"Kamu yakin sudah periksa proposal dengan teliti sebelum ajukan ke saya?" Natalia lincah mencoret-coret lembaran proposal yang baru saja diserahkan kembali oleh salah satu stafnya. Draf tersebut seharusnya untuk salah satu proyek terbaru mereka. Namun dari apa yang Natalia baca semalaman dan hingga kini, belum ada yang lolos kualifikasi standarnya. Natalia punya standar yang cukup tinggi untuk projek kali ini. "Sudah, bu." Koordinator itu berkeringat dingin. Timnya telah mengerjakan proposal itu selama lebih dari seminggu, namun karena Natalia sempat tidak berada di kantor, mereka baru bisa mendapatkan feedback hari ini. Natalia mendesah pelan, dia membuka kacamata kerjanya dan menatap lurus kearah pria berdasi dihadapannya. Wanita itu mengetuk-ngetukkan pulpen yang digunakannya tadi. "Begini—divisi dua, tim perencanaan," Natalia menutup berkas, sepertinya tidak akan melanjutkan untuk membaca draf tersebut lagi. "Saya berharap banyak pada kalian. Selama ini perusahaan kita
Setelan baru karya tangan desainer ternama dan tampilan rambut klimis sempurna membuat penampilan Davian menyala luar biasa pagi ini. Dekorasi mewah dan tamu undangan yang berasal dari kalangan atas, Davian pikir dia tidak akan punya kesempatan berada dalam pesta mewah seperti ini. Tapi lihat? Justru kali ini dialah pemeran utamanya. Lelaki itu berdiri dengan percaya diri. Memperhatikan satu per satu tamu undangan yang nampak memandangnya lalu berhenti pada kedua orang tuanya yang duduk dengan tenang di bangku paling depan. Memberikan senyum terbaik meskipun dia tahu apa yang tengah dirasakan oleh mereka. Menahan sesak di dadanya, Davian tahu kedua orang tuanya itu berusaha keras memaksakan senyum. Telinga siapa yang tidak gatal? Ayah dan ibunya mati-matian menahan diri di tengah pesta megah yang sebenarnya justru menginjak-injak harga diri keluarga mereka. Omongan-omongan buruk para tamu telah sampai ke telinga keduanya. Terang saja, belum rela putra semata wayangnya menikahi
"Siapa tuh bule? Anak baru?" Mario baru saja bergabung duduk tepat disebelah Sagara yang memperhatikan secara seksama tawa Natalia terukir ketika ia berbincang dengan orang asing. Mereka baru saja kembali dari tugas luar dan kini memutuskan untuk makan di cafetaria perusahaan. Tepat kala ia menemukan Natalia Xaviera duduk berdua tengah makan bersama laki-laki lain yang tidak Sagara kenali. Siapa dia? Client? Tapi ada lanyard perusahaan yang juga tergantung di lehernya. Sup dalam mangkok kalah panas dari hatinya. Sagara merasakan panas merayap naik ke ulu hati. Hampir membakarnya hingga wajah dan kepala. Jelas sekali bahwa Sagara tengah berusaha menekan rasa cemburunya. "Oliv! Makan disini aja!" Sagara tak terganggu akan kehadiran tiga orang wanita muda yang dia ketahui merupakan staf junior di divisi sebelah. Mulai terbiasa dan memahami makna dari tindakan Mario setelah telinganya menangkap nada kepo dari kalimat sahabatnya itu.Terang saja! Mario mengundang mereka untuk mengo
"Sam tinggal sama kita aja, gimana?"Suara sang mama terdengar begitu nyaring di telinga Natalia. Wanita itu hanya bisa mengaduk-aduk makanannya tak berselera. Netranya memang hanya fokus memandang daging dan sayur dihadapannya, namun sama sekali tidak ada suapan yang masuk ke dalam mulutnya. Setelah sekian lama, Natalia akhirnya kembali duduk disini lagi. Merasakan dinginnya meja makan panjang yang amat berjarak antar satu sama lainnya. Hanya ada lima orang yang duduk disana dengan tenang. Bahkan percakapan yang terjalin pun terkesan kering. Padahal katanya ini acara penyambutan, lho!"Nggak, ma! Sam mau tinggal di apart aja sendiri!" Bantah lelaki usia 25 tahun yang baru saja kembali ke Indonesia itu. Samuel boleh punya wajah pekat khas bule, namun entah mengapa logatnya terdengar sangat medok ketika ia bicara dengan bahasa.Airanata Xaviera melirik putrinya dengan tampang ketus, "pasti kamu kan yang pengaruhin Samuel supaya nggak pulang ke rumah?"Di mata Aira, putrinya selalu di
Davian melemparkan pakaian mahalnya sembarangan. Wajah lelaki itu benar-benar merah sekarang. Penampilan rapinya sudah tak tersisa, lelaki itu tidak bisa menyembunyikan kemarahan yang mengelilinginya sekarang. "Sialan!" Umpatan demi umpatan meluncur terus dari bibirnya. Lelaki itu hampir menghancurkan seisi kamar kalau saja dia tidak mendengar suara mobil lain yang kini memasuki pekarangan. Tidak bisa, Davian belum bisa bertindak sejauh itu sekarang. "Semua kepemilikan Ibu Viona sudah dibekukan. Ibu sudah tidak memiliki hak lagi terhadap perusahaan." Kalimat itu terus menggema di kepalanya. Sial, bagaimana bisa hak milik Viona justru dibekukan? Apa yang Viona miliki selama ini ternyata justru belum resmi menjadi miliknya? Jadi apakah pernikahan ini akan sia-sia dan hanya akan merugikan Davian? Dia menikahi janda yang ternyata kaya karena harta titipan saja? Viona memasuki kamar mereka dengan wajah masam. Wanita itu tidak jauh berbeda darinya. Kacau dan syok saat mendengar ke
"Lia! Tunggu!" Natalia yang tadinya hampir meraih pintu mobil kini kembali berbalik badan. Menemukan sang nenek berjalan tergopoh kearahnya, tentu saja Natalia tidak bisa tidak menghampiri. Angin malam tidak baik untuk kesehatan, apalagi untuk sang nenek yang nekat keluar tanpa syal ataupun pakaian hangat lainnya. Mobil yang mengantar Samuel sudah beranjak lebih dulu menuju apartmen yang katanya sudah dibelinya lebih dulu. Ada beberapa orang penjaga dan kepercayaan keluarga Xavier yang mengawasi. Tentu saja karena mereka tidak akan membiarkan Samuel berada dalam bahaya kali ini. "Besok malam datang, ya!" Sang nenek menyerahkan kartu nama yang berisi alamat dan nomor telepon disana dengan senyuman teduhnya. Natalia menghela nafasnya lelah, upaya perjodohan lagi. "Nenek, Lia kan sudah bilang tidak mau dijodoh-jodohkan!" Tolak Natalia halus. Nenek Natalia menggeleng, "sekali ini saja. Tolong temui dia besok! Setidaknya, kalau kalian memang tidak berjodoh, kamu akan menemukan se
"Sudah makan?" Perjalanan dari minimarket menuju kediaman Natalia seharusnya hanya memakan waktu lima menit. Namun dengan kecepatan yang justru sengaja Sagara lambatkan dan keheningan yang menguar, Natalia hampir berpikir bahwa dia berada dalam mobil selama lebih dari tiga puluh menit. Tak hanya itu, Natalia memang merasa tidak nyaman setelah hantaman perasaan aneh yang menderanya di minimarket tadi. Wanita itu sesungguhnya hanya ingin cepat-cepat membenamkan dirinya di bawah guyuran shower untuk menjernihkan pikirannya yang terlanjur tidak waras. Berada dalam satu mobil bersama Sagara jelas sama sekali tidak membantu. Nyerinya masih terasa. Ingatan bahwa gadis lain dengan santai menyentuh Sagara membuatnya terbakar amarah. Natalia berdehem tak nyaman saat Sagara secara terang-terangan melirik kearahnya. "Kenapa?" Tanya Natalia pada akhirnya. Sagara melepaskan satu tawa sinis pendek, "tidak dengar pertanyaanku?" Jurus yang membuat Natalia entah mengapa kembali berdesir aneh.
Its all about Samuel, iya kan?Secara sederhana Natalia dapat artikan bahwa brondongnya ini tengah cemburu pada Smauel. Pria bule yang cukup menggegerkan kantor dan apalagi secara terang-terangan duduk bersamanya di kantin. Jadi rupanya Sagara merisaukan hal ini?Pantas saja sikapnya agak sedikit berbeda hari ini. Katakanlah dia egois, tapi entah mengapa ada perasaan senang yang membuncah ketika mendengar secara langsung bahwa brondong kesayangannya itu tengah cemburu. Dia suka melihat Sagara cemburu. Padahal dia sendiri juga sebenarnya sangat terganggu dan mudah cemburu terhadap kehadiran gadis lain yang hinggap dekat dengan Sagara. Sayangnya dia tidak bisa mengatakannya segamblang Sagara. Natalia tidak mau menyakiti pria muda dihadapannya itu lebih jauh dari ini."Kamu bahkan pulang bersamanya tadi," tambah Sagara lagi. Natalia kembali pada senyuman miring kecilnya, ternyata Sagara bahkan melihatnya tadi? Padahal mereka sudah memastikan untuk keluar kantor dengan aman sepulang k
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem