Dimas menghela napas, kemudian berbalik untuk menarik selimut. Namun, Dimas menemukan bahwa selimut Amel tertindih di bawah tubuhnya sendiri.Dimas kembali menarik napas dalam-dalam, menarik selimutnya sendiri, kemudian menutupi tubuh Amel.Rasa hangat mengalir di antara keduanya, sementara Amel seperti merasakan sesuatu dalam tidurnya. Wanita itu segera memeluk Dimas seperti koala seraya menepuk punggung Dimas."Tidurlah, tidurlah," gumam wanita itu.Dimas memiliki pemahaman baru mengenai kalimat Amel tentang "tidur dengan diam".Dimas melingkarkan lengannya di pinggang Amel, kemudian mencium aroma wewangian di tubuh wanita itu dan entah kenapa darah dalam tubuhnya langsung melonjak.Malam ini bukan ditakdirkan untuk tidur yang nyenyak.Keesokan harinya, Amel bangkit dari tempat tidurnya dan menemukan bahwa selimut di sebelahnya sudah terlipat dengan rapi.Selimut yang menutupi sisi tubuhnya sendiri juga tampak rapi di ujungnya dan terlihat seperti menyelimuti tubuhnya dengan sangat b
Ketika Dimas mengatakan hal itu, ekspresinya tampak serius dan tidak seperti berbohong. Dimas tidak ingin Amel melakukan hal yang tidak disukai hanya karena hubungan pernikahan mereka.Amel menatap Dimas sejenak sebelum mengalihkan pandangannya dan mulai membersihkan meja yang sudah bersih.Dimas bisa merasakan bahwa Amel sedikit gugup, tetapi tidak menyadari bahwa selain rasa gugup, Amel juga merasa sedikit terharu."Terima kasih," ucap Amel dengan nada lirih, tapi Dimas masih bisa menangkap perasaannya.Dimas menatap Amel dengan keraguan di matanya, kemudian berkata, "Kamu nggak perlu berterima kasih.""Karena ... kita baru mengenal satu sama lain dalam waktu yang singkat, tapi kamu sudah bisa mempertimbangkan banyak hal untukku, jadi terima kasih banyak," sahut Amel. Hal ini juga menunjukkan bahwa dia tidak memilih orang yang salah.Dimas memandang Amel sambil tersenyum seraya menjawab, "Kita adalah suami istri, jadi aku memang harus peduli pada istriku."Amel tidak bisa menahan dir
Karena ingin membeli cincin, tentu saja Dimas harus membantu bisnis sepupunya.Amel juga pernah mendengar tentang merek perhiasan Silverins. Ketika melewati toko itu sebelumnya, Lidya bicara dengan Amel dengan ekspresi iri di wajahnya.Silverins adalah merek perhiasan yang sangat terkenal dan menawarkan banyak model perhiasan. Namun, produk baru model cincin berlian hanya diluncurkan setiap tiga tahun sekali. Setiap produk baru yang diluncurkan juga pasti akan menjadi item populer.Pada saat itu, Lidya sepertinya pernah mengatakan sesuatu tentang harta karun di toko tersebut, tetapi pada saat itu Amel masih tidak berniat menikah, jadi dia tidak mendengarkan dengan saksama. Amel hanya tahu kalau barang-barang di sana tidak murah.Amel mengikuti Dimas dengan gugup dan ragu-ragu.Meskipun Silverins merupakan outlet khusus, mereka memiliki area yang cukup luas. Saat pertama kali masuk ke dalam toko, Dimas dan Amel langsung disambut oleh pelayan toko yang sangat antusias.Pelayan toko itu b
Dimas membuat keputusan di dalam hatinya dan menyetujui sambil tersenyum, "Kamu benar, masalah cincin itu tergantung oleh masing-masing orang. Jadi, nggak perlu terburu-buru."Amel menghela napas lega sambil berkata, "Kalau kamu ada waktu dalam beberapa hari ini, ayo kita pergi ke tempat lain. Apa kamu lapar?"Meskipun mereka baru saja berjalan-jalan, sekarang sudah waktunya untuk makan siang.Dimas belum merasa lapar, tapi dia tetap mengangguk setelah mendengar pertanyaan Amel."Kamu harusnya belum sempat mencoba makanan khas di sini, 'kan?"Amel langsung melupakan insiden sebelumnya dan semangatnya langsung kembali seperti semula.Dimas mengangguk sambil berkata, "Ya, aku belum sempat mencobanya.""Kalau begitu, kita makan di luar saja siang ini. Sudah terlambat kalau kita pulang untuk memasak. Selain itu, aku bisa memperkenalkanmu pada makanan khas di sini," usul Amel.Amel mengeluarkan ponselnya. Dia mencari restoran yang sering dia kunjungi bersama Lidya di peta, lalu menunjukkan
Jadi, dia menyelinap ke samping untuk melihat semuanya dalam diam.Dia hanya ingin tahu apa yang dilakukan bosnya akhir-akhir ini. Sebagai asisten yang baik, inilah yang harusnya dia lakukan!Namun, saat dia akhirnya melihat apa yang sedang terjadi, asisten tersebut merasa sangat terkejut.Bosnya sedang memesan makanan dengan seorang wanita?Tunggu sebentar, kenapa bosnya tersenyum sangat lembut hingga tampak menakutkan baginya?Ini bukan bos yang dia kenal!Ilusi, ini pasti hanya ilusi!Sang asisten merasa otaknya tidak bekerja dengan baik.Pada saat yang sama, Amel si gadis biasa ini sudah memesan makanan dan kebetulan melihat Dimas masuk.Amel melambaikan tangannya pada Dimas. Keduanya duduk di kursi dekat jendela.Meskipun restoran ini dibersihkan secara menyeluruh dengan sangat baik, mejanya tetap tidak sebersih itu. Hal ini karena banyaknya pelanggan yang datang dan pergi.Amel mengambil tisu, lalu menyeka meja di depan mereka hingga bersih.Amel berkata sambil menyeka meja, "Ada
Amel melihat cincin berlian di kotak hadiah itu dengan heran. Tidak ada perbedaan antara cincin itu dan yang ada di toko.Amel berkata dengan terkejut, "Temanmu hebat sekali. Cincin imitasi ini terlihat seperti aslinya."Dimas tersenyum dan mengangguk. Dia berkata, "Kita hanya orang awam, jadi tentu saja kita nggak tahu perbedaan cincin ini. Kalau kita bertemu seseorang yang lebih berpengetahuan, dia mungkin akan langsung mengenalinya."Benar juga.Amel mengangguk, tapi dia masih merasa sedikit khawatir.Meskipun cincin berlian ini palsu, Dimas baru saja datang ke kota ini untuk bekerja. Dimas bahkan belum resmi memulai pekerjaannya. Namun, sekarang pria ini sudah menghabiskan begitu banyak uang ....Ketika Amel masih merasa ragu, Dimas sudah mengeluarkan cincin berlian itu dari kotaknya. Pria itu memegang tangan Amel, lalu mengenakan cincin berlian itu padanya."Aku sudah meminta temanku untuk membelikan cincin versi pria juga untukku. Kita akan memakainya terus mulai sekarang. Kalau
Dimas ragu-ragu untuk sesaat sebelum dia melihat bahwa Amel sudah berjalan menjauh.Amel melihat ke arah toko bibi tersebut dan melambaikan tangannya, lalu berujar, "Ayo kita lihat toko lainnya."Setelah menarik Dimas pergi, Amel berbisik, "Sayurannya sama sekali nggak segar. Pasti nggak enak. Kamu ikut aku saja, oke?"Dimas hanya bisa mengangguk dalam diam.Sebagai orang biasa, Dimas tidak bisa menunjukkan bahwa dia belum pernah pergi ke pasar sebelumnya. Jadi, tidak mengatakan apa-apa adalah respons yang paling tepat. Namun, meski begitu, Amel bisa merasakan ketidaknyamanan dan kecanggungan pria itu.Sepertinya pria ini jarang pergi ke pasar. Tidak tahu kehidupan seperti apa yang dijalani Dimas sebelumnya. Amel menghela napas diam-diam dan memutuskan untuk memperlakukan pria itu dengan lebih baik di masa depan.Dimas mengikuti Amel ke sebuah toko dan melihat Amel mengambil paprika hijau."Kakak, tolong beri aku diskon untuk paprika hijau ini."Ketika sang penjual sayur mendengar kata
Amel sebenarnya tidak terlalu peduli dengan status, tapi Dimas sepertinya sangat peduli. Amel pun mengerucutkan bibirnya dan merasakan rasa manis di hatinya.Segera setelah mengambil ikan hitam yang sudah dibersihkan oleh penjual, Amel dan Dimas keluar dari pasar bersama-sama.Pasar itu memang berada dekat dengan area tempat tinggal mereka, jadi Amel memang tidak berbohong pada penjual di pasar."Anggap saja ini seperti mengenal lingkungan sekitar. Nanti aku bisa pergi ke sini untuk membeli bahan makanan sendiri. Lagi pula, letaknya nggak terlalu jauh."Amel melihat sekeliling dan mengingat bangunan-bangunan penting di sekitarnya.Saat pulang, Amel melihat Lidya berjongkok di depan pintu dari kejauhan.Amel tidak tahu dengan siapa Lidya berkirim pesan. Wanita itu seperti sedang mengetik dengan sangat bersemangat, seakan dia ingin menghancurkan layar ponselnya.Pada saat ini, Lidya seakan merasakan sesuatu. Dia mendongak dan melihat Amel bersama dengan Dimas berdiri di depannya sambil m
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,