Pagi itu, Karina bangun dengan perasaan campur aduk. Kepalanya terasa pening dan dadanya juga berdebar luar biasa cepat. Wanita itu bangkit dengan gundah yang beralasan setelah mengusap sisa air mata dan menampilkan matanya yang masih sembab. Kursi ruang tunggu selalu tidak nyaman, apalagi ketika menyadari bahwa seseorang di dalam ruang perawatan intensif masih belum menunjukkan perkembangan signifikan. Peningnya beralasan, apalagi dia tidur dalam posisi terduduk disana. Dia mendesis pelan saat merasakan dadanya kembali sesak. Sempat juga memukul-mukul pelan kepala dengan harapan pening itu bisa sirna meskipun tetap saja hasilnya nihil. Sudah dua hari dan putranya belum juga sadar. Apa yang lebih mengkhawatirkan dari ini? Ditambah lagi sang suami belum bisa berada di sisinya sekarang sebab harus penerbangannya terhambat. Karina berusaha keras untuk menguatkan dirinya sendiri. Dia perlu menjaga diri dan mentalnya sendiri, setidaknya sampai Sagara bisa pulih. Menurutnya, dia perlu me
Matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, menebarkan semburat jingga dan keemasan yang memeluk langit petang. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma bunga melati yang sedang mekar di taman rumah keluarga. Di kejauhan, suara burung-burung yang kembali ke sarang terdengar samar, melengkapi simfoni alam yang menenangkan.Di jalan berkerikil yang membentang menuju mansion keluarga, sebuah mobil melaju perlahan, membelah keheningan senja. Di dalamnya, Natalia, putri dari keluarga pengusaha ternama, duduk dengan perasaan campur aduk. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya dipenuhi oleh berbagai rencana dan tanggung jawab yang menanti."Ada yang perlu papa bicarakan. Papa tidak memaksa, tapi papa harap kamu berkenan pulang hari ini."Kalimat yang dialunkan sang ayah pagi tadi membuat dirinya berada dalam dilema. Satu sisi, Natalia merasa canggung luar biasa sebab sudah lama sekali dia tidak berada dalam pembicaraan serius kecuali terkait Cakrawala kemarin dengan ayahnya. Dala
Petang itu, di bawah cahaya lampu yang hangat dan suasana rumah yang cukup ramai. Cukup bising dengan terdengarnya kehebohan yang berasal dari dapur—pertikaian kecil namun gemas antara Aira dan ibu mertuanya mengenai resep masakan. Seperti mengalami dejavu, mungkin dia pernah berada dalam ruang persis ini ketika mungkin berusia sekitar lima tahun. Sebelum kedua orang tuanya diserang wabah gila kerja yang membuat Natalia kecil merasa selalu diabaikan.Permintaan dari ayahnya tadi hanya dijawabnya dengan sebuah senyuman ambigu. Natalia belum memutuskan atau menjawab secara lisan sebab sang mama datang buru-buru ke ruang tamu menghampiri mereka. Aira tampil dengan pakaian dan makeup seperti biasa, bedanya kali ini dia menggunakan apron warna hitam yang nampak terciprat bekas minyak atau bahan dapur lainnya. Tangan kanannya bahkan masih mengangkat spatula. Ini benar mamanya, kan?Jarang sekali melihat pemandangan ini. Aira yang Natalia ingat selama ini adalah mama dengan tampilan glamor
Sore itu, kabut tipis menyelimuti landasan pacu. Deru pesawat yang lepas landas terdengar samar-samar di kejauhan, seakan menjadi pertanda perjalanan panjang yang akan segera dimulai. Natalia dan Sagara berdiri di depan terminal keberangkatan internasional, saling memandang dengan perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Dua insan itu baru saja bertemu sekitar satu jam lalu setelah penerbangan Natalia ke daerah Sagara tertunda selama dua jam. Setelah ini Natalia bahkan akan langsung bertolak kembali ke kotanya. Wanita gila itu benar-benar hanya singgah di bandara untuk bertemu Sagara sebelum dia lepas landas.“Maaf, aku bahkan nggak bisa menemui kamu lebih dulu,” sesal Natalia. Setelah pertemuan mereka di wisuda Sagara beberapa minggu lalu, pada kenyataannya mereka berdua sama sekali tak sempat bertemu lagi. Sagara yang sibuk mengurus segala tetek bengek perlengkapan berangkatnya dengan mondar-mandir mencari surat dan Natalia yang disibukkan dengan proses belajarn
Samuel menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sang kakak yang berjalan tanpa ekspresi keluar dari area kedatangan. Pria tinggi itu memeriksa kembali penanda waktu yang bertengger di tangan kirinya lalu dengan segera menggandeng Natalia agar dapat berjalan lebih cepat. Natalia bahkan hampir terseret rasanya karena langkah panjang Samuel tersebut. "Ayo, kita tidak punya banyak waktu!"Decakan sebal Natalia menjadi respon dari perkataan Samuel. Pria itu bahkan hampir mempertimbangkan untuk sekalian saja menggendong kakaknya agar bisa lebih cepat untuk sampai mobil. Terlihat sekali dari penampakannya, Natalia terlihat tidak punya semangat hidup sekarang. Langit ibukota yang kian gelap seolah menjadi saksi bagaimana terburu-burunya Samuel setelah hampir satu jam menunggu di areal kedatangan tadi. Ditambah lagi terdapat panggilan dari orang-orang rumah Xavier yang terus memberondongnya dengan aneka pertanyaan soal keberadaan mereka berdua. Memang malam ini dijadwalkan ada pertemuan makan
Di tengah gemerlap lampu kristal dan dekorasi mewah yang menghiasi ballroom hotel bintang lima, para tamu berdatangan dengan elegansi yang hanya bisa ditampilkan oleh mereka yang lahir dari darah biru. Di sudut ruangan, seorang pria matang dengan setelan jas hitam yang sempurna berdiri tegak, matanya mengikuti setiap gerakan seorang wanita usia tiga puluhan awal yang baru saja memasuki ruangan bersama dengan lelaki yang kurang lebih sepantarannya.Wanita itu, dengan gaun malam yang menjuntai anggun, memancarkan kecantikan dan keanggunan yang sulit diabaikan. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat dia melangkah dengan percaya diri di antara para tamu. Keberadaan sang ayah yang sudah lebih dahulu memiliki nama besar tentu membuat siapapun langsung berasumsi bahwa kemunculan tiba-tiba wanita tersebut adalah sebuah bentuk pengumuman dini bahwa masa depan Xavier Group sudah siap muncul di permukaan.Malam ini tentu bukan sekadar pesta biasa. Natalia berkesempatan untuk mulai membentuk koneks
"Akhirnya kita benar-benar sampai pada hari ini, ya."Natalia mengulas senyuman tipis sebagai respon untuk menanggapi perkataan sang atasan. Wanita itu duduk di kursi dengan punggung tegak dan tenang. Merasa sedikit lebih tenang setelah surat pengunduran dirinya yang dia setorkan sekitar sebulan lalu pada akhirnya ditandai dan resmi ditanda tangani. Surat pengunduran diri yang dia tulis secara penuh pertimbangan. Mengakhiri karier cemerlangnya di Cassiluxe yang telah dia bangun dengan susah payah tentu tidak mudah. Ada banyak cita-cita yang ingin dia gapai disini. Sayangnya, ada opsi lain yang lebih mendesak dan pada akhirnya dia sadari sebagai takdir yang tidak akan bisa dia ubah dengan mudah. Hari ini, Natalia telah menyelesaikan masa one month notice-nya. Menghadap sang bos besar untuk menyampaikan workflow selama sebulan belakangan dimana dia berusaha menyelesaikan setiap detil pekerjaan yang tersisa sebelum nantinya dia tinggalkan ke Xavier. Bentuk tanggung jawabnya sebelum men
Hampir tengah malam ketika Sagara melangkah memasuki sebuah ruangan dengan arsitektur tua namun cukup terawat. Berbeda dengan situasi diluar yang dingin hingga hampir membuatnya membeku, ruang perpustakaan yang dia kunjungi ini masih cukup temaram dan hangat. Tepat sekali untuk menjadi tempat berlindung bagi mahasiswa yang mencari ketenangan untuk belajar. Sagara selalu merasa bahwa suasana malam memberikan konsentrasi yang berbeda, seolah seluruh dunia terdiam dan memberinya ruang untuk fokus.Sagara memilih tempat duduk di sudut, jauh dari pintu masuk. Ia menyukai sudut itu, di mana tumpukan buku tua menjulang di rak-rak kayu yang kokoh, menciptakan suasana yang tenang dan penuh kedalaman. Di hadapannya, terbentang buku-buku referensi yang tebal dan jurnal-jurnal ilmiah yang berisi pengetahuan tanpa batas—semua yang ia butuhkan untuk menyelesaikan tugasnya.Ia membuka laptopnya, menyalakan layar yang segera menyala dengan cahaya biru yang lembut. Di sana, berbagai catatan dan artik
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem