”Sagara! Kamu belum bangun?"Suara halus Karina dan ketukannya di pintu nampaknya tidak cukup ampuh untuk membangunkan sang putra yang tumben belum menunjukkan tanda- tanda pergerakan. Padahal biasanya di rumah, Sagara adalah tipikal yang rajin bangun pagi meskipun akhir pekan. Ini pukul sembilan pagi, dan rasanya Karina sangat tidak enak pada sahabatnya jika putranya yang menumpang disini ternyata bangun siang begini. "Sagara!" Panggilnya lagi dan masih belum mendapat balasan apapun.Habis sudah kesabarannya.Wanita itu membuka pintu kamar Sagara yang ternyata tidak terkunci. Matanya menyapu keseluruh ruangan yang nampak rapi, namun nihil. Tsk! Kemana lagi anak itu pagi hari begini?Ia bergegas menuju sebelah kamar Sagara tadi, ruangan yang ditempati Natalia. Mengetuk sebentar sebelum memilih untuk langsung masuk karena pintu tidak terkunci. Agak lancang sebenarnya, tapi dia hanya ingin mengecek keadaan sahabatnya saja.Didapatinya wanita itu masih terlelap dalam tidurnya. Karina m
“Kamu tadi kemana? Mama cari di kamar kok nggak ada?Natalia pura-pura tak dengar dan sibuk dengan makanan, sementara orang yang dituju justru terlihat santai tanpa takut sedikitpun.“Taman belakang menjenguk Kumo,” ujarnya merujuk pada kura-kura peliharaan Natalia.Sagara yang duduk disebelah Natalia menunjukkan gesture santai tanpa salah tingkah sedikitpun. Benar-benar pembohong handal, pikir Natalia! Memang sejak kapan Sagara menaruh perhatian lebih pada binatang peliharaan Natalia itu?Karina memicing, “tumben banget kamar udah rapi pagi-pagi, kamu beneran tidur di kamar, kan?” selidiknya lagi.Sagara menatap mamanya, “kasur bisa dirapihin, ma! Aku bukan bocil sepuluh tahun yang gak bisa rapihin kamar sendiri,” ujarnya karena merasa sang mama meragukan kemampuan bersih-bersih Sagara.Karina memang yang paling sering meragukan sang putra sepertinya. Di matanya, Sagara masih anak laki-laki manja yang suka merajuk. Padahal kenyataannya, Sagara cukup mandiri dan itu juga merupakan bua
"Kenapa? Kamu kenal mereka?" Terang saja Davian menggeleng ketika sang istri bertanya dengan tatapan penuh selidik. Mereka sudah berada dalam perjalanan menuju resto tempat meeting bertemu dengan klien saat Viona nampak sangat marah akan hinaan tidak langsung yang Karina lemparkan padanya tadi. Apalagi, Karina nampaknya tidak hanya mengarahkan penghinaan itu padanya, namun juga pada sang suami. Davian juga mencurigakan karena terus berupaya mengalihkan perhatiannya dan berusaha mengajak Viona keluar darisana. "Jangan bilang dulu kamu pernah terlibat dengan mereka? Kenapa Karina nampak sangat nggak suka sama kamu?" Todong Viona lagi. Davian fokus menyetir, menenangkan diri sembari mencari cara untuk memblokade akses curiga istrinya itu. Dia harus nampak tetap tenang dan menemukan alasan yang masuk akal sehingga sang istri tidak curiga lagi padanya. "Katanya dia sahabatnya Natalia, kan? Bukankah itu artinya Natalia sudah banyak cerita padanya? Mungkin saja wanita itu telah meracuni
Hembusan angin nampaknya cukup kuat untuk mengayunkan bahkan merubuhkan beberapa pohon diluar sana. Langit gelap berpadu hujan dengan butiran airnya yang berat menambah kelam malam ini. Tak ada cahaya berarti, hanya kilatan samar di langit yang beberapa kali muncul diiringi suara gemuruh yang cukup memekik di telinga.Wanita itu memeluk tubuhnya sendiri, kepulan asap keluar dari helaan nafasnya karena dingin yang kian menusuk tulang. Jaket hitam yang ia kenakan tak cukup kuat untuk menghalau dinginnya hawa malam yang kelewat dingin ini. Ditambah lagi sekujur tubuhnya sudah terlanjur basah.Ia melangkah cepat menuju sofa diujung ruangan, membuka jaket dan heels lalu menyampirkannya di sebuah kursi plastik. Ia menarik sebuah handuk kecil dan menggosok sekilas tubuhnya. Balutan tank top hitam dan jeans setengah basah itu tentu membuatnya kian menggigil."Kamu bawa pakaian ganti?"Suara serak lelaki menyapanya, membuat Natalia berbalik lalu memutar bola matanya kesal. "Kita bahkan nggak
"Jadi kamu membawaku kesini memang untuk ini?"Natalia masih terengah saat Sagara membalik posisi tubuhnya, mempertemukan netra keduanya yang jelas berkabut penuh gairah. Sagara mengecup lembut bibir Natalia lagi dan lagi. Menangkup pelan pipi tirus Natalia sembari menarik pinggangnya untuk kian merapat. Seolah tak ingin ada sedikitpun jarak diantara keduanya yang tengah larut dalam ciuman lembut memabukkan.Sagara setengah tak rela melepaskan sebentar ciumannya hanya untuk memandangi wajah terengah wanitanya yang manis. Kedua mata itu terbuka perlahan setelah menyadari bahwa Sagara tak lagi bermain dengan bibir manisnya."Apa lagi? Aku gak pernah bisa menahan diri setiap bertemu dengan kamu. Apa yang harus kulakukan?" Sagara balik bertanya.Bukan hanya Natalia yang bingung, Sagara sendiri pun merasa kaget saat dirinya melakukan beragam hal yang tak pernah bisa dia bayangkan sebelumnya. Setiap berdekatan dengan bosnya itu, entah mengapa selalu berhasil memantik jiwa buas miliknya.Ha
Cahaya menyelinap masuk memaksa wanita yang masih bergelung dibawah selimut bergerak tak nyaman. Mau tak mau perlahan membuka mata, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya mengerjap dan memindai sekitar. Jendela kayu menampakkan cuplikan asri yang damai dan sudah sangat terang. Diluar sana sepertinya matahari telah cukup tinggi. Natalia menggeliat karena silau namun sepersekian detik kemudian menyadari bahwa dia sendirian diatas ranjang berantakan ini. Kaki jenjangnya menyentuh dinginnya ubin. Berjalan mencari Sagara keseluruh rumah namun masih belum dia temui juga eksistensinya. Terbesit sedikit kekhawatiran, bagaimana kalau ternyata Sagara berniat membuangnya disini dan dia mati dimakan binatang buas? Apalagi setelah perbincangan serius mereka kemarin? Natalia menarik kaos kebesaran milik Sagara yang sempat dia pakai semalam. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya sebentar sekaligus memeriksa pakaiannya yang semalam basah. Syukurnya helaian kain itu semuanya
Natalia menjatuhkan dirinya di kasur empuk kediamannya, tepat setelah Deana mengantarnya pulang. Ini pukul satu siang. Natalia tadi sempat ke kantor hanya untuk meghadiri meeting sebentar sebelum akhirnya badannya panas dan kepalanya terasa semakin berat. Wanita itu memilih untuk pulang ke rumah segera dan meminta Deana untuk mengatur kembali jadwal selanjutnya.Sementara Sagara hari ini kebetulan mengambil libur. Selepas mengantar Natalia pulang ke rumah tadi, pria itu langsung mengantar Natalia ke kantor. Baru setelah itu dia menjemput sang mama dari tempat menginap, membawanya kembali ke rumah Natalia, dan terakhir mengantarnya menuju airport karena hari ini adalah jadwal penerbangannya untuk kembali."Mbak, maaf ya aku nggak bisa ikut anter," N
Natalia membuka matanya perlahan. Bayangan sekitar masih nampak sangat samar. Matanya berat dan tubuhnya masih terasa sangat lemas namun sepertinya panasnya sudah turun. Dia juga menyadari tubuhnya banyak berkeringat meskipun sudah berada di kamar full ac. Tidak bisa bergerak, Natalia merasakan tubuhnya terkunci dari belakang. Lengan besar yang memeluk tubuh kurusnya langsung menyadaarkannya. Rupanya itu Sagara. "Gar.." Mendengar Natalia mulai bersuara, Sagara kontan melonggarkan dekapannya. Pria itu mengecup belakang kepala Natalia sembari menurunkan kain yang tadi dia letakkan di dahi sang wanita. "Kamu sudah bangun? Gimana? Masih pusing?" Natalia menggigit bibirnya sendiri, saat ini tubuhnya masih terasa cukup lemas, apalagi ada nyeri yang mengaduk perutnya juga. "Ngghh, masih pusing sama nyeri," cicitnya. Sagara bangkit dari tidurnya, membalik Natalia perlahan sembari menatap dengan khawatir, "kita ke dokter aja, ya!" Ajaknya. Benci sekali ke dokter. Natalia menggeleng l
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem