“Auh, pelan-pelan, Sayang,” ringis Edgar menahan sakit, ketika tangan Bella menyentuh luka di wajahnya yang kini tampak memar.“Iya, Sayang. Ini aku juga sudah hati-hati. Apa masih terlalu sakit?” tanya Bella cemas, dan segera memelankan tangannya yang masih merawat wajah Edgar tersebut.“Sakit, Sayang. Tapi sudah tidak terlalu sakit kalau mendapat sentuhan dari kamu,” goda Edgar yang langsung meraih tangan sang istri dari wajahnya, lalu memberikan kecupan mesra di punggung tangan istrinya tersebut.“Ihh, dasar kamu ya,” sungut Bella karena merasa dipermainkan oleh Edgar.Meskipun begitu, tetapi ia tetap menerima saat pria itu terus mengecupi punggung tangannya. Perlahan kini Edgar pun bangkit, duduk berdampingan dengan Bella yang kini berada di atas ranjang.Segera diraihnya wajah cantik gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya tersebut. Tubuh Bella mendadak bergetar, saat merasakan sentuhan tangan Edgar di wajahnya.“Sayang,” panggil Edgar lirih.“Iya.” Bella mengangguk pelan.“Be
Pagi pertama setelah pernikahannya dengan Edgar, kali ini Bella bangun lebih pagi daripada biasanya. Gadis itu bergegas bangkit, lalu menyingkap tirai jendelanya hingga membuat sinar sang mentari masuk menembus kaca jendela yang tebal.“Selamat pagi, dunia,” ucap Bella dengan senyum bahagia, sembari tatapannya menatap lurus ke luar jendela.Ada perasaan bahagia yang merasuk ke dalam hatinya. Perlahan perasaan sedih dan gundah yang selama ini sering menghantuinya, kini kesedihan itu pelan-pelan mulai menguap.Bayangan kebahagiaan kini sedang menyambutnya, meninggalkan masa lalu yang kelam bersama Barta.“Sayang.” Suara seorang pria yang terdengar sangat dekat di telinga Bella.Bersamaan dengan itu, ia merasakan sepasang lengan kekar melingkar di perutnya. Perlahan Bella memalingkan wajah, menatap pada sang suami yang kini sedang menopang dagu di bahunya.“Edgar, kamu sudah bangun?” tanya Bella yang kini hendak memutar tubuhnya, tetapi dengan cepat Edgar segera menahannya.“Jangan berge
“Naomi, aku mohon tolong bantu aku sekali saja. Istriku benar-benar membutuhkan uang itu untuk operasi. Kondisinya saat ini benar-benar kritis, dan hanya kamu yang bisa membantuku, Naomi,” hiba Martinus dengan penuh harap.“Pokoknya tidak, Kak! Selama ini aku sudah banyak membantu kakak! Aku sudah sering memberi uang pada kakak bahkan tanpa sepengetahuan dari suamiku. Sekarang aku sedang ada masalah dengan suamiku, dan kakak malah datang begitu saja untuk meminta uang? Tidak, Kak! Aku tidak mau membantu kakak lagi!”Setelah membentak kakaknya seperti itu, Naomi lekas berbalik badan dan hendak menutup pintu. Akan tetapi, dengan cepat Martinus segera menahan pintu hingga membuat Naomi tak jadi menutupnya.“Tunggu, Naomi!”“Ada apa lagi, Kak?”Brukk!Tanpa diduga, tiba-tiba saja Martinus duduk berlutut, bahkan bersimpuh di kaki adiknya tersebut. Pria itu langsung menangis, hingga bulir air matanya menitik jatuh membasahi punggung kaki Naomi.“Naomi, tolonglah kakakmu ini! Hanya kamu yang
Tangan Naomi terasa bergetar hebat saat membaca pesan yang baru saja dikirim oleh Martinus. Bukan hanya pesan, tetapi kakaknya itu juga mengirimkan foto ketika istrinya sekarat dan juga foto mereka saat berada di pemakaman.“Astaga! Kakak ipar benar-benar meninggal?” lirih Naomi dengan suara bergetar, merasa sangat shock dengan apa yang baru saja dilihatnya itu.Ia masih terpaku, menatap tak percaya pada foto dan pesan di ponselnya tersebut. Namun tak berselang lama, tiba-tiba saja kakaknya itu kembali mengirim pesan yang langsung masuk ke ponselnya.[Selamat karena kamu sudah membantu membunuh istriku, Naomi.]Degh!Rasa jantung Naomi seolah berhenti berdetak saat itu juga. Matanya membelalak lebar, dengan kedua tangannya yang kian gemetar hebat. Wajah gadis itu mendadak pucat pasi. Rasanya ia begitu sedih dan shock dengan apa yang dituduhkan oleh Martinus kepadanya.“Kakak, apa maksud kamu mengatakan hal itu padamu?” gumam Naomi dengan rasa sesak yang kini menghimpit dada.Masih den
“Sekarang kamu jujur saja. Kamu pasti minta Bi Marni untuk masak kan?” tunjuk Bella tepat ke wajah suaminya itu.Edgar hanya bisa tertawa kecil sembari mengusap tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Pria itu terkekeh pelan, menampilkan barisan giginya yang rapi dan putih bersih.“Hehe, maaf, Sayang. Sebenarnya tadi aku minta tolong pada Bi Marni untuk membantuku memasak makanan ini karena aku tidak tahu resepnya. Tapi kamu tenang saja, karena semua ini aku yang memasaknya,” jawab Edgar yang merasa malu, karena rencananya terbongkar sudah oleh sang istri.“Hmm, sudah aku duga. Tapi tidak apa-apa. Aku hargai perjuangan kamu, Sayang. Kalau begitu mari kita makan bersama.” Bella tersenyum dan segera menggandeng tangan sang suami, mengajaknya untuk makan bersama.“Hah? Kamu tidak marah?” tanya Edgar membeo.Alih-alih marah pada suaminya itu, Bella justru tersenyum dan menggelengkan kepalanya perlahan.“Justru aku ingin berterima kasih padamu, karena kamu sudah sangat memikirkan tentang ke
Selama beberapa bulan belakangan ini, Naomi terus saja dirundung kesedihan. Seluruh keluarganya tak ada yang mau menghubunginya sama sekali. Bahkan saat Naomi menghubungi mereka, tak ada satu pun yang mau peduli padanya.Masalah hidupnya kian bertambah, ketika Barta tetap juga tak kunjung mendapatkan cara untuk menyembuhkan impotensi yang dialaminya. Seluruh metode dan pengobatan sudah dilakukan, tapi tetap saja tak ada hasil.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Sekarang hidupku sudah benar-benar di ujung tanduk. Akhir-akhir ini Tuan Barta hanya memberikan sedikit jatah uang padaku, dan mungkin itu terjadi karena dia tidak pernah terpuaskan hasratnya. Jika sampai seperti ini terus, bisa-bisa aku jatuh miskin. Lalu pada siapa lagi aku harus minta uang?” Naomi berjalan mondar mandir di kamarnya dengan perasaan gelisah.Kini tangannya mulai mengusap perutnya yang sudah sangat membesar, sebab usia kandungannya sudah memasuki 9 bulan dan hanya tinggal menunggu HPL saja. Naomi tertunduk, seraya memi
Suasana di ruang bersalin itu benar-benar terasa sangat menegangkan. Sejak tadi Edgar terus mengintip ke dalam sana melalui kaca jendela. Pria itu tampak berjalan mondar mandir dengan perasaan gelisah, sambil sesekali meraup wajahnya gusar.“Ya Tuhan, tolong selamatkan istri dan anakku,” doanya dalam hati.Setelah mengucap doa, Edgar kembali mengintip ke dalam ruangan. Dilihatnya Bella sedang menahan kesakitan dan terus memanggil namanya. Edgar pun berniat untuk masuk, tapi tadi dokter memintanya keluar sebentar karena ingin memastikan istrinya itu.“Edgar!”Begitu Edgar hendak melangkah masuk dan menemani sang istri, tiba-tiba saja ia mendengar suara panggilan yang ditujukan kepadanya. Dengan segera, pria itu berbalik badan dan melihat kedua orang tua Bella yang sedang berjalan tergesa-gesa menghampirinya.Tadi Bella memang menyuruhnya untuk menghubungi kedua orang tuanya tersebut dan mengatakan bahwa putri mereka hendak melahirkan. Itulah sebabnya Lusie dan Yuhan datang ke rumah saki
“Apa, Dok? Bayiku perempuan?” pekik Naomi histeris.Kedua mata gadis itu membelalak lebar, dengan bibir yang setengah terbuka. Bagaikan tersambar petir di siang bolong rasanya, ketika dia mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh dokter itu.“Benar, Nyonya. Bayimu perempuan dan sangat cantik,” puji dokter itu sambil tersenyum bahagia.Akan tetapi, rupanya senyum kebahagiaan yang dirasakan oleh dokter itu sama sekali tak dirasakan oleh Naomi. Wajah wanita itu mendadak pucat pasi. Bibirnya memutih dan nampak bergetar.Sekujur tubuh Naomi juga gemetaran. Bahkan bayi dalam pelukannya itu nyaris saja terjatuh karena tangannya yang terasa gemetar.“Tidak!” jerit Naomi kencang.“Astaga! Apa yang terjadi, Nyonya?” tanya dokter itu mendadak cemas.Lalu ia pun refleks mengambil bayi mungil itu dari pelukan Naomi, karena tak ingin jika sampai terjadi apa-apa pada bayi malang tersebut.“Tidak! Dia … dia pasti bukan anakku kan?” Naomi berteriak kencang, bahkan air matanya sudah jatuh berurai sei