Selama beberapa bulan belakangan ini, Naomi terus saja dirundung kesedihan. Seluruh keluarganya tak ada yang mau menghubunginya sama sekali. Bahkan saat Naomi menghubungi mereka, tak ada satu pun yang mau peduli padanya.Masalah hidupnya kian bertambah, ketika Barta tetap juga tak kunjung mendapatkan cara untuk menyembuhkan impotensi yang dialaminya. Seluruh metode dan pengobatan sudah dilakukan, tapi tetap saja tak ada hasil.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Sekarang hidupku sudah benar-benar di ujung tanduk. Akhir-akhir ini Tuan Barta hanya memberikan sedikit jatah uang padaku, dan mungkin itu terjadi karena dia tidak pernah terpuaskan hasratnya. Jika sampai seperti ini terus, bisa-bisa aku jatuh miskin. Lalu pada siapa lagi aku harus minta uang?” Naomi berjalan mondar mandir di kamarnya dengan perasaan gelisah.Kini tangannya mulai mengusap perutnya yang sudah sangat membesar, sebab usia kandungannya sudah memasuki 9 bulan dan hanya tinggal menunggu HPL saja. Naomi tertunduk, seraya memi
Suasana di ruang bersalin itu benar-benar terasa sangat menegangkan. Sejak tadi Edgar terus mengintip ke dalam sana melalui kaca jendela. Pria itu tampak berjalan mondar mandir dengan perasaan gelisah, sambil sesekali meraup wajahnya gusar.“Ya Tuhan, tolong selamatkan istri dan anakku,” doanya dalam hati.Setelah mengucap doa, Edgar kembali mengintip ke dalam ruangan. Dilihatnya Bella sedang menahan kesakitan dan terus memanggil namanya. Edgar pun berniat untuk masuk, tapi tadi dokter memintanya keluar sebentar karena ingin memastikan istrinya itu.“Edgar!”Begitu Edgar hendak melangkah masuk dan menemani sang istri, tiba-tiba saja ia mendengar suara panggilan yang ditujukan kepadanya. Dengan segera, pria itu berbalik badan dan melihat kedua orang tua Bella yang sedang berjalan tergesa-gesa menghampirinya.Tadi Bella memang menyuruhnya untuk menghubungi kedua orang tuanya tersebut dan mengatakan bahwa putri mereka hendak melahirkan. Itulah sebabnya Lusie dan Yuhan datang ke rumah saki
“Apa, Dok? Bayiku perempuan?” pekik Naomi histeris.Kedua mata gadis itu membelalak lebar, dengan bibir yang setengah terbuka. Bagaikan tersambar petir di siang bolong rasanya, ketika dia mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh dokter itu.“Benar, Nyonya. Bayimu perempuan dan sangat cantik,” puji dokter itu sambil tersenyum bahagia.Akan tetapi, rupanya senyum kebahagiaan yang dirasakan oleh dokter itu sama sekali tak dirasakan oleh Naomi. Wajah wanita itu mendadak pucat pasi. Bibirnya memutih dan nampak bergetar.Sekujur tubuh Naomi juga gemetaran. Bahkan bayi dalam pelukannya itu nyaris saja terjatuh karena tangannya yang terasa gemetar.“Tidak!” jerit Naomi kencang.“Astaga! Apa yang terjadi, Nyonya?” tanya dokter itu mendadak cemas.Lalu ia pun refleks mengambil bayi mungil itu dari pelukan Naomi, karena tak ingin jika sampai terjadi apa-apa pada bayi malang tersebut.“Tidak! Dia … dia pasti bukan anakku kan?” Naomi berteriak kencang, bahkan air matanya sudah jatuh berurai sei
“Aaaa! Edgar, dimana anak kita?” Bella menjerit histeris hingga membuat Edgar terkejut bukan main.Wanita itu baru saja hendak menyusui anaknya. Namun, tiba-tiba ia berteriak karena melihat jika bayi yang hendak disusuinya itu bukanlah Bryan melainkan bayi lain.Merasa panik dengan teriakan sang istri, Edgar pun lantas cepat-cepat berlari menghampiri Bella. Sama halnya dengan istrinya itu, ia juga sama terkejut ketika melihat bahwa bayi dalam pelukan istrinya itu bukanlah bayi mereka.“Sayang, dimana Bryan?” tanya Edgar mulai kalang kabut.“Aku juga tidak tahu, Edgar. Tadi waktu dia menangis dan aku hendak menyusuinya, ternyata dia bukan Bryan. Huhuhu, dimana anakku?” tangis Bella pecah, tapi ia juga tak melepaskan bayi itu dari pelukannya karena bayi mungil tersebut terus saja menangis kian kencang.“Astaga! Aku harus segera memanggil dokter!”Edgar lantas berlari keluar untuk memanggil para dokter dan perawat yang berjaga di sana. Sementara kini kedua orang tua Bella turut melihat b
“Aku lupa siapa namanya, Tuan. Tapi mungkin aku masih punya biodatanya,” jawab dokter itu cepat.“Arggh!” Edgar mengacak-acak rambutnya geram.“Tolong cari biodata tentang wanita itu, Dok. Saat ini kamu benar-benar sangat membutuhkannya demi bisa menemukan keberadaan anak kami,” ujar Edgar dengan tegas dan mulai frustasi.“Baik, Tuan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.” Dokter itu kembali mengangguk cepat.Setelah mengatakan hal itu, dokter pun bergegas pergi meninggalkan mereka semua. Ia akan pergi ke ruangannya untuk mencari biodata tentang wanita yang tadi ia bantu persalinannya. Siapa lagi kalau bukan Naomi!“Bagaimana ini, Edgar? Dokter itu sama sekali tidak tahu dengan ibu dari bayi ini. Lalu bagaimana nasib anak kita?” Bella sudah tak bisa berhenti menangis. Segera dicengkeramnya lengan sang suami dengan sangat erat.“Semua ini belum selesai, Sayang. Pihak kepolisian masih memeriksa seluruh rekaman CCTV di rumah sakit ini. Kamu harus sabar, dan harus yakin bahwa sebentar la
Akhirnya malam itu Naomi dan Barta menginap di sebuah hotel dengan membawa bayi laki-laki tersebut. Untuk malam ini, setidaknya Naomi bisa bernafas lega karena dia bisa terhindar dari Edgar dan Bella.Setelah semalaman berusaha untuk menenangkan dirinya, akhirnya malam itu Naomi bisa tertidur dengan tenang. Barta yang merasa kasihan padanya, akhirnya meminta anak buahnya untuk mencari seorang baby sitter yang akan merawat bayinya mulai malam ini.Hampir tengah malam, baby sitter itu pun datang dan menghampiri bayi laki-laki yang sedang menangis nyaring.“Astaga! Bayi ini sepertinya kehausan, Tuan.”“Cepat kamu urus bayi ini. Aku ingin istirahat!” perintah Barta.“Baik, Tuan.”Baby sitter itu pun kemudian segera mengambil bayi tersebut dan menggendongnya. Lekas ia membuatkan susu formula dan memberikannya pada sang bayi.Bayi itu pun akhirnya terdiam dan mulai kembali tertidur dengan lelap. Barulah setelah itu, baby sitter membawa bayi itu untuk tidur bersamanya.Sementara itu, Barta m
“Owee, owee!”Suara tangisan bayi menggema ke seluruh penjuru ruangan, dimana saat ini Bella sedang menangis sesenggukan. Wanita itu terus saja meratapi kepergian putranya yang diculik oleh Naomi.“Naomi, kenapa kamu tega sekali melakukan semua ini padaku? Memangnya apa salahku selama ini, sampai kamu selalu melakukan hal jahat padaku? Bahkan tega-teganya kamu menculik anakku dan menukarnya dengan anakmu sendiri. Apa yang kamu inginkan sebenarnya?” isak Bella dengan suara tangisnya yang terdengar serak.Akan tetapi, tangisannya itu mendadak terdiam saat mendengar suara tangisan bayi yang sangat nyaring seakan meminta kasih sayang. Perlahan Bella memalingkan wajahnya, menatap pada bayi kecil yang terbaring dan tengah menangis di box bayi.Hati Bella bergetar saat mendengar suara tangisan itu. Nalurinya sebagai seorang ibu mulai tergerak, membuat wanita itu lekas bangkit dari tepian tempat tidurnya.Ia melangkah perlahan, menghampiri sang bayi yang kini wajahnya sudah sangat memerah kar
“Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Barta dengan suara melengking tinggi, tepat saat ia melihat Edgar yang sedang berdiri di depan pintu kamar hotelnya.“Dimana Naomi, Pa?” Edgar balik bertanya dengan suaranya yang juga tak kalah tinggi.Kedua mata pria itu sudah tampak memerah, menunjukkan kilatan api amarah yang terlihat jelas di sana. Kepalan di tangannya juga tampak sangat kuat, seakan bersiap menerjang apa saja yang berani menahannya.“Kenapa kau menanyakan tentang Naomi? Memangnya ada urusan apa kau dengannya?”Suara Barta itu tak hanya didengar oleh Edgar dan para polisi itu, tapi juga bisa didengar dengan sangat jelas oleh Naomi yang saat itu sedang menimang Bryan di dalam kamar.Wajah wanita itu kembali memucat, dan seluruh tubuhnya mendadak terasa gemetar hebat.“Astaga! Itu kan suaranya Edgar?” bisik Naomi dengan suara bergetar.Naomi pun seketika menjadi panik dan kalang kabut. Wanita itu berjalan tertatih ke sana kemari, berusaha mencari jalan keluar secepatnya.Namun, u
Satu tahun kemudian, memasuki usia Bryan dan Nancy yang ke 6. Tepat hari itu pula, sebuah acara besar-besaran digelar dengan sangat meriah.Hari ini adalah hari dimana Naomi akan melangsungkan pernikahan dengan Galih. Setelah sebelumnya Edgar dan Bella berusaha untuk menjodohkan mereka, akhirnya keduanya kembali dekat dan saling mengungkapkan perasaan.Hingga akhirnya setelah satu tahun menjalin hubungan, kini Naomi dan Galih pun memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.“Sayang, aku sangat bahagia karena akhirnya Naomi dan Galih benar-benar akan menikah,” kata Bella pada Edgar, sesaat setelah mereka tiba di aula pernikahan tersebut.“Aku juga sangat bahagia, Sayang. Tidak sia-sia kita membuat kedekatan di antara mereka lagi.” Edgar mengangguk setuju.Bella hanya terkekeh mendengar perkataan sang suami. Kini mereka melanjutkan langkah mereka, menjadi saksi pernikahan antara Naomi dan Galih.Tepat di atas pelaminan, keduanya tampak bersanding dengan senyum yan
“Rencana kita pagi ini mau kemana?” tanya Edgar pada anak-anak dan istrinya.Mereka telah menyelesaikan acara sarapannya dan kini tengah bersiap untuk berangkat menuju tempat liburan.“Bagaimana kalau ke water park atau ke pantai saja, Pa?” Nancy menawarkan.“Hmm, sepertinya bagus juga. Ya sudah, kalau begitu kita pergi ke water park dulu, setelah itu baru kita pergi ke pantai.” Edgar mengangguk setuju.“Yeeii.” Bryan dan Nancy bersorak kegirangan.Kedua anak kecil itu dengan antusias segera masuk ke dalam mobil, hendak disusul oleh Bella dan Edgar. Namun sebelum mereka masuk mobil, tiba-tiba saja datang sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumah mereka.Tak lama setelah itu, terlihat seorang wanita yang melangkah masuk ke halaman dan berhenti di hadapan Bella.“Bella,” ucapnya menyapa wanita itu.Mendengar suara itu, sontak membuat Bella terkejut dan segera mengangkat wajahnya. Seketika ia tercengang, saat melihat sosok Naomi sedang berdiri di hadapannya.“Naomi!” pekik Bella kag
“Papa, ayo kita main!” Suara seorang anak laki-laki memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah.Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari arah luar kamar.Tak terasa lima tahun kemudian berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan Edgar dan Bella semakin bahagia sekarang. Mereka tinggal di rumah utama milik Barta, bersama dengan kedua anaknya dan ditemani oleh kedua asisten rumah tangga yang setia, Bi Marni dan Bi Imah yang merupakan mantan asisten rumah tangga Barta dulu.Tok! Tok! Tok!“Papa, bangun!”Edgar membuka selimutnya dengan cepat. Pria itu tampak menghembuskan nafasnya kasar. Ia memutar bola matanya malas, seraya melirik pada Bella yang sedang tertawa kecil sambil menyandarkan kepala di dadanya.“Astaga, Sayang! Kenapa sepagi ini Bryan sudah mengganggu momen kebersamaan kita?” dengus Edgar pelan.“Karena dia tahu kalau hari ini kamu tidak masuk kantor, Sayang. Jadi dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain denganmu,” jawab Bella sembari
Edgar menajamkan pandangannya, untuk memastikan jika pria pengemis yang dilihatnya itu memang benar-benar adalah Barta.“Iya, tidak salah lagi. Itu memang papa.” Ia mengangguk cepat.Setelah memastikan bahwa pria pengemis itu adalah Barta, maka Edgar pun lekas turun dari mobilnya. Ia berniat untuk menemui papanya itu. Dari kejauhan, Edgar sudah mengamati setiap detail penampilan papanya. Barta tampak mengenakan pakaian dan topi compang camping yang seolah menyembunyikan jati dirinya.Tak akan ada satu orang pun yang mengira jika pria itu adalah Barta Wijaya, sosok rentenir kaya raya yang terkenal kejam.Tak butuh waktu lama, kini akhirnya langkah Edgar pun tiba juga di hadapan Barta. Ia melihat pria itu terus saja membungkukkan kepalanya.Namun satu hal yang membuat Edgar merasa kebingungan, karena sejak tadi papanya itu tampak sembunyi-sembunyi memainkan sebuah ponsel mewah dari balik bajunya.“Papa,” panggil Edgar dengan keheranan.Suara panggilan dari Edgar itu pun sontak membuat
“Sudah apa, Bi?” desak Edgar merasa penasaran, karena ia merasa jika ART nya itu terlalu berbelit-belit untuk bicara padanya.“Begini, Den. Setahu bibi, Tuan Barta pernah mempunyai seorang nasabah yang tidak sanggup membayar hutangnya. Dia juga tidak punya apa-apa untuk bisa dijadikan sebagai jaminan atau penebus hutang. Jadi Tuan Barta mengirim para debt colector untuk menagih hutang nasabahnya itu. Tapi rupanya tak hanya sekedar menagih hutang saja, para debt colector itu bahkan sampai mencelakai nasabah itu dan membuatnya meninggal dunia,” terang wanita paruh baya itu dengan sedikit takut-takut.“Astaga!” Edgar membeliak, sebab rupanya pernyataan dari asisten rumah tangga di rumah papanya itu cukup membuatnya terkejut bukan main.Edgar meraup wajahnya kasar, merasa frustasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh papanya. Pria itu bahkan tampak menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seolah menyimpan sebuah beban besar di dadanya.“Bibi serius? Orang itu sampai meninggal dunia?” tan
Edgar merasa sangat terkejut saat melihat ada foto Brata yang terpampang di dalam sebuah artikel berita. Namun yang lebih membuatnya terkejut, yakni karena artikel itu memuat berita jika Barta masuk dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang, alias buronan.“Ini benar papa kan? Lalu kenapa papa bisa jadi DPO?” Edgar bertanya pada dirinya sendiri, dengan kedua mata yang membelalak kaget.Pria itu terus menatap lekat ke arah foto pria yang terpampang di ponselnya tersebut. Ia ingin memastikan sekali lagi, bahwa pria di foto itu bukanlah Barta.Namun, mau sekeras apapun Edgar berusaha untuk meyakinkan dirinya, tetap saja tak bisa memungkiri bahwa pria di berita itu memanglah papanya.“Astaga! Ini memang benar-benar papa. Sebaiknya nanti aku cari dia dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi,” angguk Edgar pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjuk ke angka setengah tujuh, membuat Edgar tak punya banyak waktu lagi untuk lebih berlama-lama berada di tempat perbelanjaan tersebut.Pria itu pun denga
“Aku sama sekali tidak tahu dimana Tuan Barta, Pa. Sejak semua permainan licikku terbongkar dan para polisi menangkapku, dia marah dan pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku tahu kalau dia pasti marah dan kecewa, apalagi setelah tahu bahwa anak kami bukanlah anak laki-laki seperti yang dia harapkan,” jawab Naomi dengan suaranya yang serak menahan isak tangis.“Tapi kenapa kamu sampai nekat melakukan itu, Naomi? Sedangkan kamu tahu sendiri, seperti apa Tuan Barta itu.” Mamanya Naomi ikut menimpali.Naomi kembali mengangkat wajahnya, menatap pada kedua orang tuanya itu secara bergantian. Gadis itu pun juga lekas menyeka air matanya dengan kasar.“Karena Tuan Barta berjanji untuk memberikan hartanya pada anakku, jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Ma. Kalau sampai aku melahirkan anak perempuan, maka dia pasti tidak akan mau memberikan hartanya pada kami.” Naomi masih saja menangis tanpa bisa ia bendung lagi.Kedua orang tuanya pun kini nampak saling berpandangan. Rasa iba mulai
“Bagaimana, Sayang? Apa kamu setuju?” tanya Edgar, membuat Bella segera tersadar atas pertanyaan suaminya barusan.“Tentu saja aku sangat setuju, Edgar. Lagipula aku juga sudah mulai menyayangi bayi ini, sama seperti aku menyayangi Bryan.” Bella mengangguk, setuju dengan apa yang disarankan oleh Edgar, jika mereka akan mengasuh bayi itu.“Syukurlah kalau kamu setuju. Sekarang kita harus memberi nama pada bayi ini.”“Kalau begitu, biar aku saja yang memberi nama pada bayi ini,” sahut Bella tiba-tiba.“Silahkan, Sayang.”Bella segera tersenyum manis, sembari menatap bayi mungil dalam gendongannya itu. Dibelainya pipi sang bayi yang masih merah itu, lalu dikecupnya kening bayi tersebut dengan sangat lembut.“Aku akan memberinya nama Nancy. Ya, Nancy Wijaya,” ucap Bella dengan wajah yang sangat bahagia.“Wah, nama yang sangat indah, Sayang. Mulai sekarang, kita punya sepasang bayi yang tampan dan cantik. Bryan dan Nancy.” Edgar pun turut merasa bahagia.“Iya, dan mereka adalah anak kita.
“Syukurlah karena sekarang kamu sudah kembali ke pelukan papa, sayang,” ucap Edgar sambil terus menciumi wajah baby Bryan berulang kali.Pria itu tak hentinya menitikkan air mata, tapi buru-buru menyekanya karena perasaan haru kini sudah mulai menguasainya. Edgar mengangkat wajah, menatap pada para polisi yang membawa Naomi ke mobil mereka. Lalu pandangannya kembali tertuju pada Baby Bryan yang kini nampak tertawa-tawa di pelukan Edgar.“Semuanya sudah berakhir, Sayang. Sekarang kita pulang dan temui mama kamu. Oke?”Edgar tersenyum dan menciumi wajah putranya sekali lagi. Dengan langkah tergesa, pria itu pun lekas menuju ke mobilnya yang terparkir di basement hotel tersebut.Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kini ia pun lekas mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya, dimana saat ini Bella pasti sedang menunggu kedatangannya.***Di rumahnya, sejak tadi Bella terus saja mondar-mandir dengan perasaan panik. Ia terus berdecak cemas, memikirkan nasib Edgar yang kini entah berada dim