Syafa bersidekap menatap sinis Maira, sedangkan wanita itu melihat sepupunya hanya menghela napas. Dia mengabaikan keberadaan Syafa dan memilih fokus pada Hana. "Ayo Han, Papamu pasti udah ngomel kalau kita kelamaan banget," ujar Maira.Mendapatkan dirinya tidak dianggap ada. Dia segera mendekat dan mendorong Maira membuat wanita itu terjatuh. Hana yang melihat terkejut dan menatap geram pada Syafa."Apaan kamu lihat-lihat! Mau marah," sembur Syafa.Hana mendengkus mendengar semburan Syafa. Gadis kecil itu melengos dan memilih membantu Maira untuk berdiri."Mama gak papah, kan?" tanya Hana.Maira menggeleng sebagai jawaban, dia segera membersihkan celana yang terkena debu. Beruntung dia tidak terjatuh ke genangan air. "Kamu apa-apaan sih, mendingan urusin hidupmu sendiri. Gak usah ikut campur," sinis Maira.Setelah berucap demikian, Maira menggandeng lengan Hana lalu mengajak pergi. Syafa yang mendengar hal tersebut mengepalkan tangan, dia berteriak memaki sepupunya."Mah, siapa sih
Dua hari berlalu, Hana terus saja diam sejak ditegur oleh Hafiz. Lelaki itu kini di kediaman karena libur, dia menghela napas lalu melihat Hana tidak menyapanya. "Sayang, kenapa kamu diam aja. Jangan gitu dong," pinta Hafiz. Lelaki itu duduk di kursi yang berhadapan dengan anaknya. Mereka kini tengah berada di ruang makan. Hidangan telah tersedia di atas meja."Ini kan yang Papa pengen, kenapa ngeluh," balas Hana pelan.Hafiz meraup wajahnya mendengar balasan sang anak. "Gak gini juga, Sayang. Masa kamu diemin Papa sampe hari ini. Diajak ngobrol gak kaya biasanya, di mana anak Papa yang cerewet," tutur Hafiz."Tolong jangan diemin Papa terus. Kalau kamu mau maafin Papa, Papa turutin semua kemauan kamu deh, seharian ini. Lagian ini kan hari libur, mau jalan-jalan gak," tawar lelaki itu.Hana yang fokus melahap dan sesekali memainkan makanan mendongak. "Beneran Pah, Papa tetep mau walaupun Hana pengen ke rumah Mama," sahut Hana.Permintaan Hana membuat Hafiz kembali menghela napas.
Maira memutarkan bola matanya malas mendengar perkataan Reyhan. Wanita itu memilih kembali lagi bekerja dan mengabaikan lelaki yang menalaknya kini berada di hadapan."Kamu denger gak, Ra? Gak usah sombong deh," ucap Reyhan.Wanita itu hanya melirik sinis Reyhan, lalu memilih mengecek lagi buku untuk memeriksa pesanan. "Gak usah belagu deh, kamu! Miskin juga, mendingan ikut Mas yuk pulang," cecar lelaki itu.Reyhan menarik lengan Maira membuat wanita itu tersentak. Dia juga merasakan kesakitan karena cengkraman kuat dari lelaki tersebut. "Apaan sih, mendingan pergi sana! Jangan ganggu saya. Urus aja istrimu yang lagi hamil itu," balas Maira.Seringai terlukis di bibir Reyhan kala mendengar balasan wanita itu. Dia segera melepaskan cekalan di tangan Maira. Perempuan tersebut langsung mengusap bekas yang dipegang Reyhan."Kamu cemburu ya, gak usah cemburu. Yuk balik ke rumah lagi, kamu coba akur sama Thania. Kalian kan sahabatan," ucap Reyhan.Kini gantian Maira yang menyeringai, wan
Ucapan tetangga Maira membuat Reyhan memutarkan bola matanya malas. "Mpok gak usah ikut campur, ini urusan saya sama istri saya," ketus Reyhan."Lagian dia malah jadi beban buat orang tua yang miskin ini, lihat emang rumah ini layak ditempati. Anak orang miskin ini, pas jadi istri saya cuma menadahkan tangan doang," lanjut lelaki itu. "Saya cuma mau angkat derajat dia lagi."Maira mengepalkan tangan mendengar cemohan Reyhan. Dia tidak menyangka lelaki yang dulu dibanggakan sangat menjijikan. "Udah berkicaunya? Mendingan sekarang kamu pergi! Saya gak mau ikut lagi sama kamu. Gak sudi! Tau gak sudi, najis. Mendingan saya menjanda dari pada harus bersama kamu," balas Maira.Reyhan langsung mencekal lengan Maira kala mendengar balasan wanita itu. "Mana boleh begitu, kamu berdosa kalau bilang lebih baik janda. Jangan terlalu sombong! Ayo ikut aku," omel Reyhan.Wanita itu terkekeh mendengar omelan Reyhan. Dia berusaha menarik lengan yang dicekal tetapi tidak biasa. Lelaki tersebut san
Hafiz melirik Maira kala Reyhan berkata demikian. Terlihat wanita itu berusaha mengontrol emosi, mungkin tidak ingin Hana melihat pertengkaran ini. "Kalau dia mampuh gimana," kata Hafiz. Reyhan tertawa mendengar perkataan Hafiz, bahkan sampai memegang perutnya. "Mungkin dia mampuh, tapi nanti beberapa tahun lagi, hahahaha ...."Maira mengepalkan tangannya mendengar ucapan Reyhan. Walaupun yang dibicarakan ada benarnya. Hafiz mengangguk kepala yang disambut senyum sinis mantan suami Maira."Kalau misalnya dalam waktu dekat dia ajuin ke pengadilan gimana," tutur Hafiz.Mendengar penuturan orang yang tidak dia kenal. Ia mengeryitkan alis lalu tertawa terbahak-bahak. "Kalau misalnya dia bisa, saya bakal cukur rambut kebanggaan saya sampe botak," sahut Reyhan.Dia berkata seraya menyugarkan rambutnya. Mendengar hal tersebut Hafiz hanya menyeringai. "Nah, udah jangan ngomong ngalor-ngindul. Mendingan ayo cepat nurut ikut sama aku, kamu harus cepet pulang buat beresin rum
Maira mendongak menatap wajah Hafiz. Terlihat riak serius dari paras lelaki itu, dia terdiam sejenak memikirkan tawaran pria tersebut. Lalu tangannya terulur menerima bantuam dari Papa Hana."Maksudnya jadi wanitamu itu apa, Tuan," lontar Maira.Hafiz memutarkan bola matanya, sedangkan Hana juga ikut mengeryitkan alis. Karena bingung dengan ucapan sang Papa. "Kamu tuh pura-pura gak ngerti atau memang gak ngerti sih," gerundel pria tersebut.Maira yang mendengar keluhan Hafiz hanya menggaruk kepalanya. "Takutnya saya salah paham Tuan, mana mungkin bukan. Kalau Tuan melamar saya buat jadi istri Tuan," sahut perempuan itu.Balasan Maira membuat Hana tersenyum sumringah. Dia langsung mendekati wanita itu dan memegang tangan mantan istri Reyhan ini. "Kalau misalnya Papa mau jadiin Mama, istri Papa gimana. Mama mau nerima kan," tutur Hana.Wanita itu langsung bungkam, dia bingung harus menjawab bagaimana. "Sudahlah, apa kamu sibuk Ra? Soalnya kami mau ajak kamu jalan-jalan. Nanti soal i
Keduanya terkejut dengan permintaan Hana. Mereka saling melirik lalu memandang gadis kecil itu. Matanya memancarkan permohonan membuat Maira menghela napas. "Kalau pacar Papamu marah gimana? Gak usah ya, Sayang," tolak Maira halus.Mendengar tolakan Maira, lelaki itu menoleh. Begitupun anaknya, Hana tertawa seraya memegang perut. Membuat anak Dewi ini mengeryitkan alis."Haha ... maaf, Mah. Habisnya Mama lucu sih."Maira memiringkan kepala, seraya membasahi bibir yang kering dengan lidah. Hafiz melihat hal tersebut terpaku lalu segera memalingkan wajah. "Mana punya Papa, pacar. Papa aja sibuk banget kerja, mungkin pacarnya laptop kali, Mah," seloroh Hana.Wanita itu ikut tertawa kala mendengar perkataan Hana. Spontan Hafiz kembali melihat perempuan tersebut, dia lagi-lagi terpesona dengan Maira. "Pah, biasa aja kali ngeliatinnya," ledek Hana. Pria tersebut terkejut dengan ledekan anaknya. Dia melotot menatap tajam gadis kecil itu, mendapatkan tatapan begitu. Ia hanya memamerkan se
Dua hari berlalu, Maira termenung di kamar. Dia memikirkan penawaran Hafiz. Besok adalah bulan ramadhan dia sekarang tengah mencatat pesanan bakakak untuk sore ini. "Apa aku terima aja ya, lagian aku sayang sama Hana. Mana mungkin Tuan mencintaiku, palingan dia ingin menikahiku hanya karna permintaan Hana," gumam wanita itu. "Lagian dia niat membantuku lepas dari Mas Reyhan kan, lebih cepat lebih baik kalau segera mengugat lelaki itu," lanjutnya. Wanita itu menyakinkan hati untuk menerima bantuan Hafiz, dia akan memberitahu setelah menyelesaikan kesibukannya. Suara panggilan sang Ibu membuyarkan pikirin perempuan tersebut. Ia bergegas beranjak dari kursi dan lekas membuka pintu, terlihat Dewi sudah berdiri di hadapan. "Anaknya si Mpok katanya mau ngomong sama kamu, Ra." Ia mengeryitkan alis karena tidak paham yang dimaksud sang Ibu. Tetapi wanita itu malah berlalu pergi, padahal dia hendak bertanya. Dari pada penasaran, memilih bergegas ke luar mencari orang yang ingin menemuinya
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu