Mama, gimana? Sebenernya ... Hana cuma pengen bukber bertiga aja sih," lontar gadis itu. Maira semakin merasa bersalah mendengar nada suara Hana yang kini melemah. "Kalau gitu Hana bilang dulu ke Papa, nanti Mama tunggu kabarnya ya," balas Maira. Hana menganggukan kepala dengan semangat lalu mengiyakan perkataan Maira. Setelah lumayan lama berteleponan, gadis kecil itu mematikan sambungan telepon saat melihat Wati melangkah mendekat."Ini Nona susu kotaknya, kan lagi ada Maira udah dibilangin kalau gak kuat sampe sore batalin aja pas jam dua belas, gak papa kok,"
Maira yang kini tengah sibuk memisahkan pesanan pelanggan, terganggu dengan nada dering telepon. Ia segera menyalakan sambungan tersebut tak lupa menyalakan speaker tanpa melihat sang penelepon. "Kamu jangan ke mana-mana, anakku mau ke rumahmu. Tungguin dia, kalau mau pergi, jangan anakku nanti bakal dijemput setelah saya pulang dari kantor," seru Hafiz. Mendengar suara lelaki di ponsel anaknya, Dewi mengeyitkan alis. Dia mendekati sang putri dan menatap dengan pandangan ingin dijelaskan. "Ya,Saya gak bakal kemana-mana Tuan. Nanti nganterin pesanan pelanggan kalau Hana udah sampe," balas Maira. Hafiz yang di kantornya mengulas senyuman, ia langsung memutarkan kursi."Nganterin pesanan diantar supir aja, lagian jangan buat anakku kepanasan kalau naik motormu," kata lelaki itu lagi. Sekali lagi Maira menuruti karena dia tengah malas berdebat."Apa cuma Hana yang ke sini?" tanya Maira.Pria tersebut menyeringai kala mendengar pertanyaan Maira. "Ah ... apa kamu mendambakan saya ikut
Beberapa hari kemudian ...Reyhan baru saja pulang dari kantor, lelaki itu langsung merebahkan tubuhnya. Ia memejamkan mata, Thania yang kini tengah menonton televisi menoleh lalu teringat sesuatu. Segera bangkit dan mengambil dari laci, melangkah mendekati sang suami. "Ini, Mas. Ada surat tadi siang, takutnya penting kan," lontar Thania.Lelaki yang berkumis tipis ia mengeryikan alis. Dia segera menerima suara itu lalu membuka dan melihat isinya. Mata sipit miliknya membulat membuat Thania penasaran karena reaksi sang suami. "Emang isi suratnya apa, Mas? Apa Ibumu meninggal terus ngasih warisan banyak buat kamu, atau enggak sama sekali."Mendengar perkataan istrinya Reyhan langsung mendelik kesal. Dengan Thania yang tau salah menangkupkan tangan dan memasang wajah memohon. "Boleh aku liat isinya apaan?" tanya wanita itu. Dengan kasar lelaki itu menaruh kertas tersebut ke meja. Thania melihat kemarahan Reyhan semakin besar, jadi sangat penasaran. Dia langsung mengambil lembaran i
Kini hari penantian tiba, Maira tengah bersiap-siap untuk pergi. Suara klason mobil terdengar, ia bergegas membuka pintu. Terlihat Hafiz telah rapi menunggu di sambil kendaraan roda empat. Begitupun Atha, lelaki itu baru saja sampai dengan motornya. "Siapa dia," batin lelaki itu. "Apa dia pengacaranya Maira."Lelaki itu memiringkan kepalanya, lalu tak lama pintu kendaraan tersebut terbuka. Gadis kecil keluar dari mobil, lalu berlari memeluk Maira yang melangkah mendekat."Mama, Hana kangen," seru gadis itu. Mata Atha melotot mendengar perkataan gadis itu. Maira tersenyum menanggapi ucapan perempuan tersebut. Ia sedikit menunduk dan mendaratkan kecupan, netranya menangkap keberadaan Atha."Kamu tunggu di mobil gih, soalnya sekarang cuaca panas banget," perintah Maira. Hana mengangguk sebagai jawaban. Setelah gadis itu melangkah ke kendaraan roda empat, Maira bergegas mendekati pria yang masih duduk di atas motor."Mas, kamu ada perlu apa ke sini? Apa mau cari Bang David. Dia pergi
Kala wanita itu menoleh, Reyhan terpesona melihat kecantikan yang terpancar dari diri Maira. Bahkan bahkan sampai terus menatapnya, melihat hal tersebut Hafiz memegang lengan sang anak lalu mendorong Reyhan yang hendak semakin berdekatan dengan calon istrinya. "Jaga batasanmu, apa kamu mau cari ribut! Ini dipengadilan jangan macam-macam," sentak Hafiz. "Siap-siap kamu botakan tuh kepala, jangan jilat ludah sendiri lho."Mata Reyhan melotot mendengar ucapan Hafiz, apalagi lelaki itu menghalangi pandangannya untuk menatap Maira."Apaan sih, minggir sana!Melihat mereka yang hendak bertengkar, Maira segera menarik lengan Hafiz. "Ayo mendingan masuk, gak usah ladenin dia gak bakal ada habisnya." Hafiz segera menoleh dan melemparkan seringai ke arah Reyhan. Membuat lelaki itu terbakar amarah, ia bahkan mengepalkan tangan dan menunjuk Papanya Hana."Sialan!" maki lelaki itu. Ia melangkah mengejar mereka, lalu acara itu segera di mulai. Semua berjalan dengan lancar, tetapi Reyhan memin
Thania sangat terkejut saat tau siapa yang dekat dengan Maira. Ia segera menelepon sang suami, terdengar nada kesal dari lelaki itu. "Ngapain sih, nelepon! Mas lagi bawa mobil nih," sentak lelaki itu. Wanita itu mendengar omelan Reyhan mengembuskan napas kasar. Sebenarnya ia langsung malas karena diomeli oleh pria tersebut. Tetapi, dia masih menginginkan dimanja oleh Reyhan. Lelaki yang direbut dari sahabatnya. "Gak usah cari masalah, Mas. Mendingan kita cari pembantu aja. Gak perlu buat Maira jadi pembantu," lontar Thania. Pria tersebut mendengkus dengan perkataan sang istri. Ia mematikan sambungan telepon lalu melempar ke tempat duduk belakang. "Siapa lagi yang cari masalah! Lagian aku cuma mau istriku kembali lagi. Apa salahnya, malah sok banget dia juga, sok dapet pengganti yang lebih baik. Pasti cowok itu cuma supir orang kaya, lagian mana ada lelaki kaya yang mau sama cewek berpendidikan rendah dan kampungan gitu. Cuma aku yang mau mungut dia.""Tapi dia sekarang lumayan ca
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu